Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

DEMAM TIFOID

Pembimbing :
Omar Akbar, dr.
Kolonel Kes. Keman Turnip, dr.

Disusun oleh :
Abdul Rois Romdhon, dr.

PROGRAM DOKTER INTENSHIP


RSAU DR. M. SALAMUN
KOTA BANDUNG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus yang disebabkan oleh
kuman Salmonella typhi.

Di Indonesia, saat ini penyakit demam tifoid masih merupakan penyakit endemik, terutama
di kota-kota besar yang padat penduduknya, seperti halnya di negara-negara yang sedang
berkembang lainnya. Hal ini berhubungan erat dengan keadaan sanitasi, kebiasaan higiene
yang tidak memuaskan dan tingkat pendidikan yang rendah. Penyakit ini termasuk
penyakit menular yang tercantum dalam Undang-undang No. 6 Tahun 1962 tentang
wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit-penyakit yang mudah
menular dan dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah.

Etiologi demam tifoid adalah kuman Salmonella typhi, basil gram negatif, bergerak dengan
rambut getar, dan tidak berspora. Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yakni
pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering adalah pembawa. Orang-orang tersebut
mengekskresi 109 sampai 1011 kuman per gram tinja. Di daerah endemik transmisi terjadi
melalui air yang tercemar. Makanan yang tercemar oleh pembawa merupakan sumber
penularan yang paling sering. Pembawa adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan
masih terus mengekskresi Salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari
satu tahun.

Masa tunas demam tifoid berlangsung 10 sampai 14 hari. Gejala yang timbul amat
bervariasi. Perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi juga di daerah
yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu, gambaran penyakit bervariasi dari penyakit
ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit khas dengan komplikasi dan
kematian. Hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang sangat berpengalaman pun dapat
mengalami kesulitan untuk membuat diagnosa klinis demam tifoid. Adapun gejala klinis
yang umumnya terjadi adalah demam 5 hari atau lebih, gangguan pencernaan, dan
gangguan kesadaran.

Berikut dilaporkan sebuah kasus demam tifoid pada seorang perempuan berumur 19 tahun
yang dirawat di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSAU Dr. M. Salamun Kota Bandung.
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. S
Tanggal lahir : 2 Februari 1999
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Status pernikahan : Belum Menikah
Alamat : Cipaganti
Suku bangsa : Sunda
Tanggal masuk : 21 Juni 2018

2.2. PRIMARY SURVEY

1. Airway
 Tidak tampak ada hambatan jalan napas
 Pasien tidak tampak sianosis
2. Breathing
 Laju napas : 18 x/menit
 Tidak tampak penggunaan otot-otot bantu pernapasan
3. Circulation
 Laju Nadi : 55 x/menit
 Suhu : 38,9 oC
4. Disability
 Compos Mentis, GCS 15 (E4M6V5)
5. Exposure
 Pasien menggunakan baju, jaket, dan kaos kaki
2.3. ANAMNESIS
(Autoanamnesis dan alloanamnesis dengan keluarga)

Keluhan Utama
Demam sejak 5 hari yang lalu

Keluhan Tambahan
Sulit BAB
Mual
Tidak nafsu makan

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan demam sejak 5 hari sebelum masuk RS. Demam
terutama pada sore dan malam hari. Demam terus-menerus sebelum diberikan
penurun panas. Pasien juga mengeluhkan sulit BAB, mual dan tidak nafsu makan
sejak 3 hari yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan batuk, pilek, ataupun muntah.
Pasien sudah berobat ke klinik terdekat 4 hari yang lalu, diberikan obat penurun
panas dan antibiotik. Demam sempat turun dengan penurun panas, tetapi kemudian
demam kembali.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat demam tifoid (-)
Riwayat demam dengue (-)
Riwayat dispepsia (-)
Riwayat GEA (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Anggota keluarga pasien tidak pernah mengalami hal yang serupa dengan pasien.

Riwayat Pribadi
Riwayat sering membeli makanan dan minuman cepat saji di pinggir jalan.
2.4. PEMERIKSAAN FISIK (15/12/16)

A. Status Present

Keadaan umum : Sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4M6V5
Tanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 55 x/menit
Pernafasan : 18 x/menit
Suhu : 38,9°C
SpO2 : 99%

B. Status Generalis

a. Kepala
Mata : Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor
(2 mm/2 mm), refleks cahaya (+/+)
Mulut : Mukosa hiperemis (-), edema (-), typhoid
tongue (+), atrofi papil lidah (-), deviasi lidah
(-), stomatitis (-), gingivitis (-), tonsil T1/T1
b. Leher
Pembesaran : Preauricular (-/-), postauricular (-/-),
KGB supraclavicular (-/-), submandibular (-/-)
submental (-/-), anterior cervical (-/-),
posterior cervical (-/-)
Pembesaran : (-)
tiroid
Trachea : Deviasi (-), kontraksi otot napas tambahan
(-), retraksi (-)
c. Thorax
Inspeksi
Bentuk thorax : Normochest, simetris
Retraksi : (-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat (-)
Palpasi : Ictus cordis teraba (+), kuat angkat, volume
cukup
Perkusi : Batas jantung tidak melebar
Auskultasi : SI>S2 (reguler), murmur (-), gallops (-)

Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan napas simetris (statis-dinamis)
Palpasi : Ekspansi simetris, nyeri tekan (-), fremitus
taktil Ka=Ki (normal)
Perkusi : Sonor +/+
Auskultasi : Vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-

d. Abdomen
Inspeksi : Kembung (-), rose spot (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : Turgor baik, nyeri tekan epigastrik (-),
nyeri tekan kuadran kanan atas (-), hepar
teraba (-), lien teraba (-)
Perkusi : Timpani (+), batas hepar dan lien tidak
melebar

e. Ekstremitas
Superior : Lengkap, tanpa cacat, sianosis (-), CRT <2
detik, edema (-), akral hangat
Inferior : Lengkap, tanpa cacat, sianosis (-), CRT <2
detik, edema (-), akral hangat
2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Ref 13/12/16


Hematologi
Hb (g/dL) 14-18 15
Ht (%) 42-52 43
Leukosit (x103/uL) 4-10 3,8*
Trombosit (x103/uL) 150-400 190
Hitung Jenis Leukosit
Segmen (%) 50-75 58
Limfosit (%) 20-40 21
Monosit (%) 3-8 5
Serologi Widal
Sal. Typhi-O Negatif 1/640*
Sal. Parayphi-AO Negatif Negatif
Sal. Parayphi-BO Negatif Negatif
Sal. Parayphi-CO Negatif Negatif
Sal. Typhi-H Negatif 1/320*
Sal. Parayphi-AH Negatif Negatif
Sal. Parayphi-BH Negatif Negatif
Sal. Parayphi-CH Negatif Negatif

2.6. RESUME

Nn. S, 19 tahun datang keluhan demam selama 5 hari, terus-menerus. Demam tidak
membaik dengan penurun panas. Pasien juga mengeluhkan mual, nafsu makan
berkurang dan sulit BAB. Sebelumnya tidak pernah mengalami riwayat demam,
mual, muntah, ataupun diare. Anggota keluarga dan orang di sekitar pasien tidak
mengalami gejala yang serupa. Pasien memiliki kebiasaan membeli makanan dan
minuman di pinggir jalan. Pemeriksaan fisik didapatkan bradikardia relatif (+),
typhoid tongue (+), rose spot (-), nyeri tekan kuadran kanan atas dan epigastrik (-),
hepatosplenomegali (-), turgor kulit kembali cepat. Pemeriksaan penunjang
didapatkan leukopenia (3800 /uL), dan serologi widal titer typhi-O 1/640 dan typhi-H
1/320.

2.7. DIAGNOSIS BANDING

o Demam Dengue
o Malaria
o Leptospirosis

2.8. DIAGNOSIS

Demam Tifoid Klinis (Probable Case)

2.9. PENATALAKSANAAN

Non medikamentosa :
o Diet lunak rendah serat
o Kurangi kebiasaan makan dan minum di pinggir jalan
Medikamentosa :
o IVFD Futrolit 30 ttpm
o Paracetamol 3 x 500 mg tab
o Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
o Ondancentron 2 x 4 mg IV

2.10. PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
2.11. FOLLOW UP PASIEN

Hari rawat ke-1, tanggal 22/06/18


S Demam (+), mual (-), sulit BAB (-)
O Status Present
KU : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
BP : 130/70 mmHg
HR : 62 x/menit
RR : 18 x/menit
T : 37,8 ºC

Status Lokalis
Abdomen : nyeri tekan epigastrik (-), nyeri tekan kuadran kadan atas
(-)
A Demam Tifoid Klinis (Probable Case)
P IVFD Futrolit 30 ttpm
Paracetamol 3 x 500 mg PO
Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
Ondancentron 2 x 4 mg IV

Hari rawat ke-2, tanggal 23/06/18


S Demam (-), mual (-), nafsu makan membaik
O Status Present
KU : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
BP : 130/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,5 ºC

Status Lokalis
Abdomen : nyeri tekan epigastrik (-), nyeri tekan kuadran kadan atas (-)
A Demam Tifoid Klinis (Probable Case)
P IVFD Futrolit 30 ttpm
Paracetamol 3 x 500 mg PO
Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
Ondancentron 2 x 4 mg IV
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. EPIDEMIOLOGI

Demam tifoid banyak ditemukan di masyarakat perkotaan maupun di pedesaan.


Penyakit ini erat kaitannya dengan kualitas higiene pribadi dan sanitasi lingkungan
yang kurang baik. Di Indonesia bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan
masyarakat. Dari telaah kasus di rumah sakit besar di Indonesia, tersangka demam
tifoid menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata
kesakitan 500/100.000 penduduk dan angka kematian antara 0.6–5% (KMK, 2006).

3.2. HASIL ANAMNESIS

Keluhan
Pasien datang ke dokter karena demam. Demam turun naik terutama sore dan malam
hari. Keluhan disertai dengan sakit kepala (pusing-pusing) yang sering dirasakan di
area frontal, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, anoreksia dan mual muntah. Selain
itu, keluhan dapat pula disertai gangguan gastrointestinal berupa konstipasi dan
meteorismus atau diare, nyeri abdomen dan BAB berdarah. Pada anak dapat terjadi
kejang demam. Demam tinggi dapat terjadi terus menerus (demam kontinu) hingga
minggu kedua.

Faktor Resiko
Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.

3.3. HASIL PEMERIKSAN FISIK DAN PENUNJANG SEDERHANA

Pemeriksaan Fisik
o Suhu tinggi.
o Bau mulut karena demam lama.
o Bibir kering dan kadang pecah-pecah.
o Lidah kotor dan ditutup selaput putih (coated tongue), jarang ditemukan pada
anak.
o Ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor.
o Nyeri tekan regio epigastrik (nyeri ulu hati).
o Hepatosplenomegali.
o Bradikardia relatif (peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan
frekuensi nadi).

Pemeriksaan Fisik pada Keadaan Lanjut


o Penurunan kesadaran ringan sering terjadi berupa apatis dengan kesadaran
seperti berkabut. Bila klinis berat, pasien dapat menjadi somnolen dan koma atau
dengan gejala-gejala psikosis (organic brain syndrome).
o Pada penderita dengan toksik, gejala delirium lebih menonjol.

Darah perifer lengkap


o Hitung lekosit total menunjukkan leukopeni (<5000 per mm3), limfositosis
relatif, monositosis, aneosinofilia dan trombositopenia ringan. Pada minggu
ketiga dan keempat dapat terjadi penurunan hemaglobin akibat perdarahan hebat
dalam abdomen.
o Pemeriksaan serologi Widal
Dengan titer O 1/320 diduga kuat diagnosisnya adalah demam tifoid. Reaksi
widal negatif tidak menyingkirkan diagnosis tifoid. Diagnosis demam tifoid
dianggap pasti bila didapatkan kenaikan titer 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang
dengan interval 5-7 hari.

Tes lain yang lebih sensitif dan spesifik terutama untuk mendeteksi infeksi akut tifus
khususnya Salmonella serogrup D dibandingkan uji Widal dan saat ini sering
digunakan karena sederhana dan cepat adalah tes TUBEX. Tes ini menggunakan
teknik aglutinasidengan menggunakan uji hapusan (slide test) atau uji tabung (tube
test).
3.4. PENEGAKKAN DIAGNOSIS

Suspek demam tifoid (Suspect case)


Dari anamnesis danpemeriksaan fisik didapatkan gejala demam, gangguan saluran
cerna dan petanda gangguan kesadaran. Diagnosis suspek tifoid hanya dibuat pada
pelayanan kesehatan dasar.

Demam tifoid klinis (Probable case)


Suspek demam tifoid didukung dengan gambaran laboratorium yang menunjukkan
tifoid.

Diagnosis Banding
o Demam berdarah dengue.
o Malaria.
o Leptospirosis

3.5. KOMPLIKASI

Biasanya terjadi pada minggu kedua dan ketiga demam. Komplikasi antara lain
perdarahan, perforasi, sepsis, ensefalopati, dan infeksi organ lain:
a. Tifoid toksik (Tifoid ensefalopati)
Penderita dengan sindrom demam tifoid dengan panas tinggi yang disertai
dengan kekacauan mental hebat, kesadaran menurun, mulai dari delirium sampai
koma.
b. Syok septik
Penderita dengan demam tifoid, panas tinggi serta gejala-gejala toksemia yang
berat. Selain itu, terdapat gejala gangguan hemodinamik seperti tekanan darah
turun, nadi halus dan cepat, keringat dingin dan akral dingin.
c. Perdarahan dan perforasi intestinal (peritonitis)
Komplikasi perdarahan ditandai dengan hematoschezia. Dapat juga diketahui
dengan pemeriksaan feses (occult blood test). Komplikasi ini ditandai dengan
gejala akut abdomen dan peritonitis. Pada foto polos abdomen 3 posisi dan
pemeriksaan klinis bedah didapatkan gas bebas dalam rongga perut.
d. Hepatitis tifosa
Kelainan berupa ikterus, hepatomegali, dan kelainan tes fungsi hati.
e. Pankreatitis tifosa
Terdapat tanda pankreatitis akut dengan peningkatan enzim lipase dan amylase.
Tanda ini dapat dibantu dengan USG atau CT Scan.
f. Pneumonia
Didapatkan tanda pneumonia yang Diagnosisnya dibantu dengan foto polos
toraks

3.6. TATALAKSANA

Terapi suportif dapat dilakukan dengan:


o Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi.
o Diet tinggi kalori dan tinggi protein.
o Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas.
o Kontrol dan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, kesadaran),
kemudian dicatat dengan baik di rekam medik pasien.

Terapi simptomatik untuk menurunkan demam (antipiretik) dan mengurangi keluhan


gastrointestinal.
o Terapi definitif dengan pemberian antibiotik. Antibiotik lini pertama untuk
demam tifoid adalah kloramfenikol, ampisilin atau amoksisilin (aman untuk
penderita yang sedang hamil), atau trimetroprim-sulfametoxazole
(kotrimoksazol).
o Bila pemberian salah satu antibiotik lini pertama dinilai tidak efektif, dapat
diganti dengan antibiotik lain atau dipilih antibiotik lini kedua yaitu Ceftriaxone,
Cefotaxime (diberikan untuk dewasa dan anak), Kuinolon (tidak dianjurkan
untuk anak <18 tahun karena dinilai mengganggu pertumbuhan tulang).
Tabel 1. Antibiotik dan dosis penggunaannya

Indikasi demam tifoid dilakukan perawatan di rumah atau rawat jalan :


1. Pasien dengan gejala klinis yang ringan, tidak ada tanda-tanda komplikasi serta
tidak ada komorbid yang membahayakan.
2. Pasien dengan kesadaran baik dan dapat makan minum dengan baik.
3. Pasien dengan keluarganya cukup mengerti tentang cara-cara merawat serta
cukup paham tentang petanda bahaya yang akan timbul dari tifoid.
4. Rumah tangga pasien memiliki atau dapat melaksanakan sistem pembuangan
ekskreta (feses, urin, muntahan) yang mememenuhi syarat kesehatan.
5. Dokter bertanggung jawab penuh terhadap pengobatan dan perawatan pasien.
6. Dokter dapat memprediksi pasien tidak akan menghadapi bahaya-bahaya yang
serius.
7. Dokter dapat mengunjungi pasien setiap hari. Bila tidak bisa harus diwakili oleh
seorang perawat yang mampu merawat demam tifoid.
8. Dokter mempunyai hubungan komunikasi yang lancar dengan keluarga pasien.

Konseling & Edukasi Edukasi pasien tentang tata cara:


o Pengobatan dan perawatan serta aspek lain dari demam tifoid yang harus
diketahui pasien dan keluarganya.
o Diet, pentahapan mobilisasi, dan konsumsi obat sebaiknya diperhatikan atau
dilihat langsung oleh dokter, dan keluarga pasien telah memahami serta mampu
melaksanakan.
o Tanda-tanda kegawatan harus diberitahu kepada pasien dan keluarga supaya bisa
segera dibawa ke rumah sakit terdekat untuk perawatan

Pendekatan Community Oriented


Melakukan konseling atau edukasi pada masyarakat tentang aspek pencegahan dan
pengendalian demam tifoid, melalui:
1. Perbaikan sanitasi lingkungan
2. Peningkatan higiene makanan dan minuman
3. Peningkatan higiene perorangan
4. Pencegahan dengan imunisasi

Kriteria Rujukan
1. Telah mendapat terapi selama 5 hari namun belum tampak perbaikan.
2. Demam tifoid dengan tanda-tanda kedaruratan.
3. Demam tifoid dengan tanda-tanda komplikasi dan fasilitas tidak mencukupi.

3.7. PROGNOSIS

Prognosis adalah bonam, namun ad sanationam dubia ad bonam, karena penyakit


dapat terjadi berulang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Indonesia. 2013. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 364/Menkes/SK/V/2006 tentang Pedoman
Pengendalian Demam Tifoid.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, eds. 2006. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. 4 ed. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.

Anda mungkin juga menyukai