Anda di halaman 1dari 15

REFLEKSI KASUS

DEMAM TIFOID (TYPHOID FEVER)

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

Anak RSUD Tjirowardjojo

Disusun Oleh :

Vella Nurfatimah Ayunilasari

20224010013

Pembimbing :

dr. Nurul Hadi, M.Sc., Sp.A

SMF ANAK

RSUD TJITRO WARDOJO PURWOREJO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2023
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

DEMAM TIFOID

Telah disetujui pada tanggal

oleh :

Pembimbing Kepaniteraan Klinik Anak

dr. Nurul Hadi, M.Sc., Sp. A


BAB I

LAPORAN KASUS

Nama : Aska Nur A. (L)

Usia : 11 tahun 3 bulan

Alamat : Kalijambe, Bener, Purworejo

Tanggal masuk : 30 Agustus 2023

Tanggal keluar : 5 September 2023

ANAMNESIS

Keluhan utama :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan demam sejak sekitar 10 hari SMRS.
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengalami demam sejak 10 hari SMRS, demam dirasa menetap tidak naik
maupun turun. Pada malam hari, pasien menggigil. Pasien juga menyatakan rasa lemas
dan pusing hilang timbul. Pasien sudah berobat ke Puskesmas dan klinik terdekat
namun keluhan tidak membaik. Riwayat perjalanan jauh disangkal. Keluhan tidak
disertai mual dan muntah. 1 hari SMRS, BAB pasien cair 1x. Keluhan BAK disangkal.

Riwayat penyakit dahulu :


Pasien tidak pernah mengalami gejala serupa dan tidak memiliki riwayat penyakit
bawaan seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit ginjal, hepatitis, stroke, TB,
penyakit jantung bawaan, dan lain-lain.

Riwayat penyakit keluarga :


Riwayat keluarga lain yang mengalami gejala serupa dan memiliki penyakit tertentu
disangkal oleh keluarga pasien.

Riwayat personal sosial :


Pasien tinggal serumah dengan kedua orangtuanya.
Riwayat Kehamilan & Persalinan :
Pasien adalah bayi cukup bulan dengan BBLC. Tidak ada penyakit atau komplikasi
yang dilaporkan pada kehamilan hingga persalinan.

Riwayat Pertumbuhan & Perkembangan :


Riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik sesuai usia.

Riwayat Imunisasi :
Keluarga pasien menyatakan bahwa status imunisasi pasien lengkap.

Riwayat Alergi :
Riwayat alergi disangkal oleh keluarga pasien.

ANAMNESIS SISTEM
a. Sistem saraf pusat : demam (+) pusing (+)
b. Sistem integumentum : tidak ada keluhan
c. Sistem musculoskeletal : tidak ada keluhan
d. Sistem gastrointestinal : BAB cair (+) muntah (-) mual (-)
e. Sistem urinaria : BAK normal tidak ada keluhan
f. Sistem respiratori : sesak nafas (-), batuk (-)
g. Sistem cardiovascular : berdebar-debar (-)

PEMERIKSAAN FISIK :
Kesan umum : lemah
Kesadaran : compos mentis , E4V5M6
Vital sign :
Tekanan darah :
RR : 22x/menit
Nadi : 130x/menit
Suhu : 39,2o C
BB : 32 kg
Pemeriksaan kepala :
- Mata : mata cekung (-)
pupil : isokor 3mm/3mm
Sklera ikterik (-/-)
Telinga : secret (-), perdarahan (-)

- Hidung : secret (-), epistaksis (-)


- Mulut : lidah kotor (-)
Pemeriksaan leher :
- Kelenjar tiroid : tidak ditemukan pembengkakan

- Kelenjar limfonodi : tidak ditemukan pembengkakan

- Trachea : tidak ditemukan kelainan

- Kaku kuduk : tidak ditemukan

Pemeriksaan thorax :
- Inspeksi : Jejas (-)
- Palpasi : Nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : Wheezing (-) ronkhi (-)
Pemeriksaan abdomen :
- Inspeksi : Distensi (-)
- Auskultasi : BU (+) normal
- Perkusi : timpani
- Palpasi : abdomen supel (+) NT (+) regio epigastrium
Pemeriksaan status lokalis urologi :
Regio Suprapubic :

- Inspeksi : tak tampak massa, bulging (-)

- Palpasi : tak teraba massa, nyeri tekan (-)

Pemeriksaan Ektermitas Atas


- Inspeksi : sianosis (-)
- Palpasi : akral hangat (+)
Pemeriksaan Ektermitas Bawah
- Inspeksi : sianosis (-)
- Palpasi : akral hangat (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah

NILAI
PARAMETER HASIL SATUAN KETERANGAN
NORMAL

DARAH RUTIN

Hb 10,1 gr/dL 11,8-15,9 L

AL (Angka Leukosit) 4,4 ribu/ul 4,5-13,5 L

AE (Angka Eritrosit) 4,2 juta/ul 4,40-5,90 L

AT (Angka Trombosit) 107 ribu/ul 150 – 400 L

Hmt (Hematokrit) 29% % 40-50 L

MCV 68 fL 80-100 L

MCH 24 pg 26-34 L

MCHC 35 g/dL 32-36 -

Neutrofil 52.00 % 50-70 -

Limfosit 42,00 % 25-40 H

Monosit 4.30 % 2-8 -

Eosinofil 0.00 % 2.00-4.00 L

Basofil 0.00 % 0-1 -

Salmonella Rapid IgM Positif 8 0-2

Malaria Mikroskopis Negatif Negatif -

Diagnosis Kerja
Demam Tifoid (Typhoid Fever)
Diagnosis Banding
Malaria, Demam Dengue, Campak
Penatalaksanaan
- Infus RL 12 tpm makro
- Infus Paracetamol 3 x 320 mg
- Injeksi Amoxicillin 3 x 480 mg
- Injeksi Ceftriaxone 3 x 500 mg
- Injeksi Dexametasone 3 x 1/2 amp
- Imunos syrup 1 x 1 cth
- Bedrest
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Demam tifoid adalah penyakit bakterial yang disebabkan oleh Salmonella typhi,

kuman gram negatif berbentuk batang yang hanya ditemukan pada manusia.

Salmonella termasuk dalam famili Enterobacteriaceae yang memiliki lebih dari 2300

serotipe. Salmonella typhi merupakan salah satu Salmonellae yang termasuk dalam

jenis gram negatif, memiliki flagel, tidak berkapsul, tidak bersporulasi, termasuk dalam

basil anaerobik fakultatif dalam fermentasi glukosa, mereduksi nitrat menjadi

nitrit.Selain Salmonella typhi (S.typhi), namun dapat pula disebabkan oleh S.

paratyphi A, S. para-typhii B (Schottmuelleri ), dan S. paratyphi C (Hirscheldii).

Penularan tersering terjadi melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh

kotoran manusia yang mengandung 1449 Salmonella typhi. Faktor yang

mempengaruhi penularan adalah sanitasi, higiene lingkungan dan pribadi yang buruk.

B. Epidemiologi

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam tifoid,

Diseluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian setiap tahunnya.

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi pada anak

maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid, walaupun

gejala yang dialami anak lebih ringan dari pada dewasa. Hampir disemua daerah

endemik, insiden demam tifoid banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun.

Berdasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun 2008,

demam tifoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di

rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi 3,15%, urutan

pertama ditempati oleh diare dengan jumlah kasus 193.856 dengan proporsi 7,52%,
urutan ketiga ditempati oleh DBD dengan jumlah kasus 77.539 dengan proporsi

3,01%.

C. Etiologi

Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan


salmonella parathypi (S. Parathypi Adan B serta C). Bakteri ini berbentuk batang,
gram negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan debu.
Namun bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 60 0 selama 15-20 menit.
Akibat infeksi oleh salmonella thypi, pasien membuat antibodi atau aglutinin yaitu
:
 Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O
(berasal dari tubuh kuman).
 Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H
(berasal dari flagel kuman).
 Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena rangsangan
antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita tifoid.
(Aru W. Sudoyo. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 2009. Ed V.Jilid III. Jakarta:
interna publishing)

D. Klasifikasi

Menurut WHO (2003), ada 3 macam klasifikasi demam tifoid dengan perbedaan
gejala klinis:

1. Demam tifoid akut non komplikasi

Demam tifoid akut dikarakterisasi dengan adanya demam berkepanjangan


abnormalis fungsi bowel (konstipasi pada pasien dewasa, dan diare pada anak-anak),
sakit kepala, malaise, dan anoksia. Bentuk bronchitis biasa terjadi pada fase awal
penyakit selama periode demam, sampai 25% penyakit menunjukkan adanya resespot
pada dada, abdomen dan punggung.

2. Demam tifoid dengan komplikasi


Pada demam tifoid akut keadaan mungkin dapat berkembang menjadi komplikasi
parah. Bergantung pada kualitas pengobatan dan keadaan kliniknya, hingga 10%
pasien dapat mengalami komplikasi, mulai dari melena, perforasi, susu dan
peningkatan ketidaknyamanan abdomen.

3. Keadaan karier

Keadaan karier tifoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur pasien. Karier
tifoid bersifat kronis dalam hal sekresi Salmenella typhi di feses.

C. Patofisiologi

Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam


tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2)
banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi,
pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor pompa proton atau
antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih
hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel
mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya
di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch,
merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe
usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang
melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa.
Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di
dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe.
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka
Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk
ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ
manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah hati, limpa,
sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal.
Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah atau
penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat
menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin
dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak
terdeteksinya endotoksindalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus.
Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati,
limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk
memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat
menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi
sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem
imunologik.
D. Manifestasi Klinis

Anamnesis

Manifestasi klinis bervariasi. Beberapa gejala klinis yang sering


ditemui adalah:

● Demam > 7 hari. Demam naik secara bertahap setiap hari, mencapai
suhu tertinggi pada akhir minggu pertama, minggu kedua demam terus
menerus tinggi (38-40 C)

● Banyak orangtua melaporkan demam lebih tinggi pada sore dan malam
hari dibandingkan pada pagi hari

● Pada saat demam tinggi dapat disertai gejala sistem saraf pusat seperti
kesadaran berkabut/delirium/obtundansi atau penurunan kesadaran.

● Gejala sistemik lain: nyeri kepalam malaise, anoreksia, nausea,


mialgia, nyeri perut, radang tenggorokan

● Gejala gastrointestinal: meteorismus, obstipasi, diare, gangguan


saluran pencernaan, bau nafaas tidak sedap,bibir kering pecah-pecah
(ragaden), lidah ditutpi selaput putih kotor (coated tongue, lidah
limfoid) ujung dan tepinya kemerahan, biasanya disertai konstipasi,
kadang diare, mual muntah, dan jarang kembung.

● Gejala klinis demam tifoid pada bayi seringkali berupa gastroenteritis


dan sepsis. Bayi biasanya tertular dari ibu yang menderita tifoid.

Keluhan:
 Nyeri kepala (frontal) 100%
 Kurang enak di perut 50%
 Nyeri tulang, persendian, dan
50%
otot
 Berak-berak 50%
 Muntah 50%
Gejala:
 Demam 100%
 Nyeri tekan perut 75%
 Bronkitis 75%
 Toksik 60%
 Letargik 60%
 Lidah tifus (“kotor”) 40%
Pemeriksaan Fisik

Beberapa temuan pada pemeriksaan fisik yang sering ditemui adalah:

 Demam

 Bradikardi relatif (jarang dijumpai pada anak)

 Lidah tifoid (kotor pada bagian tengah, tepi hiperemis)

 Meteorismus

 Hepatomegali, splenomegali

 Pada demam tifoid berat, pasien akan tampak toksik, Dapat pula dijumpai
penurunan kesadaran, kejang dan ikterus.

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang
terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh
karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam
typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT Dan SGPT
SGOT Dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
4. Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
5. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang
disangka menderita tifoid
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman
Salmonella typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal
4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H
> 1/60 (dalam sekali pemeriksaan) Gall kultur dengan media carr empedu
merupakan diagnosa pasti demam tifoid bila hasilnya positif, namun demikian,
bila hasil kultur negatif belum menyingkirkan kemungkinan tifoid, karena
beberapa alasan, yaitu pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang tidak
mencukupi. Sesuai dengan kemampuan SDM dan tingkat perjalanan penyakit
demam tifoid, maka diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan atas:
 Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala
demam,gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar dan
hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid belum lengkap. Diagnosis ini hanya
dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.
 Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta
didukung oleh gambaran laboraorium yang menyokong demam tifoid (titer widal
O > 1/160 atau H > 1/160 satu kali pemeriksaan).
 Definite Case : Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan biakan
atau positif S.Thypi pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titerWidal 4
kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O> 1/320, H > 1/640
(pada pemeriksaan sekali)

F. Penatalaksanaan

1. Antibiotik
 Chloramphenicol (drug of choice) 100mg/kgBB/hari, oral atau IV,
dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari
 Cotrimoxazole : trimetoprim 4 mg/kgBB/kali, oral selama 10 hari
(dibagi dalam 2 dosis)
 Ceftriaxone 80 mg/kgBB/hari, intravena sekali sehari selama 5 hari
 Cefixime 10-15 mg/kgBB/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis selama 10
hari
2. Kortikosteroid : pada kasus berat dengan gangguan kesadaran
 Dexametason 1-3 m/kgBB/hari intravena dibagi 3 dosis dapat
menurunkan angka kematian
3. Terapi suportif:
 Demam tifoid ringan dapat dirawat di rumah, tirah baring, isolasi
memadai, kebutuhan kalori dan cairan dicukupi
 Demam tifoid berat dirawat inap di rumah sakit
4. Terapi simptomatik demam
 Paracetamol : dosis 10-15 mg/kgBB per oral setiap 4-6 jam
 Ibuprofen dosis 10 mg/gBB per oral setiap 6-8 jam. Jangan diberikan
pada pasien dehidrasi, penyakit jantung dan vaskuler, penyakit ginjal
(nefrotoksik), pasien varicela dan bayi usia < 6 bulan.

Anda mungkin juga menyukai