Anda di halaman 1dari 11

PRESENTASI KASUS DAN PORTOFOLIO

KEJANG DEMAM KOMPLIKATA

Pembimbing :
dr. Emmy Noor Rahma

Oleh :
dr. Winda Dwi Putri

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD MASSENREMPULU ENREKANG
ENREKANG SULAWESI SELATAN
AGUSTUS 2020 - NOVEMBER 2021

Nama Peserta : dr. Winda Dwi Putri


Nama Wahana : RSUD Massenrempulu
Topik : Kejang Demam Komplikata
Tanggal (kasus): 01 Oktober 2020
Nama Pasien: An. MAF No RM: 111XXX
Tanggal Presentasi: 08 Oktober 2020 Pendamping: dr Emmy Noor Rahma
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi:
Anak MAF, laki-laki, usia 3 tahun, datang ke UGD dengan keluhan utama kejang.

Tujuan:
Untuk mempelajari diagnosis, patofisiologis, dan tatalaksana kejang demam
Bahan bahasan Tinjauan Riset Kasus Audit
Pustaka
Cara membahas Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
diskusi

Data pasien An MAF/ Laki-laki / 3 tahun / 12 kg No RM: 111XXX


RSUD Massenrempulu
Data utama untuk bahan diskusi
1.Anamnesis
Keluhan utama: kejang
Pasien datang ke UGD RSUD Massenrempulu dengan keluhan kejang. Kejang
dirasakan 1 jam sebelum masuk rumah sakit, kejang seluruh tubuh selama 5
menit. Setelah kejang pasien sadar. Pasien dibawa ke Puskesmas dan diberi obat
anti kejang lewat dubur kemudian dirujuk ke RSUD Massenrempulu. Saat
masuk UGD, pasien kejang lagi dan diberikan obat anti kejang lewat dubur
untuk kedua kalinya. Setelah kejang pasien tidak sadar. Kejang berulang lagi
dua kali, dan pasien menerima obat anti kejang lewat pembuluh darah. Pasien
ini dikonsulkan ke dr Spesialis Anak dan diadviskan untuk MRS di ruang ICU.
Pasien memiliki riwayat trauma, 3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien jatuh
dari sepeda dan terkena kepala. Setelah jatuh, pasien tidak mengalami
penurunan kesadaran, mual dan muntah disangkal, nyeri kepala disangkal.
2 hari SMRS pasien demam dan sempat melihat ke arah atas selama beberapa
menit dalam kondisi tidak sadar, tetapi tidak kejang.
Keluhan lain disangkal. BAB BAK dbn.
keluhan sesak berkurang setelah diberi oksigen dan di UGD, namun tidak
menghilang sepenuhnya. Sehingga pasien MRS di Rawat Inap RSUD
Massenrempulu.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit lain disangkal.
Riwayat konsumsi obat-obatan disangkal. Riwayat alergi obat disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada keluarga yang menderita keluhan serupa.
Riwayat epilepsi dan riwayat penyakit lain pada keluarga disangkal.
2. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : KU Lemah, GCS 3-3-2
Suhu badan : 37,OC
Pernapasan : 24 x per menit
Nadi : 90 x per menit
SpO2 : 99 % dengan O2 nasal 2 lpm
Tekanan darah : 120/90
Kepala & leher : Tidak ditemukan Anemia, Icterus, Cyanosis, dan Dyspneu
Thorax :
- Inspeksi: gerak nafas simetris +, retraksi -/-, ictus cordis tidak tampak, spider
naevi (-), ginekomasti (-), hiperpigmentasi kulit (-)
- Palpasi: fremitus normal, gerak nafas simetris +, ictus cordis tidak bergeser
- Perkusi: sonor (+) pada seluruh lapang paru, kesan batas jantung tidak melebar
- Auskultasi:
Cor : S1 S2 tunggal, m-, g-
Pulmo: ves/ves, rh +/+, wh -/-
+/+ -/-
Abdomen :
- Inspeksi: Abdomen flat, kontur abdomen normal, umbilikus masuk merata,
distensi (-), striae (-), caput medusae (-), scar (-), massa (-)
- Auskultasi: Bising usus (+) normal
- Palpasi: Soepel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, massa (-)
- Perkusi: timpani (+) pada seluruh lapang abdomen, shifting dullness (-)
Extremitas : akral Dingin, Kering, Pucat, eritema palmaris (-), clubbing
finger (-), edema (-)
3. Pemeriksaan
Penunjang
Darah Lengkap
Hemoglobin : 10,8 g/dL (N: 13.0-18.0)
Hematokrit : 33 % (N: 40-50)
Trombosit : 272 ribu/mm3 (N: 150-450)
Leukosit : 11 ribu/mm3 (N : 4-10)
Eritrosit : 4,81 juta/uL (N : 3,5-5,5)

Index Eritrosit
MCV : 90,3 fl (N : 79-99)
MCH : 30,5 pg (N : 27-31)
MCHC : 33,8 g/dL (N : 33-37)
RDW : 13,5 % (N : 11-16)
MPV : 9,5 fL (N : 7.9-11.1)
PDW: 15,6 fL (N : 9.0-11.0)

Hitung jenis (diff)


Eosinofil : 0,2% (N : 1-2)
Basofil : 0,4% (N : 0-1)
Neutrofil : 73,3% (N : 54-62)
Limfosit : 18,7 % (N : 25-33)
Monosit : 7,8% (N : 3-7)

Gula darah
Gula darah sewaktu: 123 mg/dL
(N : 70-140)

Foto Thorax: dalam batas normal


4. Diagnosis : Kejang Demam Komplikata dd status epilepticus ec suspek ICH
5. Tatalaksana :
– IVFD D5 1/2 NS 700 cc/24 jam
– Inj Acran 2 x 15 mg
– Inj Terfacef 2 x 600 mg
– Inj Fenitoin 240 mg dalam 20 cc PZ
kecepatan 60 mg/jam
– Maintenance: Inj Fenitoin 2 x 35 mg
– Sanmol 3 x cth 1 jika suhu > 37,5
– Pasang NGT
– Diet cair 6 x 50 cc
– Planning Diagnosis: CT scan kepala,
cek CRP, RFT, LFT, SE
– Planning Monitoring: Tanda-tanda vital,
keluhan terutama kejang berulang,
klinis.

Planning Edukasi: Edukasi terhadap pasien dan keluarganya tentang penyakit dan
komplikasi yang mungkin terjadi.
Daftar Pustaka:
1. Guidelines for seizure Management. 2010
2. Goldenberg, M.M. Overview of Drugs Used for epilepsy and Seizures. P & T.
2010, 36:7.
3. French, J.a. Pedley, T. A. Initial Management of Epilepsy. The new England
Journal of Medicine. 2008.
4. Pudjiadi, Antonius H et al.2013. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. Indonesia:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA

I. Kejang
Kejang merupakan gejala yang timbul dari efek langsung atau tidak langsung dari penyakit sistem
saraf pusat ( SSP ). Obat – obat yang digunakan untuk terapi berbagai penyakit vaskuler yang
dapat mempengaruhi ambang kejang dan memyebabkan kejang , selain itu penyakit dapat pula
mendasari angka kejadian kejang pada pasien stress. Kejang didefiniskan sebagai perubahan
sementara dalam keadaan atau tanda – tanda lain atau gejala yang dapat disebabkan oleh disfungsi
otak. disfungsi otak tersebut dapat disertai dengan motorik, sensorik dan gangguan otonom
tergantung paad daerah otak yang terlibat baik organ itu sendiri atau pun penyebaran ke organ
yang lain.

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan yaitu, epilepsi, kejang demam, hipoglikemia,
hipoksia, hipotensi, tumor otak, meningitis, ketidakseimbangan elektrolit, dan overdosis obat.
Meskipun penyebab dari kejang beragam namun pada fase awal tidak perlu untuk melabelnya
masuk pada kelompok mana, karena manajemen jalan nafas dan penghentian kejang adalah
prioritas awal pada pasien dengan kejang aktif.

Salah satu bentuk kejang yang sering dijumpai pada anak adalah kejang demam. Kejang demam
adalah kejang disertai demam ( suhu ≥ 100.4 ° F atau 38°C), tanpa infeksi sistem saraf, yang
terjadi pada bayi dan anak-anak 6 sampai 60 bulan. Kejang demam terjadi pada 2% sampai 5%
dari semua anak-anak, dengan demikian menjadi bentuk yang paling umum terjadi. Pada tahun
1976, Nelson dan Ellenberg, menggunakan data dari National Collaborative Perinatal Project dan
ditetapkan bahwa kejang demam diklasifikasikan sebagai simpleks atau kompleks. Kejang demam
simpleks didefinisikan sebagai kejang yang terjadi setelah demam, yang berlangsung selama
kurang dari 15 menit dan tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam kompleks
didefinisikan sebagai kejang fokal, berlangsung lebih dari 15 menit, dan atau berulang dalam
waktu 24 jam.

Patofisiologi

Patofisiologi Kejang berhubungan dengan terjadinya paroxysmal depolarization shift (PDS).


Yaitu, depolarisasi potensial asca sinaps yang berlangsung lama. PDS merangsang lepasan
muatan listrik yang berlebihan pada neuron otak dan merangsang neuron lain untuk melepas
muatan listrik bersama sama sehingga timubul suatu hipereksitabiltas suatu neuron otak.
PDS diduga disebabkan oleh kemampuan membrane sel melepaskan muatan listrik yang
berlebihan, berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter GABA, atau meningkatnya eksitasi
sinaptik oleh neurotransmitter Glutamat dan Aspartat melalui jalur eksitasi berulang.

Kriteria Kejang

Diagnosis kejang dapat ditegakkan dengan diagnosis. Dan akan lebih mempermudah menegakan
diagnosis apabila kita melihat langsung bentuk kejang. Dalam penanganan awalnya, sangatlah
penting dalam membedakan apakah yang diutarakan oleh keluarga pasien tersebut adalah benar
kejang atau serangan serupa dengan kejang. Dalam membedakan kejang ataupun tmenyerupai
kejang hendaknya melihat dari sifat sifat kejang yang disampaikan. Perbedaan antara keduanya
dapat dilhat pada table dibawah ini:

KEADAAN KEJANG MENYERUPAI KEJANG

ONSET Tiba – tiba Gradual

LAMA SERANGAN Detik – Menit Beberapa Menit

KESADARAN Sering Terganggu Jarang Terganggu

GERAKAN EKSTREMITAS Sinkron Tidak Sinkron

GERAKAN ABNORMAL Selalu Jarang


BOLA MATA

Klasifikasi Kejang

PARSIAL Parsial Sederhana, Parsial Kompleks,


Parsial yang menjadi Umum

UMUM Absans,Mioklonik, Klonik, Tonik, Tonik –


Klonik, Atonik

TIDAK TERKLASIFIKASI
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik diperlukan untuk memilih pemeriksaan penunajang
yang terarah dan tata laksana selanjutnya. Aloanamnesis yang baik dimulai dari riwayat perjalanan
penyakit sampai timbulnya kejang. Dilanjutkan dengan pertanyaan terarah untuk mencari
kemungkinan faktor penyebab kejang. Anamnesis diarahkan kepada riwayat kejang sebelumnya,
kondisi medis yang berhubungan,obat obatan, trauma, infeksi, gangguan deficit neurologs fokal
maupun umum, serta nyeri dan cedera yang ditimbulkan akibat kejang

Penentuan etiologi berperan penting dalam tata laksana selanjutnya. Keadaan ini sangat penting
terutama pada kejang yang sulit diatasi atau kejang berulang. Etiologi kejang mungkin dapat lebih
dari satu, etologi yang tersering yaitu kejang karena demam, infeksi intracranial, shigelosis,
keracunan, dan gangguan metabolic seperti hipoglikemia, hiponatremia, hipoksemia, dehidrasi
dan lain sebagainya.

Pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai tada vital, mencari tanda trauma akut kepala, dan ada
tidaknya kelainan sistemik. Pemeriksaan terutama mencari cidera kepala yang mendahului atau
selama kejang, ada tidaknya penyakit sistemik,demam, paparan zat toksik, atau lesi intracranial.

Pemeriksaan Penunjang

Lab : Glukosa darah, DL, Elektrolit, Faal Koagulasi

Pungsi lumbal

EEG

CT Scan
Tatalaksana

Peserta Pendamping

dr. Winda Dwi Putri dr. Emmy Noor Rahma

Anda mungkin juga menyukai