Anda di halaman 1dari 15

No. ID dan Nama Peserta: dr.

Ines Damayanti Octaviani


No. ID dan Nama Wahana: RSAU dr. Esnawan Antariksa
Topik: Kejang Demam Sederhana
Tanggal (kasus): 28 Desember 2015
Nama Pasien: An. R
No. RM : 145893
Tanggal Presentasi: 11 Desember 2015
Pendamping: dr. Hambrah Sri Atriadewi
Tempat Presentasi: RSAU dr. Esnawan Antariksa
Obyek Presentasi:
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi : Os usia 16 bulan datang ke UGD RSAU dengan keluhan kejang setengah jam
sebelum masuk rumah sakit
Tujuan : Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan appendicitis akut
Bahan Bahasan Tinjauan
Riset
Kasus
Cara
Membahas
Data Pasien
Nama Tempat

Pustaka
Diskusi

Presentasi dan

Email

Audit
Pos

diskusi
Nama: An. R
UGD RSAU dr. Esnawan Antariksa

Terdaftar Sejak: 28 Desember 2015

Perawatan
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Os datang dengan keluhan kejang setengah jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang seluruh
tubuh dan mata mendelik. Setelah kejang OS lemas dan tertidur. Kejang diawali dengan
demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk kering, muntah sebanyak 2x berisi
makanan, diare kurang lebih 5x dengan ampas sedikit tanpa lendir dan darah.

2. Riwayat Pengobatan: Os saat ini sedang menjalani pengobatan TB sejak bulan April 2015 di
RS Meilia Cibubur
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit: Os memiliki riwayat kejang saat berusia 1 tahun
4. Riwayat Keluarga: Ibu Os memiliki riwayat kejang demam
5. Riwayat Antenatal: Os lahir cukup bulan melalui SC dengan indikasi lilitan tali pusat. Berat
lahir 2900 gram.
6. Kondisi Lingkungan: Os tinggal di rumah dengan lingkungan padat penduduk. Tinggal
bersama orang tuanya. Os merupakan anak pertama.
7. Riwayat Sosial dan Kebiasaan: -.
8. Riwayat Makanan dan Minuman: Os tidak memiliki riwayat alergi makanan, nafsu makan
menurun sejak sakit.
9. Riwayat Imunisasi : riwayat imunisasi Os lengkap
10. Lain-lain: Daftar Pustaka:
1. Wibisono E, et al, Apendisitis, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Keempat, Jilid 1,
Cetakan Pertama. Media Aesculapius, Jakarta, 2014, hlm. 213-4.
2. Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan Anorektum, dalam
Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,hlm.639-45.
3. Apendisitis akut. dalam Permenkes no. 5 tahun tentang Panduan Praktek Klinis di Fasilitas

Kesehatan Primer. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014. Hlm 103-10


4. Henry, Michael M, et al. 2005. The Epidemiology Of Appendicitis And
Appendectomy In The
United States diunduh dari
http://aje.oxfordjournals.org/content/132/5/910. 12 November 2015
5. Perbandingan Ripasa dan Alvarado Score dalam Ketepatan Diagnosis Apendisitis Akut di
RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?
mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=70411&is_loc
al=1. 12 November 2015
6. A Comparative Study of RIPASA Score and ALVARADO Score in the Diagnosis of Acute
Appendicitis diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4290278/. 12
November 2015

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:


1. Subyektif
Os anak laki laki usia 16 bulan datang dengan keluhan kejang setengah jam sebelum
masuk rumah sakit. Kejang seluruh tubuh dan mata mendelik. Setelah kejang Os lemas dan
tertidur. Kejang diawali dengan demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk
kering, muntah sebanyak dua kali, dan diare sebanyak kurang lebih lima kali dengan sedikit
ampas, tanpa darah dan lendir. Os memiliki riwayat kejang saat berusia 1 tahun.
Saat ini Os sedang menjalani pengobatan TB di RS Meilia Cibubur sejak bulan April 2015.
2. Obyektif
Pemeriksaan fisik umum :
Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis
TD: -, Nadi: 118x/menit, Pernapasan: 26x/menit, Suhu: 38oC , BB: 10 Kg
Pemeriksaan sistemik :

Kepala : normocephali, ubun ubun tidak cekung, mata tidak cekung, konjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebral -/-, pernapasan cuping hidung (-),

bibir sianosis (-), mukosa mulut dan bibir basah (+)


THT : faring hiperemis, tonsil T1-T1, uvula di tengah
Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran KGB colli (-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : tidak dilakukan
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi: S1-S2 regular, murmur (-), gallop (-)

Paru
Inspeksi

: pergerakan dada simetris kanan dan kiri

Palpasi

: tidak dilakukan

Perkusi

: tidak dilakukan

Auskultasi : bunyi nafas vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen


Inspeksi
Palpasi

: datar
: supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan limpa tidak teraba, turgor
kulit baik

Perkusi

: shifting dullness (-), undulasi (-), nyeri ketok CVA -/-

Auskultasi : bising usus (+) meningkat


Ekstremitas : akral hangat (-/-),edema (-/-), CRT <2detik
Genitalia : dalam batas normal
Status neurologis : dalam batas normal
Kulit : dbn
Pemeriksaan Penunjang
2 November 2015
Hematologi
Hb : 12,5
Leukosit : 22.900
Hematokrit : 35
Trombosit : 297.000
3. Assesment
Kejang Demam Sederhana
Diare tanpa dehidrasi
ISPA
4. Plan
Tatalaksana awal di UGD
- Triage: Os termasuk kategori 5 penanganan 120 menit
- Cek DPL
- Konsul dr. Dyah, Sp.A:
o Rawat Inap
o IVFD KAEN 3A 500cc/24 jam
o Paracetamol syrup 3 x 1 cth
o Ceftriaxon inj 1 x 500 mg
o Stesolit 5 mg bila kejang

o OAT lanjut
Tatalaksana di ruang Parkit (29 Desember 2015)
o Zinc kid syrup 2 x 1 cth
o lactoB 2 x 1 sachet
o ambroxol syrup 2 x 2/3 cth

Jakarta, Januari 2016


Peserta

dr. Adhi Pasha Dwitama

Pendamping

dr. Hambrah Sri Atriadewi

Kejang Demam

Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38oC) akibat suatu proses ekstra
kranial.
Kejang demam merupakan kelainan neurologist yang paling sering
dijumpai pada anak terutama pada golongan anak yang berumur 6 bulan
sampai 4 tahun. Pada kejang demam terjadi pembahasan sekelompok
neuron secara tiba-tiba yang menyebabkan suatu gangguan kesadaran,
gerak, sensori atau memori yang bersifat sementara.

Klasifikasi Kejang Demam


Kejang Demam pertama kali oleh Livingstone (1954) di bagi dua
golongan:
1. Kejang Demam Sederhana atau Simple Febrile Convulsion dengan
kriteria :
a. Kejang umum atau bilateral
b. Kejang berlangsung singkat (kurang dari 15menit)
c. Umur waktu kejang kurang dari 6 tahun.
d. Frekuensi kurang dari 4 kali dalam setahun
e. EEG normal sesudah paling sedikit 1 minggu setelah bebas panas.
2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam (Epylepsi Triggered of by
fever) ialah :
a. Kejang lama atau fokal
b. Umur lebih dari 6tahun
c. Frekuensi serangan lebih dari 4 kali per tahun
d. EEG normal.

Pada Sub Bagian Saraf Anak bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI
menggunakan kriteria Livingstone yang telah dimodifikasi yaitu sebagai
berikut :
a. Umur saat kejang 6 bulan 4 tahun.
b. Lama kejang tidak melebihi 15 menit.
c. Kejang bersifat umum
d. Kejang timbul 16 jam pertama setelah demam
e. Pemeriksaan neurologik setelah dan sesudah kejang normal.
f. Pemeriksaan neurologik yang dibuat minimal 1 minggu setelah kejang
normal.
g. Frekuensi bangkitan kejang tidak lebih dari 4 kali dalam setahun.
Kejang demam yang memenuhi kriteria tersebut diatas
digolongkan kejang demam sederhana, sedangkan yang tidak
memenuhi kriteria tersebut diatas dimasukan dalam golongan epilepsi
yang diprovokasi oleh demam (ada juga yang menyebutnya sebagai
kejang demam komplek).

Menurut Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI, (2006) membuat


klasifikasi kejang demam pada anak menjadi:
1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure)
Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure) terjadi secara
singkat durasi kurang dari 15 menit, kejang dapat umum, tonik, dan
atau klonik, umumnya akan berhenti sendiri tanpa gerakan fokal dan
tidak berulang dalam 24 jam.
2. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure) disertai demam
tinggi, kejang lama durasi lebih dari 15 menit. Kejang fokal atau

parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial dan
berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

Etiologi Kejang Demam


Penyebab kejang demam atau Febrile Convulsion hingga kini belum
diketahui dengan pasti, demam sering disebabkan oleh infeksi saluran
pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi
saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.
Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan
kejang. Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami
hipoksemia (penurunan oksigen dalam darah) berat, hipoglikemia,
asodemia, alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi.
Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel
apabila stimulus pencetusnya dihilangkan.

Patofisiologi Kejang Demam


Pada saat kenaikan suhu 1 o C, maka terjadi peningkatan
metabolisme

basal

dan

oksigen

yang

menyebabkan

perubahan

keseimbangan membran sel neuron. Sel dikelilingi oleh membran yang


terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu
ionik, dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium
(Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya
konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na + rendah,
sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan
energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan
sel.

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak


diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa, sifat proses itu adalah
oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan ke otak
melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air.
Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam
yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya,
kecuali ion clorida. Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi
dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat
keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion
didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut
potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP
yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan
perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang
datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena
penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 %
dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu
pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui
membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan
yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya
kejang.

Gambar 2.1 Patofisiologi Kejang Demam.

Gambaran Klinis Kejang Demam


Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut:
1. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
2. Kejang umum tonik dan atau klonik
Kejang Tonik adalah: Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa
pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum
dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi
atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk
dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus
di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang
meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus.
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan
pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis
kejang klonik fokal berlangsung 1 3 detik, terlokalisasi dengan
baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti
oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio
cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau
oleh ensepalopati metabolik.
3. Umumnya berhenti sendiri

4. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam


5. Tanda atau gejala otomik, muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi
pupil.

Gambaran Laboratorium Kejang Demam


1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain, misalnya gastroenteritis
dehidrasi disertai demam.
b. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya: darah
perifer, elektrolit dan gula darah.
c. Lumbal pungsi:
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6%-6,7%.
Meningitis dapat menyertai kejang, walupun kejang biasanya bukan
satu-satunya tanda meningitis. Faktor resiko meningitis pada pasien
yang datang dengan kejang dan demam meliputi berikut ini: 12
1) Kunjungan ke dokter dalam 48 jam
2) Aktivitas kejang saat tiba di rumah sakit
3) Kejang fokal, penemuan fisik yang mencurigakan (seperti merahmerah pada kulit, petekie) sianosis, hipotensi
4) Pemeriksaan saraf yang abnormal
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh
karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1) Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2) Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3) Bayi > 18 bulan tidak rutin

10

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.
2. Pencitraan
a. Foto X-Ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography
scan (CT-Scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang
sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
b. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
c. Paresis Nervus VI
d. Papiledema
e. CT scan sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan kejang
demam kompleks.
3.

Tes lain (EEG)


a. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian
epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan.
b. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam tak khas;
misalnya pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal.
EEG

tidak

diperlukan

pascakejang

demam

sederhana

karena

rekamannya akan membuktikan bentuk Non-epileptik atau normal dan


temuan tersebut tidak akan mengubah manajemen. EEG terindikasi
untuk kejang demam atipik atau pada anak yang berisiko untuk
berkembang epilepsi. Kejang demam atipik meliputi kejang yang
menetap selama lebih dari 15 menit, berulang selama beberapa jam atau
hari, dan kejang setempat. Sekitar 50% anak menderita kejang demam
berulang dan sebagian kecil menderita kejang berulang berkali-kali.
Faktor resiko untuk perkembangan epilepsi sebagai komplikasi kejang
demam adalah riwayat epilepsi keluarga positif, kejang demam awal
sebelum umur 9 bulan, kejang demam lama atau atipik, tanda
perkembangan yang terlambat, dan pemeriksaan neurologis abnormal.
Indidens epilepsi adalah sekitar 9% bila beberapa faktor risiko ada

11

dibanding dengan insiden 1% pada anak yang menderita kejang demam


dan tidak ada faktor resiko

Faktor resiko yang berhubungan dengan kejang demam


Faktor faktor yang berhubungan terjadinya kejang demam pada anak
diantaranya adalah :
Faktor umur
Faktor umur merupakan salah satu faktor resiko utama yang
berhubungan dengan kejang demam karena hal ini erat kaitannya
dengan kematangan otak, tingkat kematangan otak dalam bidang
anatomi, fisiologi dan biokimiawi otak.
Umur dapat menentukan kemungkinan terjadinya penyakit
tartentu sepanjang jangka hidup. Kerentanan terhadap infeksi berubah,
bayi sangat rentan terhadap infeksi, lahir dengan hanya memiliki anti
body dari ibu, sistem imunimatur bayi belum mampu menghasilkan
immunoglobulin yang diperlukan. Kejang demam merupakan kelainan
neorologis yg paling sering dijumpai pada anak, terutama pada
golongan anak 6 bulan sampai 5 tahun

Faktor suhu tubuh.


Demam apabila hasil pengukuran suhu tubuh mencapai diatas
37,8C aksila atau 38C rektal. Demam dapat disebabkan oleh berbagai
sebab, tetapi pada anak tersering disebabkan oleh infeksi. Demam
merupakan faktor utama timbul bangkitan kejang demam. Perubahan
kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang kejang
dan ekstabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada
kanal ion dan metabolisme seluler serta produksi ATP.
Setiap kenaikan suhu tubuh satu derajat celsius akan meningkatkan
metabolisme karbohidrat 10-15% sehingga dengan adanya peningkatan

12

suhu akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan glukosa dan oksigen.


Pada demam tinggi akan mengakibatkan hipoksia jaringan termasuk
jaringan otak. Pada keadaan metabolisme di siklus skreb normal, satu
molekul glukosa akan menghasilkan 38 ATP, sedangkan pada keadaan
hipoksia jaringan metabolisme anaerob, satu molekul glukosa hanya
akan menghasilkan 2 ATP, sehingga pada keadaan hipoksia akan
kekurangan energi, hal ini akan mengganggu fungsi normal pompa Na +
dan reuptake asam glutamat oleh sel glia.
Kedua hal tersebut mengakibatkan masuknya ion Na + ke dalam
sel meningkat dan timbunan asam glutamat ekstrasel. Timbunan asam
glutamat ekstrasel akan mengakibatkan permeabilitas membran sel
terhadap ion Na+ sehingga semakin meningkatkanmasuknya ion Na+ ke
dalam sel. Masuknya ion Na+ ke dalam sel dipermudah dengan adanya
demam, sebab demam akan meningkatkan mobilitas dan benturan ion
terhadap membran sel. Perubahan konsentrasi ion Na+ intrasel dan
ekstrasel tersebut akan mengakibatkan perubahan potensial membran
sel neuron sehingga membran sel dalam keadaan depolarisasi. Selain
itu demam dapat merusak neuron GABA-ergik sehingga fungsi inhibisi
terganggu.

Faktor riwayat keluarga


Mekanisme peranan faktor riwayat keluarga pada terjadinya
kejang demam terutama disebabkan oleh adanya mutasi gen-gen
tertentu yang mempengaruhi esktabilitas ion-ion pada membran sel.
Mekanisme yang mempengaruhi peristiwa tersebut sangat kompleks.
Secara teoritis defek yang diturunkan pada tiap-tiap gen pengkode
protein yang menyangkut ekstabilitas neuron dapat mencetuskan
bangkitan kejang. Penelitian yang dilakukan oleh lumbantobing
mendapatkan

hasil

bahwa

20-25%

penderita

kejang

demam

mempunyai riyawat keluarga yang juga pernah menderita kejang


demam.

13

Faktor usia saat ibu hamil


Menurut Soetomenggolo (2007), usia ibu pada saat hamil sangat
menentukan status kesehatan bayi yang akan dilahirkan. Usia ibu
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dapat mengakibatkan
berbagai komplikasi kehamilan dan persalinan, komplikasi kehamilan
diantaranya hipertensi dan eklampsia, sedangkan ggangguan pada
persalinan adalah trauma persalinan. Komplikasi kehamilan dan
persalinan dapat menyebabkan prematuritas, bayi berat lahir rendah,
penyulit persalinan dan partus lama. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan janin dengan asfiksia. Pada asfiksia terjadi hipoksia
dan iskemia. Hipoksia dapat mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi
dan atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi sehingga mudah timbul
kejang bila ada rangsangan yang memadai.

Lama demam sebelum kejang.


Makin pendek jarak antar mulainya demam dengan terjadinya kejang
demam, makin besar risiko untuk terjadi berulangnya kejang demam.

Komplikasi Kejang Demam


Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang
berlangsung lebih lama (>15 menit) biasanya disertai apnoe,
hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat, hipotensi artrial, suhu tubuh
makin

meningkat,

metabolisme

otak

meningkat

yang

dapat

menyebabkan kerusakan saraf dan sel-sel otak.

Tata Laksana kejang demam

14

a. Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk:


1. Mencegah kejang demam berulang
2. Mencegah status epilepsi
3. Mencegah epilepsi atau mental retardasi.
4. Normalisasi kehidupan anak dan keluarga
b. Pengobatan fase akut
Membebaskan jalan napas dan memantau fungsi vital tubuh. Saat ini
diazepam intravena atau rektal merupakan obat pilihan utama. Dosis
diazepam pada anak adalah 0,3 mg/kg BB diberikan secara intervena
pada kejang demam fase akut tetapi pemberian tersebut sering gagal
pada anak yang lebih kecil maka diazepam dapat diberikan per rektal
dengan dosis 5 mg bila berat badan kurang dari 10 kg. Bila diazepam
tidak tersedia, dapat diberikan luminal suntikan intramuskular dengan
dosis awal 30 mg untuk neonatus, 50 mg untuk usia 1 bulan sampai 1
tahun, dan 75 mg untuk usia lebih dari satu tahun. Midazolam
intranasal (0,2 mg/kg BB) setelah di teliti aman dan efektif untuk
mengantisipasi kejang demam akut pada anak.
c. Pengobatan profilaksis
1. Intermittent : anti konvulsan segera diberikan pada waktu pasien
demam (suhu rektal lebih dari 38 0C) dengan mengunakan diazepam
oral atau rektal, klonazepam atau klorahidrad supositoria
2. Terus menerus dengan memberikan fenobarbital atau asam valporat
tiap hari untuk mencegah berulangnya kejang demam.

15

Anda mungkin juga menyukai