Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rectal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.1,2
Sebagian besar kejang merupakan kejang demam sederhana, tidak
menyebabkan menurunnya IQ, epilepsi, dan kematian. Kejang demam dapat
berulang yang kadang menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada keluarga. 1,2
Saat pasien datang dengan kejang disertai demam terdapat 3 kemungkinan yang
haru dipikirkan yaitu : 1) kejang demam, 2) pasien epilepsi terkontrol dengan
demam sebagai pemicu kejang epilepsi, 3) kejang disebabkan infeksi sistem saraf
pusat atau gangguan elektrolit akibat dehidrasi.3
Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui.
Kejang demam biasanya diawali dengan infeksi virus atau bakteri. Penyakit yang
paling sering dijumpai menyertai kejang demam adalah penyakit infeksi saluran
pernafasan, otitis media dan gastroenteritis. Umur anak, serta tinggi dan cepatnya
suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor hereditas juga
mempunyai peran 8-22 % anak yang mengalami kejang demam memiliki orang
tua yang memiliki riwayat kejang demam pada masa kecilnya.1,2,3
Faktor resiko timbulnya kejang demam berulang apabila kejang terjadi
sebelum usia 12 bulan. Kejang yang terjadi pada suhu rendah berkisar 380C,
timbulnya kejang kurang dari 1 jam setelah timbulnya panas dan adanya riwayat
kejang demam pada keluarga. Jika empat faktor resiko ini ditemukan pada anak.
kemungkinan untuk berulangnya kejang demam sebanyak 70-8%. Jika hanya
terdapat satu faktor resiko ,maka kemungkinan berulang sebanyak 10-20%. 1,2

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : An. Ar
No. Rekam Medik : 140122
Tgl. Lahir/Umur : 01-04-2015 / 1tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Antang Makassar
Tempat Perawatan : Perawatan Anak Raodah Madinah kamar
518
Tanggal masuk : 30 Mei 2016
Tanggal pemeriksaan : 30Mei 2016
Dokter Penanggung Jawab : Prof.Dr.dr.H.Dasril Daud, Sp.A (K)
Dokter muda : Jihan Asma Putri,S.Ked
2.2 SUBJEKTIF
ANAMNESIS
Heteroanamnesis
Keluhan Utama : Kejang
Anamnesis Terpimpin
Seorang anak umur 1 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan kejang
frekuensi ± 5 menit dan bersifat umum. Setelah kejang anak tertidur.
Sebelum kejang anak mengalami demam sejak 1 hari yang lalu sebelum
masuk rumah sakit dan bersifat terus menerus
Anamnesis Sistematis
Ada Batukberlendir sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah
sakit sesak tidak ada. Tidak Ada mual dan muntah tidak ada nyeri perut.
BAB : biasa,kuning. BAK : lancar, warna kuning.

2
Riwayat penyakit dahulu
Pasientidak pernah mengalami kejang demam dan kejang tanpa
demam sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terdapat anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang
sama dengan pasien.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pasien merupakan anak pertama lahir secara normal di rumah sakit
dibantu oleh dengan dokter dengan berat badan lahir 3000 gram
Riwayat Makanan dan Minuman
ASI dari lahir sampai umur 5 bulan
Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
-
RiwayatImunisasi
Imunisasi wajib lengkap
 Hepatitis B : 3 kali
 BCG : 1 kali
 Polio : 4 kali
 DPT : 3 kali
 Campak : 1 kali
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan
Berat badan lahir 3000 gram, panjang badan lahir 42 cm, lingkar kepala
waktu lahir tidak diketahui. Berat badan sekarang 9 kg.
Perkembangan
Perkembangan pasien sesuai dengan perkembangan anak normal.

3
2.3 OBJEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
TB : 74 cm LK : 44 cm
BB : 9 kg LD : 40 cm
LLA :13 cm LP : 39 cm
BB/TB : -1 SD (Gizi Baik)

Keadaan umum :Sakit Sedang / Gizi Baik/Compos mentis


Tekanan Darah : 90/60 mmHg Nadi : 126x/menit
Pernapasan : 26 x/menit Suhu : 39,00C per axilla
Kepala
Bentuk : normocephal
Ekspresi : Normal
Simetris muka : kiri = kanan
Deformitas : (-)
Rambut : lurus sukar di cabut

4
Mata
Eksoptalmus/Endoptalmus : (-)
Gerakan : Normal
Tekanan bola mata :Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelopak mata :Hiperemis (-), ptosis (-), edema (-)
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sclera : Ikterus (-)
Pupil : Isokor, Ø 2,5 mm/ 2,5 mm
Refleks cahaya langsung : +/+
Telinga
Pendengaran : Dalam batas nornal
Nyeri tekan di prosessus mastoideus : tidak ada
Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
Pernapasan cuping hidung : (-)
Mulut
Bibir : Kering (-), Sianosis (-)
Tonsil : T2/ T2, Hiperemis (+) Faring :Hiperemis (+)
Lidah : Kotor (-) Gigi geligi : Caries (-)
Gusi : Perdarahan (-)
Leher
KGB : Tidak ada pembesaran
Kaku kuduk : (-)
Dada
Bentuk : Normothorax, simetris kanan=kiri
Buah dada : Tidak ada kelainan
Sela iga : sela iga kanan=kiri
Paru
Palpasi : Fremitus raba (+) , nyeri tekan (-)
Perkusi :Paru kiri = Paru kanan : Sonor

5
Auskultasi :Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh -/- Wh -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal
Auskultasi :BJ I/II murni regular, Bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi : Massa tumor (-), Nyeri Tekan (-), Hepar tidak teraba, Lien
tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Alat kelamin : Tidak ada kelainan
Anus dan rectum: Tidak ada kelainan
Status Neurologis
Kesadaran GCS 15 (E4M6V5)
Nervuscranialis :
N.II : Pupil bulat isokor 2,5 mm / 2,5 mm
Refleks cahaya kesan normal
Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk (-), kerning sign (-)
Refleks Fisiolo : BPR = + +
TPR + +
KPR = + +
APR + +
Refleks Patologis : Brudzinski (-), Chaddock (-), Cordon(-), Oppenheim(-)

Ekstremitas
Edema : -/-
Petekie : (-)
Dingin : (-)

6
2.4 PEMERIKSAANPENUNJANG
1. Darah Rutin
2. Glukosa Darah Sewaktu
3. Elektrolit
2.5 RESUME
Seorang anak laki-laki usia 1 tahun masuk dengan keluhan kejang
dengan frekuensi ± 5 menit dialami sebanyak 1 kali. Kejang terjadi pada
seluruh tubuh . Setelah kejang anak tertidur. Ada demam sejak 1 hari yang
lalu sebelum masuk rumah sakit bersifat terus menerus namun tidak
diberikan obat penurun panas. Pasien juga mengeluhkan batuk berlendir
sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit sesak tidak ada.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan keadaan sakit berat/ gizi
baik/compos mentis. Pada pemeriksaan tanda vital diperoleh nadi =
126x/menit, suhu = 39oC, pernapasan = 26x/menit, tekanan darah = 90/60
mmHg. Dari hasil pemeriksaan fisik diperoleh pembesaran tonsil T2/T2
hiperemis (+), faring hiperemis (+).
Status Neurologis
Kesadaran GCS 15 (E4M6V5)
Nervuscranialis :
N.II : Pupil bulat isokor 2,5 mm / 2,5 mm
Refleks cahaya kesan normal
Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk (-), kerning sign (-)
Refleks Fisiologis : BPR = + +
TPR + +
KPR = + +
APR + +
Refleks Patologis : Brudzinski (-), Chaddock (-), Cordon(-), Oppenheim(-)

Dari pemeriksaan penunjang berupa darah rutin didapatkan kadar


HB = 11,7 g/dl , Leukosit 6.400 PLT = 283.000

7
2.6 ASSESMENT
Kejang Demam Sederhana
Tonsilofaringitisakut
2.7 PLANNING
a. Medikamentosa
 IVFD Dextrose 12 tetes/menit
 Paracetamol 90 mg/8 jam/IV (Bila suhu ≥ 38,5oC)
 Diazepam rektal 5 mg/supposutoria (bila kejang)
 Diazepam 0,3mg/kgBB/kali (Bila suhu ≥ 38,5oC)
 Ambroxol 4,5 mg/8 jam/oral (3 x 1,5 ml)
b. RencanaPemeriksaan
 Darah Rutin
 Glukosa Darah Sewaktu
 Elektrolit
2.8 PROGNOSIS
 Qua ad vitam : Dubia et Bonam
 Qua ad sanationam : Dubia et Bonam
 Qua ad vitam : Dubia et Bonam
2.9 FOLLOW UP
Tanggal Perjalanan Penyakit Instruksi Dokter
30 Mei S : Demam (+) bersifat terus menerus, - IVFD Dextrose 12
2016 Kejang (+) frekuensi 1 kali bersifat umm tetes/menit
frekuensi ± 5 menit, Batuk berlendir (+), - Paracetamol 90 mg/8
O : Faring hiperemis (+), Tonsil = T2-
jam/IV (Bila suhu ≥
T2 Hiperemis(+), Centor Score = 3
38,5oC)
Refleks Fisiologis = (+)
- Diazepam rectal 5
Refleks Patologis = ( -)
mg/supposutoria
TD : 90/60 mmHg, N : 126x/ menit, P :
26x/menit, S : 390C
(bila kejang)
- Diazepam 0,3

8
mg/kgBB/kali (Bila
Pemeriksaan darah rutin: suhu ≥ 38,5oC)
Hasil Nilai Rujukan - Ambroxol 4,5 mg/8
WBC 6,2 4,0-12,0 jam/oral (3 x 1,5 ml)
HB 11,7 11,0-17,0
HCT 33,5 35,0-55,0
MCV 84,9 80,0-100
MCH 28,3 27,0-34,0
MCHC 35,1 31,0-35,5
PLT 283 150-400
GDS = 100 (normal 0-140)
Pemeriksaan Elektrolit :
Hasil Nilai Rujukan
Natrium 136,9 136-145mmol/l
Kalium 3,5 3,5 -5,1 mmol/l
Klorida 97 95-114mmol/l

A : Kejang Demam sederhana


Tonsilofaringitisakut

31Mei S : Demam (+), Kejang (-), - IVFD Dextrose 12


2016 batuk (+) , lendir (+), sesak (-) tetes/menit
O : Faring hiperemis (+),Tonsil = - Paracetamol 90 mg/8
T2-T2 Hiperemis (+) jam/IV (Bila suhu ≥
TD : 90/60 mmHg, N : 90x/ menit, 38,5oC)
P : 24x/menit, S : 380C - Diazepam rectal 5
mg/supposutoria
A : Kejang Demam Sederhana (bila kejang)
Tonsilofaringitisakut - Diazepam 0,3
mg/kgBB/kali (Bila
suhu ≥ 38,5oC)
- Ambroxol 4,5 mg/8

9
jam/oral (3 x 1,5 ml)
1 Juni S : Demam (-), Kejang (-), batuk (+), - IVFD Dextrose 12
2016 lendir (+). Sesak (-) tetes/menit
O : TD : 90/60 mmHg, N : 120x/ menit, - Paracetamol 90 mg/8
0
P : 20x/menit, S : 36,9 C
jam/IV (Bila suhu ≥
Faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1
38,5oC)
Hiperemis (-)
- Diazepam rectal 5
A : Kejang Demam Sederhana
mg/supposutoria
Tonsilofaringitisakut
(bila kejang)
- Diazepam 0,3
mg/kgBB/kali (Bila
suhu ≥ 38,5oC)
- Ambroxol 4,5 mg/8
jam/oral (3 x 1,5 ml)

2 Juni S : Demam (-), Kejang (-), batuk (+), - IVFD Dextrose 12


2016 lendir (+), sesak (-) tetes/menit
O : faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1 - Paracetamol 90 mg/8
hiperemis (-)
jam/IV (Bila suhu ≥
TD : 90/60 mmHg, N : 100x/ menit, P :
38,5oC)
0
24x/menit, S : 36,6 C
- Diazepam rectal 5
A :Kejang Demam Sederhana
mg/supposutoria
Tonsilofaringitisakut
(bila kejang)
- Diazepam 0,3
mg/kgBB/kali (Bila
suhu ≥ 38,5oC)
- Ambroxol 4,5 mg/8
jam/oral (3 x 1,5 ml)

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal di atas 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium, seperti infeksi susunan saraf pusat , gangguan elektrolit
dan gangguan metabolic lain. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak
berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa
demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan
tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6
bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam,
pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang
kebetulan terjadi bersama demam.4
Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab demam, yaitu (1)
imaturitas otak dan termuregulator, (2) demam, dimana kebutuhan oksigen
meningkat, dan (3) predisposisi genetik: >7 lokus kromosom (poligenik,
autosomal dominan).5
3.2 Etiologi
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat
yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit
yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran
pernafasan atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut,
bronchitis, dan infeksi saluran kemih.
3.3 Patofisiologi 6
keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat
20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65%
dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.

11
Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi,
dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan
yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai
ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang
kejang seeorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada
anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu
38°C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang
baru terjadi pada suhu 40°C atau lebih. Dari kenyataan inilah dapatlah
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada
ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet
yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan
oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung
yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkatnya aktifitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian
kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan
timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di
kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi

12
kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.
3.4 Klasifikasi

Kejang demam terbagi atas 2, yakni:

1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)

2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)

Kejang demam sederhana

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan


umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang
demam.6

Kejang demam kompleks

Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:

1. Kejang lama > 15 menit


2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak
sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.

Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial.

Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara
anak yang mengalami kejang demam.4

13
Kejang Demam Sederhana Kejang Demam Kompleks

• kejang berlangsung < 15 • kejang lama >15 menit


menit , umumnya berhenti • kejang fokal atau parsial
sendiri sesisi , atau kejang umum
• kejang umum tonik&/ didahului kejang parsial
klonik, tanpa gerakan fokal • Kejang berulang atau > 1
• Tidak berulang dalam kali dalam 24 jam
waktu 24 jam

3.5 Diagnosis 7
a. Anamnesis
1. Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang
2. Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval,
keadaan anak pasca kejang , penyebab demam diluar infeksi
susunan saraf pusat (gejala infeksi saluran napas akut/ ISPA,
Infeksi Saluran Kemih/ISK, Otitis Media Akut/OMA , dll)
3. Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsy dalam
keluarga.
4. Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare, muntah
yang mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang menyebabkan
hipoksemia, asupan kurang yang dapat meyebabkan hipoglikemia)
b. Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran, apakah terdapat penurunan kesadaran. Suhu tubuh,
apakah terdapat demam
2. Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, bruzinski I dan II, laseque
3. Pemeriksaan nervus cranial
4. Tanda peningkatan tekanan intracranial : ubun ubun besar(UUB)
membonjol, papil edema
5. Tanda infeksi diluar SSP: ISPA, OMA, ISK, dll

14
6. Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflex fisiologis, reflex
patologis.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium
yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula
darah.

2. Pemeriksaan Pungsi Lumbal


Pemeriksaan cairan serebrospinal untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya
meningitis bakterialis adalah 0,6-6,7%.
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya
tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
a. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
b. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
c. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan
pungsi lumbal.
3. Pemeriksaan elektoensefalogi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian
epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang
demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada
anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.

15
4. Pemeriksaan Radiologi
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography
scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang
sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
a. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemipare¬sis) atau
kemungkiana adanya lesi structural di otak (mikrosefali,
spastisitas)
b. Terdapat tanda peningkatan intracranial (kesadaran menurun,
muntah berulang, UUB membonjol, paresisi nervus VI, edema
papil).

3.6 Penatalaksanaan Kejang Demam

a. Penatalaksanaan kejang akut dan status konvulsi7

1. Di rumah/ prehospital
Penanganan kejang di rumah dapat dilakukan oleh orang tua
dengan pemberian diazepam per rectal dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg
atau secara sederhana bila berat badan <10 kg: 5 mg sedangkan
jika >10 kg : 10 mg. pemberian di rumah maksimum 2 kali dengan
interval 5 menit. Bila kejang masih berlangsung bawalah pasien ke
klinik/rumah sakit terdekat.
2. Di rumah sakit
Saat tiba diklinik/ rumah sakit, bila belum terpasang cairan
intravena, dapat diberikan diazepam perrectal ulangan satu kali
sambil mencari akses vena. Sebelum dipasang cairan intravena,
sebaiknya dilakukan pengambilan darah untuk pemriksaan darah
tepi, elektrolit, dan gula darah sesuai indikasi.
Bila terpasang cairan intravena berikan fenitoin IV dengan dosis
20mg/kg dilarutkan dalam NaCl 0,9% diberikan perlahan-lahan
dengan kecepatan pemberian 50 mg/menit. Bila kejang belum
teratasi, dapat diberikan tambahan fenitoin IV 10 mg/kg. bila

16
kejang teratasi, lanjutkan pemberian fenitoin IV setelah 12 jam
kemudian dengan rumatan 5-7 mg/kg.
Bila kejang belum teratasi berikan fenobarbital IV dengan dosis
maximum 15-20 mg/kg dengan kecepatan pemberian 100
mg/menit. Awasi dan atasi kelainan metabolic yang ada. Bila
kejang berhenti, lanjutkan dengan pemberian fenobarbital IV
rumatan 4-5 mg/kg setelah 12 jam kemudian.
3. Perawatan intensif (ICU)
Bila kejang belum berhenti, dilakukan intubasi dan perawatan
diruang intensif. Dapat diberikan salah satu dibawah ini:
a. Midazolam 0,2 mg/kg diberikan bolus perlahan- lahan , diikuti
infuse midazolam 0,01-0,02 mg/kg/menit seklama 12-24 jam.
b. Propofol 1mg/kg selama 5 menit, dilanjutkan dengan 1-5
mg/kg/jam dan diturunkan setelah 12-24 jam.
c. Fenobarbital 5-15 mg/kg dalam 1 jam, dilanjutkan dengan 0,5-
5 mg/kg/jam.

17
Algoritma Penanganan Kejang Akut dan Status Konvulsif 8,9

18
Algoritma penanganan kejang akut dan status konvulsif terbaru

Diazepam per rectal


5 mg suppositoria (BB<12 kg)10 mg
Pre hospital suppositoria (BB>12 kg)Max 2 x, jarak 5 0-10 menit
menit

Hospital/ IGD Diazepam 0,2-0,5 mg/KgBB/IV 10 menit


(kecepatan 2 mg/menit, max 10 mg) atau
Midazolam 0,7 mg/kgBB/IM/buccal , max 10 mg

Kejang berlanjut 5-10 menit


Fenitoin 20 mg/kgBB/IV Fenobarbital 20 mg/kgBB IV 20 menit
(diencerkan 50 ml selama 20 menit max 1000 mg ) (selama 5-10 menit max 1000 mg)

Kejang berlanjut 5-10 menit

Fenobarbital 20 mg/kgBB IV(selama 5-10 menit max 1000 mg) Fenitoin 20 mg/kgBB/IV(diencerkan 50 ml selama 20 menit max 1000 mg )

Bila kejang berhenti Pertimbangkan rumatanFenitoin 5-10 mg/kgBB (dalam 2 dosis) /atau
Fenobarbital 1-5 mg/kgBB (dalam 2 dosis) 30 menit

Kejang berlanjut

ICU
Refracter
>60 menit

Midazolam 0,2 mg/Kg/IV bolusDilanjutkan infuse 0,02-0,4 mg/kg/jam


Pentotal-tiopental5-8 mg/kg/IV
Propofol 3-5 mg/kg/infusion

19
b. Cara pemberian obat antikonvulsan pada tata laksanan kejang
akut7
Diazepam
- Dosis maximum pemberian diazepam rectal 10mg, dapat diberikan
2 kali dengan interval 5-10 menit.
- Sediaan IV tidak perlu diencerkan, maximum sekali pemberian
10mg dengan kecepatan maximum 2 mg/menit dapat diberikan 2-3
kali dengan interval 5 menit.

Fenitoin
- Dosis initial maximum adalah 1000 mg (30mg/kgBB)
- Sediaan IV diencerkan dengan NaCl 0,9%, 10 mg/l cc NaCl 0,9%.
- Kecepatan pemberian IV: 1 mg /kg/menit, maximum 50mg/menit
- Jangan diencerkan dengan cairan yang megandung dextrose, karna
akan menggumpal.
- Sebagian besar kejang berhenti dalam waktu 15-20 menit stelah
pemberian.
- Dosis rumat: 12-24 jam setelah dosisi inisial.
- Efek samping aritmia, hipotensi, colaps kardiovaskuler pada
pemberian IV yang terlalu cepat.

Fenobarbital
- Sudah ada sediaan IV, sediaan IM tidak boleh diberikan
- Dosis inisial maximum 600 mg (20 mg /kgBB)
- Kecepatan pemberian 1mg/kg/mnit, maximum 100 mg/menit.
- Dosis rumat: 12-24 jam setelah dosis inisial.
- Efek samping : hipotensi dan depresi napas, terutama jika
diberikan setelah obat golongan benzodiazepim.

20
Protocol pengunaan midazolam pada kejang refracter
- Rawat ICU, intubasi, dan berikan ventilasi. Midazolam bolus 0,2
mg/kg (perlahan), kemudian drips 0,02 -0,4 mg/kg jam. Rumatan
fenitoin dan fenobarbital tetap diberikan. Dosis midazolam
diturunkan jika terdapat gangguan kardiovaskular. Infus
midazolam diturunkan secara betahap jiak dalam 12 jam tidak
terdapat kejang.

c. Pemberian obat rumatan


Indikasi pemberian obat rumat 5
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan
ciri sebagai berikut (salah satu):
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy,
retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
a. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
b. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
c. Kejang demam ≥ 4 kali setahun

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat: 5


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif
dalam menurunkan risiko berulangnya kejang Berdasarkan bukti
ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat
dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya
diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.

Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan


perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus.

21
Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40
mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam
1-2 dosis.

Jika pada tata laksana kejang akut, kejang berhenti dengan diazepam,
tergantung dari etiologi. Jika penyebab kejang suatu hal yang dapat
dikoreksi secar cepat (hipoglikemi, kelainan elektrolit, hipoksia)
mungkin tidak diperlukan terapi rumatan selama pasien dirawat.

Jika penyebab infeksi SSP (encephalitis, meningitis) , perdarahan


intracranial, mungkin diperlukan terapi rumatan selama perawatan.
Dapat diberikan fenobarbital dengan dosis awal 8-10 mg/KgBB/Hari
dibagi dalam 2 dosis selama 2 hari, dilanjutkan dengan dosis 4-5
mg/kgBB/ hari sampai resiko untuk berulangnya kejang tidak ada. Jika
etiologi adalah epilepsy, lanjutkan obat anti epilepsy dengan
menaikkan dosis. Jika pada tatalaksana kejang akut, kejang berhenti
dengan fenitoin, lanjutkan rumatan dengan dosis 5-7 mhg/kgBB/ hari
dibagi dalam 2 dosis. Jika pada tatalaksana kejang akut, kejang
berhenti dengan fenobarbital, lanjutkan rumatan dengan dosis
4-5mg/kgBb/hari dibagi dalam 2 dosis. 7

Lama pengobatan rumat: 5


Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.

d. Tatalaksana Umum7

22
- pemantauan tekanana darah/ laju napas/ laju nadi/ suhu/
elektrocardiografi
- pemantauan tekanan intracranial : kesdaran,pupil, pola pernapasan,
dan edema papil
- analisis gas darah, darah tepi, pembekuan darah, elektrolit, fungsi
hati dan ginjal, bila dijumpai kelainan lakukan koreksi
- balance cairan input/output
- Tatalaksana Etiologi
- Edema cerebri kurang dapat diberikan manitol 0,5-1,0 mg/kg/8jam

e. Edukasi pada orang tua 5


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua.
Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya
telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang
diantaranya:
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai
prognosis baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi
harus diingat adanya efek samping

f. Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang 5


1. Tetap tenang dan tidak panic
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam
mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang

23
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah
berhenti.
7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit
atau lebih

A. Kemungkinan berulangnya kejang demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah :

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga


2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam


adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya
kejang demam paling besar pada tahun pertama.

Faktor risiko terjadinya epilepsy:

Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko
menjadi epilepsi adalah :

1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang


demam pertama.
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi


sampai 4%-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan
kemungkinan epilepsi menjadi 10%-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi
tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.5,7

24
B. Vaksinasi
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap
anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena
vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9
kasus per 100.000 anak yang divaksinasi sedangkan setelah vaksinasi
MMR 25-34 per 100.000. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral
atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR.
Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi
hingga 3 hari kemudian.10

C. Prognosis
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis. Kejadian
kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan
kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya
terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum
atau fokal.11

D. Komplikasi
Kejadian kecatatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilapokan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus dengan kejang
lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.9

25
BAB IV

PEMBAHASAN

Kejang demam berhubungan dengan penyakit demam tanpa disebabkan infeksi


sistem saraf pusat, tanpa riwayat kejang neonatus dan tidak berhubungan dengan
kejang simptomatik lainnya. Kejang demam juga merupakan bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38 0 C) yang disebabkan
oleh suatu proses ekstrakranium.

Kejang demam terjadi pada 2-4 % anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang
pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang
dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan
kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi
bersama demam.

Penggolongan kejang demam menurut kriteria National Collaborative Perinatal


Project adalah kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Perbedaan
antara demam kejang sederhana dan kejang demam kompleks adalah sebagai
berikut.

Kejang Demam Sederhana Kejang Demam Kompleks

• kejang berlangsung < 15 • kejang lama >15 menit


menit , umumnya berhenti • kejang fokal atau parsial
sendiri sesisi , atau kejang umum
• kejang umum tonik &/ didahului kejang parsial
klonik, tanpa gerakan fokal • Kejang berulang atau > 1
• Tidak berulang dalam kali dalam 24 jam
waktu 24 jam

26
Kejang demam sederhana harus memenuhi semua kriteria sedangkan kejang
demam kompleks dapat ditegakkan diagnosisnya jika terdapat salah satu dari
kriteria diatas. Pada kasus ini, pasien berusia 1 tahun masuk dengan keluhan
kejang dengan frekuensi ± 5 menit dan kejang didahului oleh demam kurang
lebih satu hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien didiagnosis dengan kejang
demam sederhana berdasarkan lamanya kejang, frekuensi kejang, jenis kejang
serta kejang yang tidak berulang selama 24 jam.

Semua jenis infeksi bersumber diluar susunan saraf pusat yang menimbulkan
demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering
menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernapasan atas terutama
tonsillitis dan faringitis, otitis media, gastroenteritis akut dan infeksi saluran
kemih. Selain itu imunisasi DPT dan campak (morbili) juga dapat menyebabkan
kejang demam.

Pada pasien ini, fokus infeksi dapat berasal dari tonsil dan faring
(tonsilofaringitis) dimana pada pasien ini didapatkan faring hiperemis,
pembesaran tonsil T2-T2 hiperemis.

Kejang demam juga dapat diturunkan secara autosom dominan melalui kromosom
19p dan 8q 12-21 dari ayah atau ibu. Berdasarkan hal itu penting untuk
melakukan anamnesis pada pasien kejang demam apakah ada riwayat kejang
demam pada keluarga. Pada pasien ini tidak terdapat riwayat kejang demam yang
diderita oleh keluarga dan juga tidak terdapat riwayat kejang tanpa demam
sebelumnya

Pada penatalaksanaan kejang demam, terdapat 3 hal yang perlu diperhatikan yaitu
pengobatan fase akut, pengobatan profilaksis dan edukasi orang tua pasien.

1. Pengobatan fase akut


Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada saat pasien kejang, semua pakaian
yang ketat harus dibuka, dan pasien dimiringkanapabla muntah untuk
mencegah terjadinya aspirasi. Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi
terjamin. Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,

27
pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi dapat diturunkan
dengan kompres dan antipiretik. Pemberian diazepam merupakan pilihan
utama dengan dosis :
- Diazepam pertrarektal 0,5-0,75 mg/kgBB, atau jika BB < 10 Kg diberikan
dengan dosis 5 mg, BB > 10 Kg diberikan dosis 10 mg/
- Diazepam intavena 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2
mg/menit dan dosis maksimal 20 mg
- Fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan
kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang
berhenti
- Fenobarbital 20 mg/KgBB/ IV (selama 5-10 menit max 1000 mg)
- Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat
diruang rawat intensif
2. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
Pada bayi kecil, sering manifestasi meningitis tidak jelas sehingga
pungsilumbal harus dilakukan pada bayi berumur <6 bulan, dan dianjurkan
pada pasien berumur < 18 bula. Pada kasus ini infeksi saluran nafas atas
(tonsilofaringitis) dapat menjadi penyebab kejang demam.
3. Pengobatan profilaksis intermittent
Pengobatan profilaksis intermittent dengan anti konfulsan segera diberikan
pada waktu pasien demam. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam
sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan > 10 kg. Efek samping
diazepam ialah ataksia, mengantuk dan hipotonia.
4. Profilaksis terus menerus
Pengobatan rumatan (profilaksis terus menerus) hanya diberikan bila kejang
demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) :
a. Kejang selama > 15 menit

28
b. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesism paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrosepalus.

c. Kejang fokal

Pemberian profilaksis yang dapat diberikan fenobarbital 4-5 mg/kgBB akan


menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang
demam. Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
diberikan secara bertahap selama 1-2 bulan.

5. Edukasi pada orang tua


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua.
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingatkan adanya efek samping.

Pada pasien ini terapi yang diberikan berupa paracetamol sebagai antipiretik
untuk menurunkan demam. Dosis parasetamol yang diberikan adalah 10-15
mg/kgBB/kali sebanyak 3-4 kali. Pasien memiliki berat badan 9 kg sehingga
dosis yang diberkan adalah 90 mg//kali. Pemberian cairan bertujuan untuk
mencegah terjadinya dehidrasi pada keadaan demam. Stesolidsupposutoria
(diazepam) diberikan sebagai antikonvulsan dengan dosis 5 mg untuk anak
dengan BB <10 kg. Pada pasien ini juga diberikan ambroksolsirup sebagai
mukolitik karena pasien memiliki gejala batuk yang bersifat produktif.
Sedangkan zink diberikan sebagai pengobatan diare dengan dosis 20 mg/24
jam / oral.

Prognosis kemungkinan mengalami kecacatan dan atau kelainan neurologis


kejadian kecatatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah

29
dilaporkan. Perkembangan mental neurologisumunmnya tetap normal pada
pasien yang sebelumnya normal.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Melda Deliana, Tata Laksana Kejang Demam Pada Anak. Sari pediatric, vol.4,
No.2, Medan 2002
2. Arif RF. Penatalaksanaan Kejang Demam. Continuing Medical Education-
CDK-232/Vol.42 No.9. 2015
3. Erwika A. Manajemen Terapi kejang demam sederhana dengan hiperpireksia
pada anak usia 3 tahun, J MedulaUnila, Vol.3 No,2 December, Universitas
Lampung, 2014.
4. Konsensus penatalaksanaan kejang demam UKK neurologi IDAI 2006
5. Buku Pedoman Pelayanan Medis IDAI jilid II tahun 2011
6. Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topic In Pediatric II: Kejang
Pada Anak. Cetakan ke 2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2002
7. Buku symposium “Tatalaksana Praktis Kesehatan Bayi & Anak di Layanan
Primer” oleh Makassar Pediatric Update III tahun 2015.
8. Buku Pedoman Pelayanan Medis IDAI jilid I tahun 2009
9. Jadwal Imunisasi IDAI 2014 dikutip dari www.idai.or.id
10. Kejang Demam,Guideline
http://www.sehatgroup.web.id/artikel/1089.asp?FNM=10899.
11. Marik PE, Varon J. The management of status epilepticus. Chest 2004;
126:582- 91.

31

Anda mungkin juga menyukai