Diajukan Kepada:
dr. Muh. Ghozali Tahrim, Sp. An
Disusun Oleh:
Adlina Karimina Nurul Husna
20120310144
SMF ANESTESIOLOGI
RSUD TJITROWARDODJO PURWOREJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
Disusun Oleh:
20120310144
Dokter Pembimbing
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.TS
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 26 th
Pekerjaan : Wiraswasta
Berat Badan : 58 kg
Tinggi Badan : 162 cm
BMI : 22,1 (normal)
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SLTP
Alamat : Kalimati, Pituruh, Purworejo
Tanggal masuk RS : 11 Juni 2017
Diagnosis : Internal bleeding et causa trauma tumpul abdomen
B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama : Terbentur stang motor di bagian perut
2. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke IGD RSUD diantar oleh istri dan
beberapa warga sekitar dengan keluhan terbentur stang motor di bagian perut karena jatuh
dari sepeda motor beroda 3 kemudian jatuh ke sawah dari ketinggian 20 meter. Pasca
kejadian pasien merasakan nyeri yang amat sangat di bagian perut, sadar (+), riwayat
pingsan (-), sesak nafas (+), mual (+), muntah lendir dan makanan (+), darah (-), BAB
hitam (-), BAB merah (-), BAK (+) tidak nyeri, demam (-).
3. Riwayat penyakit dahulu : Pasien menyangkal pernah mendapat keluhan yang
sama sebelumnya. Trauma (-), riwayat operasi (-), hipertensi (-), riwayat alergi (-),
riwayat batuk lama (-), hepatitis (-), maag (-), riwayat DM (-), pingsan (-), permasalahan
perdarahan (-), riwayat penyakit ginjal (-), stroke (-).
4. Riwayat penyakit keluarga : Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal,
riwayat hipertensi (-), DM (-), asma (-), alergi (-), permasalahan perdarahan (-).
5. Riwayat personal social : Pendidikan terakhir SLTP. Aktifitas sehari-hari sebagai
petani dan peternak sapi yang tinggal bersama Ibunya, istri dan kedua anaknya.
Kehidupan bergantung pada pasien, karena Ayahnya sudah meninggal dan kakak atau
adiknya sudah menikah serta tinggal bersama keluarganya.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Kooperatif, sesuai usia.
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign : Tekanan darah : 110/70mmHg
Nadi : 89x/menit
RR : 30x/menit, teratur
Suhu : 36,2C
Status Generalis
a) Kulit : Warna kulit sawo matang, tampak berkeringat, tidak ikterik, tidak sianosis,
turgor kulit cukup, capilary refill < 2 detik dan teraba hangat.
b) Kepala : Bentuk mesosepal, tidak ada jejas, tidak ada bekas trauma, rambut distribusi
merata berwarna hitam.
c) Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
d) Mulut : Bibir tidak tampak sianotik, hilangnya gigi (+), uvula (+), buka mulut > 2 jari,
jarak thyromental >3 jari, pembesaran tonsil (-), gerakan leher maksimal, mallampati
grade II.
e) Pemeriksaan lokalis Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), tampak multiple VE (+), kemerahan di regio umbilicalis (+),
massa (-), hematom (-)
Auskultasi : BU (+) menurun, suara tambahan (-)
Perkusi : Tympani seluruh kwadran (+), pekak hepar (+) dengan batas normal
Palpasi : Nyeri tekan seluruh kwadran abdomen (+), defans muscular (+), hepar dan
lien tidak teraba.
f) Pemeriksaan Thorax
1) Jantung
a) Inspeksi : Tidak tampak ictus cordis
b) Palpasi : Ictus cordis tidak bergeser, teraba kuat (-)
c) Perkusi :
Batas kanan atas : SIC II garis parasternal dextra
Batas kanan bawah : SIC IV garis parasternal Sinistra
Batas kiri atas : SIC II garis Parasternalis sinistra
Batas kiri bawah : SIC IV garis medioclavicularis sinistra
d) Auskultasi : S1> S2 reguler, tidak ditemukan gallop dan murmur.
2) Paru
a) Inspeksi : Dinding dada simetris pada saat statis dan dinamis (+), jejas (-),
retraksi (-) dan ketertinggalan gerak (-)
b) Palpasi : Simetris (+), vokal fremitus kanan sama dengan kiri dan ketertinggalan
gerak (-)
c) Perkusi : Sonor kedua lapang paru (+), tympani di hemithorax sinistra mulai SIC
6 ke bawah
d) Auskultasi : Vesikular (+/+) menurun, ronkhi (-) dan wheezing (-) pada kedua
pulmo.
g) Pemeriksaan Ekstremitas :
Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis
Turgor kulit cukup, akral hangat.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (11 Juni 2017)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 13.8 g/dL 12.6 16.8
Leukosit 12.6 H 10^3/ul 4.5 13.9
Hematocrit 39 L % 40 52
Eritrosit 4.5 10^6/ul 3.80 5.20
Trombosit 291 10^3/ul 150 400
MCV 86 fL 80 100
MCH 31 Pg 26 34
MCHC 36 g/Dl 32 36
Hitung Jenis
Netrofil 72.30 H % 50 70
Limfosit 14.90 L % 25 40
Monosit 11.30 H % 28
Eosinophil 0.60 L % 2.00 4.00
Basofil 0.90 % 01
BT 2.30 Min 1-3
CT 4.15 Min 3-6
Golongan Darah B Rh (D) Positive
Sero Imunologi
HBsAg Negative - Negative
E. KESAN ANESTESI
Laki-laki 27 tahun menderita Internal bleeding Susp Ruptur Lien dengan tanda peritonitis
et causa trauma tumpul abdomen dengan ASA III
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yaitu :
a. Intravena fluid drip (IVFD) RL 20 tpm
b. Pasang NGT
c. Pro Laparotomi Eksplorasi CITO
d. Informed Consent Operasi
e. Konsul ke Bagian Anestesi
f. Informed Consent Pembiusan
g. Rawat ICU pasca operasi
Dilakukan operasi dengan general anestesi dengan status ASA III
G. KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka :
Diagnosis pre operatif : Internal bleeding Susp ruptur Lien et causa trauma tumpul
abdomen dengan tanda peritonitis
Status Operatif : ASA III, Mallampati grade II
Jenis Operasi : Laparotomi Eksplorasi Emergency
Jenis Anastesi : General Anastesi dengan teknik ETT no 7,5
H. LAPORAN ANESTESI
1. Diagnosis Pra Bedah
Internal bleeding dengan hemodinamik unstable dengan tanda peritonitis
2. Diagnosis Pasca Bedah
Internal bleeding ec perforasi mesenterium dan jejenum, hematom retroperitoneal
sinistra
3. Penatalaksanaan Preoperasi
a. Infus RL 500 cc
4. Rencana tindakan Anestesi
a. Jenis Anestesi : General Anestesi dengan teknik ETT no 7.5
b. Pre Operasi :
- Lengkapi Inform Consent
- Lengkapi pemeriksaan penunjang
- Puasa 6-8 jam
- Pasang IV line (transfuse set dan iv cath no 20)
c. Durante Operasi
- Mulai Anestesi : 12 Juni 2017, pukul 18.15 WIB
- Mulai Operasi : 12 Juni 2017, pukul 18.20 WIB
- Premedikasi : Ranitidin 50 mg iv
Sotatic 10 mg iv
- Induksi : Ketamin 80 mg iv + Fresofol 40 mg iv
Sevo 1-2 vol % inhalasi
- Intubasi : Laringoskop blade no.3
ETT no.7.5
- Medikasi tambahan : Fentanyl 50 mg iv
Ketorolac 30 mg iv
- Maintanance : O2 2 lt, N2O 2 lt , Sevo 2 lt.
- Respirasi : Kendali
- Posisi : Supine
- Cairan : RL 500 ml
- Selesai operasi : 19.45 WIB.
d. Post Operasi
- Jalan nafas : Clear
- Pernafasan : Spontan
- Bila Spontan : Adekuat
- Kesadaran : Masih tersedasi
- Skor Aldrette :
Aktivitas_1_sirkulasi_2_pernafasan_1_kesadaran_1_warna_2_
Instruksi pasca sedasi dan anestesi :
- Infus RL 500 ml
- Dapat minum hangat jika sadar penuh, mual (-), muntah (-)
- Pemantauan tensi, nadi selama 15 menit selama 24 jam
- Lain lain : jika emergency lapor dokter anestesi
- Terapi yang diberikan post operasi :
o Inj Ceftriaxon 1 gr/12 jam
o Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
o Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
o Inj. Metronidazol 1 gr/ 8 jam
5. Terapi cairan pembedahan
Maintenance = 2 cc/kg/bb
PP (pergantian puasa sebelum operasi = lama puasa x maintenance)
Stress operasi : kecil = 4, sedang = 6, berat = 8)
SO = BBx jenis operasi (ringan/sedang/berat)
Pemberian pada jam 1 karena pasien terpasang infus maka pengganti puasa akan
diberikan , jadi M + PP + SO, Sedangkan untuk jam II M + PP + SO
Maka kebutuhan cairan pada pasien ini adalah
M 2 x 58 kg = 116 cc
PP 8 x 116 cc = 928 cc
SO 58 kg x 8 = 464 cc
2. Anatomi
Abdomen adalah bagian tubuh yang terletak antara diaphragma di bagian atas dan
pintu masuk pelvis dibagian bawah. Abdomen dibagi dalam sembilan regio oleh dua
garis vertikal, dan dua garis horizontal. Masing-masing garis vertikal melalui pertengahan
antara spina iliaca anterior superior dan symphisis pubis. Garis horizontal yang atas
merupakan bidang subcostalis, yang mana menghubungkan titik terbawah pinggir costa
satu sama lain. Garis horizontal yang bawah merupakan bidang intertubercularis, yang
menghubungkan tuberculum pada crista iliaca. Bidang ini terletak setinggi corpus
vertebrae lumbalis V. Pembagian regio pada abdomen yaitu : pada abdomen bagian atas :
regio hypochondrium kanan, regio epigastrium dan regio hypocondrium kiri. Pada
abdomen bagian tengah : regio lumbalis kanan, regio umbilicalis dan regio lumbalis kiri.
Pada abdomen bagian bawah : regio iliaca kanan, regio hypogastrium dan regio iliaca
kiri.
Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut.
Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kranikaudal diperoleh
pendarahan dari cabang aa.interkostales VI s/d XII dan a.epigastrika superior. Dari
kaudal, a.iliaka sirkumfleksa superfisialis, a.pudenda eksterna, dan a.epigastrica
inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun
vertikal tanpa menimbulkan gangguan pendarahan. Persarafan dinding perut dilayani
secara segmental oleh n.torakalis VI s/d XII dan n.lumbalis I.
Rongga perut (cavitas abdominalis) dibatasi oleh membran serosa yang tipis
mengkilap yang juga melipat untuk meliputi organ-organ di dalam rongga abdominal.
Lapisan membran yang membatasi dinding abdomen dinamakan peritoneum parietale,
sedangkan bagian yang meliputi organ dinamakan peritoneum viscerale. Di sekitar dan
sekeliling organ ada lapisan ganda peritoneum yang membatasi dan menyangga organ,
menjaganya agar tetap berada di tempatnya, serta membawa pembuluh darah, pembuluh
limfe, dan saraf. Bagian-bagian peritoneum sekitar masing-masing organ diberi nama-
nama khusus.
a. Organ Intraperitoneal
1. Hepar
Merupakan kelenjar terbesar dan mempunyai tiga fungsi dasar, yaitu : (1)
pembentukan dan sekresi empedu yang dimasukkan ke dalam usus halus; (2)
berperan pada aktivitas metabolisme yang berhubungan dengan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein; (3) menyaring darah untuk membuang bakteri dan
benda asing lain yang masuk dalam darah dari lumen usus. Hepar bersifat lunak dan
lentur dan menduduki regio hypochondrium kanan, meluas sampai regio
epigastrium. Permukaan atas hati cembung melengkung pada permukaan bawah
diaphragma. Permukaan postero-inferior atau permukaan viseral membentuk
cetakan visera yang berdekatan, permukaan ini berhubungan dengan pars
abdominalis oesophagus, lambung, duodenum, flexura coli dextra, ginjal kanan,
kelenjar suprarenalis, dan kandung empedu. Dibagi dalam lobus kanan yang besar
dan lobus kiri yang kecil, yang dipisahkan oleh perlekatan peritonium ligamentum
falciforme. Lobus kanan terbagi menjadi lobus quadratus dan lobus caudatus oleh
adanya kandung empedu, fissura untuk ligamentum teres hepatis, vena cava
inferior, dan fissura untuk ligamentum venosum. Porta hepatis atau hilus hati
ditemukan pada permukaan postero-inferior dengan bagian atas ujung bebas
omentum majus melekat pada pinggirnya. Hati dikelilingi oleh capsula fibrosa yang
membentuk lobulus hati. Pada ruang antara lobulus-lobulus terdapat saluran portal,
yang mengandung cabang arteri hepatica, vena porta, dan saluran empedu (segitiga
portal).
2. Limpa
3. Lambung
Vesica Fellia adalah kantong seperti buah pear yang terletak pada
permukaan viseral hati. Secara umum dibagi menjadi tiga bagian yaitu : fundus,
corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir
inferior hati; dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen
setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan
viseral hati dana arahnya keatas, belakang dan kiri. Sedangkan collum dilanjutkan
sebagai ductus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan
sisi kanan ductus hepaticus communis membentuk ductus choledochus. Batas
anterior vesica fellia pada dinding anterior abdomen dan bagian pertama dan kedua
duodenum. Batas posterior pada colon tranversum dan bagian pertama dan kedua
duodenum.
5. Usus halus
Bagian pertama duodenum. Panjangnya 5 cm, mulai pada pylorus dan berjalan
keatas dan ke belakang pada sisi kanan vertebra lumbalis pertama. Bagian ini
terletak pada bidang transpilorica. Batas anterior pada lobus quadratus hati dan
kandung empedu. Batas posterior pada bursa omentalis (2,5 cm pertama), arteri
gastroduodenalis, ductus choledochus dan vena porta, serta vena cava inferior.
Batas superior pada foramen epiploicum Winslow dan batas inferior pada caput
pankreas.
Bagian keempat duodenum. Panjangnya 5 cm, berjalan ke atas dan kiri, kemudian
memutar ke depan pada perbatasan duodenum dan jejunum. Terdapat ligamentum
Treitz yang menahan junctura duodeno-jejunalis. Batas anterior pada permulaan
pangkal mesenterium dan lekukan-lekukan jejunum. Batas posterior pada pinggir
kiri aorta dan pinggir medial muskulus psoas kiri.
6. Usus besar
Caecum terletak pada fossa iliaca, panjang 6 cm, dan diliputi oleh
peritonium. Batas anterior pada lekukan-lekukan usus halus, sebagian omentum
majus, dan dinding anterior abdomen regio iliaca kanan. Batas posterior pada m.
psoas dan m. iliacus, n. femoralis, dan n. cutaneus femoralis lateralis. Batas medial
pada appendix vermiformis. Appendix vermiformis panjangnya 8 13 cm, terletak
pada regio iliaca kanan. Ujung appendix dapat ditemukan pada tempat berikut : (1)
tergantung dalam pelvis berhadapan dengan dinding kanan pelvis; (2) melekuk di
belakang caecum pada fossa retrocaecalis; (3) menonjol ke atas sepanjang pinggir
lateral caecum; (4) di depan atau di belakang bagian terminal ileum.
Colon ascenden terletak pada regio iliaca kanan dengan panjang 13 cm.
Berjalan ke atas dari caecum sampai permukaan inferior lobus kanan hati, di mana
colon ascenden secara tajam ke kiri, membentuk flexura coli dextra, dan dilanjutkan
sebagai colon tranversum. Peritonium menutupi pinggir dan permukaan depan
colon ascenden dan menghubungkannya dengan dinding posterior abdomen. Batas
anterior pada lekukan-lekukan usus halus, omentum majus, dan dinding anterior
abdomen. Batas posterior pada m. Iliacus, crista iliaca, m. Quadratus lumborum,
origo m. Tranversus abdominis, dan kutub bawah ginjal kanan.
Colon descenden terletak pada regio iliaca kiri, dengan panjang 25 cm.
Berjalan ke bawah dari flexura coli sinistra sampai pinggir pelvis. Batas anterior
pada lekukan-lekukan usus halus, omentum majus, dan dinding anterior abdomen.
Batas posterior pada pinggir lateral ginjal kiri, origo m. Tranversus abdominis, m.
Quadratus lumborum, crista iliaca, m. Iliacus, dan m. Psoas kiri.
b. Organ Retroperitoneal
Ginjal
Berperan penting dalam mengatur keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh
dan mempertahankan keseimbangan asam basa darah. Kedua ginjal berfungsi
mengekskresi sebagian besar zat sampah metabolisme dalam bentuk urin. Ginjal
berwarna coklat-kemerahan, terletak tinggi pada dinding posterior abdomen, sebagian
besar ditutupi oleh tulang iga. Ginjal kanan terletak lebih rendah dibanding ginjal kiri,
dikarenakan adanya lobus kanan hati yang besar.
Ginjal dikelilingi oleh capsula fibrosa yang melekat erat dengan cortex ginjal. Di
luar capsula fibrosa terdapat jaringan lemak yang disebut lemak perirenal. Fascia renalis
mengelilingi lemak perirenal dan meliputi ginjal dan kelenjar suprarenalis. Fascia
renalis merupakan kondensasi jaringan areolar, yang di lateral melanjutkan diri sebagai
fascia tranversus. Di belakang fascia renalis terdapat banyak lemak yang disebut lemak
pararenal.
Batas anterior ginjal kanan pada kelenjar suprarenalis, hati, bagian kedua
duodenum, flexura coli dextra. Batas posterior pada diaphragma, recessus
costodiaphragmatica pleura, costa XII, m. Psoas, m. Quadratus lumborum, dan m.
Tranversus abdominis. Pada ginjal kiri, batas anterior pada kelenjar suprarenalis, limpa,
lambung, pankreas, flexura coli kiri, dan lekukan-lekukan jejunum. Batas posterior pada
diaphragma, recessus costodiaphragmatica pleura, costa XI, XII, m. Psoas, m.
Quadratus lumborum, dan m. Tranversus abdominis.
Ureter
Pankreas
Merupakan kelenjer eksokrin dan endokrin, organ lunak berlobus yang terletak
pada dinding posterior abdomen di belakang peritonium. Bagian eksokrin kelenjer
menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat menghidrolisis protein,
lemak, dan karbohirat. Bagian endokrin kelenjer, yaitu pulau langerhans,
menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang berperan penting dalam metabolisme
karbohidrat. Pankreas menyilang bidang transpilorica.
Dibagi menjadi empat bagian, yaitu : (1) caput pankreas berbentuki seperti cakram,
terletak pada bagian cekung duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang av.
Mesenterica superior dan dinamakan processus uncinatus; (2) collum pancreas
merupakan bagian yang mengecil dan menghubungkan caput dengan corpus pankreas.
Terletak di depan pangkal vena porta dan pangkal arteri mesenterica superior dari
aorta; (3) corpus berjalan ke atas dan kiri menyilang garis tengah; (4) cauda berjalan
menuju ke ligamentum lienorenalis dan berhubungan dengan hilus limpa.
3. Etiologi
Etiologi internal bleeding yaitu :
a. Trauma
Perdarahan yang disebabkan oleh trauma tumpul atau dengan penetrasi trauma.
b. Kondisi Patalogis dan Penyakit
Sejumlah kondisi patalogis dan penyakit dapat menyebabkan perdarahan internal,
pembuluh darah pecah akibat tekanan darah tinggi, varises osofagus, tukak lambung.
Penyakit lainnya seperti hepatoma, kanker hati, trombositopenia, kehamilan ektopik,
kista ovarium, defisiensi vitamin K, hemophilia, dan malaria.
c. Iatrogenik
Perdarahan internal bisa menjadi artefak iatrogenic akibat komplikasi setelah operasi
bedah dan perawatan medis, beberapa efek obat juga dapat menyebabkan perdarahan
internal seperti obat antikoogulan, dan antiplatelet yang digunakan untuk pengobatan
jantung koroner.
Data internasional yang didapat dari World Health Organization mengindikasikan
penyebab utama dari trauma tumpul pada abdomen adalah jatuh dari ketinggian kurang
dari 5 meter dan kecelakaan mobil.data ini mencakup semua jenis luka, bukan luka
akibat trauma tumpul abdomen saja. Penyebab tersering dari trauma tumpul abdomen
akibat kecelakaan kendaraan bermotor. Penyebab-penyebab umum lainnya termasuk
terjatuh dan kecelakaan industri atau rekreasi. Trauma tumpul abdomen dapat
disebabkan oleh: pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk
pengaman (set-belt).
4. Patofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan
lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka
beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor faktor fisik dari kekuatan
tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan
kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan
karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan
disrupsi jaringan. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan
tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang
sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya
walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua
keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya
yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan
benturan. Hal tersebut dapat terjadi cedera organ intra abdominal yang disebabkan
beberapa mekanisme :
Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari
luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat
mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau
struktur tulang dinding thoraks.
Terjadi gaya akselerasi deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek
pada organ dan pedikel vaskuler.
Pada trauma tumpul dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya
menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering
menimbulkan kerusakan organ multipel, seperti organ padat ( hepar, lien, ginjal ) dari
pada organ-organ berongga. Cedera pada struktur intraabdomen dapat diklasifikasikan
menjadi dua mekanisme utama yaitu kekuatan kompresi dan deselerasi.
Kekuatan kompresi dapat disebabkan dari aliran langsung atau kompresi
eksternal terhadap objek tetap (misalnya, putaran belt, tulang belakang). Paling sering,
kekuatan yang menghancurkan ini menyebabkan perdarahan dan hematom subcapsular
ke organ dalam yang padat. Kekuatan ini juga dapat menyebabkan cacad pada organ
berongga dan meningkatkan tekanan intraluminal secara transient, sehingga
menyebabkan ruptur. Peningkatkan tekanan yang sementara ini merupakan mekanisme
trauma tumpul pada usus kecil.
Kekuatan deselerasi menyebabkan peregangan dan pemotongan linear antara
benda yang secara relatif tetap dan bebas. Pemotongan longitudinal ini cenderung
menyebabkan ruptur dari struktur penunjang pada penghubung antara segmen bebas dan
tetap. pencukuran pasukan ini cenderung mendukung struktur perpecahan di
persimpangan antara bebas dan tetap segmen. Cedera deselerasi klasik meliputi
perdarahan hepatik sepanjang ligamentum teres dan cedera intima pada arteri-arteri
ginjal. Sebagai loop usus yang berjalanan dari perlekatan mesenterik mereka, trombosis
dan perdarahan mesenterik, cedera pembuluh darah splanchnic dapat terjadi.
5. Klasifikasi
Cedera tumpul abdomen dibagi menjadi :
1. Benturan benda tumpul, dgn akibat :
Perforasi pada organ visera berongga.
Perdarahan pada organ visera padat.
2. Cedera kompresi, dgn akibat :
Robekan dan hematom pada organ visera padat.
Ruptur pada organ visera berongga, krn peningkatan tekanan intra luminer.
3. Cedera perlambatan (deselerasi), dgn akibat :
Peregangan dan ruptur pada jaringan ikat/ penyokong.
Berdasaran jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :
1. Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama perdarahan
2. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala utama adalah
peritonitis
Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu :
1. Organ Intraperitoneal : Ruptur Hati, Ruptur Limpa, Ruptur Usus Halus
2. Organ Retroperitoneal : Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter,
pancreas, aorta, dan vena cava. Trauma pada struktur ini sulit ditegakkan
diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik. Evaluasi regio ini memerlukan CT scan,
angiografi, dan intravenous pyelogram.trauma pada daerah ini menyebabkan
ruptur Ginjal, ruptur Pankreas, ruptur Ureter
6. Diagnosa
Anamnesis
Pada anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat seperti:
Trauma pada abdomen akibat benturan benda tumpul
Jatuh dari ketinggian
Tindakan kekerasan atau penganiayaan
Cedera akibat hiburan atau wisata.
Selain itu, AMPLE merupakan elemen penting yang harus ditanyakan dalam
anamnesis pasien :
A llergies
M edications
P ast medical history
L ast meal or other intake
E vents leading to presentation.
Initial resuscitation dan penatalaksanaan pasien trauma berdasarkan pada protokol
Advanced Trauma Life Support. Penilaian awal (Primary survey) mengikuti pola
ABCDE, yaitu Airway, Breathing, Circulation, Disability (status neurologis), dan
Exposure.
Intial assesment
Trauma tumpul abdomen akan muncul dalam manifestasi yang sangat bervariasi,
mulai dari pasien dengan vital sign normal dan keluhan minor hingga pasien dengan
shock berat. Bisa saja pasien datang dengan gejala awal yang ringan walaupun
sebenarnya terdapat cedera intraabdominal yang parah. Jika didapati bukti cedera
extraabdominal, harus dicurigai adanya cedera intraabdominal, walaupun hemodinamik
pasien stabil dan tidak ada keluhan abdominal. Pada pasien dengan hemodinamik yang
tidak stabil, resusitasi dan penilaian harus dilakukan segera. Pemeriksaan fisik abdomen
harus dilakukan secara teliti dan sistematis, dengan urutan inspeksi, auskultasi, perkusi,
dan palpasi. Penemuannya positif dan negatif harus dicatat dengan teliti dalam rekam
medik.
1. Inspeksi
Baju penderita harus dibuka semua untuk memudahkan penilaian. Bila dipasang
pakaian Pneumatic Anti Shock Garment dan hemodinamik penderita stabil, segmen
abdominal dikempeskan sambil tekanan darah penderita dipantau dengan teliti.
Penurunan tekanan darah sistolik lebih adari 5 mmHG adalah tanda untuk menambah
resusitasi cairan sebelum meneruskan pengempesan (deflasi). Perut depan dan belakang,
dan juga bagian bawah dada dan perineum, harus diperiksa apakah ada goresan, robekan,
ekomosis, luka tembus, benda asing yang tertancap, keluarnya omentum atau usus kecil,
dan status hamil. Seat belt sign, dengan tanda konstitusi atau abrasi pada abdomen bagian
bawah, biasanya sangat berhubungan dengan cedera intraperitoneal. Adanya distensi
abdominal, yang biasanya berhubungan dengan pneumoperitoneum, dilatasi gaster, atau
ileus sebagai akibat dari iritasi peritoneal merupakan hal penting yang harus diperhatikan.
Adanya kebiruan yang melibatkan region flank, punggung bagian bawah (Grey Turner
sign) menandakan adanya perdarahan retroperitoneal yang melibatkan pankreas, ginjal,
atau fraktur pelvis. Kebiruan di sekitar umbilicus (Cullen sign) menandakan adanya
perdarahan peritoneal biasanya selalu melibatkan perdarahan pankreas, akan tetapi tanda-
tanda ini biasanya baru didapati setelah beberapa jam atau hari. Fraktur costa yang
melibatkan dada bagian bawah, biasanya berhubungan dengan cedera lien atau liver.
2. Auskultasi
Melalui auskultasi ditentukan apakah bising usus ada atau tidak. Penurunan suara
usus dapat berasal dari adanya peritonitis kimiawi karena perdarahan atau ruptur organ
berongga. Cedera pada struktur berdekatan seperti tulang iga, tulang belakang atau tulang
panggul juga dapat mengakibatkan ileus meskipun tidak ada cedera intraabdominal,
sehingga tidak adanya bunyi usus bukan berarti pasti ada cedera intrabdominal. Adanya
suara usus pada thorax menandakan adanya cedera pada diafragma.
3. Perkusi
Manuver ini menyebabkan pergerakan peritoneum, dan dapat menunjukkan
adanya peritonitis yang masih meragukan. Perkusi juga dapat menunjukkan adanya bunyi
timpani di kuadran atas akibat dari dilatasi lambung akut atau bunyi redup bila ada
hemoperitoneum.
4. Palpasi
Kecenderungan untuk mengeraskan dinding abdomen (voluntary guarding) dapat
menyulitkan pemeriksaan abdomen. Sebaliknya defans muskuler (involuntary guarding)
adalah tanda yang andal dari iritasi peritoneum. Tujuan palpasi adalah untuk
mendapatkan apakah didapati nyeri serta menentukan lokasi nyeri tekan superficial, nyeri
tekan dalam, atau nyeri lepas tekan. Nyeri lepas tekan biasanya menandakan adanya
peritonitis yang timbul akibat adanya darah atau isi usus. Pada truma tumpul abdomen
perlu juga disertai kecurigaan adanya fraktur pelvis. Untuk menilai stabilitas pelvis, yaitu
dengan cara menekankan tangan pada tulang-tualng iliaka untuk membangkitkan gerakan
abnormal atau nyeri tulang yang menandakan adanya fraktur pelvis.
Walaupun melalui pemeriksaan fisik dapat dideteksi cedera intraperitoneal,
keakuratan pemeriksaan fisik pada pasien dengan trauma tumpul abdomen hanya
berkisar antara 5565%. Tidak adanya tanda dan gejala yang ditemukan dalam
pemeriksaan fisik tidak menyingkirkan adanya cedera yang serius, sehingga diperlukan
pemeriksaan yang lebih spesifik lagi untuk menghindarkan missed injury.
Walaupun tidak ditemukan tanda dan gejala, adanya perubahan sensoris atau
cedera extraabdominal yang disertai nyeri pada pasien trauma tumpul abdomen harus
lebih mengarahkan kepada cedera intrabdominal. Lebih dari 10% pasien dengan cedera
kepala tertutup, disertai dengan cedera intraabdominal, dan 7% pasien trauma tumpul
dengan cedera extraabdominal memiliki cedera intraabdominal, walaupun tanpa disertai
rasa nyeri.
Pada pasien sadar tanpa cedera luar yang terlihat, gejala yang paling terlihat
dari trauma tumpul abdomen adalah nyeri dan peritoneal findings. Pada 90% kasus,
pasien dengan cedera visceral datang dengan nyeri lokal atau nyeri general. Tanda-
tanda ini bukan merupakan tanda yang spesifik, karena dapat pula ditemukan pada
isolated thoracoabdominal wall constitution atau pada fraktur costa bawah. Dan yang
paling penting, tidak adanya nyeri pada pasien sadar dan stabil lebih menandakan tidak
adanya cedera. Meskipun demikian, cedera intrabdominal bisa didapati pada pasien
sadar dan tanpa nyeri.
Hipotensi pada trauma tumpul abdomen sering sebagai akibat dari perdarahan
organ padat abdomen atau cedera vasa abdominal. Walaupun sumber perdarah
extraabdominal (misalnya, laserasi kulit kepala, cedera dada, atau fraktur tulang
panjang) harus segera diatasi, tapi evaluasi cavitas peritoneal juga tidak boleh
diabaikan. Pasien dengan cedera kepala ringan tidak bisa menyebabkan shock,
kecuali pada pasien dengan cedera intracranial, atau pada bayi dengan perdarahan
intracranial atau cephalohematoma.
Pemeriksaan rectal jarang menunjukkan adanya darah atau subcutaneous
emphysema, tapi jika didapati, tanda tersebut berkaitan dengan cedera abdomen.
Evaluasi tonus rectal merupakan bagian yang sangat penting untuk pasien dengan
kecurigaan cedera spinal. Palpasi high-riding prostate mengarahkan indikasi pada
cedera uretra.
B. ANASTESI PADA TINDAKAN OPERATIF TRAUMA INTERNAL BLEEDING
1. Definisi Anastesi Umum
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthtos,
"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya
yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh
Oliver Wendel Holmes Srpada tahun 1846.
Anestesi umum adalah tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral disertai
dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Anestesi
memungkinkan pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan menimbulkan sakit
yang tak tertahankan,mempotensiasi eksaserbasi fisiologis yang ekstrim, dan
menghasilkan kenangan yang tidak menyenangkan.
Pada kasus ini dilakukan beberapa hal untuk memastikan tindakan anastesi dilakukan sesuai dan
aman untuk pasien, yaitu diantaranya :
1. Penilaian pra bedah :
a. Anamnesis
Riwayat apakah pasien pernah mendapat anestesi sebelumnya, hal ini penting untuk
mengetahui bagaimana efek pembiusan sebelumnya. Apakah pasien pernah
mempunyai penyakit diabetes mellitus, hipertensi, untuk mengetahui adanya
penyakit metabolic sebelumnya, serta apabila pasien mempunyai riwayat sesak nafas,
akan mempengaruhi tindakan anestesi
b. Pemeriksaan fisik
Contohnya : seperti keadaan gigi geligi, leher pendek dan kaku, kemudian
pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi pada semua organ. Pada pasien ini
tidak memiliki keabnormalan kecuali pada mulut yaitu gigi yang hilang, serta
benjolan pada leher. Pertimbangan ada atau tidaknya gigi serta benjolan dileher ini
juga akan mempengaruhi pemilihan general anestesi yang diberikan, dengan kondisi
fisik seperti ini, maka pasien dapat dilakukan GA dengan ETT.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Atas indikasi sesuai penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan hematokrit adalah
studi darah utama nilai dalam evaluasi awal pasien dengan trauma abdomen . Jumlah
leukosit, kreatinin serum, glukosa, serum amilase/lipase, dan penentuan serum
elektrolit sering diperoleh untuk referensi tetapi biasanya memiliki sedikit nilai pada
periode manajemen langsung, tapi sangat penting untuk penilaian serial. Diagnosis
perdarahan masif biasanya jelas dari parameter hemodinamik, dan hematokrit hanya
menegaskan diagnosis. Anemia delusional iatrogenik umum terjadi, dengan adanya
stabilitas hemodinamik, ditoleransi dengan baik. Hematokrit serial yang mengalami
penurunan terus-menerus mengidentifikasi perdarahan yang sedang berlangsung dan
membutuhkan intervensi operasi segera. Urinalisis menegaskan kehadiran hematuria
mikroskopik. Untuk trauma tumpul, evaluasi radiografi (biasanya dengan CT) dari
ginjal dan kandung kemih harus dimulai pada pasien dengan gross hematuria atau
hematuria mikroskopik dan syok (tekanan darah sistolik < 90 mm Hg pada orang
dewasa) pada setiap titik selama pra-rumah sakit atau instalasi gawat darurat. Serum
amilase tidak sensitif dan spesifik sebagai penanda untuk cedera pankreas. Cedera
pada kepala dan wajah sering menyebabkan peningkatan konsentrasi amilase plasma.
Tingkat lipase serum tidak meningkat pada trauma wajah dan mungkin lebih spesifik
daripada tingkat amilase. Sensitivitas dan spesifisitas kadar lipase, bagaimanapun,
terutama pada periode postinjury awal masih relatif rendah.
d. Klasifikasi status ASA
Pada pasien ini ditentukan ASA III dengan alasan bahwa pasien memiliki penyakit
sistemik berat sehingga aktifitas rutin terbatas.
e. Masukan oral
Pasien dewasa sebaiknya melakukan puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam, dan pada
bayi 3-4 jam. Minuman bening, air putih, the manis sampai 3 jam dan untuk
keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi.
Pada pasien ini dilakukan puasa 8 jam sebelum operasi.
f. Jenis intubasi
Intubasi yang digunakan untuk pasien ini adalah ETT,
Indikasi dilakukan intubasi trakea antara lain :
- Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun
- Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
- Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
Kesulitan intubasi
- Leher pendek berotot
- Mandibular menonjol
- Maksila/gigi depan menonjol
- Uvula tak terlihat
- Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
- Gerak vertebra servikal terbatas
Untuk kemungkinan kesulitan intubasi, dapat dilakukan pengukuran klasifikasi
Mallampati.
Kelas I : palatum molle, fauce, uvula dan pilar faring terlihat jelas
Kelas II : palatum molle, fauce dan sebagian uvula terlihat
Kelas III : palatum molle, dan dasar uvula saja yang terlihat
Kelas IV : hanya terlihat langit-langit.
Komplikasi intubasi
- Selama intubasi : trauma gigi- geligi, laserasi bibir, gusi, laring, merangsang
saraf simpatis (hipertensi dan takikardi), intubasi bronkus, intubasi eksofagus,
aspirasi, spasme bronkus
- selama ekstubasi : spasme laring, aspirasi, gangguan fonasi, edema glottis-
subglotis, infeksi laring, faring, trakea.
g. Premedikasi
Adalah diberikannya obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan tujuan untuk
melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia diantaranya :
- Meredakan kecemasan dan ketakutan
- Memperlancar induksi anestesi
- Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
- Meminimalkan jumlah obat anestetik
- Mengurangi mual-muntah pasca bedah
- Menciptakan amnesia
- Mengurangi isi cairan lambung
- Mengurangi reflex yang membahayakan.
Premedikasi yang digunakan pada pasien ini adalah :
Ranitidin 50 mg iv
Sotatic 10 mg iv
-Ranitidin
Ranitidin adalah obat maag yang termasuk dalam golongan antihistamin, lebih
tepatnya disebut H2-antagonis. Ranitidin digunakan untuk mengurangi produksi
asam lambung sehingga dapat mengurangi rasa nyeri uluhati akibat ulkus atau
tukak lambung, dan masalah asam lambung tinggi lainnya.
-Metoclopramide HCl
Meredakan gastroparesis pada diabetik akut dan rekuren. Pengobatan simtomatik
jangka pendek pada nyeri panas di dada/lambung dan keterlambatan pengosongan
lambung karena refluks esofagitis. Mengurangi mual, muntah metabolik akibat
emetogenik kemoterapi kanker dan setelah operasi. Mencegah mabuk perjalanan.
Memudahkan intubasi usus pada anak dan dewasa. Injeksi : Untuk merangsang
peristaltik atau pengosongan lambung Dewasa : 1 suntikan IV 10 mg disuntikan
selama 1-2 menit.
2. Induksi Anestesi
Adalah tindakan membuat pasien dari sadar mennjadi tidak sadar, sehingga
memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Dapat dilakukan dengan cara :
induksi, intarvena, intramuscular, inhalasi, per rektal, mercuri dan rumatan anesthesia.
Induksi anestesi yang digunakan pada pasien ini adalah :
Ketamin 80 mg iv + Fresofol 40 mg iv
Sevo 1-2 vol % inhalasi
-Ketamin
Ketamin adalah suatu rapid acting non barbiturat general anesthethic termasuk
golongan fenyl cyclohexylamine dengan rumus kimia 2-(0-chlorophenil)2
(methylamino) cyclohexanone hydrochloride. Pertama kali diperkenalkan oleh
Domino dan Carsen pada tahun 1965. Ketamin mempuyai efek analgesi yang kuat
sekali akan tetapi efek hipnotiknya kurang (tidur ringan) yang disertai penerimaan
keadaan lingkungan yang salah (anestesi disosiasi). Ketamin merupakan zat anestesi
dengan aksi satu arah yang berarti efek analgesinya akan hilang bila obat itu telah
didetoksikasi/dieksresi, dengan demikian pemakaian lama harus dihindarkan.
Anestetik ini adalah suatu derivat dari pencyclidin suatu obat anti psikosa. Induksi
ketamin pada prinsipnya sama dengan tiopental. Namun penampakan pasien pada
saat tidak sadar berbeda dengan bila menggunakan barbiturat. Pasien tidak tampak
tidur. Mata mungkin tetap terbuka tetapi tidak menjawab bila diajak bicara dan
tidak ada respon terhadap rangsangan nyeri. Tonus otot rahang biasanya baik setelah
pemberian ketamin. Demikian juga reflek batuk. Untuk prosedur yang singkat
ketamin dapat diberikan secara iv / im setiap beberapa menit untuk mencegah rasa
sakit.
iv : dosis 1-4 mg/kgBB, dengan dosis rata-rata 2 mg/kgBB dengan lama kerja 15-
20 menit, dosis tambahan 0,5 mg/kgBB sesuai kebutuhan.
im : dosis 6-12 mg/kgBB, dosis rata-rata 10 mg/kgBB dengan lama kerja 10-25
menit, terutama untuk anak dengan ulangan 0,5 dosis permulaan.
Pulih sadar pemberian ketamin kira-kira tercapai antara 10 15 menit, tetapi sulit
untuk menentukan saatnya yang tepat, seperti halnya sulit menentukan permulaan
kerjanya.
- Propofol
Propofol merupakn salah satu obat induksi intarvena yang saat ini paling banyak
digunakan. Senyawa ini bekerja dengan cara menghambat kerja neurotransmitter
yang dimediasi oleh GABA. Propofol bersifat tidak larut air sehingga dibuat
menjadi sediaan emulsi berwarna putih susu yang terdiri atas 1% konsentrasi yang
berisi campuran minyak kedelai, lesitin telur yang berasal dari kuning telur dan
gliserol. Pasien biasanya mengeluh nyeri saat penyuntikan obat ini. Karena itu, dapat
diberikan lidokain 2% dalam campuran sediaan propofol. Waktu paruhnya pendek,
yaitu 2-8 menit, membuat induksi dengan propofol berlangsung dengan onset dan
durasi yang cepat. Dosis induksi sebesar 2-2,5 mg/kgBB yang diberikan secara
intravena.
Maka untuk pasien ini :
Dosis min = 2 x 58 kg = 116 mg
Dosis max = 2,5 x 58 kg = 145 mg
Sedangkan untuk maintenance menggunakan kombinasi N20 + O2 + sevofluran.
a. Sevofluran
Senyawa yang sedikit berbau ini sangat cocok dipakai baik untuk induksi pada
anak anak maupun dewasa. Sevofluran dikenal dengan obat single dose breath
induction, yaitu hanya dalam satu tarikan napas dan membuat pasien langsung
terinduksi/ tertidur dan otot rangka lemas sehingga memudahkan untuk tindakan
intubasi. Efek induksi cepat sevofluran disebabkan karena sifatnya yang mudah
mencapai konsentrasi yang tinggi di alveoulus. Kelarutan dalam darah yang
rendah menyebabkan pasien cepat bangun dari kondisi tertidur begitu obat ini
dihentikan pemberiannya. Metabolism di hepar hanya nya halotan sehingga
cukup aman untuk pasien dengan gangguan fungsi hepar.
b. Dinitrogenoksida
Senyawa berwujud gas anorganik tidak berwarna dan berbau ini sebenarnya
berfungsi sebagai analgesic. Sifat analgesiknya kira-kira setara dengan 15 mg
morfin pada konsentrasi 20%. Kelarutannya dalam darah paling rendah
disbandingkan gas anestesi lainnya, tetapi 35 kali lebih larut dibandingkan gas
nitrogen di udara bebas. Sifat ini menyebabkan N2O mempunyai kecenderungan
menyebabkan emboli udara dan dengan mudah mengisi ruang dalam tubuh
sehingga harus digunakan secara hati-hati pada pasien dengan pneumothorax.
Pada pasien, pemberian N20 harus dihentikan terlebih dahulu sebelum
menghentikan penggunaan oksigen sehingga tidak terjadi apneu akibat
dinitrogen oksida.
BAB IV
KESIMPULAN
Pada kasus internal bleeding karena trauma tumpul sangat penting untuk penatalaksanaan
segera yang mencegah terjadinya komplikasi hingga terjadinya kematian. Pengetahuan mengenai
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang tepat sangat menentukan
tindakan segera yang harus dilakukan. Pada pemeriksaan penunjang USG abdomen atas bawah
dengan kesan hematoperitoneum mengindikasikan tindakan pembedahan segera untuk
menghindari kehilangan darah yang masif sehingga dapat terjadi syok hipovolemik. General
anestesi dengan menggunakan ETT no 7,5 untuk pasien pada kasus ini sudah sesuai, serta
tindakan premedikasi dan intubasi sesuai dengan tinjauan pustaka.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Latief said A., Suryadi kartini A., Daehlan M. Ruswan, Petunjuk praktis
UniversitasIndonesia, 2002.
Kartini, dkk. 2002. Anestesiologi. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan terapi intensif FKUI.
Widjosono Garjitno, Sistem Endokrin : Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor Syamsuhidayat R.Jong
Kariadi KS Sri hartini, Sumual A., Struma Nodosa Non Toksik & Hipertiroidisme: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ketiga, Penerbit FKUI, Jakarta, 1996 : 757 778.
Lyberty Kim H, Kelenjar Tiroid : Buku Teks Ilmu Bedah, Jilid Satu, Penerbit Binarupa Aksara,