Anda di halaman 1dari 58

Adlina Karimina Nurul Husna

20120310144

Preceptor : dr. Titiek Harsini, Sp.M


IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. AM
Usia : 58 tahun
Tanggal lahir : 19 Juli 1959
Alamat : Tlepok Kulon 02/I Grabag, Purworejo
Pekerjaan : Petani
Tanggal ke poli : 11 Oktober 2017
ANAMNESIS

(Autoanamnesis pada 11 Oktober 2017 di Poli Mata RSUD Dr.


Tjitrowardojo)
Keluhan Utama : Penglihatan kabur pada mata
kanan
Keluhan Tambahan : Mata kanan merah, berselaput,
gatal, berair, kadang terasa pedih dan tidak tahan terlalu
lama terkena cahaya terang
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang bersama
istrinya dengan keluhan mata kanan terasa semakin kabur
untuk melihat sejak 6 bulan yang lalu. Awalnya sejak
kurang lebih 5 tahun yang lalu pasien sering mengeluhkan
adanya mata merah, kemudian mulailah tumbuh selaput
yang pertama kali muncul pada sudut bagian hidung kanan
mata namun seiring waktu bertambah hingga ke bagian
tengah bola mata pasien. Keluhan disertai gatal, berair
dan pedih pada mata kanan yang sering berulang selama
pasien bekerja diluar rumah sebagai petani. Pasien juga
merasa bila keluar rumah tidak tahan terlalu lama terkena
cahaya terang.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit mata lainnya (-)
Riwayat pemakaian kacamata (-)
Riwayat alergi obat (-)
Riwayat alergi makanan ikan asin (+)
Riwayat alergi dingin (+)
Riwayat pengobatan steroid dan jamu jangka lama (-)
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Diabetes Mellitus (-)
Riwayat Alergi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluarga yang menderita keadaan seperti ini (-)
Riwayat Diabetes Mellitus dalam keluarga (-)
Riwayat Hipertensi dalam keluarga (-)
Riwayat Alergi (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Seorang laki-laki tua dapat berjalan
sendiri
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital : TD 110/80 mmHg Suhu 36,80C
Nadi 84x/menit RR 22x/menit
Pemeriksaan fisik :
Kepala : Mesosefal
Thoraks : Cor : Tidak ada kelainan
Paru : Tidak ada kelainan
Abdomen : Tidak ada kelainan
Ekstremitas : Tidak ada kelainan
STATUS OFTALMOLOGI
Oculus Dexter
Oculus Sinister
Pemeriksaan OD OS
Visus 2/60 5/10
Palpebra Simetris Simetris
Spasme (-) (-)
Oedem (-) (-)
Retraksi (-) (-)
Tremor (-) (-)
Sikatrik (-) (-)
Lesi (-) (-)
Bola Mata
Pasangan Simetris Simetris
Gerakan Normal Normal
Konjungtiva
Oedem (-) (-)
Hiperemis
Jaringan Fibrovaskular (+) (+)
Inj. Konjungtiva (+) (+)
Inj. Perikornea (-) (-)
Inj. Episklera (-) (-)
Sub. Konj. Bleeding (-) (-)
Sekret
Serose
Mukoid (-) (-)
Purulen (-) (-)
Mukopurulen (-) (-)
(-) (-)
Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Arcus Senilis (+) (+)
Permukaan Licin Licin
Edema (-) (-)
Infiltrat (-) (-)
Defek (-) (-)
Neovaskularisasi (-) (-)
COA Dalam Dalam
Iris / Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Diameter 2 mm 2 mm
Kedudukan Sentral Sentral
Refleks direk (+) (+)
Refleks indirek (+) (+)
Lensa
Kejernihan Keruh tipis Keruh tipis
Letak Sentral Sentral
TIO N N
Funduskopi Tidak Tidak dilakukan
dilakukan
RESUME
Datang seorang pasien laki-laki bersama istrinya dengan keluhan mata kanan
terasa kabur untuk melihat sejak 6 bulan yang lalu. Awalnya sejak kurang lebih
5 tahun yang lalu pasien sering mengeluhkan adanya mata merah, kemudian
mulailah tumbuh selaput yang pertama kali muncul pada sudut bagian hidung
kanan mata namun seiring waktu bertambah hingga ke bagian tengah bola mata
pasien. Keluhan disertai gatal, berair dan pedih pada mata kanan yang sering
berulang selama pasien bekerja diluar rumah sebagai petani. Pasien juga
merasa bila keluar rumah tidak tahan terlalu lama terkena cahaya terang. Dari
hasil pemeriksaan tajam penglihatan didapatkan visus pasien VOD 2/60 dan VOS
5/10. Pada konjungtiva bulbi dextra didapatkan jaringan fibrovaskular berbetuk
segitiga yang tumbuh dari bagian nasal hingga sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan. Kemudian pada konjungtiva bulbi sinistra didapatkan
jaringan fibrovaskular berbetuk segitiga yang tumbuh dari bagian nasal ke
limbus kornea melewati pupil sehingga belum mengganggu penglihatan
Terdapat injeksi konjungtiva pada mata kanan pasien serta didapatkan adanya
kekeruhan yang tipis pada lensa mata kanan dan kiri.
DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : OD Pterygium Grade IV


OS Pterygium Grade I

Diagnosis Banding : ODS Pinguekula


ODS Pseudopterigium
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Usulan pemeriksaan penunjang:


Refraksi
Slit lamp
TERAPI

Medikamentosa
Cendo lyteers 0.01% 15 ml ED 4 x 1 ODS
Bedah
Ekstirpasi pterygium dan conjunctiva autograft
PROGNOSIS

Prognosis OD OS
Quo ad Visam Ad bonam Ad bonam
Quo ad Sanam Ad bonam Ad bonam
Quo ad Vitam Ad bonam Ad bonam
Quo ad Cosmeticam Ad bonam Ad bonam
EDUKASI

Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya,


rencana pengobatan, serta komplikasi yang dapat terjadi.
Menjelaskan perlunya kontrol.
Menyarankan menghindari debu, daerah kering dan
berangin, dan paparan sinar matahari.
Menyarankan memakai kacamata hitam atau topi lebar
saat beraktivitas di luar rumah saat siang hari.
PEMBAHASAN
ANATOMI MATA
Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak
mata bagian belakang. Berbagai macam obat mata dapat diserap
melalui konjungtiva. Konjungtiva ini mengandung sel musin yang
dihasilkan oleh sel goblet. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu
(Ilyas & Yuliantini, 2014; Schwab & Dawason, 2011) :
Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal ini sukar
digerakkan dari tarsus.
Konjungtiva bulbi, menutupi sklera dan mudah digerakan dari sklera
dibawahnya.
Konjungtiva forniks, merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal
dengan konjungtiva bulbi
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar
dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.
Kornea
Kornea merupakan dinding depan bola mata, berupa jaringan
transparan dan avaskular. Faktor-faktor yang menyebabkan kejernihan
kornea adalah letak epitel kornea yang tertata sangat rapi, letak
serabut kolagen yang tertata sangat rapi dan padat, kadar air yang
konstan, dan tidak adanya pembuluh darah. Kornea merupakan suatu
lensa cembung dengan kekuatan refraksi +43 dioptri. Kornea
melanjutkan diri sebagai sklera ke arah belakang dan perbatasan antara
kornea dan sklera ini disebut limbus.
Kornea terdiri dari lima lapis, yaitu :
DEFINISI

Menurut Sidarta Ilyas 2014, Pterygium merupakan suatu


pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
invasif dan degeneratif. Pertumbuhan ini biasanya
terletak pada celah kelopak bagian nasal maupun
temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea.
Pterygium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian
sentral atau di daerah kornea. Asal kata pterygium dari
bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya wing atau
sayap. Hal ini mengacu pada pertumbuhan pterygium
yang berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi.
Pterygium umumnya berkembang pada pasien yang tinggal pada
iklim panas (iklim tropis dan subtropis), pasien dengan pinguecula,
pasien yang sering terkena paparan sinar ultraviolet (UV) atau
faktor lain seperti mata kering kronis. Pterygium merupakan
suatu proses degeneratif dan hiperplastik dengan neoformasi
fibrovaskular berbentuk segitiga yang muncul pada konjungtiva,
tumbuh terarah dan menginfiltrasi permukaan kornea antara lain
lapisan stroma dan membrana Bowman (Swastika, 2008).
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia yang melintas di bawah garis khatuliswa, kasus-kasus
pterygium cukup sering didapati. Apalagi karena faktor risikonya adalah
paparan sinar matahari dan bisa dipengaruhi juga oleh paparan alergen,
iritasi berulang (misal karena debu atau kekeringan). Prevalensi
pterigium di Indonesia yaitu sebanyak 13,9 %, tertinggi pada daerah
Sumatera.
Insiden tertinggi pterigium terjadi pada pasien dengan rentang umur 20
49 tahun. Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terjadi pterigium.
Rekuren lebih sering terjadi pada pasien yang usia muda dibandingkan
dengan pasien usia tua. Laki-laki lebih beresiko 2 kali dari pada
perempuan (Saerang & Marie, 2013).
FAKTOR RESIKO
Radiasi Ultraviolet
Faktor Genetik
Beberapa kasus : penelitian case control menunjukkan diturunkan
secaraautosom dominan.
Faktor Lain
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea
merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya
limbal defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari
pterigium. Yang juga menunjukkan adanya pterygium angiogenesis
factor dan penggunaan farmakoterapi antiangiogenesis sebagai terapi.
Debu, kelembapan yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel
tertentu, dry eye dan virus papilloma juga penyebab dari pterigium (Arif.,
et al 2012).
PATOFISIOLOGI

Terjadinya pterygium sangat berhubungan erat dengan paparan


sinar matahari, walaupun dapat pula disebabkan oleh udara yang
kering, inflamasi, dan paparan terhadap angin dan debu atau
iritan yang lain. UV-B merupakan faktor mutagenik bagi tumor
supressor gene p53 yang terdapat pada stem sel basal di limbus.
Ekspresi berlebihan sitokin seperti TGF- dan VEGF (vascular
endothelial growth factor) menyebabkan regulasi kolagenase,
migrasi sel, dan angiogenesis.
Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat
jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva
mengalami degenerasi elastoid (degenerasi basofilik) dan
proliferasi jaringan granulasi fibrovaskular di bawah epitel
yaitu substansia propia yang akhirnya menembus kornea.
Kerusakan kornea terdapat pada lapisan membran
Bowman yang disebabkan oleh pertumbuhan jaringan
fibrovaskular dan sering disertai dengan inflamasi ringan.
Kerusakan membran Bowman ini akan mengeluarkan
substrat yang diperlukan untuk pertumbuhan
pterygium. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan
kadang terjadi displasia.
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada
keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi konjungtivalisasi
pada permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah
pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi
kronis, kerusakan membran basement dan pertumbuhan
jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan
oleh karena itu banyak penelitian yang menunjukkan bahwa
pterygium merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi
localized interpalpebral limbal stem cell. Sering pula menunjukkan
area hiperplasia dari sel goblet (Girolamo., et al 2002).
Klasifikasi
Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian
kornea yang tertutup oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat
dibagi menjadi 4 (Gradasi klinis menurut Youngson) :
Derajat 1 : Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
Derajat 2 : Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi
tidak lebih dari 2 mm melewati kornea
Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi
tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya
normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm)
Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil
sehingga mengganggu penglihatan.
DIAGNOSIS

Diagnosis pterygium berdasar pada anamnesis,


pemeriksaan fisik (status oftalmologi) dan dapat
ditambahkan dengan pemeriksaan penunjang yang
mengarahkan pada diagnosis maupun untuk menyingkirkan
diagnosis banding pterygium.
Anamnesis :
Penderita dapat melaporkan adanya peningkatan rasa sakit pada
salah satu atau kedua mata, disertai rasa gatal, kemerahan dan
atau bengkak. Kondisi ini mungkin telah ada selama bertahun-
tahun tanpa gejala dan menyebar perlahan-lahan.
Pada akhirnya menyebabkan penglihatan terganggu,
ketidaknyamanan dari peradangan dan iritasi.
Sensasi benda asing dapat dirasakan
Mata mungkin tampak lebih kering dari biasanya.
Penderita juga dapat melaporkan sejarah paparan berlebihan
terhadap sinar matahari atau partikel debu (Riwayat bekerja diluar
ruangan pada daerah dengan pajanan sinar matahari yang tinggi).
Pemeriksaan Fisik :
Pada inspeksi terlihat pterygium sebagai jaringan fibrovaskular pada
permukaan konjungtiva. Pterygium memberikan gambaran yang
vaskular dan tebal tetapi ada juga sebagian pterygium yang
avaskular dan flat. Pterygium paling sering ditemukan pada
konjungtiva nasal dan berekstensi ke kornea dan juga tidak menutup
kemungkinan kejadian pterygium dari arah temporal. Uji ketajaman
visual dapat dilakukan untuk melihat apakah visi terpengaruh.
Menggunakan slitlamp diperlukan untuk memvisualisasikan
pterygium tersebut. Menggunakan sonde di bagian limbus, pada
pterigium tidak dapat dilalui oleh sonde seperti pada
pseudopterigium (Ilyas & Yulianti, 2014).
Pterygium dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
Body, bagian segitiga yang meninggi pada pterygium dengan dasarnya
ke arah kantus
Apex (head), bagian atas pterygium
Cap, bagian belakang pterygium
A subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan
membentuk batas pinggir pterygium.
DIAGNOSIS BANDING

Mata dengan pinguekula


Mata dengan pseudopterigium
Perbedaan Pterygium Pseudopterygium
Sebab Proses Reaksi tubuh
degeneratif penyembuhan dari
luka bakar, GO,
difteri
Sonde Tidak dapat Dapat dimasukkan
dimasukkan dibawahnya
dibawahnya
Kekambuhan Residif Tidak
Usia Dewasa Semua usia
PENATALAKSANAAN

Konservatif
Pada pterigium yang ringan tidak perlu diobati. Untuk
pterigium derajat 1-2 yang mengalami inflamasi, pasien
dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan
steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga
bahwa penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan pada
penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau
mengalami kelainan pada kornea (Arif., et al 2012).
Operatif
Pada pterygium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah
berupa avulsi pterygium. Sedapat mungkin setelah avulsi
pterygium maka bagian konjungtiva bekas pterygium
tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang
diambil dari konjungtiva bagian superior untuk
menurunkan angka kekambuhan. Tujuan utama
pengangkatan pterygium yaitu untuk mencapai keadaan
normal gambaran permukaan mata yang licin,
memberikan hasil yang baik secara kosmetik,
mengupayakan komplikasi seminimal mungkin dan angka
kekambuhan yang rendah.
Indikasi Operasi :
1. Pterygium yang telah menimbulkan tanda-tanda
astigmatisma
2. Pterygium yang mengganggu aksis visual (pterygium
yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus;
pterygium yang mencapai jarak lebih dari separuh antara
limbus dan tepi pupil)
3. Pterygium dengan gejala iritasi yang memberat seperti
mata merah, berair, dan gatal
4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.
Teknik conjungtiva autograft. Dilaporkan persentasi rekurensi nya
sebanyak 2-40% dalam beberapa penelitian prospektif. Prosedurnya
dilakukan dengan mengambil autograft dari konjungtiva
superotemporal bulbi dan graft dijahit melewati dari sclera yang
terdapat pterigium setelah eksisi daripada pterigium.
Amnion membrane transplantation : mengurangi frekuensi rekuren
pterygium, mengurangi fibrosis atau skar pada permukaan bola
mata dan penelitian baru mengungkapkan menekan TGF- pada
konjungtiva dan fibroblas pterygium. Pemberian mytomicin C dan
beta irradiation dapat diberikan untuk mengurangi rekuren tetapi
jarang digunakan.
Lamellar keratoplasty, excimer laser phototherapeutic keratectomy
dan terapi baru dengan menggunakan gabungan angiostatik dan
steroid.
PENCEGAHAN

Memperkecil terpapar radiasi ultraviolet untuk


mengurangi resiko berkembangnya pterygia pada individu
yang mempunyai resiko lebih tinggi.
Pasien di sarankan untuk menggunakan topi yang
memiliki pinggiran, sebagai tambahan terhadap radiasi
ultraviolet sebaiknya menggunakan kacamata pelindung
dari cahaya matahari.
KOMPLIKASI

1. Astigmat
2. Kemerahan
3. Iritasi
4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
5. Keterlibatan yang luas otot ekstraokular dapat membatasi
penglihatan dan menyebabkan diplopia.
PROGNOSIS

Prognosis OD OS
Quo ad Visam Ad bonam Ad bonam
Quo ad Sanam Ad bonam Ad bonam
Quo ad Vitam Ad bonam Ad bonam
Quo ad Cosmeticam Ad bonam Ad bonam
KESIMPULAN
Pterigium merupakan suatu jaringan yang berbentuk segitiga
atau sayap pada permukaan membran dasar sebagai akibat dari
pertumbuhan epitel limbus yang masuk ke kornea secara
sentripetal. Proliferasi tersebut diikuti dengan terjadinya
hiperplasia dari epitel konjunctiva, proliperatif, gambaran
inflamasi, serta kaya pembuluh darah. Adanya peningkatan rasa
sakit dan mata mengganjal atau merah mungkin telah ada dan
menyebar perlahan-lahan, pada akhirnya menyebabkan
penglihatan terganggu. Pasien dapat memiliki riwayat paparan
berlebihan terhadap sinar matahari atau partikel debu. Pada
pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi
pterigium dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari
konjugntiva bagian superior untuk menurunkan angka
kekambuhan (autograft).
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai