Anda di halaman 1dari 11

I.

Identitas Pasien
Nama : Ny. NH
Usia : 66 tahun 3 bulan
Tanggal Lahir : 09/12/1955
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Pucangagung RT. 02/02 Bayan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal masuk RS: 04/03/2022, pukul 22.13
Tanggal keluar RS: 10/03/2022

II. Anamnesis
A. Keluhan Utama : Demam (+) sejak 8 hari yang lalu
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan demam (+) sejak ± 8 hari yang lalu,
nyeri kepala (+) terasa cekot-cekot, mual (+), muntah (+). Pasien sudah
minum obat paracetamol di rumah.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
(+) Hipertensi (-) Hepatitis (-) Diabetes (-) TB
(-) Penyakit ginjal (-) Asma (-) Stroke (+) Lainnya: maag
D. Riwayat Penyakit Keluarga
(-) Hipertensi (-) Hepatitis (-) Diabetes (-) TB
(-) Penyakit ginjal (-) Asma (-) Stroke (-) Lainnya: .........
E. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.

III. Pemeriksaan Fisik


 Keadaan umum : baik
 Kesadaran : E4V5M6, compos mentis
 Tanda-tanda Vital :
o Tekanan darah: 156/89 mmHg
o Nadi : 90 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, kualitas
nadi baik
o Pernafasan : 20 x/menit, teratur
o Suhu : 37,5oC, termometer gun

Status Generalisata

 Kepala : normocephali, deformitas (-), pucat (-), kemerahan (-),


wajah simetris
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
 Telinga/Hidung/Mulut: dalam batas normal
 Leher : limfonodi dalam batas normal
 Thoraks :
o Paru
Inspeksi : simetris, deformitas (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
o Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordia tidak teraba
Perkusi :
Batas atas jantung : Linea sternalis kanan SIC III
Batas kiri jantung : Linea axillaris anterior SIC VII
Batas kanan jantung : Linea parasternalis dextra SIC V
Auskultasi : 90 x/menit, BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen :
Inspeksi : simetris, distensi (-), jejas (-), massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) dalam batas normal
Perkusi : 4 kuadran abdomen timpani, batas atas dan bawah hepar
normal, shifting dullness (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
 Ekstremitas
Akral hangat ++|++
Edema ++|++
CRT < 2 detik

IV. Pemeriksaan Penunjang


A. Pemeriksaan Darah Rutin
Hemoglobin : 13,3 g/dL
Leukosit : 7,3 . 103/uL
Hematokrit : 39 %
Eritrosit : 4,5 . 106/uL
Trombosit : 252 . 103/uL
MCV : 86 fL
MCH : 30 pg
MCHC : 34 g/dL
Netrofil : 55,70%
Limfosit : 38,10%
Monosit : 6,20%
Eosinofil : 0,00% (L)
Basofil : 0,00%
TLC : 2,76 . 103/uL
NLR : 1,5
Gula Darah Sewaktu : 168 mg/dL (H)
B. Pemeriksaan Radiologi
Kesan:
- Pulmo tak tampak kelainan
- Cardiomegaly (left ventricle hypertrophy)
C. Pemeriksaan Sero Imunologi
- Antigen Malaria
P. falciparum : Negatif
P. vivax : Negatif
- Salmonella Rapid IgM : Positif (score 6)  nilai normal 0 – 2

V. Diagnosis
Typhoid fever

VI. Tatalaksana
 Paracetamol infus 3x1 gram
 Injeksi ondansetron 2x4 mg  3x4 mg
 Injeksi cenervit 1x1
 Injeksi Terfacef (ceftriaxone) 1x3 gram
 Injeksi dexamethasone 2x1
 Injeksi esopump 1x1
 Proneuron 2x1
 Alprazolam 1x0,5 mg

VII. Pembahasan
A. Definisi
Demam tifoid atau yang biasa disebut dengan typhus abdominalis
merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada
saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Demam tifoid merupakan
penyakit demam sistemik akut dan menyeluruh yang disebabkan oleh
Salmonella enterica subspesies enterica serotipe Typhi.

B. Etiologi
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi dan paratyphi. Dengan karateristik sebagai berikut.

 Berbentuk batang, gram negatif, bergerak, tidak berkapsul


 Tidak membentuk spora, tapi memiliki fimbria
 Bersifat aerob dan anaerob fakultatif
 Ukuran antara (2-4) x 0,6 µm
 Dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di air, es,
sampah, dan debu
 Anggota dari subspesies Salmonella diklasifikasikan ke dalam >2400
serotipe berdasarkan antigen somatik O (komponen dinding sel
lipopolisakarida (LPS)), antigen permukaan Vi (yang hanya dimiliki S.
Typhi dan S. Paratyphi C) dan antigen flagela H
 Antigen somatik O : kompleks fosfolipid protein polisakarida dari
dinding sel luar bakteri yang tahan terhadap pendidihan, alkohol
dan asam. Aglutinasi untuk antigen O di dalam tubuh berlangsung
lebih lambat dan bersifat kurang imunogenik, namun mempunyai
nilai diagnosis yang tinggi. Titer antibodi yang timbul oleh antigen
O ini selalu lebih rendah dan titer antibodi H.
 Antigen flagel H : protein termolabil dan bersifat sangat
imunogenik yang dapat rusak dengan pendidihan dan alkohol tetapi
tidak rusak oleh formaldehid.
 Antigen Vi (polisakarida kapsul) : antifagosit dan faktor virulensi
yang penting untuk S. Typhi, antigen permukaan, dan bersifat
termolabil. Antigen ini digunakan untuk serotipe S. typhi di
laboratorium klinis. Antibodi yang terbentuk dan menetap lama
dalam darah dapat memberi petunjuk bahwa individu tersebut
merupakan karier atau pembawa kuman.

C. Transmisi dan Faktor Risiko


Bakteri ini hanya menginfeksi manusia. Penyebaran demam tifoid
terjadi melalui makanan dan air yang telah tercemar oleh tinja atau urin
penderita demam tifoid dan juga yang diketahui sebagai carrier (pembawa)
demam tifoid. Umumnya disebabkan pencemaran air minum dan sanitasi yang
buruk. Infeksi terjadi jika mengkonsumsi makanan yang disiapkan oleh
penderita demam tifoid yang tidak mencuci tangan dengan baik setelah ke
toilet. Infeksi dapat juga terjadi dengan meminum air yang telah tercemar
bakteri Salmonella.
Walaupun telah diobati dengan antibiotik, sejumlah kecil penderita
yang sembuh dari demam tifoid akan tetap menyimpan bakteri Salmonella di
dalam usus dan kantung empedu, bahkan selama bertahun-tahun. Orang ini
disebut sebagai carrier kronis yang dapat menyebarkan bakteri melalui tinja
mereka dan dapat menginfeksi orang lain. Perlu diwaspadai bahwa seorang
carrier tidak memiliki gejala demam tifoid.
Penularan yang paling berbahaya dari tinja. Misalnya kita jajan, kalau
yang mengelola jajanan itu jorok, setelah ke toilet tidak cuci tangan dengan
sabun kemudian dia membuat makanan, pasti makanan itu akan tercemar
Salmonella. Atau dia memakai air yang kurang bagus, misalnya air sumur
yang tercemar.

D. Patogenesis
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses mulai dari penempelan
bakteri kelumen usus, bakteri bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch,
bertahan hidup di aliran darah dan menghasilkan enterotoksin yang
menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke lumen intestinal.
Bakteri S. Typhi bersama makanan/minuman masuk ke dalam tubuh
melalui mulut  melewati lambung dengan suasana asam  sebagian bakteri
akan mati dan sebagian bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus 
bakteri melekat pada sel mukosa  bakteri menginvasi dan menembus
dinding usus bagian ileum dan jejunum  bakteri bertahan dan
bermultiplikasi pada sel epitel yang melapisi Peyer’s patch terutama sel M.
Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik 
bakteri akan menembus sel-sel epitel tersebut  bakteri menuju lamina propia
dan berkembangbiak  bakteri akan difagosit oleh makrofag dan hidup di
dalamnya  dibawa ke plak peyeri ileum distal  ke KGB mesenterika.
Selanjutnya melalui duktus torasikus, bakteri di dalam makrofag akan masuk
ke sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia I yang asimptomatik) 
menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.
Fase ini dianggap masa inkubasi (7-14 hari).
Salmonella meninggalkan sel fagosit pada organ-organ
retikuloendotelial  berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid 
masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia II disertai
dengan tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, bakteri masuk ke dalam kandung empedu, berkembang
biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam
lumen usus. Sebagian bakteri dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk
lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang
kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka pada saat
fagositosis Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang
selanjutnya akan menimbulkan gejala inflamasi sistemik seperti demam,
malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan
mental dan koagulasi.
Di dalam plak Peyeri, makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi
hiperplasia jaringan (S. Typhi intra makrofag menginduksi reaksi
hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ).
Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah disekitar
plak Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi
sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini
dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus dan dapat
mengakibatkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan
akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neruopsikiatrik, kardiovaskular,
pernapasan dan gangguan organ lainnya.

E. Manifestasi Klinis
1. Demam
Pada awal onset, demam kebanyakan samar-samar, selanjutnya
suhu tubuh sering turun naik. Pagi lebih rendah atau normal, sore dan
malam lebih tinggi. Intensitas demam makin tinggi dari hari ke hari yang
disertai gejala lain seperti sakit kepala yang sering dirasakan di area
frontal, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, anoreksia, mual dan muntah.
Pada minggu berikutnya, intensitas demam semakin tinggi bahkan
terkadang terus-menerus.
2. Gangguan Saluran Pencernaan
 Bau mulut tidak sedap
 Bibir kering dan terkadang pecah-pecah
 Lidah kelihatan kotor dan ditutupi oleh selaput putih, ujung dan tepi
lidah kemerahan dan tremor
 Nyeri perut, terutama regio epigastrik
 Mual dan muntah
 Meteorismus
 Konstipasi
 Diare
3. Gangguan Kesadaran
Umumnya terdapat gangguan kesadaran yang berupa penurunan
kesadaran ringan. Sering didapatkan kesadaran apatis dengan kesadaran
seperti berkabut. Bila klinis berat, tidak jarang penderita sampai pada
kondisi somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala psikosis.
4. Hepatosplenomegali
Hati dan atau limpa sering ditemukan membesar. Hati terasa kenyal
dan nyeri tekan.
5. Bradikardia Relatif dan Gejala Lain
 Bradikardia relatif tidak sering ditemukan
 Rose spot (makula yang berwarna rose) yang biasanya ditemukan di
regio abdomen atas
 Batuk kering
 Gejala-gejala klinis yang berhubungan dengan komplikasi yang terjadi

F. Diagnosis
Suspek demam tifoid (suspect case) diketahui dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam, gangguan saluran cerna dan
petanda gangguan kesadaran. Diagnosis suspek tifoid hanya dibuat pada
pelayanan kesehatan primer. Sedangkan demam tifoid klinis (probable case)
adalah suspek demam tifoid didukung dengan gambaran laboratorium yang
menunjukkan tifoid.
1. Anamnesis
a. Demam turun naik terutama sore dan malam hari dengan pola
intermiten dan kenaikan suhu step-ladder. Demam tinggi dapat terjadi
terus menerus (demam kontinu) hingga minggu kedua.
b. Sakit kepala (pusing-pusing) yang sering dirasakan di area frontal
c. Gangguan gastrointestinal berupa konstipasi dan meteorismus atau
diare,mual, muntah, nyeri abdomen dan BAB berdarah
d. Gejala penyerta lain, seperti nyeri otot dan pegal-pegal, batuk,
anoreksia, insomnia
e. Pada demam tifoid berat, dapat dijumpai penurunan kesadaran atau
kejang.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum biasanya tampak sakit sedang atau sakit berat.
b. Kesadaran: dapat compos mentis atau penurunan kesadaran (mulai dari
yang ringan, seperti apatis, somnolen, hingga yang berat misalnya
delirium atau koma)
c. Demam, suhu > 37,5oC.
d. Dapat ditemukan bradikardia relatif, yaitu penurunan frekuensi nadi
sebanyak 8 denyut per menit setiap kenaikan suhu 1oC.
e. Ikterus
f. Pemeriksaan mulut: typhoid tongue, tremor lidah, halitosis
g. Pemeriksaan abdomen: nyeri (terutama regio epigastrik),
hepatosplenomegali.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Hematologi
 Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit
perdarahan usus atau perforasi.
 Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula
normal atau tinggi.
 Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis
relatif.
 LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat
 Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).
b. Urinalis
 Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam)
 Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi
penyulit.
c. Kimia Klinik : enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan
gambaran peradangan sampai hepatitis Akut.
d. Serologi
1) IgM antigen O9 Salmonella thypi (Tubex-TF)
 Hanya dapat mendeteksi antibody IgM Salmonella typhi
 Dapat dilakukan pada 4-5 hari pertama demam.
2) Enzyme immunoassay test (Typhidot)
 Dapat mendeteksi IgM dan IgG Salmonella typhi
 Dapat dilakukan pada 4-5 hari pertama demam
3) Tes Widal tidak direkomendasikan
 Dilakukan setelah demam berlangsung 7 hari.
 Interpretasi hasil positif bila titer aglutinin O minimal 1/320
atau terdapat kenaikan titer hingga 4 kali lipat pada
pemeriksaan ulang dengan interval 5 -7 hari.
 Hasil pemeriksaan Widal positif palsu sering teradi oleh karena
reaksi silang dengan non-typhoidal Salmonella,
enterobactericaceae, daerah endemis infeksi dengue dan
malaria, riwayat imunisasi tifoid dan preparat antigen komersial
yang bervariasi dan standaridisasi kurang baik. Oleh karena itu,
pemeriksaan Widal tidak direkomendasi jika hanya dari 1 kali
pemeriksaan serum akut karena terjadinya positif palsu tinggi
yang dapat mengakibatkan over-diagnosís dan over-treatment.
e. Kultur Salmonella typhi (GOLD STANDAR)
 Spesiemen : darah (minggu pertama sampai akhir minggu ke-2
sakit, saat demam tinggi), feses (minggu ke-2 sakit), urin (minggu
ke-2 atau ke-3 sakit), dan cairan empedu (stadium lanjut penyakit
untuk mendeteksi carrier typhoid).
G. Diagnosis Banding
 Demam berdarah dengue
 Malaria
 Leptospirosis
 Infeksi saluran kemih,
 Hepatitis A
 Sepsis
 Tuberkulosis milier
 Endokarditis infektif
 Demam rematik akut
 Abses dalam
 Demam yang berhubungan dengan infeksi HIV

H. Tatalaksana
Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan
tirah baring, isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta
pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di rumah
sakit agar pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi di samping observasi
kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan seksama. Pengobatan
antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis
infeksi S. typhi berhubungan dengan keadaan bakterimia.
Terapi simptomatik dapat diberikan dengan pertimbangan untuk
perbaikan keadaan umum penderita baik dengan pemberian vitamin,
antipiretik, maupun antiemetik.
Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada terapi demam
tifoid, hal ini dapat dibenarkan apabila sensitivitas Salmonella Typhi masih
tinggi terhadap obat tersebut. Tetapi penelitian-penelitian yang dilakukan
dewasa ini sudah menemukan strain Salmonella Typhi yang sensitivitasnya
berkurang terhadap kloramfenikol, untuk itu antibiotik lain seperti seftriakson,
ampisilin, kotrimoksasol atau sefotaksim dapat digunakan sebagai pilihan
terapi demam tifoid.
I. Pencegahan
1. Preventif dan control penularan
Terdapat 3 strategi memutuskan transmisi tifoid diantaranya
a. Identifikasi dan eradikasi salmonella typhi baik pada kasus demam
tifoid maupun kasus carrier tifoid,
b. Pencegahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi yang akut
maupun carrier dan
c. Proteksi terhadap orang yang berisiko terinfeksi.
2. Vaksinasi
Indikasi vaksinasi bila hendak mengunjungi daerah endemic, orang
yang terpapar dengan penderita carrien tifoid,dan petugas laboratorium
kesehatan.

J. Komplikasi
1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan Usus
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami
perdarahan minor yang tidak membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan
hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Secara klinis
perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan
sebanyak5 ml/kgBB/jam.
b. Perforasi Usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya
timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu
pertama. Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri
perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang
kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah
nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai syok.
2. Komplikasi Ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis),
miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi
intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru: pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis tifosa, pankreatitis
tifosa, dan kolelitiasis.
e. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
f. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis,
polyneuritis perifer, psikosis, dan sindrom katatoni.
h. Tifoid toksik (tifoid ensefalopati): penderita dengan sindrom demam
tifoid dengan panas tinggi yang disertai dengan kekacauan mental
hebat, kesadaran menurun, mulai dari delirium sampai koma.

K. Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung tepatnya terapi, usia, keadaan
kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Prognosis juga menjadi
kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti :
1. Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris kontinu
2. Kesadaran menurun sekali yaitu stupor, koma, atau delirium
3. Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi energi protein)

Anda mungkin juga menyukai