DEMAM TIFOID
Pembimbing :
Omar Akbar, dr.
Kolonel Kes. Keman Turnip, dr.
Disusun oleh :
Abdul Rois Romdhon, dr.
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus yang disebabkan oleh
kuman Salmonella typhi.
Di Indonesia, saat ini penyakit demam tifoid masih merupakan penyakit endemik, terutama
di kota-kota besar yang padat penduduknya, seperti halnya di negara-negara yang sedang
berkembang lainnya. Hal ini berhubungan erat dengan keadaan sanitasi, kebiasaan higiene
yang tidak memuaskan dan tingkat pendidikan yang rendah. Penyakit ini termasuk
penyakit menular yang tercantum dalam Undang-undang No. 6 Tahun 1962 tentang
wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit-penyakit yang mudah
menular dan dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah.
Etiologi demam tifoid adalah kuman Salmonella typhi, basil gram negatif, bergerak dengan
rambut getar, dan tidak berspora. Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yakni
pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering adalah pembawa. Orang-orang tersebut
mengekskresi 109 sampai 1011 kuman per gram tinja. Di daerah endemik transmisi terjadi
melalui air yang tercemar. Makanan yang tercemar oleh pembawa merupakan sumber
penularan yang paling sering. Pembawa adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan
masih terus mengekskresi Salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari
satu tahun.
Masa tunas demam tifoid berlangsung 10 sampai 14 hari. Gejala yang timbul amat
bervariasi. Perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi juga di daerah
yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu, gambaran penyakit bervariasi dari penyakit
ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit khas dengan komplikasi dan
kematian. Hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang sangat berpengalaman pun dapat
mengalami kesulitan untuk membuat diagnosa klinis demam tifoid. Adapun gejala klinis
yang umumnya terjadi adalah demam 5 hari atau lebih, gangguan pencernaan, dan
gangguan kesadaran.
Berikut dilaporkan sebuah kasus demam tifoid pada seorang perempuan berumur 19 tahun
yang dirawat di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSAU Dr. M. Salamun Kota Bandung.
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : Nn. S
Tanggal lahir : 2 Februari 1999
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Status pernikahan : Belum Menikah
Alamat : Cipaganti
Suku bangsa : Sunda
Tanggal masuk : 21 Juni 2018
1. Airway
Tidak tampak ada hambatan jalan napas
Pasien tidak tampak sianosis
2. Breathing
Laju napas : 18 x/menit
Tidak tampak penggunaan otot-otot bantu pernapasan
3. Circulation
Laju Nadi : 55 x/menit
Suhu : 38,9 oC
4. Disability
Compos Mentis, GCS 15 (E4M6V5)
5. Exposure
Pasien menggunakan baju, jaket, dan kaos kaki
2.3. ANAMNESIS
(Autoanamnesis dan alloanamnesis dengan keluarga)
Keluhan Utama
Demam sejak 5 hari yang lalu
Keluhan Tambahan
Sulit BAB
Mual
Tidak nafsu makan
Riwayat Pribadi
Riwayat sering membeli makanan dan minuman cepat saji di pinggir jalan.
2.4. PEMERIKSAAN FISIK (15/12/16)
A. Status Present
B. Status Generalis
a. Kepala
Mata : Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor
(2 mm/2 mm), refleks cahaya (+/+)
Mulut : Mukosa hiperemis (-), edema (-), typhoid
tongue (+), atrofi papil lidah (-), deviasi lidah
(-), stomatitis (-), gingivitis (-), tonsil T1/T1
b. Leher
Pembesaran : Preauricular (-/-), postauricular (-/-),
KGB supraclavicular (-/-), submandibular (-/-)
submental (-/-), anterior cervical (-/-),
posterior cervical (-/-)
Pembesaran : (-)
tiroid
Trachea : Deviasi (-), kontraksi otot napas tambahan
(-), retraksi (-)
c. Thorax
Inspeksi
Bentuk thorax : Normochest, simetris
Retraksi : (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat (-)
Palpasi : Ictus cordis teraba (+), kuat angkat, volume
cukup
Perkusi : Batas jantung tidak melebar
Auskultasi : SI>S2 (reguler), murmur (-), gallops (-)
Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan napas simetris (statis-dinamis)
Palpasi : Ekspansi simetris, nyeri tekan (-), fremitus
taktil Ka=Ki (normal)
Perkusi : Sonor +/+
Auskultasi : Vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
d. Abdomen
Inspeksi : Kembung (-), rose spot (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : Turgor baik, nyeri tekan epigastrik (-),
nyeri tekan kuadran kanan atas (-), hepar
teraba (-), lien teraba (-)
Perkusi : Timpani (+), batas hepar dan lien tidak
melebar
e. Ekstremitas
Superior : Lengkap, tanpa cacat, sianosis (-), CRT <2
detik, edema (-), akral hangat
Inferior : Lengkap, tanpa cacat, sianosis (-), CRT <2
detik, edema (-), akral hangat
2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.6. RESUME
Nn. S, 19 tahun datang keluhan demam selama 5 hari, terus-menerus. Demam tidak
membaik dengan penurun panas. Pasien juga mengeluhkan mual, nafsu makan
berkurang dan sulit BAB. Sebelumnya tidak pernah mengalami riwayat demam,
mual, muntah, ataupun diare. Anggota keluarga dan orang di sekitar pasien tidak
mengalami gejala yang serupa. Pasien memiliki kebiasaan membeli makanan dan
minuman di pinggir jalan. Pemeriksaan fisik didapatkan bradikardia relatif (+),
typhoid tongue (+), rose spot (-), nyeri tekan kuadran kanan atas dan epigastrik (-),
hepatosplenomegali (-), turgor kulit kembali cepat. Pemeriksaan penunjang
didapatkan leukopenia (3800 /uL), dan serologi widal titer typhi-O 1/640 dan typhi-H
1/320.
o Demam Dengue
o Malaria
o Leptospirosis
2.8. DIAGNOSIS
2.9. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa :
o Diet lunak rendah serat
o Kurangi kebiasaan makan dan minum di pinggir jalan
Medikamentosa :
o IVFD Futrolit 30 ttpm
o Paracetamol 3 x 500 mg tab
o Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
o Ondancentron 2 x 4 mg IV
2.10. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
2.11. FOLLOW UP PASIEN
Status Lokalis
Abdomen : nyeri tekan epigastrik (-), nyeri tekan kuadran kadan atas
(-)
A Demam Tifoid Klinis (Probable Case)
P IVFD Futrolit 30 ttpm
Paracetamol 3 x 500 mg PO
Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
Ondancentron 2 x 4 mg IV
Status Lokalis
Abdomen : nyeri tekan epigastrik (-), nyeri tekan kuadran kadan atas (-)
A Demam Tifoid Klinis (Probable Case)
P IVFD Futrolit 30 ttpm
Paracetamol 3 x 500 mg PO
Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
Ondancentron 2 x 4 mg IV
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. EPIDEMIOLOGI
Keluhan
Pasien datang ke dokter karena demam. Demam turun naik terutama sore dan malam
hari. Keluhan disertai dengan sakit kepala (pusing-pusing) yang sering dirasakan di
area frontal, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, anoreksia dan mual muntah. Selain
itu, keluhan dapat pula disertai gangguan gastrointestinal berupa konstipasi dan
meteorismus atau diare, nyeri abdomen dan BAB berdarah. Pada anak dapat terjadi
kejang demam. Demam tinggi dapat terjadi terus menerus (demam kontinu) hingga
minggu kedua.
Faktor Resiko
Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.
Pemeriksaan Fisik
o Suhu tinggi.
o Bau mulut karena demam lama.
o Bibir kering dan kadang pecah-pecah.
o Lidah kotor dan ditutup selaput putih (coated tongue), jarang ditemukan pada
anak.
o Ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor.
o Nyeri tekan regio epigastrik (nyeri ulu hati).
o Hepatosplenomegali.
o Bradikardia relatif (peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan
frekuensi nadi).
Tes lain yang lebih sensitif dan spesifik terutama untuk mendeteksi infeksi akut tifus
khususnya Salmonella serogrup D dibandingkan uji Widal dan saat ini sering
digunakan karena sederhana dan cepat adalah tes TUBEX. Tes ini menggunakan
teknik aglutinasidengan menggunakan uji hapusan (slide test) atau uji tabung (tube
test).
3.4. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Diagnosis Banding
o Demam berdarah dengue.
o Malaria.
o Leptospirosis
3.5. KOMPLIKASI
Biasanya terjadi pada minggu kedua dan ketiga demam. Komplikasi antara lain
perdarahan, perforasi, sepsis, ensefalopati, dan infeksi organ lain:
a. Tifoid toksik (Tifoid ensefalopati)
Penderita dengan sindrom demam tifoid dengan panas tinggi yang disertai
dengan kekacauan mental hebat, kesadaran menurun, mulai dari delirium sampai
koma.
b. Syok septik
Penderita dengan demam tifoid, panas tinggi serta gejala-gejala toksemia yang
berat. Selain itu, terdapat gejala gangguan hemodinamik seperti tekanan darah
turun, nadi halus dan cepat, keringat dingin dan akral dingin.
c. Perdarahan dan perforasi intestinal (peritonitis)
Komplikasi perdarahan ditandai dengan hematoschezia. Dapat juga diketahui
dengan pemeriksaan feses (occult blood test). Komplikasi ini ditandai dengan
gejala akut abdomen dan peritonitis. Pada foto polos abdomen 3 posisi dan
pemeriksaan klinis bedah didapatkan gas bebas dalam rongga perut.
d. Hepatitis tifosa
Kelainan berupa ikterus, hepatomegali, dan kelainan tes fungsi hati.
e. Pankreatitis tifosa
Terdapat tanda pankreatitis akut dengan peningkatan enzim lipase dan amylase.
Tanda ini dapat dibantu dengan USG atau CT Scan.
f. Pneumonia
Didapatkan tanda pneumonia yang Diagnosisnya dibantu dengan foto polos
toraks
3.6. TATALAKSANA
Kriteria Rujukan
1. Telah mendapat terapi selama 5 hari namun belum tampak perbaikan.
2. Demam tifoid dengan tanda-tanda kedaruratan.
3. Demam tifoid dengan tanda-tanda komplikasi dan fasilitas tidak mencukupi.
3.7. PROGNOSIS
1. Ikatan Dokter Indonesia. 2013. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 364/Menkes/SK/V/2006 tentang Pedoman
Pengendalian Demam Tifoid.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, eds. 2006. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. 4 ed. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.