Anda di halaman 1dari 18

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 7 Bulan
Suku Bangsa : Minangkabau
Alamat : Jl. Belibis Blok 7 No. 17 Air Tawar, Padang

ANAMNESIS
Keluhan utama :
Pasien datang dibawa oleh orang tua dengan keluhan demam sejak ± 2 hari
yang lalu. Demam tinggi terus-menerus disertai dengan kejang sejak pagi ini.
Kejang sudah 2 kali, berdurasi ± 5 menit. Jarak antara kejang ± 6 jam. Kejang
bersifat kaku dan bergeter di seluruh tubuh dengan mata mendelik ke atas. Setelah
kejang os sadar dan menangis kuat. Os juga mengeluh mual dan muntah. Muntah
sudah 3 kali. Muntah isi cairan susu. BAB dan BAK dalam batas normal

Riwayat Pengobatan: disangkal


Riwayat kesehatan/penyakit: disangkal
Riwayat keluarga: Tidak ditemukan anggota keluarga lain yang mengalami
gejala ataupun riwayat gejala yang sama dengan pasien.
Riwayat persalinan : Pasien lahir di dr. Sp.OG dengan BBL 2800 gram dan PB 49
cm
Riwayat imunisasi dan perkembangan: Riwayat imunisasi lengkap sesuai usia
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Heart Rate : 120x/menit, reguler, kuat angkat
4. Respiratory Rate : 30/menit
5. Temperatur : 39,4o C
6. Tekanan Darah : -/- mmHg
7. Berat badan : 10 kg

1
STATUS GENERAL
KULIT
Warna : Sawo matang
Turgor : kembali cepat
Ikterus : (-)
Sianosis : (-)
Bercak kemerahan : (-)

KEPALA
 Bentuk : Kesan Normocephali
 Rambut : Berwarna hitam, sukar dicabut
 Mata : Cekung (-), pupil isokor, reflek cahaya (+/+),
Konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-).
 Telinga : Serumen (-)
 Hidung : Sekret (-), NCH (-)
 Mulut
Bibir : Pucat (-), sianosis (-)
Gigi geligi: : Karies (-)
 Lidah : Beslag (-), tremor (-)
 Mukosa : Basah (+) Koplik Spots (-)
 Tonsil : Hiperemis (-)
 Faring : Hiperemis (-)

LEHER
 Bentuk : Kesan simetris
 Kelenjar Getah Bening : Kesan simetris, Pembesaran KGB (-)

THORAK
 Bentuk dan Gerak : Kesan simetris
 Tipe Pernafasan : Thorako Abdominal
 Retraksi : retraksi intercostal (-/-)

2
PARU-PARU

KANAN KIRI
 Palpasi Fremitus (N) Fremitus (N)
 Perkusi Sonor Sonor
 Auskultasi Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Ronkhi (-) Ronkhi (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)

JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICR V medial linea mid
clavicula sinistra
Perkusi : Batas-batas jantung
 Atas : ICR III sinistra
 Kiri : ICS V 4cm midclavicula sinistra
 Kanan : linea parasternalis dekstra
Auskultasi : BJ I > BJ II, Reguler, bising (-)

ABDOMEN
 Inspeksi : Kesan simetris
 Palpasi : Distensi abdomen (-), Nyeri tekan (-), Lien dan
hepar tidak teraba.
 Perkusi : Tympani (+), pekak hati (-), asites (-)
 Auskultasi : Peristaltik usus (N)

GENITALIA : kelainan kongenital (-)

ANUS : (+), Tidak ada kelainan.

EKSTREMITAS : akral hangat (+)


PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb : 11,7 gr/dl
Eritrosit : 4,11 x 106/mm3

3
Leukosit : 8,800 / mm3
Trombosit : 298, 000 / mm3
Hematokrit : 33,1 %
GDS : 99 mg/ dL
IgG, IgM : IgG (-), IgM (-)
S. Typhi O : (-)
S. Paratyphi A : (-)
S. Paratyphi B : 1/80
S. Paratyphi C : 1/160
S. Typhi H : 1/80
S. Paratyphi A : (-)
S. Paratyphi B : (-)
S. Paratyphi C : (-)

DIAGNOSA SEMENTARA
Kejang Demam Kompleks
PENATALAKSANAAN
1. IVFD RL loading 100cc dilanjutkan dengan maintenance 25 gtt/i
(mikro)
2. O2 nasal canule 2-3 LPM
3. Inj. Ranitidine 1/3 amp / 8 j
4. Inj. Ceftriaxone 400 mg / 12 j (skin test)
5. Inj. Phenobarbital 50 mg IM (extra di IGD)
6. Stesolid supp 5 mg (bila kejang berulang)
7. Paracetamol syr 4 – 6 x 1 cth
8. Domperidone syr 3 x 1 cth
RENCANA
- Pantau vital sign
- Pantau kejang
- Rawat Inap Spesialis Anak

4
PROGNOSIS :
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

5
DISKUSI

1. Subjektif :
Diagnosis/Gambaran Klinis :
Pasien datang dibawa oleh orang tua dengan keluhan demam sejak ± 2 hari
yang lalu. Demam tinggi terus-menerus disertai dengan kejang sejak pagi ini.
Kejang sudah 2 kali, berdurasi ± 5 menit. Jarak antara kejang ± 6 jam. Kejang
bersifat kaku dan bergeter di seluruh tubuh dengan mata mendelik ke atas. Setelah
kejang os sadar dan menangis kuat. Os juga mengeluh mual dan muntah. Muntah
sudah 3 kali. Muntah isi cairan susu. BAB dan BAK dalam batas normal.
2. Objektif
Hasil diagnosis pada kasus ini ditemukan berdasarkan penilaian sebagai berikut :
1. Dari keluhan utama dan riwayat penyakit yaitu demam tinggi terus
menerus disertai dengan kejang yang berdurasi ± 5 menit dengan frekuensi
2 kali
2. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien demam tinggi terus menurus
(39,1o C), NCH (+), retraksi interkostal (+/+), ronchi (+) pada kedua lapang
paru
3. Pada pemeriksaan penunjang foto thorax AP ditemukan tampak corakan
bronkovaskular meningkat kearah lebih dari 1/3 lateral hilus dextra et
sinistra dan tampak infiltrat homogen di lobus medial-inferior pulmo
dextra et sinistra.
3. Assesment (penalaran klinis):

Definisi
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering
dijumpai pada anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan
oleh kelainan ekstrakranial.3 Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk
diagnosa kejang demam adalah 38 derajat celcius di atas suhu rektal atau lebih.
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam
kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan
dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Anak

6
yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam.4
Epidemiologi
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6
bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada
laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki.
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan
Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden
kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83
orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan
pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari
data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.
Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 – 4% dari
jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia
dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita
mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila
dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang
anak laki-laki.

Etiologi
Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui,
akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi
terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang
mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam
pasa masa kecilnya.3
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas
terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut(cairan telinga yang tidak
segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan
menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi

7
saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga
dapat menyebabkan kejang demam.6

Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat
sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K
ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
 Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
 Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
 Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh
dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama
(lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen
dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,

8
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi
artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme
otak meningkat.
Klasifikasi
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, membagi kejang demam menjadi
dua4

1. Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut)


- Berlangsung singkat
- Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit
- Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal
- Tidak berulang dalam waktu 24 jam

2. Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut)


- Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit
- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
dengan kejang parsial
- Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di
antara bangkitan kejang.

Manifestasi Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi
di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-
lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik,
klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan
terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya
kelainan neurologik.
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak
mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi
secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung

9
selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami
kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot
kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan,
tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi
otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot
yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau
pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan
air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti
nafas), dan kulitnya kebiruan.

Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :


1. Anak hilang kesadaran
2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
3. Sulit bernapas
4. Busa di mulut
5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.

Diagnosis
Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan menyingkirkan
penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi
susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan
elektrolit dan adanya lesi structural pada system saraf, misalnya epilepsi.
Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.
1. Anamnesis
- waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
- sifat kejang (fokal atau umum)
- Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
- Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)

10
- Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap
atau naik turun)
- Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA,
GE)
- Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai
demam atau epilepsi)
- Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
- Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
- Trauma kepala
2. Pemeriksaan fisik
- Tanda vital terutama suhu
- Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang
berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya
kelainan struktur otak.
- Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan
hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil
terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid
mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
- Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan
yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan
membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang
dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi
yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan
janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan
penyuntikan obat anestesi pada ibu.
- Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan
kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex
serebri.
- Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan
cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
- Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya
demam (ISPA, OMA, GE)

11
- Pemeriksaan refleks patologis
- Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
3. Pemeriksaan laboratorium
- Darah tepi lengkap
- Elektrolit, glukosa darah. Diare, muntah, hal lain yang dpt mengganggu
keseimbangan elektrolit atau gula darah.
- Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk mendeteksi gangguan
metabolisme
- Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS, jika meningkat dapat
dicurigai Ensefalitis akut / Ensefalopati.
4. Pemeriksaan penunjang
- Lumbal Pungsi jika dicurigai adanya meningitis, umur kurang dari 12
bulan sangat dianjurkan, dan umur di antara 12-18 bulan dianjurkan.
- EEG, tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun
memprediksi terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan
pada KDK. Tetapi beberapa ahli berpendapat EEG tidak sensitif pada anak
< 3 tahun.
- CT-scan atau MRI hanya dilakukan jika ada indikasi, misalnya: kelainan
neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau terdapat tanda
peningkatan tekanan intrakranial.

Diagnosis Banding
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus
dipikirkan apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat.
Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis,
abses otak, dan lain-lain.oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan
dahulu apakah ada kelainan organis di otak.
Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi
dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas
dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi
kekhilafan yang berakibat fatal dapat dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal
yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal.

12
Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam
kejang demam atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.

Tabel Diagnosa Banding

No Kriteri Banding Kejang Epilepsi Meningitis


Demam Ensefalitis
1. Kejang Pencetusnya Tidak berkaitan Salah satu
demam dengan demam gejalanya demam
2. Kelainan Otak (-) (+) (+)
3. Kejang berulang (+) (+) (+)
4. Penurunan kesadaran (+) (-) (+)
Penatalaksanaan
Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan,
yaitu :

1. Mengatasi kejang secepat mungkin


Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang,
kejang sudah berhenti. Apabila pasien dating dalam keadaan kejang, obat paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mm/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-
2mg.menit atau dalam waktu 3-5 menit. Obat yang praktis dan dapat diberikan
oleh orang tua di rumah atau yang sering digunakan di rumah sakit adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam
rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk
berat badan lebih dari 10kg. atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak
di bawah usia 3 tahun atau 7,5 mg mg untuk anak diatas usia 3 tahun.

Jika kejang masih berlanjut :


1. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum
terpasang selang infus, 0,5 mg/kg per rektal
2. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Jika kejang masih berlanjut :


1. Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit

13
2. Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan
kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit.
Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang
perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan. Bila kejang
telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.

2. Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas,
pernafasan, sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua
pakaian ketat dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi
lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi
terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lender
dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen.
Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan
metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,
pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat.
Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi,
manakala pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es
dan alkohol tidak lagi digunakan karena pembuluh darah perifer bisa mengalami
vasokontriksi yang berlebihan sehingga menyebabkan proses penguapan panas
dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Kompres hangat juga tidak digunakan
karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah perifer,
tetapi sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi tidak selesa karena
dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan gelisah.
Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan
kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan
menurun perlahan-lahan. Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik
mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia
sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang
digunakan adalah 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih
dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari.

14
3. Memberikan pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara
mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut.
Kejang demam kompleks merupakan salah satu indikasi seorang pasien untuk
dirawat di rumah sakit selain adanya hiperpireksia, pasien < 6 bulan, kejang
demam yang pertama kali, dan terdapat kelainan neurologis. Pengobatan ini
dibagi atas dua bagian, yaitu:

 Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang
demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus
diberikan kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah
paracetamol dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau ibuprofen
dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan
banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam,
baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat di bawah
10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral dengan dosis
0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat tubuh ≥ 38,50C. Profilaksis intermitten ini
sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam
sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital,
karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.

 Profilaksis jangka panjang


Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis
teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah
terulangnya kejang di kemudian hari. Pengobatan jangka panjang dapat
dipertimbangan jika terjadi hal berikut:

1. Kejang demam ≥ 2 kali dalam 24 jam


2. Kejang demam terjadi pada umur < 12 bulan
3. Kejang demam ≥ 4 kali per tahun

15
Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:

1) Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari
pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi
hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan
kognitif atau fungsi luhur.

2) Sodium valproat / asam valproat


Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis selama 1-2 tahun dan dihentikan secara bertahap selama 1-2
bulan. Efek samping yang dapat terjadi adalah gejala toksik berupa rasa
mual, kerusakan hepar, pankreatitis.
3) Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah
menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif sebagai pengganti
fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian
antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan
sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan
pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan
mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.

4. Mencari dan mengobati penyebab


Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks
biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut.
Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi
tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk
pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk
menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Apabila
menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu
dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula
darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.

16
Prognosis
Kematian. Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa
biasanya baik, tidak sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka
kematian KDS 0,46 % s/d 0,74%.
Terulangnya Kejang. Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang
lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan pertama dari serangan pertama.
Epilepsi. Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari
kejang demam kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh
seorang anak sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor :
a.   riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
b.   kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS
c.    kejang berlangsung lama atau kejang fokal.
4. Plan
Diagnosis: Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, pasien dapat didiagnosis dengan kejang demam kompleks.
Pengobatan: Pada kasus ini , pengobatan dilakukan dengan tindakan non-
operatif
Penatalaksanaan di IGD:
1. IVFD RL loading 100cc dilanjutkan dengan maintenance 25 gtt/i
(mikro)
2. O2 nasal canule 2-3 LPM
3. Inj. Ranitidine 1/3 amp / 8 j
4. Inj. Ceftriaxone 400 mg / 12 j (skin test)
5. Inj. Phenobarbital 50 mg IM (extra di IGD)
6. Stesolid supp 5 mg (bila kejang berulang)
7. Paracetamol syr 4 – 6 x 1 cth
8. Domperidone syr 3 x 1 cth
Pendidikan: diberitahukan keluarga pasien kejang demam memiliki prognosis
yang baik. Memberitahukan cara penanganan kejang. Memberikan informasi
kemungkinan kejang kembali dan memberitahukan pemberian obat untuk
mencegah kejang demam.
Konsultasi: konsultasi dengan dokter spesialis penyakit anak.

17
Daftar Pustaka:
1. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson,
Vol. 3, Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII :
2059 – 2060
2. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM,
Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 27. 1982 : 6 – 8.
3. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15,
EGC, 2000. Hal 2059-2067.
4. Pusponegoro HD, Widodo DP, Sofyan I. Konsensus Penatalaksanaan
Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak
Indonesia, Jakarta. 2006 : 1 – 14.
5. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. EGC, Jakarta 2006.
6. Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment. Diunduh
pada tanggal 23 April 2012. Didapatkan dari:
www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm
7. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2.
Blackwell pulblishing; 2006. Hal 72-90.
8. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton
dan Lange, 2002
9. Pudjaji AH, Hegar B, Handryastuti, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati
ED. Pedoman pelayanan medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia; Jakarta.
2010. h. 150-2.
10. Ministry of health service. Guidelines and protocols febrile seizure. British
columbia medical association. 2010.
Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke
Diunduh pada tanggal 23 April 2012. Didapatkan dari:
www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm

18

Anda mungkin juga menyukai