Anda di halaman 1dari 19

Borang Portofolio Nama Peserta : dr.

Nugroho Satya Parathon Nama Wahana : RS Bhayangkara Lumajang TOPIK : Hipokalsemia Tanggal (kasus) : 2 April 2014 Tanggal Presentasi Tempat Presentasi : 8 April 2014 Nama Pendamping : dr. Hendra hartono

: RS Bhayangkara Lumajang

OBJEKTIF PRESENTASI o Keilmuan Diagnostik o Neonatus o Deskripsi : Pasien seorang perempuan 34 tahun, datang dengan keluhan anggota gerak terutama jari-jari tangan terasa kaku sejak 1,5 bulan yang lalu dirasakan makin berat sejak pagi hari saat pasien datang. o Tujuan: 1. Menegakkan diagnosis Hipokalsemia 2. Mengetahui penatalaksanaan kasus Hipokalsemia Bahan Bahasan Cara Membahas Tinjauan Pustaka Diskusi Riset Presentasi dan Diskusi DATA PASIEN Nama : Ny. S No Registrasi : 16986 Nama klinik: RS Bhayangkara Lumajang Data utama untuk bahan diskusi: Diagnosis/Gambaran Klinis Keluhan Utama : kaku jari-jari tangan Riwayat Penyakit Sekarang Pasien perempuan usia 34 tahun datang dengan keluhan anggota gerak terutama jari-jari tangan terasa kaku, pasien juga mengeluh tidak tahan terhadap suhu dingin sehingga mudah kedinginan, tidak ada mual atau muntah, BAK sering sedikit-sedikit, BAB biasa. Keluhan
1

o Keterampilan o Manajemen Bayi o Anak

o Penyegaran o Masalah o Remaja o Dewasa

o Tinjauan Pustaka o Istimewa o Lansia o Bumil

Kasus E-mail

Audit Pos

Telp : -

Terdaftar sejak : 2014

dirasakan pasien sejak 1 bulan yang lalu dan sejak pukul 04.00 pagi hari ini keluhan dirasakan makin parah. Riwayat batuk-pilek, atau luka tertusuk disangkal. Riwayat Pengobatan : Pasien sudah berobat di poli spesialis dan diberikan obat, namun belum ada perubahan. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mengidap sakit pembesaran gondok sudah sejak lama dan sudah menjalani prosedur operasi pengangkatan gondok 1 bulan yang lalu. Sehari setelah operasi, pasien sudah merasakan gejala jari-jari tangan terasa kaku, sudah kontrol, menyampaikan keluhan dan mendapat obat, namun keluhan belum hilang. Riwayat Pekerjaan : Pasien adalah seorang ibu rumah tangga

Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama di keluarga maupun di lingkungan sekitar.

Pemeriksaan Fisik : Kesadaran Kesan Umum Vital Sign Status General : Kepala/Leher : Refleks cahaya (+/+), pupil bulat isokor 3mm, AICD -/-/-/Thoraks : Simetris, ketinggalan gerak (-/-), retraksi (-/-) Pulmo / fremitus sama, sonor, vesikuler (+/+), Rhonki -/-, wheezing -/Cor / S1-2 tunggal, regular, murmur(-), gallop (-) Abdomen : supel, Bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), hepar/lien tak teraba, turgor normal Ekstremitas : akral hangat, edema (-/-), CRT<2 detik, tampak jari kedua tangan ekstensi dan pergelangan tangan fleksi tanpa dapat dikontrol oleh pasien. Diagnosis : Muscle spasme e.c suspek hipoparatiroidisme post tiroidektomi
2

: Baik, GCS 456 : cukup, : T: 130/80 mmHg, N: 100x/mnt, kuat, regular, RR= 20x/mnt, t=36,8oC

Planning Rencana Diagnosis : Darah Lengkap, Liver function test, Renal Function test dan elektrolit Rencana Terapi: Infus RL 20 tpm Inj. Antrain 1 ampul Pro Dokter Spesialis Penyakit Dalam CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN Waktu 2/04 8.00 Perkembangan pasien - K/U: cukup - TD: 130/80 mmHg, - N: 100x/mnt, kuat, regular, - RR= 20x/mnt - T: 36,8 - Visite oleh dr.Sp.PD - Didapatkan hasil Lab: kalsium di bawah nilai normal - Problem: Hypocalcemia post tiroidektomi - TD: 140/90 mmHg 11.35 - Pasien kejang, tampak gelisah dilaporkan ke dokter jaga a/p: -O2 3 lpm -Inf RL drip Ca Glukonas 2 ampul 15tpm kejang berhenti a/p : -Inf RL drip Calci Glukonas 2 ampul18 tpm -Calci Glukonas 1 ampul bolus Terapi

- S: 38,3oC 13.00 - Pasien mengeluh berkeringat, gelisah dilaporkan ke dokter jaga

a/p: -Ca Glukonas drip lanjutkan -Ca Glukonas 1 ampul bolus pelan

3/04 08.00

- T: 120/80 mmHg - N: 84 x/mnt - S: 37 C - Sakit untuk menelan - Tangan masih kaku - Visite oleh dr.SpPD - Problem tetap - TD: 120/70
o

a/p: -Tx Lanjut -Po: KSR 2x1 tab -Periksa TSH-S

a/p: tx lanjut

4/04

- N: 80x/mnt - RR: 16x.mnt - S: 36 - Jari-jari tangan kaku sudah berkurang - Didapatkan hasil TSH-S 1,74mIU/L (normal) - Visite dr.Sp.PD - T:130/80 mmHg

Pasien boleh pulang Calcit softcap 0,25 mcg 1x1

5/04

- N: 84 x/mnt - S: 37 C - Tidak ada keluhan - Visite dr.SpPD


o

DAFTAR PUSTAKA: 1. Correa Armando.G, Starke Jeffrey R. Kendigs Disorder of the Respiratory Tract in Children: Bacterial Pneumoniasi, Sixth Edition. WB. Saunders Company Philadelphia,
4

London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1998. 2. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 1997. Hal 633. 3. Konsensus Pneumonia. Bagian Pulmonologi FKUI/RSUP Persahabatan. Jakarta : 2000. 4. OBrodovich Hugh M, Haddad Gabriel G. Kendigs Disorder of the Respiratory Tract in Children: The Functional Basis of Respiratory Pathology and Disease, Sixth Edition. WB. Saunders Company Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1998. 5. Pasterkamp Hans. Kendigs Disorder of the Respiratory Tract in Children :The History and Physical Examination , Sixth Edition. WB. Saunders Company Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1998. 6. Pedoman Terapi Ilmu Kesehatan Anak, Unpad. Bandung : 2005. 7. Reinhard V. Putz, Reinhard Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2. Edisi 21. Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 2000. Hal 99. 8. Sectish Theodore C, Prober Charles G. Nelson Textbook of Pediatrics : Pneumonia. Edisi ke-17. Saunders. 2004.

HASIL PEMBELAJARAN:

1. Pengetahuan tentang menegakkan diagnosis DBD 2. Pengetahuan tentang penatalaksanaan DBD

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio Subjektif Pasien anak datang dengan keluhan demam sejak 3 hari yang lalu. Demam disertai mual dan muntah tiap malam, minum masih mau, badan terasa lemas, terdapat nyeri kepala dan mimisan sudah 3 kali. Pasien ini mengalami demam disertai tanda perdarahan spontan sehingga dicurigai terkena demam berdarah dengue derajat II
5

dengan diagnosis banding demam tifoid. Setelah dirawat di bangsal, keadaan pasien jatuh pada kondisi syok atau sindrom syok dengue sehingga pasien dipindah ke ruang ICU. Objektif Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik mendukung diagnosis DBD. Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan : Anamnesis riwayat penyakit: Terdapatnya keluhan demam dan riwayat perdarahan spontan (mimisan). Pemeriksaan fisik yang khas: Gambaran klinik biasanya didahului oleh demam selama beberapa hari, demam dapat disertai dengan mual atau muntah. Setelah demam turun, maka gejala klinis akan memburuk. Pasien bisa tampak sakit berat, terjadi pembesaran hepar yang diikuti kenaikan enzim-enzim hepar (SGOT/SGPT) dan timbul gangguan hemostatik berupa perdarahan yang lebih menonjol dan kebocoran plasma yang ringan ditandai dengan peningkatan PCV sampai dengan syok sirkulasi. Leukopenia dan trombositopenia juga sering dijumpai pada penyakit ini. Sesuai pada pasien ini, keluhan awal demam disertai mual, muntah kemudian timbul perdarahan spontan berupa mimisan. Pada pasien juga ditemukan hepatomegali 2 jari BACD diikuti kenaikan SGOT/SGPT, dan Rumple Leede Test (+). Selain itu pada pemeriksaan laboratoris ditemukan penurunan jumlah leukosit dan trombosit juga peningkatan PCV. Pada pasien ini juga dijumpai tanda-tanda pre-syok yaitu nadi cepat, tekanan darah menurun dan akral dingin. Assesment Berdasarkan gejala klinis yang dikeluhkan pasien, pemeriksaan fisik dan laboratorium pasien didiagnosis dengan Demam Berdarah Dengue. Plan Diagnosis: Dari hasil pemeriksaan fisik, disimpulkan keluhan pasien ini disebabkan oleh Demam Berdarah Dengue dan ditunjang oleh pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap. Untuk lebih optimal dapat dilakukan IgG dan IgM dengue. Pengobatan:

Pendidikan: Dilakukan pada pasien dan keluarganya agar mengerti tentang kondisi pasien, perjalanan penyakitnya serta komplikasi yang dapat timbul. Perlu dijelaskan kepada keluarga bahwa pentingnya kebersihan lingkungan dalam pencegahan penyakit ini terutama mengenai pemberantasan sarang nyamuk melalui 3M (menutup, menguras dan mengubur). Serta orang tua harus membawa pasien kontrol setelah obat yang diberikan habis.

Konsultasi: -

BRONKOPNEUMONIA

PENDAHULUAN Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut tersering yang menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian
7

produktivitas kerja. Penyakit ini dapat terjadi secara primer ataupun merupakan kelanjutan manifestasi infeksi saluran napas bawah lainnya misalnya sebagai perluasan bronkiektasis yang terinfeksi. DEFINISI Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab noninfeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. ANATOMI PARU Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama neonatus dan dewasa menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada setiap usia tidak simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan jumlah cabang yang tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan implikasi fisiologi yang berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan resistensi terhadap aliran udara, sehingga menyebabkan distribusi udara atau partikel yang terhisap tidak merata. Cabang dari bronkus mengalami pengecilan ukuran dan kehilangan kartilago, yang kemudian disebut bronkhiolus. Bronkhiolus terminalis membuka saat pertukaran udara dalam paru-paru. Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari epitel kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada area tempat pertukaran udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari pinggir jalan nafas ke faring. Sistem transport mukosilier ini berperan penting dalam mekanisme pertahanan paru. Sel goblet pada trakhea dan bronkhus memproduksi

musin dalam retikulum endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel goblet meningkat jumlahnya pada beberapa gangguan seperti bronkhitis kronis yang hasilnya terjadi hipersekresi mukus dan peningkatan produksi sputum. Unit pertukaran udara (terminal respiratory) terdiri dari bronkhiolus distal sampai terminal : bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli.

Pada pemeriksaan luar pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat dibanding pulmo sinistra. Pulmo dekstra dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut incissura
9

interlobaris dalam beberapa Lobus Pulmonis. Pulmo dekstra dibagi menjadi 3 lobi, yaitu: 1. Lobus Superior Dibagi menjadi 3 segmen: apikal, posterior, inferior 2. Lobus Medius Dibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis 3. Lobus Inferior Dibagi menjadi 5 segmen: apikal, mediobasal, anterobasal, laterobasal, posterobasal Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, yaitu: 1. Lobus Superior Dibagi menjadi segmen: apikoposterior, anterior, lingularis superior, lingularis inferior. 2. Lobus Inferior Dibagi menjadi 4 segmen: apikal, anteromediobasal, laterobasal, posterobasal dan

10

Gambar 1. Lobus dan segmentasi paru (dikutip dari Atlas Anatomi Manusia Sobotta jilid 2, halaman 98-99, 2000)4.

MEKANISME PERTAHANAN PARU Saluran napas bagian bawah yang normal adalah steril, walaupun bersebelahan dengan sejumlah besar mikroorganisme yang menempati orofaring dan terpajan oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara yang dihirup. Sterilitas saluran napas bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaringan dan pembersihan yang efektif. 1. PEMBERSIHAN UDARA Temperatur dan kelembapan udara bervariasi, dan alveolus harus terlindung dari udara dingin dan kering. Mukosa hidung, turbinasi hidung, orofaring dan nasofaring, mempunyai suplai darah yang besar dan memiliki area permukaan yang luas. Udara yang terhirup melewati area-area tersebut dan diteruskan ke cabang trakeobonkial, dipanaskan pada temperatur tubuh dan dilembapkan. 2. PEMBAU Reseptor pembau berada lebih banyak di posterior hidung dibandingkan dengan di trakhea n alveoli, sehingga seseorang dapat mencium untuk mendeteksi gas yang secara potensial berbahaya, atau bahan-bahan berbahaya di udara yang dihirup. Inspirasi yang cepat tersebut membawa udara menempel pada sensor pembau tanpa membawanya ke paru-paru. 3. MENYARING DAN MEMBUANG PARTIKEL YANG TERHIRUP Udara yang melewati saluran traktus respiratorius awalnya difiltrasi oleh bulu hidung. Gerakannya menyebabkan partikel berukuran besar dapat dikeluarkan. Sedimentasi partikel berukuran lebih kecil terjadi akibat gravitasi di jalan nafas yang lebih kecil. Partikel-partikel tersebut terperangkap dalam mukus yang ada di saluran pernafasan atas, trakhea, bronkus dan bronkhiolus. Partikel kecil dan udara iritan mencapai duktus alveolaris dan alveoli. Partikel kecil lainnya disuspensikan sebagai aerosol dan 80% nya dikeluarkan. Pembuangan partikel dilalui dengan beberapa mekanisme : Refleks jalan nafas : refleks batuk, refleks bersin dan refleks glottis Stimulasi reseptor kimia dan mekanik di hidung, trakhea, laring, dan tempat lain di traktus respiratorius menyebabkan bronkokonstriksi untuk mencegah penetrasi lebih lanjut dari iritan ke jalan nafas dan juga
11

menghasilkan batuk atau bersin. Bersin terjadi akibat stimulasi reseptor di hidung atau nasofaring, dan batuk terjadi sebagai akibat stimulasi reseptor di trakhea. Inspirasi yang dalam demi mencapai kapasitas paru total, diikuti oleh ekspirasi melawan glotis yang terutup. Tekanan intrapleura dapat meningkat lebih dari 100mmHg. Selama fase refleks tersebut glotis tiba-tiba membuka dan tekanan di jalan nafas menurun cepat, menghasilkan penekanan jalan nafas dan ekspirasi yang besar, dengan aliran udara yang cdepat melewati jalan nafas yang sempit, sehingga iritan ikut terbawa bersama-sama mukus keluar dari traktus respiratorius. Saat bersin, ekspirasi melewati hidung; saat batuk ekspirasi melewati mulut. Kedua refleks tersebut juga membantu mengeluarkan mukus dari jalan nafas. Sekresi trakheobronkial dan transport mukosilier Sepanjang traktus respiratorius dilapisi oleh epitel bersilia dimana terdapat mukus yang dihasilkan oleh sel goblet. Eskalator mukosilier adalah mekanisme yang penting dalam menghilangkan dalam menghilangkan partikel yang terinhalasi. Partikel terperangkap dalam mukus kemudian dibawa ke atas kefaring. Pergerakan tersebut dapat meningkat cepat selama batuk. Mukus yang mencapai faring dikentalkan atau dikeluarkan melalui mulut atau hidung. Karenanya, pasien yang tidak bisa mengeluarkan sekret trakheobronkial (misal tidak dapat batuk) terus menghasilkaan sekret yang apabila tidak dikeluarkan dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas. 4. MEKANISME PERTAHANAN DARI UNIT RESPIRASI TERMINAL makrofag alveolar pertahanan imun

Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit-unit yang dibentuk melalui percabangan progresif jalan napas. Kurang lebih 80% sel yang membatasi jalan napas di bagian tengah merupakan epitel bersilia, bertingkat, kolumner dengan jumlah yang semakin berkurang pada jalan napas bagian perifer. Masing-masing sel bersilia memiliki kira-kira 200 silia yang bergerak dalam gelombang yang terkoordinasi kira-kira 1000 kali per menit, dengan gerakan ke depan yang cepat dan kembali dalam gerakan yang lebih lambat. Gerakan silia juga

12

terkoordinasi antara sel yang bersebelahan sehingga setiap gelombang disebarkan ke arah orofaring. Partikel infeksius yang terkumpul pada epitel skuamosa permukaan hidung sebelah distal biasanya akan dibersihkan pada saat bersin, sementara partikel yang terkumpul pada permukaan bersilia yang lebih proksimal akan disapukan ke sebelah posterior ke lapisan mukus nasofaring, saat partikel tersebut ditelan atau dibatukkan. Penutupan glottis secara refleks dan batuk akan melindungi saluran napas bagian bawah. Partikel infeksius yang melewati pertahanan di dalam saluran napas dan diendapkan pada permukaan alveolus dibersihkan oleh sel fagosit dan faktor humoral. Makrofag alveolar merupakan fagosit utama di dalam saluran napas bagian bawah. Makrofag alveolar akan menyiapkan dan menyajikan antigen mikrobial pada limfosit dan mensekresikan sitokin yang mengubah proses imun dalam limfosit T dan limfosit B. KLASIFIKASI 1. Berdasarkan lokasi lesi di paru Pneumonia lobaris Pneumonia interstitialis Bronkopneumonia 2. Berdasarkan asal infeksi Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia = CAP) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia) 3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab Pneumonia bakteri Pneumonia virus Pneumonia mikoplasma Pneumonia jamur 4. Berdasarkan karakteristik penyakit Pneumonia tipikal Pneumonia atipikal 5. Berdasarkan lama penyakit Pneumonia akut Pneumonia persisten Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu
13

Tipe Klinis Pneumonia Komunitas Pneumonia Nosokomial Pneumonia Rekurens Pneumonia Aspirasi Pneumonia pada gangguan imun

Epidemiologi Sporadis atau endemic; muda atau orang tua Didahului perawatan di RS Terdapat dasar penyakt paru kronik Alkoholik, usia tua Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS

ETIOLOGI Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Hasil penelitian 44-85% CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40% diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung : Usia Status lingkungan Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara) Status imunisasi Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi)

Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus. Etiologi menurut umur, dibagi menjadi : 1. Bayi baru lahir (neonatus 2 bulan) Organisme saluran genital ibu : Streptokokus grup B, Escheria coli dan kuman Gram negatif lain, Listeria monocytogenes, Chlamydia trachomatis tersering , Sifilis kongenital pneumonia alba. Sumber infeksi lain : Pasase transplasental, aspirasi mekonium, CAP 2. Usia > 2 12 bulan Streptococcus aureus dan Streptokokus grup A tidak sering tetapi fatal. Pneumonia dapat ditemukan pada 20% anak dengan pertusis 3. Usia 1 5 tahun Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus tersering Chlamydia pneumonia : banyak pada usia 5-14 th (disebut pneumonia atipikal) 4. Usia sekolah dan remaja
14

S. pneumonia, Streptokokus grup A, dan Mycoplasma pneumoniae (pneumonia atipikal)terbanyak PATOGENESIS Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus. Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung. Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan.
15

MANIFESTASI KLINIK Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil. Suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40 0c, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga disertai batuk dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.

PEMERIKSAAN FISIK Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai berikut : a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung. Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua. Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat head bobbing, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada head bobbing, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai. Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan.

16

Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi. b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang. c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka. PEMERIKSAAN RADIOLOGI Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan. KRITERIA DIAGNOSIS
17

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut : a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada b. panas badan c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles) d. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan) KOMPLIKASI Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi. PENATALAKSANAAN a. Penatalaksaan umum Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah 60 torr Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

b. Penatalaksanaan khusus mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi mg/kgBB/hari). Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi : a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis b. Berat ringan penyakit c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
18

penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90

Antibiotik : Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia. a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) : ampicillin + aminoglikosid amoksisillin-asam klavulanat amoksisillin + aminoglikosid sefalosporin generasi ke-3

b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn) beta laktam amoksisillin amoksisillin-amoksisillin klavulanat golongan sefalosporin kotrimoksazol makrolid (eritromisin)

c. Anak usia sekolah (> 5 thn) amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin) tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun) Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).

19

Anda mungkin juga menyukai