Anda di halaman 1dari 15

PORTOFOLIO

KASUS KEJANG DEMAM

OLEH :
dr. Suci Handayani Asri

DOKTER PENDAMPING INTERNSIP:


dr. Sidrati Amir
dr. Afdilla Hamni

RSUD KOTA SAWAHLUNTO


2015

LAPORAN KASUS
No. ID dan Nama Peserta

: dr. Suci Handayani Asri

No. ID dan Nama Wahana

: RSUD Kota Sawahlunto

Topik

: Kasus Kejang Demam

Tanggal (Kasus)

: 28 Maret 2015

Tanggal Presentasi

: 14 Agustus 2015

Pendamping

: dr. Sidrati Amir / dr. Afdilla Hamni

Tempat Presentasi

: Ruang Komite Medik RSUD Kota Sawahlunto

Obyektif Presentasi

: Keilmuan
Diagnostik
Keterampilan
Manajemen
Anak

Deskripsi

: Seorang pasien anak laki-laki usia 4 tahun datang diantar


keluarga dengan keluhan kejang sebelum masuk RS.

Tujuan

: Dapat mendiagnosis kejang demam, memberikan terapi dan


mengetahui komplikasinya.

Bahasan Masalah

: Kasus

Cara Membahas

: Presentasi dan Diskusi

Data Pasien

: Nama

: Rachel Putra J.

Umur

: 4 tahun

No. Registrasi

: 54.53.01

Alamat

: Tiga Tumpuk

Status Pembayaran

: JPKM

Tempat

: IGD RSUD Sawahlunto

Data Utama untuk Bahan Diskusi


Gambaran Klinis
Seorang pasien anak laki-laki usia 4 tahun datang ke IGD RSUD Sawahlunto pada
pukul 10.50 WIB diantar keluarga dengan keluhan kejang sebelum masuk RS.
Anamnesis (Alloanamnesis)
1. Keluhan Utama:
Kejang + setengah jam sebelum masuk RS.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Kejang (+), frekuensi 2 kali, durasi + 1 menit setengah jam sebelum masuk RS.
Kejang awalnya hanya pada bagian kaki saja lalu kemudian kejang pada tangan
dan seluruh tubuh.
Setelah kejang pasien sadar.
Mual (+), Muntah (+), frekuensi 2 kali sejak pagi tadi.
Demam (+) sejak tadi pagi.
Batuk (-)
Pilek (-)
Nafsu makan berkurang.
Badan terasa lemas.
Kepala nyeri setelah tersiram air panas 2 hari yang lalu.
BAK biasa.
BAB biasa.
3. Riwayat Pengobatan

Os pernah berobat sebelumnya dengan keluhan yang sama.


4. Riwayat Penyakit Dahulu

Os pernah sakit seperti ini sebelumnya saat berumur 1 tahun.


5. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini sebelumnya.


3

6. Riwayat Kebiasaan, Sosial, dan Pekerjaan :


Tidak diketahui
7. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum

: Sakit Sedang

Kesadaran

: Composmentis cooperatif, GCS:15

Tanda vital: Nadi : 102x/i, Nafas : 24x/i, T : 38,3oC


Kepala

: Tampak luka bakar derajat 1 pada regio occipitalis


disertai pustul.

Mata

: Konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.

THT

: dalam batas normal

Leher

: JVP5-2 cmH2O

Thorax

:
Jantung

: Inspeksi
Palpasi

:Iktus kordis tidak terlihat


:Iktus kordis teraba di ICS V linea
midclavikula sinistra

Perkusi

: Batas jantung relatif:


Atas : ICS III
Kanan : Linea Sternalis Dextra
Kiri : 1 cm medial LMCS

Auskultasi :Irama ireguler, bising tidak


terdengar
Paru

: Inspeksi

: Simetris

Palpasi

: Sulit dinilai

Perkusi

: Sulit dinilai

Auskultasi : SP : Vesikular
ST : Rh-/Abdomen

: Inspeksi
Palpasi

Wh -/-

: Distensi tak terlihat


: Supel, nyeri tekan (+) di epigastrium,
H/L tidak teraba

Perkusi

: Timpani

Auskultasi : BU (+) N
Ekstremitas
8.

9.

: Akral hangat, perfusi baik.

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium: Darah

Hb

: 11,2 gr/dl

Leukosit

: 18.500 / mm3

Hematokrit

: 29 %

Trombosit

: 169.000 / mm3

Diagnosis

: Kejang Demam Sederhana (KDS) + Burn Injury gr II

et regio occipitalis dengan infeksi sekunder.


10. Tatalaksana Awal

IVFD RL 15 gtt/i
Dumin supp 125 mg
Parasetamol syr 4 x Cth I
Luminal 2 x 120 mg (h.1&2)
Luminal 2 x 96 mg (h.3&4)
Domperidon syr 3 x Cth I
Cefixime syr 2 x Cth I
Burnazin zalf 3 x App I
Gentamisin zalf 3 x App I
Anjuran :

Awasi Vital Sign

Pantau jika kejang berulang

Follow up di ruangan
28 Maret 2015
Subjective

Objective

Nadi

Demam (+)
Kejang (-)
Muntah (-)
: 88x/i

Nafas : 22x/i
: 38,4oC

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.


Cor : Irama iregular, bising (-)
Pulmo : Suara pernapasan : vesicular
Suara tambahan : wh-/-, rh-/Abdomen : Distensi (-), NTE (+), BU(+)N
Assessment

Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik


KDK + Burn Injury gr.II dengan infeksi sekunder et regio

Plan

Occipitalis.
IVFD KAEN 1B 16 gtt/menit

29 Maret 2015
Subjective

Objective

PCT syr 4 x Cth I

Luminal 2 x 120 mg

Domperidon syr 3 x Cth I

Cefixime syr 2 x Cth I

Burnazin zalf 3 x App I

Gentamisin zalf 3x App I

Inj. Ampicillin 4 x 300mg

Nadi

Demam (+)
Kejang (-)
Muntah (-)
Gatal di seluruh badan (+)
: 100x/i

Nafas : 24x/i
T

: 39,2oC

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.


Cor : Irama iregular, bising (-)
Pulmo : Suara pernapasan : vesicular
6

Suara tambahan : wh-/-, rh-/Abdomen : Distensi (-), NTE (+), BU(+)N


Assessmet

Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik


KDK + Burn Injury gr.II dengan infeksi sekunder et regio

Plan

Occipitalis
IVFD RL 16 gtt/menit

30 Maret 2015
Subjective

Objective

PCT syr 4 x Cth I

Ibuprofen syr 4 x Cth I

Luminal 2 x 120 mg

Domperidon syr 3 x Cth I

Cefixime syr 2 x Cth I

Burnazin zalf 3 x App I

Gentamisin zalf 3x App I

Inj. Ampicillin 4 x 300mg stop

CTM 3 x 1,2 mg

Nadi

Demam (-)
Kejang (-)
Muntah (-)
Gatal di seluruh badan (-)
: 116x/i

Nafas : 20x/i
: 37,6oC

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.


Cor : Irama iregular, bising (-)
Pulmo : Suara pernapasan : vesikular
Suara tambahan : wh-/-, rh-/Abdomen : Distensi (-), NTE (+), BU(+)N
Assessment

Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik


KDK + Burn Injury gr.II dengan infeksi sekunder et region

Plan

Occipitalis
PCT syr 4 x Cth I

Ibuprofen syr 4 x Cth I

Luminal 2 x 96 mg

Domperidon syr 3 x Cth I


7

Cefixime syr 2 x Cth I

Burnazin zalf 3 x App I

Gentamisin zalf 3x App I

CTM 3 x 1,2 mg

Pasien boleh pulang

Daftar Pustaka :
a. D. Hardiono, Pusponegoro, dkk. Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI, 2006.
b. Mansjoer, A., dkk. Kejang Demam. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga.
Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000 :
434-437.
c. Ocw.usu.ac.id/course/brain/bms166_slide_kejang_demam.pdf
d. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/02/kejang_pada_anak.pdf
Hasil Pembelajaran :
1. Menegakkan diagnosis kejang demam
2. Mampu memberikan pertolongan pertama pada pasien kejang demam
Subjektif:
Seorang pasien anak laki-laki usia 4 tahun datang ke IGD RSUD Sawahlunto pada pukul
10.50 WIB diantar keluarga dengan keluhan kejang sebelum masuk RS.

Objektif:
Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang..
Gejala Klinis
Kejang (+), frekuensi 2 kali menurut pengakuan keluarga, durasi + 1 menit
setengah jam sebelum masuk RS. Kejang awalnya hanya pada bagian kaki saja
lalu kemudian kejang pada tangan dan seluruh tubuh. Setelah kejang pasien
sadar. Mual (+), Muntah (+), frekuensi 2 kali sejak pagi tadi.
Demam (+) sejak tadi pagi.
8

Batuk (-)
Pilek (-)
Nafsu makan berkurang.
Badan terasa lemas.
Kepala nyeri setelah tersiram air panas 2 hari yang lalu.
BAK biasa.
BAB biasa.
Pemeriksaan Fisik
Nadi 122x/menit, Nafas 26x/menit. JVP5-2 cmH2O. Jantung: iktus kordis tidak
terlihat, iktus kordis teraba di

RIC V linea midclavikula sinistra, irama ireguler,

bising tidak terdengar. Paru: suara pernafasan vesicular, whizzing (-/-), rhonki (-/-).
Abdomen: Soepel, BU(+) N, NTE (-).
Laboratorium
Leukositosis
Assessment
Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat
darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali
kejang seumur hidupnya. Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis.
Keadaan tersebut merupakan keadaan darurat.
Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit memerlukan
pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit berat, atau cenderung menjadi
status epileptikus.
Tatalaksana kejang seringkali tidak dilakukan secara baik. Karena diagnosis yang
salah atau penggunaan obat yang kurang tepat dapat menyebabkan kejang yang tidak
terkontrol, depresi nafas, dan rawat inap yang tidak perlu. Langkah awal dalam menghadapi
kejang adalah memastikan apakah gejala saat ini kejang atau bukan. Selanjutnya melakukan
identifikasi kemungkinan penyebabnya.
Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rectal lebih dari 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut Consesus
Statement of Febrile Seizure (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau
anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi
tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah
kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam
harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit syaraf seperti
meningitis, ensefalitis, atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis
berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan
saraf pusat. Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang
demam sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam
(epilepsy triggered by fever). Definisi ini tidak lagi digunakan karena studi prospektif
epidemiologi membuktikan bahwa risiko berkembangnya epilepsi atau berulangnya kejang
tanpa demam tidak sebanyak yang diperkirakan.
Akhir-akhir ini, kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu kejang
demam sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam
kompleks, yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal, atau multipel (lebih dari 1 kali kejang
dalam 24 jam). Disini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurologi atau riwayat
kejang demam atau kejang tanpa demam dalam keluarga.
Pada kasus, pasien berumur 4 tahun, kejang 2 kali setelah sebelumnya demam tinggi.
Lama kejang pada pasien hanya sekitar 1 menit. Kejang berawal hanya pada bagian kaki, lalu
ke tangan dan di seluruh tubuh. Pasien sebelumnya juga punya riwayat kejang pada usia 1
tahun. Dari manifestasi klinis tersebut, pasien lebih cenderung tergolong kejang demam
kompleks, namun kurang begitu bisa dipercaya apakah pasien benar-benar kejang 2 kali
ataukah hanya satu periode kejang mengingat kejangnya hanya sebentar dan selama di RS
pasien tidak kejang lagi. Pasien ini mungkin bisa digolongkan ke Kejang Demam Sederhana
(KDS).
Epidemiologi
Faktor risiko kejang demam yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor
riwayat kejang demam pada orangtua atau saudara kandung, perkembangan terlambat,
problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah.
Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami 3 kali rekurensi atau
10

lebih. Risiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah
demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan
riwayat keluarga epilepsi.
Pada pasien, kejang terjadi setelah pasien mengalami demam dari pagi hari. Kejang
terjadi pada pukul 10.00 WIB saat pasien demam tinggi. Demam tinggi yang tidak terlalu
lama sudah mencetuskan kejang pada pasien. Tapi tidak terdapat riwayat kejang pada
keluarga pasien. Kejang pertama dialami pasien pada usia yang lumayan dini, yaitu pada usia
1 tahun dan ternyata saat ini kejang berulang kembali saat pasien berumur 4 tahun.
Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran
pencernaan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Kejang
tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi
dapat menyebabkan kejang.
Pada kasus, dua hari sebelumnya pasien tersiram air panas. Sebagian kulit kepalanya
bengkak dan melepuh. Saat diperiksa di IGD, bagian kepala yang tersiram air panas sudah
bengkak dan bernanah. Kemungkinan besar infeksi inilah yang menjadi penyebab demam
tinggi pada pasien hingga akhirnya kejang.
Manifestasi Klinis
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau
tonik-klonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas
disertai dengan kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului
kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8%
berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti
anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit,
anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparesis
sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang
unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang
berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.
Pasien hanya mengalami kejang sekitar 1 menit tiap kali kejang. Kejang awalnya
hanya pada sebagian tubuh, dari kaki , lalu kejang pada tangan kemudian pada seluruh tubuh.
Setelah kejang pasien sadar dan tidak mengalami kelainan apapun setelah kejang.
11

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain
misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
Pada pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium dan dijumpai leukositosis pada
pasien. Hal ini semakin menguatkan kemungkinan bahwa demam pada pasien memang
disebabkan oleh sumber infeksi. Pada kasus ini infeksinya pada bagian kepala pasien yang
sudah ada absesnya setelah tersiram air panas.
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada
bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan
kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari
6 tahun, atau kejang demam fokal.
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas
indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema
Pemeriksaan cairan serebrospinal, MRI, CT Scan ataupun EEG tidak dilakukan pada
pasien. Selain karena tidak dapat dilakukan di RS ini, tidak ada indikasi pemeriksaan tersebut
pada pasien.
Diagnosis Banding
12

Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya meningitis
atau ensefalitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis
dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal.
Penatalaksanaan
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam
waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam
rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak
dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau
diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk
anak di atas usia 3 tahun. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti,
dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke
rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20
mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang
berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila
dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam
apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
Pemberian obat pada saat demam
Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya
kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.
Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak
lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3-4 kali sehari Meskipun jarang, asam
asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan,
sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.

13

Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis
0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan
ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin,
dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.
Pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai
berikut (salah satu):
1. Kejang lama > 15 menit
2.Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
Kejang demam > 4 kali per tahun
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya
dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya
diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap
hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus.
Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang
berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis
asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam
1-2 dosis.
Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan
secara bertahap selama 1-2 bulan.
Pada pasien penanganan awal yang diberikan adalah:
Dumin supp 125 mg
IVFD RL 15 gtt/i
14

Parasetamol syr 4 x Cth I


Luminal 2 x 120 mg (h.1&2)
Luminal 2 x 96 mg (h.3&4)
Domperidon syr 3 x Cth I
Cefixime syr 2 x Cth I
Burnazin zalf 3 x App I
Gentamisin zalf 3 x App I
Tidak diberikan obat rumat saat pasien dipulangkan.
Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak
menyebabkan kematian. Frekuensi berulangnya kejang berkisar antara 25-50%, umumnya
terjadi pada 6 bulan pertama. Risiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.
Plan :
Diagnosis : Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat ditegakkan
diagnosis Kejang Demam Sederhana dan Burn Injury gr.II et regio Occipitalis dengan Infeksi
Sekunder.
Pengobatan : Pasien harus kontrol ulang jika kejang berulang baik ke puskesmas, rumah
sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Pendidikan : Diberikan penjelasan kepada pasien dan keluarganya mengenai gejala dan
tanda-tanda kejang demam dan memberikan pengertian tetang penanganan pertama anak
kejang.
Konsultasi : Setelah keadaan pasien stabil diperlukan konsultasi dengan spesialis anak.

15

Anda mungkin juga menyukai