Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit meniere merupakan kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan cairan


endolimfe di telinga dalam (koklea & aparatus vestibular). Penyakit ini memiliki trias yaitu
vertigo, tinitus, dan tuli sensorineural. Gejala tinitus dan gangguan pendengaran umumnya
muncul terlebih dahulu dengan onset insidius sebelum muncul vertigo. Akan tetapi, seiring
berjalannya waktu, gangguan pendengaran akan bertambah parah sedangkan keluhan
vertigonya akan membaik atau bahkan menghilang.

Di Amerika Serikat, prevalensi penyakit meniere adalah sebanyak 1000 kasus per
100 ribu populasi, dimana setengah diantaranya memiliki riwayat keluarga penyakit
meniere. Penyakit ini bisa mengenai semua usia, tetapi puncaknya berada di sekitar usia 40
sampai dengan 60 tahun. Laki-laki lebih sering terkena daripada perempuan.

Pada prinsipnya, penyakit meniere merupakan penyakit dengan penyebab yang


tidak diketahui (idiopatik). Apabila penyebabnya diketahui, maka penyakit tersebut tidak
bisa dikatakan sebagai penyakit meniere, melainkan sindroma meniere. Sindroma Meniere
terjadi akibat terganggunya produksi atau resorpsi endolimfe sehingga menyebabkan
peningkatan cairan endolimfe di dalam skala media. Kondisi-kondisi yang dapat
menyebabkan hal demikian diantaranya adalah trauma, penggunaan obat, hiperlipidemia,
gangguan endokrin seperti penyakit tiroid, ketidakseimbangan elektrolit maupun hormonal,
penyakit autoimun seperti lupus eritematosus sistemik dan artritis reumatoid, serta infeksi
seperti otosifilis dan sindroma cogan.

1
BAB II
BORANG PORTOFOLIO

A. BORANG PORTOFOLIO
Nama peserta : dr. Basri Hadi
Nama wahana : RS Marinir Cilandak
Topik : Meniere
Tanggal kunjungan : 3 Juli 2018
Nama pasien : Ny. J, Pr, 47 th No RM : 35-36-22
Tanggal presentasi : Nama pendamping : dr. Nursito
Tempat presentasi : RS Marinir Cilandak
Objektif presentasi
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia
 Deskripsi : Ny. J datang dengan keluhan Pusing berputar sejak 12 jam yang lalu. Pusing
berputarnya muncul tiba – tiba ketika pasien bangun dari tidur di pagi hari, terus menerus,
dan diperparah dengan membuka mata. Pasien sudah mengkonsumsi betahistin, tapi tidak
membaik. Selain pusing berputar, pasien juga mengeluhkan mual disertai muntah sebanyak
5 kali berisi makanan. Pasien memiliki riwayat telinga berdenging sejak 3 tahun yang lalu.
Telinga berdenging dirasakan di telinga kiri, muncul tiba-tiba, dan menetap terus menerus
hingga sekarang. Pasien juga mengeluhkan mendengar seperti suara gemuruh dan sedikit
mengganggu pendengaran pasien. Kemudian, 3 bulan setelahnya, muncul pusing berputar.
Pusing berputar ini awalnya terjadi setiap hari pada tahun pertama, tetapi sudah lama
hilang, dan baru muncul lagi kali ini. Dari pemeriksaan fisik, ditemukan tekanan darah
150/100 mmHg dan terdapat nistagmus pada mata kanan dan kiri dengan arah horizontal
kanan. Melalui pemeriksaan penunjang, didapati penurunan hemoglobin dan hematrokit,
serta peningkatan leukosit.

 Tujuan : melakukan diagnosis, tatalaksana kasus meniere, menentukan prognosis dan


edukasi pasien serta keluarganya.
Bahan bahasan
 Tinjauan pustaka  Riset  Kasus  Audit
Cara membahas
 Presentasi & diskusi  Diskusi  Email  Pos
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/ Gambaran klinis
Ny. J datang ke IGD RSMC dengan keluhan pusing berputar sejak 12 jam yang lalu.

2
Pasien mendeskripsikan pusing berputarnya seperti lingkungan disekitar berputar
mengelilingi pasien. Keluhan pasien muncul tiba-tiba saat pasien bangun dari tidur di pagi
hari, dan tidak berkurang sampai pasien tiba di rumah sakit. Pasien mengaku bahwa
pusingnya akan bertambah parah apabila ia membuka mata dan menyangkal perubahan
posisi kepala atau mengedan dan bersin sebagai hal yang dapat memperburuk rasa
pusingnya.

2. Riwayat pengobatan
Pasien sudah mengkonsumsi obat betahistin, tetapi masih pusing berputar.

3. Riwayat kesehatan
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat telinga berdenging sejak 3 tahun yang lalu hingga sekarang.
Kemudian, sekitar 3 bulan sejak telinganya berdenging, pasien untuk pertama kalinya
mengalami pusing berputar. Pasien mengaku bahwa ia sering mengalami pusing berputar
pada 1 tahun pertama, dimana hampir setiap hari pasien mengalami pusing berputar. Akan
tetapi, ia sudah tidak pernah pusing berputar dalam 2 tahun terakhir dan baru muncul lagi
kali ini. Sebelumnya, keluhan pusing berputar pasien muncul tiba-tiba ketika pasien sedang
beraktivitas biasa, bukan ketika pasien bangun dari tidur, berputar di tempat tidur, berdiri
tegak setelah membungkuk, maupun melihat keatas. Pusing berputar yang dirasakan pasien
terjadi berjam-jam tetapi tidak sampai berhari-hari. Pasien menyangkal adanya riwayat
migrain (nyeri kepala sebelah disertai mual, muntah, & membaik ketika tidur diruangan
gelap serta menghindari suara bising), trauma, tekanan darah tinggi, gula, operasi, dan
alergi.

4. Riwayat keluarga
Pasien menyangkal adanya anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa, gula, dan
alergi. Akan tetapi, ayah pasien memiliki tekanan darah tinggi.

5. Riwayat sosial
Pasien menyangkal sering terpapar suara keras maupun menggunakan headset. Pasien juga
tidak pernah menyelam dan tidak habis berpergian menggunakan pesawat akhir-akhir ini.
Kebiasaan merokok, minum alkohol disangkal.

6. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tingkat Kesadaran : Compos Mentis (GCS 15; E4, V5, M6)
Tekanan Darah : 150/100 mmHg
Temperatur : 36.7oC
Nadi : 82 x/menit, regular, isi cukup
Pernafasan : 16 x/menit, regular
Kepala : Normosefal, laserasi (-)

3
Mata : Konjugtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Pernafasan cuping hidung (-)
Telinga : Simetris, lesi (-)
Mulut : Pucat (-), mukosa pecah (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)

7. Pemeriksaan Penunjang :
 Hemoglobin : 10,6 g/dL

 Hematokrit : 32%

 Leukosit : 11 rb/l

 Trombosit : 292 rb/l

 Glukosa Sewaktu : 122 mg/dL

Assessment : Meniere

Planning
A. Tatalaksana awal
• Flunarizin tab 2x5 mg
• Alpentin tab 2x100 mg
• Betahistin tab 3x 12 mg
• IVFD RL 20 tpm
• Inj. Omeprazole 1x40 mg
• Inj. Ondansentron 3x4 mg
• Drip Neurobion 1x5000
B. Rencana diagnosis awal
Anamnesis dan Pemeriksaan fisik
Laboratorium : pemeriksaan darah dan glukosa sewaktu
C. Rencana Terapi
Konsul DPJP (Sp.S)
D. Rencana Edukasi
Penjelasan mengenai penyakit dan rencana terapi yang akan di jalani pasien
E. Rencana Konsultasi

4
Konsultasi dilakukan oleh spesialis syaraf
Hasil pembelajaran
1. Mengetahui berbagai penyebab Meniere
2. Memberikan penatalaksanaan pada kasus Meniere
3. Mengenali manifestasi klinis yang timbul pada Meniere
4. Mendiagnosis kasus Meniere
5. Memberikan penatalaksanaan kasus Meniere
6. Mengetahui komplikasi yang dapat timbul pada kasus Meniere

B. RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO


Subjektif
Keluhan Utama : Pusing berputar sejak 12 jam yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Ny. J datang ke IGD RSMC dengan keluhan pusing berputar sejak 12 jam yang lalu.
Pasien mendeskripsikan pusing berputarnya seperti lingkungan disekitar berputar
mengelilingi pasien. Keluhan pasien muncul tiba-tiba saat pasien bangun dari tidur di pagi
hari, tidak menghilang sampai pasien tiba di rumah sakit. Pasien mengaku bahwa
pusingnya akan bertambah parah apabila ia membuka mata dan menyangkal perubahan
posisi kepala atau mengedan dan bersin sebagai hal yang dapat memperburuk rasa
pusingnya. Pasien sudah mengkonsumsi obat betahistin, tetapi masih pusing. Tidak ada
yang dapat memperingan keluhan pasien.
Objektif
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tingkat Kesadaran : Compos Mentis (GCS 15; E4, V5, M6)
Tekanan Darah : 150/100 mmHg
Temperatur : 36.7oC
Nadi : 82 x/menit, regular, isi cukup
Pernafasan : 16 x.menit, regular
Kepala : Normosefal, laserasi (-)
Mata : Konjugtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Pernafasan cuping hidung (-)
Telinga : Simetris, lesi (-)
Mulut : Pucat (-), mukosa pecah (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)

5
7. Pemeriksaan Penunjang :
Hemoglobin 10,6 g/dL, Hematokrit 32%, Leukosit 11 rb/l, Trombosit 292 rb/l, Glukosa
Sewaktu : 122 mg/dL

Assessment : Meniere
Planning
1. Tatalaksana awal
• Alpentin tab 2x100 mg
• Betahistin tab 3x 12 mg
• Flunarizin tab 2x5 mg
• IVFD RL 20 tpm
• Inj. Omeprazole 1x40 mg
• Inj. Ondansentron 3x4 mg
• Drip Neurobion 1x5000

2. Rencana Terapi
Konsul DPJP (Sp.S)
3. Rencana Edukasi
Penjelasan mengenai penyakit dan rencana terapi yang akan di jalani pasien
4. Rencana Konsultasi
Konsultasi dilakukan oleh spesialis syaraf.

6
BAB III
PEMBAHASAN DAN TATALAKSANA

A. DIAGNOSIS
A.1. ANAMNESIS
Hal pertama yang harus dilakukan pada pasien dengan keluhan utama vertigo adalah
menentukan apakah vertigo yang dirasakan pasien adalah vertigo perifer atau sentral. Pada pasien
ini, vertigo yang dirasakan terjadi tiba-tiba dengan intensitas yang berat, dimana pasien mual dan
muntah sebanyak 5 kali. Kemudian, terdapat gangguan pendengaran berupa tinitus, tanpa adanya
gangguan neurologis. Hal ini lebih mengarahkan diagnosis vertigo pasien ke arah vertigo perifer,
meskipun nistagmus pada pasien ini murni ke arah horizantal kanan dan vertigo yang terjadi tidak
dipengaruhi oleh perubahan posisi kepala. Setelah mengetahui tipe vertigonya, hal yang
selanjutnya harus dilakukan adalah menentukan etiologi dari vertigonya. Oleh karena,
vertigo yang dirasakan pasien ini adalah vertigo perifer, maka etiologi yang mungkin
antara lain adalah vertigo posisi paroksismal jinak (BPPV), Penyakit Meniere, Neuronitis
Vestibular, Labirinitis Akut, Fistula Perilimfatik, Kolesteatoma, Otikus Herpes Zoster, dan
Otosklerosis. Untuk lebih mengarahkan ke diagnosis, terdapat 3 pertanyaan utama yang
harus ditanyakan, diantara lain adalah durasi, faktor pemicu, dan gejala penyerta.
Pada pasien ini, vertigonya berdurasi dalam hitungan jam, sehingga diagnosis yang
mungkin adalah penyakit meniere atau fistula perilimfatik. Sedangkan, faktor pemicunya
tidak konsisten, dimana vertigo yang sekarang muncul saat pasien bangun tidur, vertigo
yang muncul saat bangun tidur sebenarnya khas untuk penyakit BPPV. Namun, setelah
ditelusuri lebih lanjut diketahui bahwa sebelumnya pasien mengalami vertigo secara
spontan, tidak terjadi setelah perubahan posisi kepala (bangun tidur, berputar di tempat
tidur, berdiri tegak setelah membungkuk, atau melihat keatas). Sehingga, diagnosis yang
mungkin berdasarkan faktor pemicunya adalah penyakit meniere dan neuronitis vestibular.
Kemudian, berdasarkan gejala penyertanya yang berupa tinitus, diagnosis yang mungkin
adalah penyakit meniere dan labirinitis akut. Oleh karena itu berdasarkan anamnesis 3 hal
ini, diagnosis utama yang mungkin adalah penyakit meniere, dengan diagnosis banding
fistula perilimfatik, nuronitis vestibular, dan labirinitis akut.
Berikut adalah temuan klinis yang mendukung diagnosis Penyakit Meniere:
• Durasi vertigo berjam-jam
• Vertigo terjadi spontan
• Gejala penyerta berupa tinitus; tinitus terdengar seperti suara gemuruh yang klasik

7
pada penyakit meniere
• Tinitus terjadi di telinga kiri sedangkan nistagmus horizontal ke arah kanan
• Tinitus muncul terlebih dahulu sebelum onset pertama vertigo
• Terdapat periode remisi dalam 2 tahun terakhir diikuti serangan vertigo dengan
intensitas yang lebih berat
Berikut adalah temuan klinis yang tidak mendukung Penyakit Meniere:
• Tidak ada rasa penuh di telinga
• Tes Rinne dan Webber tidak menunjukkan adanya tuli sensorineural
Untuk dapat menegakkan diagnosis penyakit meniere, diperlukan pemeriksaan lebih
lanjut berupa audiometri. Tes rinne dan webber yang tidak menunjukkan tuli sensorineural
mungkin terjadi akibat sifat tuli yang berfluktuatif pada penyakit meniere atau karena tuli
yang ada pada pasien tidak cukup parah, sehingga tidak bisa di diagnosis di samping
ranjang.

A.II. PEMERIKSAAN FISIK


1. Pemeriksaan General
Pemeriksaan fisik di luar serangan dalam batas normal. Pada saat serangan, ditemukan
peningkatan tekanan darah, laju nadi, dan laju nafas. Pasien tampak pucat dan
berkeringat. Pasien datang ke IGD dengan memegang kantung plastik yang
menunjukkan bahwa pasien ini merasa mual dan akan muntah.

2. Periksaan Mata
Pada pemeriksaan mata, di dapat nistagmus dengan arah horizontal atau rotatori atau
keduanya. Fase cepat nistagmus umumnya mengarah ke telinga yang sehat.

3. Pemeriksaan Telinga
Pada pemeriksaan telinga, tes pendengaran kasar dengan mengusap ibu jari dan jari
telunjuk di telinga pasien normal atau berkurang, pemeriksaan rinne dan webber
menjukkan tuli sensorineural, dimana rinne (+); konduksi udara lebih baik dari
konduksi tulang pada telinga yang sama, dan webber didapati lateralisasi ke telinga
yang sehat. Pemeriksaan rinne dan webber bisa dalam batas normal karena ketulian
yang terjadi pada penyakit meniere bisa sangat minimal, sehingga hanya bisa dideteksi
dengan pemeriksaan audiometri. Pemeriksaan otoskopi dalam batas normal.

8
4. Pemeriksaan Keseimbangan
Inspeksi jalan dan tes romberg tidak stabil, terutama saat menutup mata. Apabila hasil
kurang meyakinkan, dapat dilakukan tes romberg dipertajam. Tes fukuda didapati
rotasi badan melebihi 30o.

5. Tes Spesial
Tes spesial yang dapat dilakukan adalah manuver Dix Hallpike. Manuver Dix-Hallpike
tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit meniere, tetapi dapat digunakan
untuk mengeksklusi diagnosis BPPV. Langkah-langkah manuver:
1. Pasien dalam posisi duduk tegak
2. Pegang kepala pasien dan miringkan 45o ke satu sisi
3. Baringkan secara cepat dengan posisi kepala tergantung di ujung tempat tidur.
4. Lakukan pada kedua sisi telinga

A.III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


• Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk penyakit meniere.
Pemeriksaan dilakukan hanya untuk mengeklusi penyebab endokrin, ketidakseimbangan
elektrolit maupun hormon, penyakit autoimun, dan infeksi

• Audiometri
Audiometri dilakukan untuk melihat ada tidaknya gangguan fungsi pendengaran
berupa tuli sensorineural. Hasil pemeriksaan bervariasi dari normal hingga tuli
sensorineural berat, mengingat natur gejala tuli pada penyakit meniere bersifat fluktuatif.
Apabila ditemukan tuli sensorineural, umumnya ditemukan ketulian pada frekuensi rendah
atau campuran antara frekuensi rendah dan tinggi dengan ketulian frekuensi rendah yang
lebih berat. Pemeriksaan audiometri berulang dianjurkan untuk menilai fluktuasi gejala.

• Elektrokokleografi (ECOG)
ECOG dilakukan untuk melihat peningkatan tekanan telinga dalam dengan cara
distensi dari membran basilar. Penilaian dilakukan dengan menilai rasio antara summating
potential (pergerakkan membran basilar) dengan aksi potensial saraf sebagai respon
terhadap stimulus auditorik. Apabila rasionya melebihi 35%, maka terdapat peningkatan
tekanan telinga dalam. Pemeriksaan paling akurat bila dilakukan pada saat serangan akut.

9
• Elektronistagmografi (ENG)
ENG dilakukan untuk menilai fungsi kanalis semisirkularis horizontal terhadap
stimulus gerakan dan kalorik. Pada pemeriksaan ini, pasien harus dalam kondisi perut
kosong, serta tidak mengkonsumsi meclizine, antihistamin, & sedatif selama 2 minggu.
Pasien dalam posisi supinasi, kemudian salah satu telinga diirigasi dengan air hangat
terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan air dingin. Perbedaan suhu ini akan
menyebabakan cairan di kanalis semisirkularis horizontal bergerak, sehingga timbul
nistagmus. Hasilnya dibandingkan antara telinga kanan dan kiri, normalnya sama kanan
dan kiri, patologis bila respon melemah pada telinga yang sakit.

• Magnetic Resonance Imaging (MRI) / Computed Tomography (CT) Scan


Pemeriksaan MRI / CT Scan tidak perlu dilakukan pada pasien dengan gejala
penyakit meniere yang klasik. Hanya dilakukan apabila curiga ada penyakit intrakranial.
MRI digunakan untuk mengeksklusi adanya masa (tumor sudut serebelopontin) atau lesi
lain (sklerosis multipel). Sedangkan CT Scan digunakan untuk mengekskusi semicircular
canals dehiscences (penipisan atau tidak adanya bagian dari tulang temporal yang melapisi
kanalis semisirkularis), kelainan kongenital, pelebaran duktus vestibularis & koklearis, dan
pendarahan subaraknoid.

10
B. TATALAKSANA
Tatalaksana pada penyakit meniere dibagi menjadi 3, yaitu tatalaksana pada serangan akut,
terapi pencegahan, dan terapi pembedahan.

1. Tatalaksana pada Serangan Akut


Tatalaksana pada keadaan akut hanya berupa terapi simptomatik (pusing berputar,
mual, dan muntahnya) menggunakan vestibulosupresan dan antiemetik.
Vestibulosupresan dan antiemetik tidak direkomendasikan untuk diberikan jangka
panjang karena dapat mengganggu mekanisme kompensasi sentral pada kasus perifer
sehingga fungsi keseimbangan memburuk dan dapat menyebabkan takifilaksis
(penurunan respon terhadap obat). Berikut adalah pilihan obat yang dapat diberikan

11
2. Terapi pencegahan

Non-Medikamentosa
• Diet rendah garam (<1-2 g/hari)
• Pembatasan aktivitas yang berbahaya dan membutuhkan keseimbangan tinggi
(contonh: memanjat tangga)

Medikamentosa
• Histamin Agonis : Inhibisi aktivitas nukleus vestibularis -> menurunkan frekuensi &
keparahan serangan.
Lini pertama: Betahistin; dosis awal: 16 mg 3x/hr -> titrasi bertahap hingga 72-144
mg/hari
• Diuretik : menurunkan tekanan cairan di telinga dalam -> mengurangi hidrops
endolimf
- Lini pertama: Hydrochlorothiazide&Triamterene (1-2 tablet 1x/hari @25 mg hct +
37,5 mg triam); monitor serum kalium -> efek samping: hiperkalemia
- Pilihan obat lain: Hydrochlorothiazide (25 - 50 mg 1-2x/hari), Acetazolamide (100-
250 mg 3-4x/hari), Methazolamide (50-100 mg 2-3x/hari)
• Steroid per oral : anti inflamasi
- Prednisone (40-60 mg 1x/hari)
3. Terapi pembedahan
Terapi pembedahan merupakan indikasi apabila pemberian terapi medikamentosa
tidak memberikan respon. Pada umumnya, terapi pembedahan dibedakan menjadi dua,
yaitu terapi destruktif dan terapi non destruktif. Prinsip dari terapi destruktif adalah
mendestruksi satu sisi telinga dalam yang bermasalah sehingga sinyal abnormal yang
terjadi akibat hydrops endolimfatik tidak dapat dikirimkan ke otak. Diketahui bahwa
dengan mempertahankan satu sisi telinga dalam yang sehat, otak dapat
menkompensasi kehilangan satu sisi lainnya dalam waktu minggu sampai bulan. Oleh
karena itu, terapi destruktif hanya dilakukan apabila penyakit menierenya unilateral.
Sedangkan, terapi non destruktif ditujukan untuk memperbaiki gejala saja.

• Injeksi Aminoglikosida / Gentamisin / Streptomisin / Steroid intratimpanik


Obat-obat medikamentosa penyakit meniere dimasukkan melalui miringotomi ke
dalam telinga tengah dengan pemikiran bahwa obat tersebut akan terasorbsi ke
dalam telinga dalam melalui oval window. Injeksi steroid intratimpanik tergolong
sebagai terapi non destruktif dan bermanfaat bagi pasien yang tidak dapat
mentoleransi efek samping steroid sistemik. Sedangkan, injeksi aminiglikosida,
gentamisin, atau streptomosin tergolong sebagai terapi destruktif karena bertujuan
untuk menyebabkan kerusakkan permanen pd organ vestibular sehingga serangan
vertigo dapat diakhiri . Pasca terapi, 71% bebas serangan; Efek sampingnya berupa
gangguan pendengaran berat dan gangguan keseimbangan akibat hilangnya
kompensasi fungsi vestibular unilateral. Kelebihan dari tindakan ini adalah relative
sederhana, resikonya rendah, dan dapat dilakukan pada pasien rawat jalan.

• Dekompresi Kantung Endolimfatik


Menurunkan tekanan endolimfe dengan cara menghilangkan sebagian dari tulang
mastoid (mastoidektomi) sehingga kantung endolimfatik dapat mengembang.
Dekompresi kantung endolimfatik ini dapat disertai dengan pemasangan saluran

12
(shunt) ke dalam mastoid atau ruangan subaraknoid untuk lebih menurunkan
tekanan. Angka keberhasilan dalam mengontrol gejala vertigo dan menstabilkan
kemampuan pendengaran adalah sebesar 60-80%, baik pada dekompresi saja atau
dekompresi disertai pemasangan saluran. Morbiditas dan mortalitas relatif rendah.
Resiko tuli dan kerusakkan saraf fasial minimal.

• Seksi Saraf Vestibular


Seksi saraf vestibular di indikasikan pada pasien dengan vertigo yang fungsi
pendengarannya masih baik. Tindakan ini dilakukan dengan memotong saraf
vestibular saat melewati kanalis auditorius interna. Resiko yang mungkin terjadi
adalah parese saraf fasial dan koklear karena letaknya yang berdekatan, serta
kebocoran cairan serebrospinal dan meningitis karena pendekatannya melalui
kraniotomi.

• Labirinektomi ± Implan Koklea


Labirinektomi memiliki angka kesembuhan yang relatif tinggi (95%) dan sangat
bermanfaat bagi pasien yang fungsi pendengarannya sudah rusak akibat perjalanan
penyakit meniere. Labirinektomi dilakukan dengan melakukan ablasi labirin pada
telinga yang sakit. Tindakan ini jauh lebih sederhana dan tidak invasive
dibandingkan dengan seksi saraf vestibular. Untuk memperbaik fungsi pendengaran,
labirinektomi dapat dilakukan bersamaan dengan implan koklea pada telinga yang
sakit.

• Rehabilitasi Vestibular
Rehabilitasi vestibular dilakukan dengan olahraga keseimbangan repetitive guna
melatih pasien untuk mengkompensasi hilangnya fungsi vestibular unilateral.
Rehabilitasi ini tidak berguna sebagai terapi primer karena natur penyakit Meniere
yang berfluktuasi, sehingga hanya ditujukan pada pasien yang telah menjalani terapi
pembedahan (seksi saraf vestibular, labirinektomi, injeksi aminoglikosida
intratimpani).

C. KOMPLIKASI
• Cedera karena jatuh
• Kecelakaan karena vertigo
• Disabilitas karena vertigo yang tidak terprediksi
• Ansietas dengan gejala
• Ketidakseimbangan & tuli progresif
• Tinitus intraktabel

D. PROGNOSIS
Prognosis bervariasi pada setiap individu. Pada umumnya, kondisi pasien akan stabil
spontan seiring berjalannya waktu. 50% pasien mengalami remisi spontan dalam waktu 2
tahun, dan 70% dalam waktu 8 tahun. Akan tetapi, tidak sedikit juga yang tidak mengalami
remisi spontan, dimana pendengaran dan keseimbangannya tetap jelek. Umumnya, masih
bisa ditangani dengan baik menggunakan tatalaksana medikamentosa. 5-10% pasien
membutuhkan tindakan operatif.

13
BAB IV
KESIMPULAN

Penyakit meniere merupakan kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan cairan


endolimfe di telinga dalam (koklea & aparatus vestibular). Penyakit ini memiliki trias yaitu
vertigo, tinitus, dan tuli sensorineural.

Pada prinsipnya, penyakit meniere merupakan penyakit dengan penyebab yang


tidak diketahui (idiopatik). Apabila penyebabnya diketahui, maka penyakit tersebut tidak
bisa dikatakan sebagai penyakit meniere, melainkan sindroma meniere. Sindroma Meniere
terjadi akibat terganggunya produksi atau resorpsi endolimfe sehingga menyebabkan
peningkatan cairan endolimfe di dalam skala media. Kondisi-kondisi yang dapat
menyebabkan hal demikian diantaranya adalah trauma, penggunaan obat, hiperlipidemia,
gangguan endokrin seperti penyakit tiroid, ketidakseimbangan elektrolit maupun hormonal,
penyakit autoimun seperti lupus eritematosus sistemik dan artritis reumatoid, serta infeksi
seperti otosifilis dan sindroma cogan.

Diagnosis penyakit ini berdasarkan gejala klinis dan tes audiometri. Namun, gejala
yang ditunjukkan bersifat subjektif dan tidak spesifik sehingga sering terjadi midsdiagnosis
dan penting untuk dilakukan pemeriksaan yang objektif dan reliabel.

14
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Aninditha, Tiara. “Vertigo Vestibular Perifer” Buku Ajar Neurologi., pp 271-284


2. Bähr Mathias, et al. Duus' Topical Diagnosis in Neurology Anatomy, Physiology,
Signs, Symptoms. Thieme, 2012.
3. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Case Western Reserve University,
casemed.case.edu/clerkships/neurology/NeurLrngObjectives/BPV.htm.
4. Greenberg, David A., et al. Clinical Neurology. McGraw-Hill Education, 2018.
5. Kuokkanen, Paula. “Modelling The Activity of The Auditory Nerve After Hearing
Loss.” ResearchGate, 10 Mar, 2017, https://www.researchgate.net/publication/
267963330_Modelling_the_Activity_of_the_Auditory_Nerve_after_Hearing_Loss.
6. Labuguen, Ronald. “Initial Evaluation of Vertigo.” American Family Physician, 15
Jan. 2006, www.aafp.org/afp/2006/0115/p244.html.
7. “Meniere Disease (Idiopathic Endolymphatic Hydrops).” Medscape, 8 June 2018,
emedicine.medscape.com/article/1159069-overview.
8. Swartz, Randy. “Treatment of Vertigo.” American Family Physician, Jan. 2006,
www.aafp.org/afp/2005/0315/p1115.html.
9. Weinreich, Heather M., and Yuri Agrawal. “The Link Between Allergy and
Meniere Disease.” NCBI, U.S. National Library of Medicine, June 2014,
www.ncbi.nlm.nih.gov/ pmc/articles/PMC4549154/.

15

Anda mungkin juga menyukai