Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PRESENTASI KASUS

Presentasi Kasus

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama                       : Ny. F

Jenis Kelamin           : Perempuan

Usia                         : 30 tahun

Tanggal Lahir       : 26 April 1990

Alamat                       : Gulon

Agama                     : Islam

ANAMNESIS

Keluhan Utama : 

Nyeri di lidah  

1
Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluh nyeri dan ada benjolan di lidah sejak akhir tahun 2019 sebelum masuk rumah
sakit. Selain benjolan, pasien juga merasakan nyeri dan 2 bulan SMRS terdapat luka seperti
sariawan, darah (-), pus (-) serta semakin membesar ukurannya. Karena keterbatasan sarana,
pasien di rujuk ke RSUD. Dr. Moewardi pada tanggal 14/1/2020.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat trauma sebelumnya               : disangkal

Riwayat hipertensi                              : disangkal

Riwayat diabetes mellitus                   : disangkalPe

Riwayat kejang sebelumnya               : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Stroke                       : disangkal

Riwayat keluarga kena tumor/kanker : disangkal

Riwayat hipertensi                  : disangkal

Riwayat diabetes mellitus       : disangkal

Anamnesa Sistem

Sistem serebrospinal                : tidak ada keluhan

Sistem kardiovaskular             : tidak ada keluhan

2
Sistem respirasi                       : tidak ada keluhan

Sistem gastroinstestinal           : tidak ada keluhan

Sistem neurologi                     : tidak ada keluhan

Sistem urogenital                   : tidak ada keluhan

RESUME ANAMNESIS

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluh ada benjolan di lidah sejak akhir tahun 2019 sebelum masuk rumah
sakit. Selain benjolan, pasien juga merasakan nyeri dan 2 bulan SMRS terdapat luka seperti
sariawan, darah (-), pus (-) serta semakin membesar ukurannya. Karena keterbatasan sarana,
pasien di rujuk ke RSUD. Dr. Moewardi pada tanggal 14/1/2020. Tanggal 4/2/2020, pasien
dilakukan operasi dan biopsy dengan hasil well differentiated squamous cell carcinoma.
Tanggal 02/03/2020 dari poli bedah direncanakan kemoterapi sebanyak 6x dengan Paclixatel
100 mg dan Cisplatin 50 mg. Setelah kemoterapi ke 6, direncanakan untuk CT scan orofaring
dengan kontras dengan KU : baik, compos mentis, tensi : 120/96 mmHg, nadi : 98 x/menit, rr :
20 x/menit dan suhu : 36.6. Dilakukan CT scan orofaring dengan kontras tanggal 18 agustus
2020 dengan hasil massa lingual di dorsal lingual sisi kiri yang meluas ke palatum glossus
hingga dasar lingual, dapat merupakan massa residif dan multiple limfadenopati pada
submandibular bilateral, sublingual dan colli bilateral dengan staging menurut AJCC edisi 8
tahun 2017 T4aN2cMx.

3
DISKUSI I

Lebih dari 75% squamous cell carcinoma (SCC) pada rongga mulut terjadi pada bibir bawah,
lidah dan dasar mulut. Staging system untuk semua kasus SCC pada rongga mulut ditentukan
bedasarkan ukuran dan perluasan ke struktur di dekatnya. Pendekatan pengobatan untuk SCC
termasuk manajemen tunggal adalah dengan pembedahan, radioterapi (radioterapi sinar
eksternal (EBRT) dan / atau brachytherapy), serta terapi sistemik adjuvan (kemoterapi dan /
atau agen target), dari berbagai kombinasi modalitas ini juga dapat digunakan tergantung pada
presentasi penyakit dan temuan patologis. Pemilihan modalitas tunggal atau gabungan
didasarkan pada berbagai pertimbangan yang mencakup kemungkinan pengendalian penyakit,
hasil fungsional dan kosmetik yang diantisipasi, resectability tumor, kondisi umum pasien, dan
ketersediaan sumber daya dan keahlian. Untuk SCC yang dapat dioperasi, pengobatan andalan
adalah pembedahan, meskipun praktisi yang sama dapat menganjurkan penggunaan radioterapi
saja dalam presentasi penyakit "awal" tertentu atau dikombinasikan dengan kemoterapi pada
penyakit stadium lanjut secara lokal. Secara umum, yang terakhir lebih sering disediakan untuk
kasus-kasus di mana pembedahan mungkin bermasalah. Jadi, radioterapi primer seperti
kemoterapi biasanya disediakan untuk pasien yang tidak dapat mentolerir atau yang tidak cocok
untuk operasi.

Radioterapi adalah modalitas pengobatan yang banyak digunakan untuk keganasan kepala dan
leher dan khususnya juga pada kanker rongga mulut. Namun, radiasi dosis tinggi di area yang
luas, termasuk rongga mulut, rahang atas, rahang bawah, dan kelenjar ludah dapat
menyebabkan beberapa reaksi yang tidak diinginkan. Mucositis, candidosis, disgeusia, karies
terkait radiasi, osteoradionekrosis, nekrosis jaringan lunak dan xerostomia adalah beberapa
komplikasi radioterapi.

Radioterapi 2D atau dua dimensi atau Radioterapi konvensional (RT2D) didasarkan pada
evaluasi klinis, dan tidak memiliki sumber pencitraan yang terkait, berdasarkan referensi
radiografi anatomi dan sederhana untuk definisi volume yang dimaksudkan. Kerugian
utamanya adalah ketidakmampuan untuk menentukan volume target radiasi, dan hubungan area
target dengan jaringan sehat pra-tumor, sehingga memiliki potensi komplikasi yang lebih besar.

4
Radioterapi 3D atau Tri-dimensi (RT3D) yakni menghubungkan gambar dengan perencanaan
radioterapi, menggunakan computed tomography sebagai dasar, dan resonansi magnetik atau
kombinasi gambar dari pemindaian positron emission tomography (PET) dan pemindaian
computed tomography (CT) (PET) -CT) sebagai metode terkait untuk menentukan ukuran,
bentuk dan lokasi tumor, selain hubungan tumor dengan organ sekitarnya. Dengan teknik ini,
dimungkinkan untuk mengevaluasi cakupan tumor target secara memadai, selain itu
menggunakan ini juga dapat memprediksi toksisitas di jaringan peritumoral.

PEMERIKSAAN FISIK ( Tanggal 10 Oktober 2020)

Keadaan Umum          : Tampak sakit sedang

Kesadaran                   : Compos Mentis

GCS                            : E4V5M6

Status Gizi                  : Kesan Kurang (penurunan berat badan dari 60kg menjadi 45 kg

Tanda Vital

 Tekanan Darah : 120/80 mmHg


 Nadi : 80x/menit

 Respirasi : 20x/menit (tidak sesak)

 Suhu : 36.60C

Kepala            : Normocephal, bekas luka post craniotomi

Rambut          : Warna rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Wajah             : Simetris, deformitas (-)

5
Mata               : Konjungtiva palpebral anemis (-/-) sclera ikterik (-/-) pupil isokor 3mm/3mm,
RCL (+/+), RCTL (+/+)

THT                : Normotia, tidak ada discharge dari telinga maupun hidung, deviasi septum (-),
faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang

Leher              : KGB membesar (+) di leher, JVP 5 ± 2 mmH2O

Thoraks

Paru

Inspeksi             : normochest, gerakan dada simetris pada keadan statis dan dinamis,  retraksi
(-)

Palpasi              : Vocal dan Taktil fremitus kanan = kiri         

Perkusi              : Sonor di semua lapang paru

Auskultasi         : Suara napas dasar vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-

Jantung

Inspeksi             :  Ictus cordis tidak tampak

Palpasi              :  Ictus cordis teraba tidak kuat angkat pada ICS V midclavicularis sinistra

Perkusi              :                                                                            

Batas jantung kanan : ICS IV parasternal dekstra

Batas jantung kiri : ICS IV agak ke medial 2 jari midclaicularis sinistra

6
Batas pinggang jantung : ICS III parasternal sinistra

Auskultasi         : BJ 1-2 reguler +, Gallop -, Murmur     

Abdomen

Inspeksi             :  datar

Auskultasi         : BU +

Palpasi              :  supel +, hepatosplenomegali –

Perkusi              :  timpani di seluruh lapang abdomen

Ektremitas

Superior : akral hangat +/+, CRT < 2 detik, edema -/-

Inferior :  akral hangat +/+, CRT < 2 detik, edema -/-

7
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 26 Agustus 2020

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

Hematologi

Hemoglobin 11.5 g/dl 12 – 15.6 g/dl

Leukosit 9.7 ribu/ul 4.5 – 11.0 ribu/ul

Eritrosit 3.82 juta/ul 4.1 – 5.1 juta/ul

Hematokrit 34% 33-45%

Trombosit 441 ribu/ul 150 – 400 ribu/ul

MCV 83.8 82 – 98 fL

MCH 27.5 27 – 52 pg

MCHC 32.9 32 – 37 g/dl

RDW 14.9 10 – 18 %

8
MPV 4.8 7 – 11 mikro m3

Kimia Klinik

Glukosa Darah Sewaktu 114 mg/dl 60-140 mg/dl

SGPT 32 u/l < 34 u/l

Ureum 34 mg/dl 50 mg/dl

Kreatinin 1.1 mg/dl 0.62 – 1.1 mg/dl

2. Pemeriksaan Radiologi

A. CT scan Orofaring dengan kontras Tanggal18 Agustus 2020 di RSUD Dr. Moewardi
pasca pembedahan

9
Gambar 1. CT Scan dengan kontras potongan axial, tampak lesi solid (38 HU) di dorsal
lingual sisi kiri, pada post kontras tampak contrast enhancement (70 HU) terukur 2.28 cm

10
Gambar 2. CT Scan dengan kontras potongan coronal, tampak multiple nodul di regio
submandibular bilateral, sublingua dan colli bilateral

11
B. Foto toraks PA dilakukan tanggal 26 Agustus 2020

Gambar 3. Foto Toraks PA , tidak didapatkan adanya gambaran pulmonal metastasis

12
3D CONFORMAL

Gambar 4. 3D Conformal Ca Lidah dan kelenjar getah bening regio mandibula

dan sebagian colli bilateral

Gambar 5. 3D Conformal kelenjar getah bening regio colli bilateral hingga


supraclavicular bilateral

13
Gambar 6. 3D Conformal view sagittal dan coronal

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan

Kanker merupakan pertumbuhan abnormal sel yang tidak dapat dikontrol, tidak ada batas yang
jelas antara lesi kanker dengan jaringan yang sehat, dan memiliki beberapa sifat diantaranya
anaplasia, invasi, metastase, dan pertumbuhan yang progresif.1,2 Salah satu kanker yang
merupakan kanker rongga mulut dan squamous cell carcinoma (SCC) merupakan jenis kanker
rongga mulut yang paling sering terjadi, sekitar 90-95% kasus. SCC merupakan neoplasma
maligna yang berasal dari keratinosit suprabasal epidermis. Neoplasma ini merupakan jenis
neoplasma non melanoma kedua terbanyak setelah karsinoma sel basal.3,4,5,6 SCC merupakan
tumor ganas yang berasal dari epitel skuamosa. SCC dapat tumbuh sebagai kanker primer
ataupun metastasis dari jaringan lainnya. Etiologi SCC belum diketahui secara pasti, faktor
resikonya disebabkan oleh bahan karsinogenik dan faktor predisposisi. Kanker ini lebih
beresiko pada perokok, peminum alkohol, dan riwayat kanker pada garis keturunannya. 1
Patogenesis dari SCC diketahui multifaktorial. Pada SCC terjadi perubahan progresif pada
tingkat seluler dan genetik yang memprogram sel untuk berproliferasi secara tidak terkontrol
hingga kemudian menyebabkan massa malignant. Faktor lainnya yang menyokong terjadinya
SCC yaitu infeksi dengan virus HPV, dan jarang virus HIV. Laporan mengenai ekspresi gen
telah mengidentifikasi tanda-tanda transkripsi gen pada SCC rongga mulut. Beberapa juga
mengaitkan dengan diet dan nutrisi yang buruk serta akumulasi dari paparan radiasi serta iritan
karsinogenik lainnya yang berlebih.7 Seringkali karakteristik sebuah lesi patologis tidak dapat
diamati secara langsung pada pemeriksaan klinis, sehingga dokter memerlukan pemeriksaan
pendukung yaitu pemeriksaan radiologi. Teknik pencitraan berperan penting dalam
karakterisasi lesi pada rahang, dan seorang Spesialis Radiologi diharapkan mampu
mengidentifikasi dengan baik karakteristik setiap lesi yang tampak pada hasil gambaran
radiologi. Hal ini dikarenakan gigi dan rahang merupakan jaringan keras, namun di dalam
struktur gigi dan rahang terdapat jaringan lunak berupa saraf dan pembuluh darah yang sering
mengalami kondisi patologis yang mengganggu kesehatan pasien.8

15
Standar baku emas diagnosis kanker oral ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
histopatologis pada spesimen hasil biopsi, sedangkan penetapan stadium klinik kanker oral
ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan imejing diagnostik.9-11 Imejing diagnostik
pada kasus kanker oral diperlukan terutama untuk membantu menentukan stadium klinis
berdasarkan perluasan tumor primer, metastase pada limfonodi regional, dan sejauh mana
metastasenya,10 serta untuk menentukan jenis perawatan yang paling tepat bagi pasien. 12
Tinjauan pustaka ini ditujukan untuk mengulas berbagai modalitas imejing diagnostik pada
kasus kanker oral serta keunggulan dan kekurangan dari masing-masing modalitas imejing.
Lebih lanjut makalah ini akan menekankan pada prinsip dasar interpretasi kanker oral
menggunakan berbagai modalitas imejing diagnostik.

Tinjauan Pustaka

A. DEFINISI
Karsinoma Lidah Definisi Karsinoma lidah merupakan tumor ganas invasif yang berasal dari
jaringan epitel yang cenderung untuk bermetastasis ke bagian tubuh lainnya. Karsinoma lidah
merupakan suatu neoplasma ganas lidah yang dapat mengenai bagian oral lidah di rongga
mulut atau pangkal lidah di orofaring.13 Lidahdibagi menjadi dua bagian untuk tujuan diagnosis
dan terapi karsinoma lidah:

(1) bagian oral (⅔ anterior lidah), keganasan yang berkembang di bagian ini dimasukkan ke
dalam kelompok KRM, dan

(2) pangkal lidah (⅓ posterior lidah), keganasan yang berkembang dibagian ini disebutkan
kerorofaring.14

B. ANATOMI
16
Anatomi Lidah
Lidah adalah organ kompleks yang sebagian besar terdiri dari otot lurik yang ditutupi oleh
epitel skuamosa berlapis. Dua pertiga anterior lidah berada di rongga mulut, dan ⅓ posterior
berada di faring.15 Lidah terdiri dari permukaan dorsal dan ventral. Permukaan dorsal
berhadapan dengan palatum durum dan permukaan ventral dengan dasar rongga mulut. 16
Permukaan dorsal dibagi oleh sulkus terminalis yang berbentuk huruf “V” menjadi dua bagian
yaitu bagian palatal dan faring di posterior lidah. 17 Foramen sekum berada di puncak sulkus
terminalis. Tonsil lingualis merupakan bagian terbesar dari ⅓ posterior lidah dan bervariasi
dalam ukuran.16 Papillae lidah Permukaan dorsal ⅔ anterior lidah ditutupi oleh tonjolan-
tonjolan yang disebut papillae, yaitu filliform (bukan indera pengecap), fungiform (difus), dan
foliate (lateral lidah). Papila sirkumvalata adalah papillae terbesar yang berada di cekungan
yang berbentuk huruf “V” (gambar 1).18 Bagian ventral lidah dilapisi oleh mukosa yang tipis,
sehingga pembuluh darah dapat terlihat jelas. Bagian ini dibagi dua oleh frenulum yang
menghubungkan lidah ke dasar rongga mulut.17

Otot-otot Lidah

Lidah memiliki struktur otot yang sangat kompleks yang terdiri dari otot-otot ekstrinsik dan
intrinsik. Otot-otot tersebut mengendalikan berbagai fungsi mulut seperti mengunyah, menelan,
dan berbicara. Otot-otot ekstrinsik lidah terdiri dari muskulus genioglosus,
hioglosus,stiloglosus, dan palatoglosus, sedangkan otot-otot intrinsik lidah terdiri dari muskulus
longitudinalis superior dan inferior, vertikalis, dan transversalis ( gambar 2).19

C. EPIDEMIOLOGI
Karsinoma lidah merupakan salah satu KRM yang sering terjadi di banyak Negara. Insidensi
karsinoma lidah di dunia diperkirakan sekitar 1.6/100.000 orang. Insidensi karsinoma lidah
bervariasidi tiap negara, dengan insidensi tertinggi ditemukan di India, di mana karsinoma lidah
terjadi sekitar 9.4/100.000 orang per tahun, sedangkan di Inggris sekitar 1.1/100.000 orang. Di

17
Amerika Serikat, pada tahun 2009 tercatat sekitar 10.530 kasus baru karsinoma lidah, dengan
1.900 kematian.20 Karsinoma lidah sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan, puncaknya
terjadi pada dekade keenam sampai ketujuh kehidupan.15 Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa karsinoma lidah terjadi pada usia di atas 40 tahun dengan laki-laki lebih sering terkena
dibandingkan perempuan (10%). Karsinoma lidah mewakili 6,3% dari semua kanker pada laki-
laki, dan 3,7% dari semua kasus kanker pada perempuan di India Selatan. 21 Insiden karsinoma
lidah meningkat seiring dengan pertambahan usia, mulai dari 0.1/100.000 orang pada kelompok
usia 15-19 tahun sampai 7,5/100.000 orang pada kelompok usia 65-75 tahun.22

D. ETIOLOGI
Meskipun etiologi pasti dari karsinoma lidah masih belum diketahui, namun beberapa faktor
risiko telah diidentifikasi. Etiologi karsinoma lidah berbeda di berbagai wilayah di dunia
menurut geografis, tingkat sosial ekonomi, dan kebiasaan tertentu. 23 Faktor penyebab utama
adalah iritasi yang terus-menerus, baik gigi palsu yang tidak tepat posisi atau kebiasaan
mengunyah sirih dan tembakau. Agen lain seperti rokok dan alkohol merupakan penyebab
24
utama karsinoma lidah di Negara-negara barat. Gorsky dkk, menyatakan sebagian besar
pasien KSSL yang ikut ke dalam penelitian memiliki riwayat merokok dan pengguna alkohol.
Di Asia, terutama di India dan Pakistan, kebiasaan mengunyah paan (sirih) diidentifikasi
sebagai penyebab utama. Ada juga yang melaporkan korelasi KRM dengan diet, perawatan
gigi, dan kebersihan mulut.24 Karsinoma lidah sangat berhubungan erat dengan penggunaan
tembakau (merokok). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 90% pasien karsinoma lidah
menggunakan produk tembakau, di mana risiko karsinoma lidah meningkat dengan jumlah dan
lamanya merokok. Risiko karsinoma lidah meningkat 6 kali pada perokok dibandingkan
dengan bukan perokok.15,20 Rokok mengandung bahan karsinogen berupa nitrosamin dan
hidrokarbon polisiklik yang memiliki efek genotoksik, sehingga dapat meningkatkan risiko
penyakit.25 Paparan tembakau menyebabkan perubahan histologi sel epitel yang progresif.
Paparan dalam jangka panjang tersebut menyebabkan perubahan ke arah keganasan, khususnya
perubahan ekspresi dan mutasi p53. Perubahan ini dapat bersifat menetap bila paparan
tembakau terjadi secara terus menerus.20 Sekitar 75% pasien dengan keganasan rongga mulut
adalah pengkonsumsi alkohol, dan penyakit ini muncul 6 kali lebih sering pada peminum
alkohol dibandingkan dengan bukan peminum alkohol. Pengaruh dari konsumsi alkohol pada
perkembangan dari keganasan lidah tidak bergantung pada kebiasaan merokok.20 Di India dan

18
Negara-negara Asia Tenggara, kebiasaan makan sirih (paan) sangat berhubungan dengan
peningkatan risiko kejadian karsinoma lidah. Kebiasan makan sirih yang terdiri dari daun sirih
yang membungkus buah pinang dan kapur, biasanya dengan tembakau dan kadang-kadang
ditambah pemanis dan bumbu. Kapur dapat menghilangkan sifat alkaloid dari buah pinang,
sehingga meyebabkan perasaan euforia dan menyenangkan. Kebiasaan ini menyebabkan lesi
prekanker yang progresif.26 Beberapa penelitian terbaru menyebutkan adanya keterlibatan
Human Papillomaviruses (HPV) pada kejadian karsinoma lidah. Prevalensi HPV pada KRM
adalah 23,5%. HPV-16 adalah jenis yang paling sering terdeteksi (16,0%) dari hampir 70%
kasus KRM yang positif HPV. HPV-18 adalah tipe HPV onkogenik yang paling sering
berikutnya, yang terdeteksi pada8% KRM.27

E. DIAGNOSIS
Keluhan pada lesi seperti nyeri, perdarahan, benjolan, atau ketidak nyamanan lainnya
memudahkan seorang dokter THT-KL dalam menegakkan diagnosis. Nyeri pada lidah adalah
keluhan yang paling umum, dan rasa tidak nyaman pada lidah ini dialami oleh 85% pasien
karsinoma lidah. Rasa tidak nyaman yang terjadi selama lebih dari 6 bulan dilaporkan pada
sebagian besar pasien dengan lesi pada ⅔ anterior lidah, dan merupakan suatu keterlambatan
dalam penegakkan diagnosis atau penanganan penyakit. Adanya massa atau benjolan terutama
dikeluhkan pasien dengan lesi pada ⅓ posterior lidah. Gejala lain yang berhubungan dengan
lesi pada pangkal lidah ini adalah pembesaran limfonodi leher, odinofagi, disfagia, perubahan
suara, dan nyeri telinga.28 Tahap perkembangan karsinoma lidah terkadang muncul dalam tahap
premalignansi sebagai leukoplakia (patch berwana putih) atau eritroplakia (patch berwarna
merah). Dengan adanya perubahan genetik terjadi perkembangan ke arah keganasan, selsel
epitel yang mangalami displasia menjadi sel-sel kanker yang dapat meluas dan
bermetastasis.Risiko sel-sel epitel yang mengalami displasia menjadi ganas sekitar 5-20%.22
Sekitar 55-70% karsinoma lidah terjadi pada tepi lateral lidah di pertemuan antara pertengahan
dan ⅓ posterior lidah (pangkal lidah). Sekitar ⅓ karsinoma lidah muncul pada pangkal lidah,
yang merupakan daerah yang sulit tervisualisasi dan kadang kala jarang menimbulkan gejala.
Lesi pada pangkal lidah sering ditemukan pada stadium lanjut, dengan prognosis yang lebih
28
jelek dibandingkan dengan lesi pada ⅔ anterior lidah. T2 N0 merupakan stadium klinis yang
paling sering ditemukan, yaitu sekitar 35% kasus.29 Pemeriksaan kepala dan leher yang lengkap
dengan perhatian khusus langsung pada letak dan ukuran lesi, serta karakteristik

19
infiltrasi.Seorang dokter juga harus melakukan pemeriksaan bimanual luar dari tumor, sekitar
dasar mulut dan segitiga submandibula. Limfonodi leher harus diperhatikan dengan melakukan
pemeriksaan manual pada leher dan dibandingkan dengan pemeriksaan imaging sebagai bagian
dari penilaian. Pemeriksaan terhadap gigi juga harus dilakukan dengan memperhatikan
kebersihan gigi, status gigi, dan integritas dari mandibula.20

F. STAGING KANKER ORAL AJCC Edisi 830-32


CLINICAL STAGE CATEGORY OF DEFINITIONS PATHO-
LOGIC
PRIMARY TUMOR (T)
( ) Tx Primary tumor cannot be assessed ( ) Tx
( ) Tis Carcinoma in situ* ( ) Tis
( ) T1 Tumor ≤ 2 cm in greatest dimension, ≤ 5 mm depth of invasion (DOI not tumor ( ) T1
thickness) OR tumor > 2 cm but ≤ 4 cm, and ≤ 10 mm DOI
( ) T2 Tumor ≤ 2 cm, DOI > 5mm and ≤ 10 mm ( ) T2
OR tumor > 2 cm but ≤ 4 cm and ≤ 10 mm DOI
( ) T3 Tumor > 4 cm OR any tumor > 10 mm DOI ( ) T3
( ) T4 Moderately advanced or very advanced local disease ( ) T4
( ) T4a Moderately advanced local disease ( ) T4a
(Lip) Tumor invades through cortical bone or involves the inferior alveolar nerve, floor of mouth, or skin of
face, (i.e., chin or nose)
(Oral Cavity) Tumor invades adjacent structures only (e.g., through cortical bone of the mandible or maxilla,
or involves the maxillary sinus or skin of the face)
Note: Superficial erosion of bone/tooth socket (alone) by a gingival primary is not sufficient to classify a tumor
as T4
( ) T4b Very advanced local disease ( ) T4b
Tumor invades masticator space, pterygoid plates, or skull base and/or encases internal carotid artery
CLINICAL
REGIONAL LYMPH NODES (N) ENE – extranodal extension
( ) Nx Regional lymph nodes cannot be assessed
( ) N0 No regional lymph node metastasis
( ) N1 Metastasis in a single ipsilateral lymph node,  3 cm in greatest dimension and ENE ( – )
( ) N2 Metastasis in a single ipsilateral lymph node, > 3 cm but  6 cm in greatest dimension and ENE ( – );
OR mets in multiple ipsilateral lymph nodes,  6 cm in greatest dimension and ENE ( – );
OR mets in bilateral or contralateral lymph nodes,  6 cm in greatest dimension and ENE ( – )
( ) N2a Metastasis in single ipsilateral lymph node > 3 cm but  6 cm in greatest dimension and ENE ( – )
( ) N2b Metastasis in multiple ipsilateral lymph nodes,  6 cm in greatest dimension and ENE ( – )
( ) N2c Metastasis in bilateral or contralateral lymph nodes,  6 cm in greatest dimension and ENE ( – )
( ) N3 Metastasis in a lymph node > 6 cm in greatest dimension and ENE ( – );
OR metastasis in any lymph node(s) with clinically overt ENE ( + )
( ) N3a Metastasis in a lymph node > 6 cm in greatest dimension and ENE ( – )
( ) N3b Metastasis in any lymph node(s) with clinically overt ENE ( + )

CLINICAL DISTANT METASTASIS (M) PATHOLOGIC


( ) M0 No distant metastasis (no pathologic M0; use clinical M to complete stage group)
( ) M1 Distant metastasis ( ) M1
CLINICAL T N M PATHOLOGIC
GROUP GROUP

20
()0 Tis N0 M0 ()0

()I T1 N0 M0 ()I

( ) II T2 N0 M0 ( ) II

( ) III T3 N M0 ( ) III
T1, T2, T3 0 M0
N
1
( ) IVA T4a N0, M0 ( ) IVA
T1, T2, T3, T4a N1 N2 M0
( ) IVB T4b Any M0 ( ) IVB
Any N N3 M0
T
( ) IVC Any T Any N M1 ( ) IVC

G. RADIOLOGI
Modalitas Imejing Sinar X

Pemeriksaan menggunakan modalitas sinar X menghasilkan citra radiolusen (hitam) dan


radiopak (putih) pada radiograf (atau yang dikenal juga dengan istilah foto rontgen). Saat ini
telah dikenal teknologi radiografi digital, dimana citra radiograf dapat juga diamati
menggunakan monitor komputer, ditransfer menggunakan jaringan komputer dan internet, serta
dapat dicetak menggunakan kertas atau media lainnya.33

Radiografi panoramik masih merupakan pilihan utama pada pemeriksaan tumor di area oral dan
maksilofasial, meskipun gambaran radiograf panoramik memiliki keterbatasan informasi hanya
secara 2D. Radiografi panoramik relatif murah serta modalitasnya banyak tersedia, sedangkan
ketersediaan alat CT ataupun CBCT bagi praktisi kedokteran gigi masih terbatas, terutama di
negara berkembang.34,35

Secara umum, lesi maligna pada radiograf dapat dibedakan dengan lesi benigna dari gambaran
tepi lesinya. Tepi lesi yang berbatas jelas dan tegas (well defined) umumnya merupakan lesi
benigna, sedangkan lesi yang berbatas tidak jelas (ill defined) menunjukkan potensi malignansi.
Batas lesi yang jelas dapat berbentuk punched-out (menyerupai lubang perforasi), tepi lesi
terkortifikasi (berupa area radiopak tipis) pada kista atau tumor benigna yang berkembang
secara lambat, tepi sklerotik (berupa area radiopak meluas dengan lebar yang tidak merata),
serta tepi radiolusen pada tumor yang dikelilingi kapsul jaringan lunak (odontoma dan
sementoma). Lesi maligna umumnya berkembang sangat cepat dan destruktif. Secara

21
radiografis, lesi maligna menunjukkan tepi tidak tegas dan invasif berupa area radiolusen yang
meluas ke arah tulang trabekula yang sehat dengan pola fingerlike atau bay-type.

Secara umum, KSS menunjukkan invasi dari superfisial ke arah tulang mandibula. Seperti lesi
maligna pada umumnya, KSS menunjukkan tepi lesi yang tidak jelas, namun pada beberapa
kasus KSS juga ditemukan sebagai lesi dengan batas tegas (well defined). Menurut Rumboldt
dkk. (2006),36 gambaran KSS pada contrast-enhanced CT (CECT) tampak sebagai masa
jaringan lunak oral yang tampak berbeda dengan jaringan sehat disekitarnya (Gambar 3). Lesi
KSS berkembang progresif dan destruktif pada tulang alveolar, sehingga gambaran radiografi
gigi yang terlibat lesi KSS sering tampak ‘mengapung’ (floating teeth) di atas masa jaringan
lunak tumor yang radiolusen.33

Gambar 7. CT menunjukkan tumor infiltrasi dengan batas tidak beraturan di dasar kiri anterior
mulut dan sulkus gingivo-buccal, yang melintasi garis tengah dan mengikis tulang rahang
bawah. Ada metastasis kelenjar getah bening nekrotik sentral di perbatasan anterior otot
sternokleidomastoid kiri.

22
Gambar 8. Gambaran tumor lidah pada CT scan. Pada tomograf potongan aksial (a) massa
tumor tampak hiperdens mengisi rongga mulut bagian belakang. Pada potongan sagital (b) dan
potongan koronal (c), masa tumor tampak melekat pada pangkal lidah, bentuk tidak teratur,
dengan ukuran cukup besar

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Gambaran tumor pada MRI sangat variatif, tergantung jenis sekuen yang digunakan.
Pengamatan menggunakan beberapa sekuen MRI bertujuan untuk membedakan jaringan yang
mengalami malignansi dengan jaringan di sekitarnya yang sehat. Nekrosis tumor dengan
kandungan air yang tinggi akan tampak hypointense pada citra T1-weighted dan tampak
hyperintense pada citra T2-weighted.42 Secara umum, tumor jaringan lunak tampak isointense
(menunjukkan sinyal yang sama) dengan jaringan sehat pada citra T1-weighted dan tampak
isointense atau hyperintense pada citra T2- weighted. Untuk memperjelas area tumor jaringan
lunak pada citra MRI, umumnya digunakan media kontras gadolinium. Penggunaan media
kontras memberikan informasi yang lebih akurat mengenai kondisi tumor jaringan lunak,
namun media kontras merupakan kontra indikasi bagi pasien yang mengalami gangguan fungsi
ginjal.37

Modalitas MRI juga dapat digunakan untuk menentukan kedalaman atau ketebalan kanker
lidah (Gambar 6c), namun MRI tidak dapat mendeteksi kanker lidah dengan ketebalan kurang
dari 5,0 mm. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa ketebalan kanker lidah berkorelasi
positif dengan resiko metastase limfonodi servikalis38,39 dan resiko rekurensi tumor primer.38
Semakin tebal tumor primer padalidah,makasemakintinggiresikoditemukannya metastase pada
limfonodi servikalis.38,39 Tumor dengan ketebalan dibawah 3 mm memiliki insidensi rekurensi
lokal-regional yang rendah dan tingkat kesembuhan pada kondisi tersebut masih sangat baik.
23
Sebaliknya, tumor dengan ketebalan lebih dari 9 mm memiliki probabilitas rekurensi sebesar
24%, dan tingkat bertahan hidup selama 5 tahun pada kondisi tersebut hanya 66%. 36 Modalitas
MRI tidak menggunakan radiasi pengion dan tidak berpotensi merusak sel-sel tubuh, namun
pasien yang memiliki implan logam dan penderita klaustrofobia tidak dapat menjalani
pemeriksaan MRI. Disamping itu, gerakan pasien saat pemeriksaan MRI akan menghasilkan
artefak yang mengganggu proses interpretasi.37

Gambar 9. Massa lidah kiri (dugaan karsinoma sel skuamosa) dengan kedalaman invasi 1 cm
(T2). Tidak ada ekstensi ke lidah posterior atau dasar lidah.

24
Gambar 10. Metastase kanker oral disertai nekrosis sentral pada limfonodi servikal yang tidak
terdeteksi secara klinis tetapi tampak jelas berbentuk membulat dengan tepi hiperdens dan
hipodensitas di tengah lesi pada citra contrast enhanced CT (a) dan CT scan (b). Hasil
pemeriksaan MRI (c) menunjukkan gambaran limfonodi berbentuk membulat dengan struktur
internal hypointense, sedangkan pada sonogram (d) limfonodi submentalis tampak hypoechoic
di bagian tengah disertai distorsi hilum.40,41

Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi intraoral dapat digunakan untuk mengukur kedalaman atau ketebalan kanker
pada lidah39,42 (Gambar 6) yang berkaitan dengan resiko metastase dan rekurensi kanker
lidah.43,45 Modalitas USG juga dapat dipergunakan untuk pemeriksaan limfonodi servikal,
lesi subkutan, tumor benigna maupun maligna, 42 serta pemeriksaan glandula dan duktus
salivarius.43 Meskipun citra USG memiliki resolusi tinggi, namun USG memiliki kontras yang
rendah sehingga kurang jelas untuk menggambarkan tepian mekanis dari objek yang
dicitrakan.44 Kanker pada lidah dan mukosa bukal tampak hypoechoic (gelap) pada citra USG,
tumor benigna berupa ameloblastoma pada tulang rahang akan tampak sebagai lesi hyperechoic
(terang), sedangkan tumor benigna berupa fibrous dysplasia pada tulang rahang akan
menunjukkan pola echo yang heterogen.42 Penderita KSS yang secara klinis menunjukkan
adanya ulkus superfisial pada gingivobukal sebaiknya langsung diperiksa menggunakan USG
untuk memastikan ada tidaknya metastase pada limfonodi servikal.45 Kondisi metastase pada
limfonodi servikalis pada sonogram umumnya menunjukkan diameter ≥10 mm, namun
demikian ukuran lesi tanpa didukung oleh tanda-tanda lain tidak dapat digunakan sebagai
penentu adanya metastase. Nodus limfatikus yang mengalami metastase menunjukkan
hipoechogenitas sentral, distorsi pada hilum, perluasan ekstrakapsular dengan gambaran
nekrosis dengan tepi ireguler.41 Deteksi metastase kanker oral pada limfonodi servikal

25
menggunakan USG menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan
palpasi.46 Apabila dibandingkan dengan hasil pemeriksaan histopatologis, deteksi metastase
pada limfonodi servikalis menggunakan USG menunjukkan nilai diagnostik cukup baik,
dengan sensitivitas 86% dan spesifisitas 73%.47 Pemeriksaan lesi intraoral menggunakan USG
memerlukan probe khusus yang terbuat dari transducer linier berfrekuensi tinggi (high
resolution linear transducer) dengan frekuensi 7-18 MHz41,48 untuk menghasilkan citra dengan
resolusi tinggi,45,47 meskipun frekuensi yang digunakan pada probe USG intraoral tetap lebih
rendah dibandingkan dengan USG konvensional.43 Malignansi pada jaringan lunak umumnya
berukuran >5 cm, berkembang dengan cepat (rapid growth), lokasinya dalam, dan
menunjukkan gambaran vaskularisasi tipe chaotic pada USG Doppler. Meskipun prosedur USG
relatif mudah dan nyaman bagi pasien, namun interpretasi citra USG sangat dipengaruhi oleh
kemampuan dan pengalaman radiolog.48

H. TERAPI

Terapi untuk kasus squamous cell carcinoma dapat melibatkan satu atau beberapa terapi
sekaligus, terdiri dari pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. Jika tumor masih berukuran
kecil, dapat dilakukan satu terapi saja, namun jika sudah membesar atau bermetastasis dapat
dilakukan terapi kombinasi.

Radioterapi

Terapi yang paling sering dan paling umum dilakukan adalah terapi menggunakan radioterapi.
Terdapat dua macam radioterapi, yaitu :

Radioterapi eksterna atau teletherapy

Merupakan terapi radiasi menggunakan sinar-X atau radioisotop yang di luar tubuh dengan
jarak tertentu dan dengan periode waktu tertentu. Sinar diarahkan ke tumor yang akan diberi
radiasi. Besar energi yang akan diserap oleh tumor atau besarnya daya penetrasi sinar-X
tergantung dari besarnya energi yang dipancarkan oleh tabung. Makin tinggi perbedaan
tegangan antara katoda dan anoda, makin besar pula daya tembus sinar, sehingga untuk tumor-
tumor yang letaknya agak dalam diperlukan pesawat-pesawat dengan tegangan yang tinggi.
Salah satu contohnya adalah pesawat teleterapi Co-60. Co-60 (kobalt 60) yang merupakan
isotop buatan yang murah yang dapat menggantikan jarum radium yang mahal harganya. Pada

26
saat ini Co-60 yang mempunyai energi ekuivalen dengan sinar-X 3 Mv dan memancarkan sinar
gamma secara terus menerus sehingga sangat cocok digunakan untuk pengobatan penyakit
kanker. Sumber Co-60 berada pada gantry yang dapat diatur penyudutannya dari 0° - 360°.
Pesawat ini dilengkapi dengan lampu kolimator dan fiber optic yang berfungsi untuk
mendapatkan titik sentral dari luas lapangan penyinaran, mengatur jarak sumber ke obyek
dengan mengubah ketinggian meja. Tetapi, dapat terjadi penyimpangan atau error sebesar 5%
pada teleterapi Co-60 ini. Selain itu perlu dikalibrasi setiap 6 bulan. Penyimpangan ini dapat
terjadi karena geometri dari isotop berbentuk silinder bukan bola dan berkas radiasi yang
digunakan ialah berkas terkolimasi. Keberhasilan pelaksanaan teleterapi dengan menggunakan
pesawat telecobalt-60 sangat dipengaruhi oleh faktor ukuran dan geometris sumber, serta jarak
sumber kepermukaan kulit pasien.

Radioterapi internal atau brachytherapy

Merupakan terapi radiasi dengan menaruh sumber energi di dalam tumor atau berdekatan
dengan tumor di dalam rongga tubuh dengan menggunakan isotop radioaktif tertutup. Hal ini
bertujuan agar diperoleh distribusi dosis radiasi yang tinggi dan homogen dalam ruang lingkup
yang sesuai dengan bentuk dan volume sasaran radiasi, juga memiliki dosis yang rendah pada
jaringan sehat disekitarnya, sehingga dapat dicapai kontrol lokal yang tinggi dengan efek
samping yang rendah. Salah satu contohnya adalah tipe interstisial dengan implantasi atau
menusukkan jarum radium ke dalam tumor. Terdapat beberapa efek dari radioterapi seperti
dapat mengakibatkan kerusakan dalam sel, seperti dapat mengganggu ketahanan hidup dan
reproduksi sel, tetapi sering kerusakan dapat disembuhkan sendiri oleh sel tersebut (auto
repair), adanya perubahan sel dan perubahan daya proliferasi sel dapat terjadi karena faktor lain
dalam sel, sebelum atau sesudah paparan radiasi dan bila cukup banyak sel dalam organ atau
jaringan terbunuh atau tertahan untuk bereproduksi dan berfungsi secara tidak normal maka sel
dalam organ atau jaringan tersebut akan kehilangan fungsi.

Terapi lain yang dapat dilakukan adalah dengan eksisi bedah. Eksisi tumor umumnya dilakukan
dengan tepi sayatan 1-2 cm di luar indurasi tumor yang merupakan jaringan normal. Pada
bagian yang infiltratif dan ulseratif harus lebih hati-hati untuk melakukan sayatan karena untuk
free margin memerlukan eksisi yang lebih luas. Kemudian, untuk yang belum bebas tumor

27
diradiasi penggunaan radioterapi adjuvant sesudah pembedahan dapat diberikan dengan radiasi
eksterna.

Terapi kombinasi pembedahan dan radioterapi memberikan hasil terapi yang lebih baik untuk
karsinoma lidah stadium III dan IV. 2 Terapi kombinasi dilakukan dengan 2 cara yaitu terapi
kombinasi terencana dan terapi kombinasi tanpa rencana. Terapi kombinasi terencana yaitu
dilakukan pembedahan yang dilanjutkan dengan radioterapi untuk eradikasi tumor residu secara
mikroskopik. Terapi kombinasi tanpa rencana dilakukan sebagai terapi kuratif dan belum ada
kesepakatan tentang waktu untuk dilakukan radioterapi. Keuntungan pemberian radioterapi
preoperatif adalah sel kanker pada tepi tumor menjadi inaktif, radioterapi menyebabkan
sklerosis dan menyumbat aliran kelenjar getah bening serta mengurangi penyebaran karsinoma
saat pembedahan. Tetapi radioterapi preoperatif menyebabkan gangguan penyembuhan luka
seperti fistula orofaringokutan, luka yang mengelupas serta ruptur vaskuler. Saat ini ada
kecenderungan untuk melakukan pembedahan terlebih dahulu dan selanjutnya diberikan
radioterapi. Keuntungan pendekatan ini adalah morbiditas operasi dapat dikurangi dan
kerugiannya adalah apabila terjadi komplikasi pembedahan maka pemberian radioterapi
menjadi terlambat dan tidak efektif Kanker dalam rongga mulut dapat melakukan metastasis
atau dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya. Jika tumor tanpa disertai dengan metastasis dapat
dilakukan radioterapi dengan dosis 5000-7000 rads dan jika diperlukan dapat dikombinasikan
dengan pembedahan.

28
Gambar 11. Menggambar bagian melintang melalui bagian bawah tubuh vertebral serviks
kedua, menggambarkan foton-elektron (garis putus-putus hitam), terletak di tengah atas rantai
kelenjar getah bening jugularis, dengan garis tepi hitam pekat.

29
Gambar 12. CT-iris melintang melalui body vertebral servikal kedua menggambarkan dua
pendekatan berbeda untuk menggambarkan wilayah kelenjar getah bening II.

30
Gambar 13. Contoh pasien yang diradiasi dengan nodus serviks bilateral yang terlibat.
Kelenjar getah bening yang terlibat memiliki kontur warna merah. Dosis resep untuk penyakit
nodal kotor adalah 70 Gy (RBE) dalam 35 fraksi. Menggunakan kombinasi bidang miring
posterior-anterior dan posterior, penghematan rongga mulut yang signifikan dicapai
berdasarkan rentang terbatas dari setiap berkas proton

31
Gambar 14. (a) Pengaturan lapangan dalam pengaturan satu titik untuk pasien dengan kanker
kepala-dan-leher. (b, c) Pandangan mata balok untuk utama bidang pengobatan, seperti yang
dilaporkan pada Tabel 2. Sebuah anterior; B posterior; C anterior kanan; D anterior kiri; E
anterior kompensasi; F miring anterior kanan tanpa baji; G anterior miring kiri tanpa irisan; H
miring kanan posterior; Saya miring ke kiri posterior. Target volume perencanaan primer
merah; sumsum tulang belakang biru; cyan parotis kiri kelenjar; kelenjar parotid kanan
magenta; kulit kuning di atas laring.

32
Kemoterapi

Namun, untuk pasien dengan tumor yang sudah mencapai tahap advanced dan sudah
bermetastasis dapat diberikan kemoterapi. Kemoterapi digunakan pada karsinoma stadium
lanjut dan sebagai terapi paliatif pada tumor rekuren untuk mengurangi rasa nyeri. Regimen
yang digunakan adalah cisplatin dan 5-fluorouracil. Adapun regimen lain yang biasa digunakan
adalah docetaxel yang mana merupakan agen efektif dan memiliki tingkat respon yang lebih
baik pada pasien-pasien dengan stadium lanjut, rekuren, ataupun metastasis. Docetaxel berbeda
dalam mekanisme kerjanya dengan cisplatin dan 5-fluorouracil sehingga dapat dikombinasikan
untuk mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi ini menghasilkan
tingkat respons 90-93%. Efek samping yang dapat terjadi pada pemberian kombinasi terapi ini
yaitu leukopenia, neutropenia, thrombositopenia, alopesia, dan diare. Obat kemoterapi lainnya
yang dapat diberikan adalah methotrexate, bleomycin, cyclophosphamide, adryamycin, dengan
angka remisi 20- 40%. Dosis yang dapat diberikan sebagai contoh, untuk dosis tunggal dapat
diberikan methotrexate 30 mg /m2 dua kali dalam seminggu dan jika diperlukan kombinasi,
dapat diberikan Vincristin 1,5 mg/m2 ditambah Bleomycin: 12 mg/m2 dengan pemberian
berulang dalam dua sampai tiga minggu dan Methotrexate: 20 mg/m2 h3. Setiap obat
kemoterapi memiliki cara kerja tersendiri pada setiap siklus sel kanker, baik itu spesifik
maupun tidak spesifik. Dimana fungsi dari kemoterapi adalah untuk menghambat ploriferasi
sel-sel kanker karena sel kanker dapat bertumbuh secara tidak terkontrol dan dapat menyebar
dengan cepat jika tidak ditangani dengan sesegera mungkin. Karsinoma sel skuamosa pada
bibir bawah mempunyai prognosis yang paling baik dari seluruh kanker yang ada di dalam
rongga mulut. Karsinoma yang berada dipermukaan samping dari lidah mempunyai prognosis
yang lebih baik dari pada yang berlokasi pada permukaan belakang lidah. Pada intinya
prognosis penderita karsinoma rongga mulut tergantung dari beberapa faktor, yaitu ukuran
kanker, daerah/lokasi dari kanker primer, ada/tidaknya keterlibatan jaringan limfa, ada/tidaknya
metastase jauh dari kanker primer.

33
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Gambaran squamous cell carcinoma (SCC) memiliki ciri yang khas secara umum yaitu dengan
adanya gambaran area radiointermediate ill-defined non-corticated, disertai invasi tulang
irreguler. Radiograf panoramik dapat dijadikan sebagai pemeriksaan penunjang kasus SCC.
Bagaimanapun harus dapat dibedakan gambaran radiografi berdasarkan awal mula jaringan
pertumbuhan lesi SCC tersebut dimana dapat memengaruhi jenis perawatan yang akan
dilakukan. Besar lesi dan seberapa jauh invasi lesi tersebut terhadap jaringan di sekitarnya
berpengaruh terhadap gambaran yang tampak dalam radiograf. Imejing diagnostik merupakan
bagian dari protokol diagnosis dan perawatan pasien kanker oral. Pengetahuan mengenai
gambaran kanker oral menggunakan berbagai modalitas imejing sangat diperlukan oleh dokter
klinisi dan radiolog, meskipun ketersediaan alat imejing modern di Indonesia masih terbatas.
Pemilihan jenis imejing pada kasus kanker oral perlu disesuaikan dengan kondisi klinis pasien,
ketersediaan modalitas imejing, dan kemampuan ekonomi pasien. Imejing diagnostik
diperlukan untuk membantu penegakkan diagnosis tumor dan kanker oral secara akurat.
Diagnosis yang akurat mengarah pada perawatan yang tepat dan adekuat, sehingga kesembuhan
dan harapan bertahan hidup bagi pasien kanker oral dapat ditingkatkan.

34
Daftar Pustaka

1. Warshawsky S, Landolph JR. Molecular carcinogenesis and the molecular biology of


human cancer. Boca Raton USA : Taylor and Francis Group;2006. hlm. 6
2. Ahmad H, Satari H M, Oewen R, Supriatno. Anti-tumor agent celecoxib activity toward
SP-C1 tongue cells cancer invasion (in vitro). Padjadjaran Journal of Dent. 2011; 23(1):1-5
3. White S.C, and Pharoah M.J., Oral Radiology Principles and Interpretations. 7th ed.,
Mosby Canada, 2014.
4. Whaites E. Essential dental radiography and radiology. 4th ed. Elsevier Spain, 2007.
5. Grossman D, Leffel DJ. Squamous Cell Carcinoma. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Leffell ASPJ, editors. Fitzpatrick`s Dermatology in General Medicine. 7 ed. New
York: McGraw-Hill; 2008. hlm. 1028–36.
6. Alam M, Ratner D. Cutaneous Squamous-Cell Carcinoma. NEJM 2001; 344: 975–83.
7. Lintong M P. Lesi prakanker dan kanker rongga mulut. Jurnal Biomedik (JBM), Volume
5, Nomor 3, Suplemen, November 2013, hlm. S43-50
8. Lestari S, Widyaningrum R. Karakterisasi squamous cell carcinoma pada rahang bawah
dengan metode pengenalan pola pada citra radiograf panoramik digital. Jurnal Teknologi
Industri. Volume 22, Nomor 1, Maret 2016. Hlm 60-7
9. Ye X, Zhang J, Tan Y, Chen G, Zhou G. Metaanalysis of two computer-assisted
screening Widyaningrum, dkk. : Imejing diagnostik kanker ... 12 methods for diagnosing oral
precancer and cancer. Oral Oncol. 2015; 51(11): 966 – 975.
10. de Paiva RR, Figueiredo PT de S, Leite AF, Silva MAG, Guerra ENS. Oral cancer
staging established by magnetic resonance imaging. Braz Oral Res. 2011; 25(6): 512 – 518.
11. Perez MGS, Bagan JV, Jimenez Y, Maria M, Marzal C. Utility of imaging techniques in
the diagnosis of oral cancer. J Cranio-Maxillo-Facial Surg. 2015; 43: 1880 – 1894.
12. Arya S, Chaukar D, Pai P. Imaging in oral cancers. Indian J Radiol Imaging. 2012; 22(3):
195 – 208.
13. Yuen APW. Tongue Cancer. In: Encyclopedia of Cancer. 3 rded. New York: Springer-
Verlag Berlin Heidelberg. 2008. p.3725-8.
14. Sultana J, Bashar A, Molla MR. New Management Strategies of Oral Tongue Cancer in
Bangladesh. J Maxillofac Oral Surg. 2013;10:1-7.

35
15. Prince S, Bailey BMW. Squamous carcinoma of the tongue: review. British Journal of
Oral and Maxillofacial Surgery. 1999; 37:164-74.
16. Lowry LD, Onart S. Anatomy and Physiology of the Oral Cavity and Pharynx. In:
Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 6th ed. Hamilton: BC Decker; 2003.
p.1009-19.
17. Proops DW. The mouth and related faciomaxillary structures. In: Scott-Brown’s
Otolaryngology. 6thed. Belfast: Bath press; 1997: p.1-23.
18. Lee KJ. The oral cavity, pharynx, and esophagus. In: Essential otolaryngology head and
neck surgery. 8 thed. New York: McGrowHill Companies.Inc; 2003. p.440-441.
19. Shinagawa H, Murano EZ, Zhuo J, Landman B, Gullapalli RP, Prince JL et al. Tongue
muscle fiber tracking during rest and tongue protrusion with oral appliances: A preliminary
study with diffusion tensor imaging. Acoust. Sci. & Tech. 2008;29: 291-4
20. Gosselin BJ. Malignant Tumors of Mobile Tongue. Available at
www.emedicine.medscape.com
21. Iype EM, Pandey M, Mathew A, Thomas G, Sebastian P,Nair MK. Squamous Cell
Carcinoma of the Tongue Among Young Indian Adults. Neoplasia. 2001;3(4):273-277
22. Yuen APW. Tongue Cancer. In: Encyclopedia of Cancer. 3 rded. New York: Springer-
Verlag Berlin Heidelberg. 2008. p.3725-8.
23. Sultana J, Bashar A, Molla MR. New Management Strategies of Oral Tongue Cancer in
Bangladesh. J Maxillofac Oral Surg. 2013;10:1-7.
24. Fadoo Z, Naz F, Husen Y, Pervez S, Hasan N. Squamous Cell Carcinoma of Tongue in
an 11-Year-old Girl. J Pediatr Hematol Oncol. 2010;32:e199–e201.
25. Galbiatti ALS, Padovani JA, Maniglia JV, Rodrigues CDS, Pavarino EC, Bertollo EMG.
Head and neck cancer: causes, prevention and treatment. Braz J Otorhinolaryngol.
2013;79(2):239-47
26. Neville BW, Day TA. Oral Cancer and Precancerous Lesions. CA Cancer J Clin.
2002;52:195-215
27. Syrjanen S, Lodi G, Bultzingslowen IV, Aliko A, Campisi PAGet al. Human
Papillomaviruses in Oral Carcinoma and Oral Potentially Malignant Disorders: A Systematic
Review. Oral Diseases. 2011;17(Suppl. 1):58-72.

36
28. Gorsky M, Epstein J.B, Oakley C, Le ND, Hay J, Moore PS et al. Carcinoma of the
tongue: A case series analysis of clinical presentation, risk factors, staging, and outcome. Oral
Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 2004;98: 546-52.
29. Lim YC, Choi EC. Unilateral, clinically T2N0, squamous cell carcinoma of the tongue:
surgical outcome analysis. Int J Oral Maxillofac Surg. 200736: 610–61
30. Amin MB, Edge SB, Greene FL, et al. AJCC Cancer Staging Manual. (2018) ISBN:
9783319406176
31. American College of Surgeons. AJCC Cancer Staging Form Supplement. AJCC Cancer
Staging Manual, Eighth Edition. 5 Jun 2018. Available at cancerstaging.org
32. AJCC 8th Edition Updates and Corrections. 25 May 2018. Available at cancerstaging.org
33. White SC, Pharoah MJ. Oral radiology: principles and interpretation. 7th edition. White
SC, Pharoah MJ, editors. St. Louis, Missouri: Elsevier Mosby; 2014.
34. Akdeniz BG, Oksan T, Kovanlikaya I, Genc I. Evaluation of bone height and bone
density by computed tomography and panoramic radiography for implant recipient sites. J Oral
Implantol. 2000; 26(2): 114 – 119.
35. Zarch SH, Bagherpour A, Langaroodi AJ, Yazdi AA, Safaei A. Evaluation of the
accuracy of panoramic radiography in linear measurements of the jaws. Iran J Radiol. 2011;
8(2): 97 – 102.
36. Rumboldt Z, Day TA, Michel M. Imaging of oral cavity cancer. Oral Oncol. 2006; 42:
854 – 865.
37. Linz C, Muller-Richter UD, Buck AK, Mottok A, Ritter C, Schneider P, Metzen D,
Heuschmann P, Malzahn U, Kübler AC, Herrmann K, Bluemel C. Performance of cone beam
computed tomography in comparison to conventional imaging techniques for the detection of
bone invasion in oral cancer. Int J Oral Maxillofac Surg. 2015; 44: 8 – 15.
38. Lam P,Au-yeung KM, Wei WI,YuenAP,Trendellsmith N, Li JHC, Li R. Correlating MRI
and histologic tumor thickness in the assessment of oral tongue cancer. AJR. 2004; 182: 803 –
808.
39. Lodder WL, Teertstra HJ, Tan IB, Pameijer FA, Smeele LE, Velthuysen M-LF van, et al.
Tumour thickness in oral cancer using an intraoral ultrasound probe. Eur Radiol. 2011; 21: 98 –
106.

37
40. Figueiredo PTDS, Leite AF, Barra FR, Anjos RF, Freitas AC, Nascimento LA, Melo NS,
Guerraet ENS. Contrast-enhanced CT and MRI for detecting neck metastasis of oral cancer:
comparison between analyses performed by oral and medicalradiologists. Dentomaxillofacial
Radiol. 2012; 41: 396 – 404.
41. Shetty D, Jayade BV, Joshi SK, Gopalkrishnan K. Accuracy of palpation,
ultrasonography, and computed tomography in the evaluation of metastatic cervical lymph
nodes in head and neck cancer. Indian J Dent. 2015; 6(3): 121 – 124
42. Joshi PS, Pol J, Sudesh AS. Ultrasonography – A diagnostic modality for oral and
maxillofacial diseases. Contemp Clin Dent. 2014; 5(3): 345 – 351.
43. Law CP, Chandra RV, Hoang JK, Phal P. Imaging the oral cavity: key concepts for the
radiologist. Br J Radiol. 2011; 84(1006): 944 – 957.
44. Oraevsky AA. Optoacoustic tomography of the breast. In: Wang L.V., editor.
Photoacoustic Imaging and Spectroscopy. USA: CRC Press; 2009. 411 – 429.
45. Arya S, Chaukar D, Pai P. Imaging in oral cancers. Indian J Radiol Imaging. 2012; 22(3):
195 – 208.
46. Sureshkannan P, John R. Role of ultrasound in detection of metastatic neck nodes in
patients with oral cancer. Indian J Dent Res. 2011; 22(3): 419 – 423.
47. Dayanand SMC, Desai R, Reddy PB. Efficiency of ultrasonography in assessing cervical
lymph node metastasis in oral carcinoma. Natl J Maxillofac Surg. 2010; 1(2): 117 – 122.
48. Afonso PD, Mascarenhas V. Imaging techniques for the diagnosis of soft tissue tumors.
Rep Med Imaging. 2015; 8: 63 – 70.

38

Anda mungkin juga menyukai