Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSIP

Oleh:

dr. Ridwan Adhiprabowo

PEMBIMBING :

dr. Ali Rachman, Sp.B

dr. Resti kurniawati

dr. Doni Ikhsan M

RSUD LIMPUNG KAB BATANG

2020
BAB I
IDENTITAS PASIEN

 Identitas Pasien
Nama : Tn. E
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 48 th
Alamat : Limpung
Agama : Islam
MRS : 17 Februari 2020
Tanggal Pemeriksaan : 17 Februari 2020

 Anamnesa
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RS. Limpung dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari
Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS). Pada awalnya nyeri dirasakan di ulu hati, kemudian
berpindah diperut kanan bawah. Nyeri dirasakan terus-menerus dan tidak menjalar, Nyeri
dirasakan memberat saat perut ditekan dan pasien bergerak, sehingga pasien susah
beraktivitas. Pasien mengeluh nyeri pada perut kanan bawah semakin memberat hebat sejak
tadi pagi Sebelum Masuk Rumah Sakit.
Pasien juga mengeluh nafsu makan berkurang sejak 2 hari yang lalu, demam (-), mual (+),
muntah (-). BAB (+) terakhir tadi pagi, flatus (-) sejak kemaren, BAK (+) normal.

Riwayat Pengobatan
Pasien tidak pernah berobat ke manapun terkait dengan keluhannya saat ini

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat penyakit paru, ginjal, kencing manis, darah tinggi disangkal.
Riwayat alergi obat dan riwayat alergi makanan disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang sakit seperti pasien
Riwayat Psikososial (Pendidikan dan Sosial Ekonomi)
Pendidikan : Sekolah Menengah Atas
Pekerjaan : swasta
Perkawinan : menikah
Kebiasaan : pasien suka makan pedas dan tidak suka sayur

 Pemeriksaan Fisik
Vital sign
Nadi : 74 x/menit, teratur, kuat
Suhu : 36,3 oC
Respiratory rate : 22 x/menit
Tekanan Darah : 130/70 mmHg    
Status gizi : cukup
Keadaan umum
Pasien tampak lemah
KU : Tampak Sakit Sedang                   
Kesadaran : Compos mentis
Pemeriksaan generalis
Kepala : a/i/c/d -/-/-/-, mata cowong (-), edema palpebral (-), pupil isokor
Leher : PKGB (-), JPV (-)
Thorax : Bentuk dada simetris (+), gerak pernapasan simetris (+)
Cor : BJ1 & BJ2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : ves/ves, RH (-), Wh (-)
Abdomen : St. lokalis
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT<2”

Status lokalis (Abdomen)    


Inspeksi           : Bentuk simetris, datar.
Auskultasi        : Bising usus (+) meningkat
Palpasi : Dinding perut simetris, supel, massa (-), nyeri tekan (+) kuadran kanan
bawah (Mc.Burney sign).
Nyeri lepas (+), Psoas sign (+), Obturator sign (+), Rovsing sign (+), defans
muskular (+) di kuadran kanan bawah.
Perkusi : Bunyi timpani (+)
Pemeriksaan Laboratorium
DR => 17 Februari 2020 ( 09.00 AM )
HB 13.7 (13,2 - 17.3)
Eritrosit 4.89 (4.4 - 5.9)
Leukosit 13.0 (3.8 - 10.6)
Hematokrit 39.2 (40 - 52)
Trombosit 272 (150 - 400)
MCV 80.2 (80-100)
MCH 28.0 (26-34)
MCHC 34.9 (32.- 36)
RDW 13.1 (10.0 - 15.0)
MPV 9.7 (7.0 - 11.0)
CT 4’30’’ 2-6
BT 2’30’’ 1-3

KIMIA DARAH
SGOT 23.9 (0 - 50)
SGPT 15.8 (0 - 50)
Ureum 41.3 (10 - 50)
Creatinin 1.7 (0.6 - 1.1)

HbsAg : Negatif

Diagnosis Kerja : Appendicitis Acute


Planning
1. Diagnosa :
Pemeriksaan laboratorium: DR
Pemeriksaan radiologis : USG

2. Terapi :
1. Inf. RL 20 tpm
2. Inj. Ketorolac 30 mg
3. Inj. Omeprazole 1 vial
4. Inj. Metronidazole 3 x 500 mg
5. Inj. Movibed 1 x 400 mg
6. Pro Appendiktomy
7. Puasa pre operasi
3. Monitoring : Vital sign, keluhan
4. Edukasi : Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit, tindakan yang
akan dikukan, prognosa dan pengobatan setelah operasi
5. Konsultasi : Konsul dokter spesialis bedah umum

FOLLOW UP
18 Februari 2020
Nyeri post OP (+) skala nyeri 5, pusing (+), lemas (+)
KU: CM, TSS
TD: 160/100 mmHg
Nadi: 93 x/menit
Suhu: 36,50C
Pernafasan: 20x/menit

Post appendictomy
 Infus Asering B fluid 30 tpm
 Inj. Movibed 1 x 400 mg
 Inj. Omeprazole 1 x 40 mg
 Inj. Ketorolac 3 x 30 mg
 Pronalges 2 supp ext

19 Februari 2020
Nyeri post OP (+) mulai berkurang skala nyeri 3 pusing (-), lemas (-)
KU: CM, TSS
TD: 120/70 mmHg
Nadi: 80x/menit
Suhu: 37,2 0C
Pernafasan: 21x/menit

Post appendictomy
 Infus RL 30 tpm
 Inj. Movibed 1 x 400 mg
 Inj. Omeprazole 1 x 40 mg
 Inj. Ketorolac 3 x 30 mg

20 Februari 2020
Nyeri post OP (-) pusing (-), lemas (-)
KU: CM, TSS
TD: 120/80 mmHg
Nadi: 82x/menit
Suhu: 36,60C
Pernafasan: 20x/menit

Post appendictomy
 Infus RL 30 tpm
 Inj. Movibed 1 x 400 mg
 Inj. Omeprazole 1 x 40 mg
 Inj. Ketorolac 3 x 30 mg
BLPL
Obat Pulang
Sporetik 2 x 200 mg
Mefinal 3 x 500 mg

Prognosis : dubia at bonam


BAB II
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Apendisitis akut adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendik
dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendisitis
akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor, diantaranya adalah
hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga
menimbulkan penyumbatan.
 Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju dibandingkan dengan
negara berkembang. Namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun
secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi.
Kejadian ini mungkin disebabkan oleh perubahan pola makan.
Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, sedangkan
meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal usia 20-
an, dan angka ini menurun pada usia menjelang dewasa. Insiden apendisitis memiliki
rasio yang sama antara wanita dan laki-laki pada masa prapubertas. Sedangkan pada
masa remaja dan dewasa muda rasionya menjadi 3:2.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Apendiks


Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10
cm dan berpangkal pada sekum. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal
dan melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan melebar
dipersambungan dengan sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya berotasi
ke dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal.
Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan
berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks
terbanyak adalah retrocaecal (74%), pelvic (21%), patileal (5%), paracaecal (2%),
subcaecal (1,5%) dan preleal (1%). Apendiks mendapat vaskularisasi oleh arteri
apendicular yang merupakan cabang dari arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk end
arteri. Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju
ke nodus limfe ileocaeca.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar
umbilikus.

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir dicurahkan ke caecum.


Jika terjadi hambatan, maka akan terjadi apendisitis akut. GALT ( Gut Assoiated
Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan Ig-A. Namun jika
apendiks diangkat, tidak ada mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlahnya
yang sedikit sekali.

B. Etiologi Apendisitis Akut


Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan oleh
beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang
apendiks, diantaranya :
 Faktor Obstruksi
Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan lymphoid sub
mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya
1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
 Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut.
Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes fragililis, Splanchicus,
Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.
 Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter
dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan
letaknya yang memudahkan terjadi apendisitis.
 Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan
sehari-hari.

C. Patofisiologi Apendisitis Akut


Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang disebabkan
oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Obstruksi pada lumen
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama
mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Tekanan di dalam
sekum akan meningkat. Kombinasi tekanan tinggi di seikum dan peningkatan
flora kuman di kolon mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi pencetus radang di
mukosa apendiks. Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi apendisitis komplit
yang meliputi semua lapisan dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor
pencetus setempat yang menghambat pengosongan lumen apendiks atau mengganggu
motilitas normal apendiks.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.
Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin
iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat
berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut.

Mekanisme terjadinya apendisitis dapat diliat pada bagan di bawah ini.

Penyumbatan
Fekalit secret mukus
Mukus >>

Obstruksi lumen
appendiks

Gangguan aliran mucus


dari Appendik - sekum

Bendungan
mukus edema, diapedesis
Peningkatan Gangguan
bakteri, dan
tekanan aliran limfe
ulserasi mukosa
intraluminal

Obstruksi arteri (a. terminalis Obstruksi


appendikularis) vena apendisitis akut

Edema >>
Nyeri daerah
infark dinding
epigastrium
apendiks
bakteri akan
menembus dinding
apendiks.
gangren
Peradangan Appendisitis
peritoneum Supuratif akut

apendisitis
ganggrenosa Nyeri perut
kanan bawah

D. Penegakan Diagnosa Apendisitis Akut


Gambaran klinis pada apendisitis akut yaitu :
 Tanda awal nyeri di epigastrium atau regio umbilicus disertai mual dan
anorexia. Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5C. Bila
suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi.
 Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik Mc Burney, nyeri tekan, nyeri lepas dan adanya
defans muskuler.
 Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung nyeri kanan bawah pada tekanan
kiri (Rovsing’s Sign) nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri
dilepaskan (Blumberg’s Sign) batuk atau mengedan
Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
- Tidak ditemukan gambaran spesifik.
- Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
-Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses
periapendikuler.
-Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan
 Palpasi
- nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas.
- defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
- pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk
menentukan adanya rasa nyeri.
 Perkusi
- pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.
 Auskultasi
- biasanya normal
- peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata
akibat apendisitis perforata
 Rectal Toucher
- tonus musculus sfingter ani baik
- ampula kolaps
- nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12
- terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).
 Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul
kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila
apendiks yang meradang menepel di m. poas mayor, tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri.
 Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.
obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan
endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada
apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan
pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.

 Alvarado Score
Characteristic Score
M = Migration of pain to the 1
RLQ
A = Anorexia 1
N = Nausea and vomiting 1
T = Tenderness in RLQ 2
R = Rebound pain 1
E = Elevated temperature 1
L = Leukocytosis 2
S = Shift of WBC to the left 1
Total 10
Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin
Pemeriksaan Penunjang
1.Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
- leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada
kasus dengan komplikasi.
-pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di
dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis
banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala
klinis yang hampir sama dengan appendicitis.
2. Radiologis
a. Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi
(misalnya peritonitis) tampak :
- scoliosis ke kanan
- psoas shadow tak tampak
- bayangan gas usus kanan bawah tak tampak
- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
b. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan
USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
c.Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon
melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-
komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk
menyingkirkan diagnosis banding.
d. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.

e. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara
langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum.
Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada
appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan
pengangkatan appendix (appendectomy).

E. Penatalaksanaan Apendisitis Akut


Perawatan Kegawatdaruratan
 Berikan terapi kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi atau
septicemia.
 Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun melalui
mulut.
 Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan pasien.
 Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik pada wanita usia subur, dan lakukan
pengukuran kadar hCG
 Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan tanda-tanda septicemia dan
pasien yang akan dilanjutkan ke laparotomi.
Antibiotik Pre-Operatif
 Pemberian antibiotik pre-operatif telah menunjukkan keberhasilan dalam
menurunkan tingkat luka infeksi pasca bedah.
 Pemberian antibiotic spektrum luas untuk gram negatif dan anaerob
diindikasikan.
 Antibiotik preoperative harus diberikan dalam hubungannya pembedahan.
Tindakan Operasi
 Apendiktomi, pemotongan apendiks.
 Jika apendiks mengalami perforasi, maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis dan antibiotika.
 Bila terjadi abses apendiks maka terlebih dahulu diobati dengan antibiotika
IV, massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase
dalam jangka waktu beberapa hari.
BAB IV
KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :


1. Lebih dari 10% kasus dengan keluhan nyeri abdomen merupakan kasus
kegawatdaruratan.
2. Apendisitis akut merupakan salah satu penyakit dengan gejala nyeri abdomen
yang paling sering dijumpai dan merupakan salah satu bentuk
kegawatdaruratan.
3. Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10
cm dan berpangkal pada seikum
4. Apendiks mendapat vaskularisasi oleh arteri apendicular yang merupakan
cabang dari arteri ileocolica.
5. Apendiks mendapat persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus dan
persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X.
6. Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. GALT ( Gut Assoiated
Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan Ig-A.
7. Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang disebabkan
oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus.
8. Faktor-faktor pencetus terjadinya apendisitis adalah obstruksi, bakteri,
kecenderungan familiar dan faktor ras serta diet.
9. Proses penegakan diagnose pada kasus apendicitis yaitu meliputi anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
10. Penatalaksanaan pada kasus apendisitis akut sebenarnya lebih mengarah pada
penanganan operatif yaitu dengan appendectomy.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Revisi PDT Sub Komite Farmasi dan Terapi RSU DR.Soetomo .
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Bedah RSUD Dr. Soetomo.
Surabaya.2008
2. Syamsuhidayat, R dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004
3. Sabiston. Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern Surgical
Practice. Edisi 16.USA: W.B Saunders companies.2002
4. Schwartz. Principles of Surgery. Edisi Ketujuh.USA:The Mcgraw-Hill
companies.2005
5. R. Schrock MD, Theodore. Ilmu Bedah. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.1995

Anda mungkin juga menyukai