Anda di halaman 1dari 17

MEDICAL COMPROMISED KASUS PENCABUTAN GIGI

DENGAN PENYAKIT PENYERTA EPILEPSI

Oleh :
UTAMI MAYASARI (40619125)

INSTRUKTUR : SIH WINARTI, DRG., M.KES

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2020
BAB I
KASUS

Kasus Medical Compromised : Epilepsi

1. Identitas Pasien
Nama : Ny.K
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jln Kh wachihasym no 61 kos DS
2. Pemeriksaan Subyektif
Anamnesa :
Pasien perempuan berusia 25 tahun datang ke RSGM iik dengan keluhan ingin
mencabutkan gigi geraham belakang bawah kanan yang lubang sejak 1 tahun yang lalu,
pasien mengaku mempunyai riwayat penyakit epilepsi selama kurang lebih 5 tahun
terakhir, pasien tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan. Pasien ingin
dilakukan pencabutan pada gigi belakang kanan bawah yang lubang tersebut.
Penyakit penyerta : Epilepsi
3. Pemeriksaan Obyektif
a. Kondisi umum : Pasien datang dalam keadaan baik
b. Tanda-Tanda Vital (TTV) :
- Tekanan darah : 110/80 mmHg
- Respirasi : 20x/menit
- Nadi : 80x/menit
- Suhu : 36C
c. Pemeriksaan Ekstra Oral (EO) :
- Kepala : normal
- Kelenjar tiroid : normal
- Arteri : normal
- Wajah dan leher : normal
- Kelenjar submandibularis :
a. Sinistra : normal
b. Dextra : normal
d. Pemeriksaan Intra Oral (IO) :
- Bibir : normal
- Mukosa bukal : normal
- Lidah : normal
- Dasar mulut : normal
- Palatum durum : normal
- Tonsil : normal
- Orofaring : normal
- Gingiva : normal
e. Pemeriksaan Gigi 46
- Tes sonde :-
- Tes perkusi :-
- Druk :-
- Kemerahan :-
- mobilitas :-
- resesi :+
4. Diagnosa :
periodontitis apikalis kronis e.c gangren radix pada gigi 46
5. Pemeriksaan penunjang :
pemeriksaan radiologi untuk foto periapical gigi 46
6. Treatment Planing
1. merujuk pasien ke dokter Spesialis Bedah Saraf
2. pemeriksaan radiologi untuk foto periapical gigi 46
3. mendapatkan surat balasan rujukan dari dokter Sp. Bedah Saraf dan apabila boleh
dilakukan tindakan medis kedokteran gigi, maka selanjutnya dilakukan tindakan
ekstraksi gigi
4. dilakukan ekstraksi gigi 46
7. Prosedur Kerja :
Kunjungan 1
a. anamnesa
b. inform consent
c. persiapan alat dan bahan
d. persiapan operator
e. pemeriksaaan TTV
f. pemeriksaan klinis EO dan IO
g. rujukan ke dokter Sp. Bedah saraf
h. melakukan foto rongsen periapical pada gigi 46

Kunjungan 2
Setelah mendapatkan surat balasan rujukan dan diperbolehkan melakukan tindakan
ekstraksi gigi, tindakan ekstraksi dapat dilakukan.
prosedur tindakan :
a. anamnesa
b. menjelaskan tindakan yang akan dilakukan
c. persiapan alat dan bahan
d. persiapan operator
e. pemeriksaan TTV
f. pemeriksaan klinis EO dan IO
g. asepsis daerah kerja
h. anestesi mandibular block
i. tindakan ekstraksi gigi
instruksi pasca pencabutan gigi :
- pasien diinstruksikan untuk menggigit tampon selama 30 menit
- pasien diinstruksikan untuk tidak makan atau minum yang panas selama 24 jam
- pasien diberikan obat antibiotic berupa amoxilin yang di minum rutin 3 kali sehari
selama 7 hari dan pemberian analgesik berupa paracetamol, diminum apabila pasien
merasakan sakit

Kunjungan 3 :
Kontrol pasca ekstraksi gigi
BAB II
ALASAN MERUJUK

Alasan merujuk ke dokter Spesialis Bedah Saraf


Karena pasien memiliki riwayat epilepsi, sehingga dalam kondisinya tersebut perlu
dikonsultasikan dengan dokter Sp. Bedah Saraf untuk menghindari terjadinya kegagalan
pada saat dilakukan tindakan pencabutan gigi.
BAB III
PENYAKIT EPILEPSI

A. DEFINISI

Epilepsi adalah penyakit otak dimana kelompok-kelompok dari sel-sel syaraf, atau
neuron-neuron, dalam otak adakalanya memberi sinyal secara abnormal. Neuron-neuron
normalnya menghasilkan impuls-impuls electrochemical yang bekerja pada neuron-
neuron, kelenjar-kelenjar, dan otot-otot lain untuk memproduksi pikiran-pikiran, perasaan-
perasaan, dan aksi-asi manusia. Pada epilepsy, pola yang normal dari aktivitas neuron
menjadi terganggu, menyebabkan sensasi-sensasi, emosi-emosi, dan kelakuan-kelakuan
yang aneh, atau adakalanya kekejangan-kekejangan, spasme-spasme otot, dan kehilangan
kesadaran. Sewaktu seizure, neuron-neuron mungkin menembak sebanyak 500 kali per
detik, jauh lebih cepat daripada normal. Pada beberapa orang-orang, ini terjadi hanya
adakalanya; untuk yang lain-lain, ia mungkin terjadi sampai ratusan kali per hari.
Bangkitan epilepsi adalah tanda dan/atau gejala yang timbul sepintas akibat aktivitas
neuron di otak yang berlebihan dan abnormal serta sinkron (Octaviana,dkk.,2017).

B. PATOFISIOLOGI BANGKITAN EPILEPTIK

Secara normal aktivitas otak terjadi oleh karena perpindahan sinyal dari satu neuron
ke neuron lain. Perpindahan ini terjadi antara akson terminal  suatu neuron dengan dendrit
neuron yang lain melalui sinaps. Sinaps merupakan area yang penting untuk perpindahan
elektrolit dan sekresi neurotransmitter yang berada di dalam vesikel presinaps. Komposisi
elektrolit dan neurotransmitter saling mempengaruhi satu sama lain untuk menjaga
keseimbangan gradient ion di dalam dan di luar sel melalui ikatan antara neurotransmitter
dengan reseptormya serta keluar masuknya elektrolit melalui kanalnya masing-masing.
Aktivitas tersebut akan menyebabkan terjadinya depolarisasi, hiperpolarisasi dan
repolarisasi sehingga terjadi potensisal eksitasi dan inhibisi pada sel neuron. Potensisal
eksitasi di proyeksikan oleh sel-sel neuron yang berada di kortek yang kemudian di
teruskan oleh akson, sementara sel interneuron berfungsi sebagai inhibisi
(Noer,dkk.,1996).
C. KLASIFIKASI EPILEPSI

Epilepsi dapat diklasifikasi menurut tipe bangkitan yaitu sesuai International League
Against Epilepsy/ ILAE tahun 1981 dan menurut menurut sindrom epilepsi yaitu sesuai
klasifikasi ILAE 1989. Secara garis besar menurut klasifikasi ILAE tahun 1981, bangkitan
epileptik dibagi menjadi:

1. Bangkitan parsial (fokal atau lokal)


2. Bangkitan umum (tonik, klonik atau tonik klonik, mioklonik, dan absans
tipikal atau atipikal)
3. Bangkitan epileptic tidak terklasifikasi
4. Bangkitan berkepanjangan atau berulang (status epileptikus)

Klasifikasi sindrom epilepsi ILAE 1989 dibuat berdasarkan tipe bangkitan dan
etiologi epilepsi. Penegakan diagnosis berdasarkan sindrom dapat mengarahkan ke
tatalaksana yang lebih spesifik dan dapat menentukan prognosis pasien. Klasifikasi
sindrom secara garis besar dibagi menjadi:

1. Epilepsi dan sindrom localization-related (fokal, lokal,dan parsial)


2. Epilepsi dan sindrom generalization atau umum
3. Epilepsi dan sindrom yang tidak dapat ditentukan apakah fokal atau umum
4. Sindrom special (Noer,dkk.,1996)
D. ETIOLOGI EPILEPSI

Etiologi epilepsi dapat dibagi ke dalam 3 kategori, sebagai berikut:

1. Idiopatik: tidak terdapat lesi struktural di otak atau defisit neurologis. Diperkirakan
mempunyai predisposisi genetik dan umumnya berhubungan dengan usia.
2. Kriptogenik: dianggap simtomatis tetapi penyebabnya belum diketahui. Termasuk
disini sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik. Gambaran
klinis sesuai dengan ensefalopati difus.
3. Simtomatis: bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/ lesi struktural pada otak,
misalnya cedera kepala, infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan
peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan neurodegenerative
(WHO.,2016).
E. TATALAKSANA
Tujuan utama terapi epilepsi adalah mengupayakan penyandang epilepsi dapat hidup
normal dan tercapainya kualitas hidup optimal sesuai dengan perjalanan penyakit  dan
disabilitas fisik maupun mental yang dimilikinya. Harapannya adalah bebas bangkitan
tanpa efek samping. Untuk tercapainya tujuan tersebut diperlukan beberapa upaya, antara
lain menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping/
dengan efek samping yang minimal, menurunkan angka kesakitan dan kematian. Terapi
pada epilepsi dapat berupa terapi farmakologi dan nonfarmakologi (Octaviana,dkk.,2017).

Farmakologi

Pada bangkitan epileptik pertama, terapi obat anti epileptik (OAE) dapat langsung
diberikan bial terdapat risiko yang tinggi untuk terjadinya  bangkitan berulang. OAE
dberikan berdasarkan tipe bangkitan. OAE pilihan pada kejang tipe parsial berdasarkan
pedoman ILAE 2013 antara lain adalah karbamazepin, levetirasetam, zonisamid dan
fenitoin. Pilihan OAE pada anak-anak adalah okskarbamazepin dan pada lanjut usia
adalah lamotrigin dan gabapentin. Sementara pada pada bangkitan pertama umum tonik
klonik pada dewasa dan anak adalah karbamazepin, okskarbamazepin, fenitoin dan
lamotrigin (Octaviana,dkk.,2017).

Dosis obat dimulai dari dosis kecil dan dinaikan secara bertahap sampai tercapai dosis
terapi. Prinsip pengobatan epilepsi adalah monoterapi dengan target pengobatan 3 tahun
bebas kejang bangkitan. Bila pemberian monoterapi tidak dapat mencegah bangkitan
berulang, politerapi dapat diberikan dengan pertimbangan profil obat yang akan
dikombinasikan. Apabila masih tidak dapat diatasi, maka perlu dipertimbangkan tindakan
pembedahan untuk menghilangkan focus epileptik (Octaviana,dkk.,2017). 

Nonfarmakologi 

Tatalaksana nonfarmakologi pada epilepsi antara lain: 

1. Pembedahan epilepsi
2. Stimulasi nervus vagus
3. Deit ketogenic

BAB IV
SURAT RUJUKAN

Rumah Sakit Gigi dan Mulut IIK Bhakti Wiyata


Jln Kh. Wachid Hasyim no 61
Kediri Jawa Timur
(0354) 8924040

Kediri 2 Juli 2020


Kepada
Yth. Dr Sp. Bedah Saraf
di tempat.

Dengan hormat,
Dengan ini kami menghadapkan pasien:
Nama : Ny. K
Usia : 25 tahun
Jk : perempuan
Alamat : Jln Kh wachidhasym no 61 kos Ds

Keluhan utama : Pasien ingin mencabutkan gigi sisa akar rahang bawah kanan
belakang
Diagnosa : Periodontitis apikalis kronis o.k GR pada gigi 46
Keperluan merujuk : Mohon dilakukan pemeriksakan lebih lanjut terhadap kondisi pasien
dengan menunjukkan gejala klinis adanya penyakit epilepsi dan guna
untuk kepentingan ekstraksi gigi 46 yang dikeluhkan oleh pasien.

Mohon dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dibidang sejawat. Pasien masih dalam perawatan
kami. Mohon sedikit kabar. Atas kesediaannya kami ucapkan terimakasih.
BTK
Wass Coll

Drg. Maya
BAB V
KESIMPULAN

Pasien dengan riwayat penyakit epilepsy merupakan salah satu kelompok pasien
dengan medically compromise. Epilepsi menyebabkan kegagalan pada saat akan dilakukan
pencabutan gigi karena terganggunya neuron di otak yang berlebihan oleh karena itu
pasien dengan riwayat penyakit epilepsy harus di rujuk terlebih dahulu ke dokter Spesialis
Bedah Saraf sebelum dilakukan pencabutan gigi.

DAFTAR PUSTAKA
Kelompok Studi Epilepsi PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Surabaya: Airlangga
University Press; 2014

Noer, Sjaifoellah, Waspadji, Sarwono, dkk. 1996. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM
JILID I edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Octaviana F, Budikayanti A, Wiratman W, Indrawati LA, Syeban Z. Bangkitan Epilepsi.


Buku Ajar Neurologi Buku 1 Departemen Neurologi FKUI. 2017:75-95.

World Health Organization. Epilepsy: fact sheet. WHO (serial online) 2016. (diunduh 14
Agustus 2018) Tersedia dari: WHO media Centre.

SCREEANSHOOT DISKUSI

Anda mungkin juga menyukai