Disusun oleh:
dr. Anna Rahmania Sari
Pendamping:
dr. Rundy Hardianto
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. R Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 2 tahun Suku Bangsa : Jawa
Status Pernikahan : Belum Menikah No. CM : 35***
Alamat : Tegal Tgl Masuk RS : 14 Maret 2023
IV. RESUME
Pasien pada tanggal 14 Agustus 2022 datang ke IGD RSMS pada
pukul 15.30 WIB dengan keluhan kejang dengan durasi kira-kira 10 menit.
Ibu pasien langsung membawa pasien ke rumah sakit. Kejang dirasakan kaku
pada seluruh tubuh. Saat ini pasien masih kejang dan belum diberi obat.
Pasien saat ini sedang demam. Demam dirasakan sejak 4 hari SMRS, naik
turun dan tidak menentu waktunya. Batuk pilek, muntah, diare, BAK sulit
disangkal.
Hasil pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum yang tampak
kejang, HR 150 kali/menit, regular, suhu 38,9 oC, pernapasan 26 kali/menit,
SpO2 94 %. Pemeriksaan fisik pada leher pasien didapatkan arteri dorsalis
pedis yang lemah.
Hasil pemeriksaan penunjang laboratorium pasien pada tanggal 14
Agustus 2022 menunjukkan adanya penurunan trombosit.
V. DAFTAR MASALAH/DIAGNOSA
Diagnosis Kerja
Kejang Demam Simpleks
Terapi Farmakologi
O2 nasal kanul 1 lpm
IVFD Ringer Laktat 12 tpm
Inf paracetamol 130 cc
Diazepam supp 10 mg pemberian pertama pasien sadar dan menangis
Terapi Non Farmakologi
Konsultasi dokter spesialis anak
Observasi demam dan kejang
Rencana Evaluasi
Memantau tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien
VI. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia at bonam
Ad functionam : dubia at bonam
Ad sanationam : dubia
BAB II
DAFTAR PUSTAKA
A. DEFINISI
Bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun
yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38C, dengan metode
pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.
Kejang disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam.
B. PATOFISIOLOGI
Peningkatan temperatur dalam otak berpengaruh terhadap perubahan
letupan aktivitas neuronal. Perubahan temperatur tersebut menghasilkan
sitokin yang merupakan pirogen endogen, jumlah sitokin akan meningkat
seiring kejadian demam dan respons inflamasi akut. Respons terhadap demam
biasanya dihubungkan dengan interleukin-1 (IL-1) yang merupakan pirogen
endogen atau lipopolisakarida (LPS) dinding bakteri gram negatif sebagai
pirogen eksogen. LPS menstimulus makrofag yang akan memproduksi pro-
dan anti-inflamasi sitokin tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), IL-6,
interleukin-1 receptor antagonist (IL1ra), dan prostaglandin E2 (PGE2).
Reaksi sitokin ini mungkin melalui sel endotelial circumventricular akan
menstimulus enzim cyclooxygenase-2 (COX-2) yang akan mengkatalis
konversi asam arakidonat menjadi PGE2 yang kemudian menstimulus pusat
termoregulasi di hipotalamus, sehingga terjadi kenaikan suhu tubuh. Demam
juga akan meningkatkan sintesis sitokin di hipokampus. Pirogen endogen,
yakni interleukin 1ß, akan meningkatkan eksitabilitas neuronal
(glutamatergic) dan menghambat GABA-ergic, peningkatan eksitabilitas
neuronal ini yang menimbulkan kejang.
E. TERAPI
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada
waktu pasien datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang
dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang
adalah diazepam intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg
perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal 10 mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang akut
mengikuti algoritma kejang pada umumnya.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah
(prehospital)adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75
mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang
dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5
menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang,
dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam
intravena. Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status
epileptikus.
Antipiretik tidak terbukti mengurangi risiko kejang demam, namun
para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
paracetamol adalah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak
boleh lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.
Meskipun jarang, acetylsalicylic acid dapat menyebabkan sindrom Reye,
terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga tidak dianjurkan.
Antikonvulsan diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat
demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30-60% kasus, juga
dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB tiap 8 jam pada suhu >38,5C.
Dosis tersebut dapat menyebabkan ataksia, iritabel, dan sedasi cukup berat
pada 25-39% kasus. Phenobarbital, carbamazepine, dan phenytoin saat
demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.