Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi yang sering digunakan, karena relatif lebih mudah dan cepat. Pada pasien sectio caesaria, salah satu efek samping yang paling sering terjadi adalah hipotensi. Hal ini disebabkan karena anestesi spinal merupakan salah satu jenis anestesi lokal yang bekerja di ruang sub-arachnoid. Saat vena-vena vertebrae berdilatasi maka volume ruang epidural dan sub-arachnoid akan menyempit. Penurunan volume ini akan menambah luas blok anestesi yang terjadi. Hipotensi pada parturient (tekanan intra abdomen yang tinggi) menyebabkan insidensi hipotensi sekitar 20% lebih banyak dari pasien lainnya (Birnbach et al., 2005). Aliran darah pada uterus ditentukan oleh tekanan darah maternal. Hipotensi akibat dari anestesi spinal yang tidak ditangani dengan baik dapat berpengaruh terhadap ibu ataupun janin yang dikandung. Pemberian cairan intravena untuk meningkatkan preload dan pemberian vasopressor merupakan beberapa cara untuk mengatasi hipotensi yang terjadi pada anestesi spinal. Pemberian preload biasanya di lakukan 15-20 menit sebelum prosedur anestesi spinal dilakukan. Penambahan preload yang adekuat dapat mempengaruhi peningkatan cardiac output secara signifikan untuk mengatasi hipotensi (Birnbach et all, 2005).

Penelitian sebelumnya menunjukkan, preload menggunakan cairan koloid lebih efektif dibandingkan cairan kristaloid dalam mencegah hipotensi pada anestesi spinal. BM (berat molekul) yang lebih besar pada cairan koloid

menyebabkan cairan koloid lebih lama berada dalam ruang intravascular dan dapat mempertahankan tekanan onkotik. Selain mencegah hipotensi pada anestesi spinal, cairan koloid disebutkan secara signifikan dapat mengurangi kebutuhan efedrin sebagai vasopressor dan mengurangi kejadian mual muntah yang biasanya terjadi. Penelitian Riley,dkk, menunjukkan kejadian hipotensi lebih sedikit pada subjek yang mendapat preload HES 6% 500 mL dibandingkan subjek yang mendapat preload 1 liter Ringer Laktat (Perumal et all, 2009) . Penelitian yang dilakukan oleh Ueyama, membandingkan pemberian pemberian preload Ringer Laktat 1,5 liter, HES 6% 1 liter, dan HES 6% 500 mL. Didapatkan hasil bahwa subjek yang diberikan preload HES 6% 1 liter lebih sedikit mengalami kejadian hipotensi ( Zander, 2006). Pemilihan cairan yang digunakan untuk preload mulai mempertimbangkan dampak yang terjadi pada keseimbangan asam basa tubuh. Terjadinya gangguan keseimbangan asam basa pada tubuh dapat memberikan dampak yang cukup signifikan pada organ penting, seperti terjadinya edema otak, gangguan kontraksi jantung, kejang, dan vasodilatasi sistemik. Penelitian yang dilakukan Base, menjelaskan bahwa pemberian cairan yang tidak mengandung elektrolit berimbang dikatakan mempunyai tendensi memperberat kondisi asidosis yang mungkin sudah ada karena sebuah proses hipoperfusi (Base et all, 2006).

Penelitian Nicholas dkk, menunjukkan tingkat klorida pasca operasi bypass cardiovascular mengalami peningkatan yang signifikan pada subjek yang diberikan HES dalam larutan NaCL 0,9% dibandingkan subjek yang diberikan HES 6% dalam larutan berimbang. Base excess pasca operasi mengalami penurunan yang lebih besar pada kelompok HES 6% dalam larutan NaCL 0,9%, dibandingkan subjek yang diberikan HES 6% dalam larutan berimbang. Dua pertiga subjek yang diberikan HES 6% dalam larutan NaCL 0,9% mengalami kejadian asidosis metabolik hiperkloremik pasca operasi, dibandingkan HES dalam larutan berimbang (Cunningham et all, 1995). Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan di atas, timbul sebuah pemikiran apakah pemberian preload pada anestesi spinal menggunakan cairan koloid HES 6% dalam larutan NaCL 0,9% dibandingkandengan cairan koloid HES 6% dalam larutan berimbang akan menimbulkan perubahan kadar base excess yang signifikan atau tidak pada pemeriksaan analisa gas darah.

B. Rumusan Masalah Apakah terdapat perubahan nilai base excess setelah pemberian HES 6% dalam larutan NaCL 0,9% dengan HES 6% dalam larutan berimbang sebagai cairan preload pada anestesi spinal pada operasi sectio caesaria?

C. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Melihat perbedaan pengaruh pemberian HES 6% dalam larutan NaCL 0,9% dan HES 6% dalam larutan berimbang terhadap perubahan nilai base excess b. Tujuan Khusus Menganalisis nilai base excess setelah pemberian HES 6% dalam larutan NacL 0,9% dan HES 6% dalam larutan berimbang sebagai cairan preload anestesi spinal pasien sectio caesaria.

D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan khususnya dalam bidang anestesi pada pasien wanita dengan operasi sectio caesaria dalam pemilihan cairan preload yang digunakan. b. Manfaat Praktis Dengan mengetahui pengaruh pemberian koloid yang mengandung larutan berimbang dan koloid yang mengandung larutan NaCL 0,9 % terhadap nilai base excess, maka hal tersebut dapat dipertimbangkan sebagai pemilihan jenis cairan preload apa yang akan digunakan pada pasien dengan operasi sectio caesaria

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka 1. Sectio Caesaria Sectio caesaria (operasi saesar) adalah suatu proses kelahiran melalui operasi insisi dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus

(histerektomi). Dalam praktek obstetric sekarang ini, tidak terdapat kontra indikasi dilakukanya operasi sectio caesaria. Namun, biasanya operasi sectio caesaria tidak dilakukan apabila janin sudah mati ataupun terlalu premature. Contoh yang dapat dilakukan operasi sectio caesaria adalah panggul yang terlalu sempit yang menyebabkan persalinan per vaginam tidak mungkin dilakukan sehingga harus dilakukan persalinan dengan sectio caesaria (Chesenut, 2004). Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim. Ada tiga teknik sectio caesaria, yaitu transperitonealis dan ekstraperitoneal (Adjie, 2007). Sectio caesaria adalah lahirnya janin, plasenta dan selaput ketuban melalui irisan yang dibuat pada dinding perut dan rahim (Morgan et al., 2008). Pada operasi sectio caesaria yang direncanakan, angka komplikasinya kurang lebih 4,2% sedangkan untuk operasi sectio caesaria darurat (sectio

caesaria emergency) kurang lebih 19%. Setiap tindakan operasi sectio caesaria memiliki tingkat kesulitan berbeda-beda. Pada operasi kasus persalinan macet dengan kedudukan kepala janin pada akhir jalan lahir misalnya, sering terjadi cedera pada rahim bagian bawah atau cedera pada kandung kemih (robek). Sedangkan pada kasus bekas operasi sebelumnya, dimana dapat ditemukan perlekatan organ dalam panggul yang sering menyulitkan saat mengeluarkan bayi dan dapat pula menyebabkan cedera pada saluran kandung kemih (Adjie, 2007). Selain berbahaya bagi ibu persalinan dengan sectio caesaria ternyata juga berpengaruh terhadap perkembangan imunitas atau daya tahan tubuh bayi yang dilahirkan, hal ini didasarkan pada penelitian di luar negeri yang menunjukkan bahwa bayi lahir melalui proses sectio caesaria memiliki risiko lebih tinggi mengidap penyakit seperti diare, asma, dan alergi. Hal ini terjadi karena bayi melalui bedah caesar membutuhkan waktu lebih lama, yakni sekitar enam bulan, untuk mencapai mikrobiota usus yang serupa dengan bayi lahir normal (Conway, 2008). Alasan-alasan yang menyebabkan semakin meningkatnya persentase persalinan dengan sectio caesaria saat ini cukup kompleks. Kasdu mengemukakan bahwa di Indonesia, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, keputusan ibu hamil untuk melahirkan dengan sectio caesaria paling banyak disebabkan oleh adanya ketakutan menghadapi persalinan normal atau yang lebih dikenal sebagai rasa takut akan kelahiran (Mutiara, 2004).

Faktor lain yang juga diduga berpengaruh yakni pelayanan kesehatan khususnya mengenai pelayanan ante-natal terutama dari segi kuantitas dan kualitasnya. Hal ini merujuk pada pendapat yang diajukan oleh Morgan (2008) bahwa selain faktor medis terdapat pula faktor-faktor lain yang secara langsung dapat mengindikasikan dilakukannya sectio caesaria yaitu akses terhadap pelayanan kesehatan, perilaku pelayanan kesehatan, dan faktor faktor yang tidak diketahui ataupun faktor yang tidak dapat diperkirakan. Mengingat bahaya yang ditimbulkan, maka menghindari persalinan melalui sectio caesaria adalah penting, untuk itu perlu diperhatikan secara seksama faktor-faktor risiko yang kiranya semakin meningkatkan kejadian sectio caesar tersebut, sehingga dengan diketahuinya faktor-faktor tersebut diharapkan ibu yang sedang hamil dan terutama memiliki risiko untuk menjalani persalinan melalui bedah caesar dapat lebih menjaga dan memelihara kesehatan diri dan kandungannya utamanya melalui pelayanan kesehatan yang optimal. Jenis Jenis Operasi Sectio Caesarea yaitu : a) Abdomen (sectio caesarea abdominalis) 1) Sectio caesarea transperitonealis SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri) dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kirakira 10 cm. Kelebihan dari metode ini adalah dapat mengeluarkan janin dengan cepat, tidak menyebabkan komplikasi cedera pada kandung kemih, dan sayatan bisa di perpanjang secara distal maupun proksimal. Kekurangan dari metode ini adalah infeksi yang mudah

menyebar secara intra abdomen dan posisi insisi yang rendah pada dinding rahim. 2) Sectio caesaria ektra peritonealis Sectio caesaria ekstraperitonial adalah insisi yang dilakukan tanpa membuka peritoneum parietalis, sehingga tidak membuka kavum abdominal. Kelebihan dari metode ini adalah penjahitan luka yang lebih mudah, penutupan luka yang lebih baik dan perdarahan yang tidak begitu banyak. Metode ini juga memiliki kekurangan, kekurangan yang biasanya terjadi adalah keluhan pada kandung kemih yang sering di jumpai pada pasien sectio caesaria ekstra peritonial. b) Vagina (section caesarea vaginalis) Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut (Mochtar dan Rustam, 1992) : 1. Sayatan memanjang ( longitudinal ) 2. Sayatan melintang ( Transversal ) 3. Sayatan huruf T ( T insicion )

2. Anestesi Regional Anestesi regional ialah teknik anestesi yang menggunakan obat analgetik lokal sebagai penghambat hantaran saraf sensorik. Blokir nyeri dari suatu bagian tubuh untuk sementara (reversible)) dan fungsi motorik kemungkinan terpengaruh sebagian atau seluruhnya, sehingga penderita tetap pada keadaan sadar diri (Latief, 2009).

Anestesi spinal adalah salah satu metode anestesi regional yang diinduksi dengan menyuntikkan sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal (CSF). Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5 (De jong, 2004). Anestesi spinal mudah untuk dilakukan dan memiliki potensi untuk memberikan kondisi operasi yang sangat baik untuk operasi di bawah umbilikus. Anestesi spinal dianjurkan untuk operasi yang akan dilakukan di bagian bawah umbilikus misalnya hernia, ginekologi dan operasi urologis serta operasi pada perineum atau alat kelamin. Semua operasi pada kaki, salah satu contohnya amputasi meskipun tidak sakit, mungkin merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan untuk pasien yang dalam kondisi terjaga. Dalam situasi ini dapat menggabungkan tehnik spinal anestesi dengan anestesi umum (Hyderally, 2002). Status ASA sistem klasifikasi fisik adalah suatu sistem untuk menilai kesehatan pasien sebelum operasi. Pada tahun 1963 American Society of Anesthesiologists (ASA) mengadopsi system klasifikasi status lima kategori fisik; sebuah kategori keenam kemudian ditambahkan. ASA I merupakan kondisi pasien yang sehat yang akan di operasi. ASA II adalah pasien yang memiliki penyakit sistemik ringan sedang yang tidak berhubungan dengan pembedahan. ASA III pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas rutin terbatas. ASA IV Pasien dengan keluhan sistemik berat yang

10

tidak dapat melakukan aktivitias rutin, selain itu penyakitnya merupakan ancaman kehidupan setiap saat. ASA V pasien tidak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi atau tidak. ASA VI adalah status pasien yang sudah mengalami brain-dead (Pramono,2008) Teknik anestesi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu anestesi umum dan anestesi regional. Anestesi umum bekerja untuk menekan aksis hipotalamus-pituitari adrenal, sementara anestesi regional berfungsi untuk menekan transmisi impuls nyeri dan menekan saraf otonom eferen ke adrenal. Teknik anestesi yang lazim digunakan dalam sectio caesaria adalah anestesi regional, tapi tidak selalu dapat dilakukan berhubung dengan sikap mental pasien (Latief, 2009). Terdapat 2 macam teknik anestesi ini, yaitu blok sentral dan blok perifer. Blok sentral (neuroaksial) meliputi beberapa bagian yang di blok, yaitu spinal epidural dan kaudal.Blok perifer saraf) meliputi beberapa bagian yang di blok oleh teknik ini, yaitu pleksus brachialis, aksiler, bier, siatik, dan lain sebagainya (Finucane et al., 2000). Anestesi spinal sangat cocok untuk pasien yang berusia tua dan orangorang dengan penyakit sistemik seperti penyakit pernapasan kronis, hati, ginjal dan gangguan endokrin seperti diabetes. Banyak pasien dengan penyakit jantung ringan mendapat manfaat dari vasodilatasi yang menyertai anestesi spinal kecuali orang-orang dengan penyakit katub pulmonalis atau hipertensi tidak terkontrol. Menangani pasien dengan trauma yang telah mendapatkan resusitasi yang adekuat dan tidak mengalami hipovolemik juga

11

merupakan kombinasi yang baik untuk dilakukan anestesi spinal (Parkson et al., 2007). Pada pasien dengan sectio caesaria, memiliki beberapa pilihan alternatif yang dapat diberikan kepada pasien, yaitu anestesi umum ataupun anestesi regional. Spinal dan epidural merupakan teknik anestesi yang dapat dipilih dalam anestesi regional. Pemilihan kedua teknik tersebut bergantung pada status fisik pasien yang akan melakukan sectio caesaria. Pada penelitian ini, memilih untuk menggunakan anestesi regional sebagai teknik yang akan dilakukan kepada pasien. Anestesi regional dipilih dikarenakan oleh teknik anestesi regional tidak mempengaruhi secara signifikan kondisi asam-basa pasien serta tidak berpengaruh terhadap bayi yang dikandung oleh pasien tersebut (Parkson et al., 2007). Anestesi spinal murah dan mudah dilakukan dan biasanya dipilih sebagai alternatif pertama untuk pasien sectio caesaria, tetapi resiko yang dapat ditimbulkan oleh teknik ini juga tidak sedikit. Beberapa faktor resiko yang mungkin terjadi pada pasien adalah, hipotensi, blok saraf spinal, radikulopati, abses, hematom, malformasi arteriovenosa, sindrom arteri spinal anterior, sindrom Horners, pusing, bahkan dapat menimbulkan defisit neurologis (Finucane et al., 2000). Anestesi spinal memiliki beberapa komplikasi yang dibagi menjadi komplikasi dini (komplikasi tindakan) dan komplikasi delayed (komplikasi pasca tindakan). (Katz, 2010).

12

Komplikasi tindakan contohnya dapat terjadi hipotensi berat, namun pada pasien dewasa dapat dicegah dengan pemberian infus cairan elektrolt 1000mL ataupun cairan koloid sebanyak 500mL sebelum tindakan. Komplikasi tindakan yang lain adalah, bradikardia, hipoventilasi, trauma saraf, mual muntah bahkan bisa menyebabkan gangguan pendengaran. Komplikasi pasca tindakan antara lain, nyeri pada tempat suntikan spinal anestesi dilakukan, nyeri punggung, dan retensio urin (Katz, 2010).

3.

Keseimbangan Asam-Basa Ion hydrogen adalah suatu proton tunggal bebas yang dilepaskan oleh atom hydrogen. Molekul yang memiliki atom hydrogen tersebut dapat melepaskan ion-ion hydrogen dalam larutan disebut asam. Molekul yang dapat menerima ion hydrogen yang dilepaskan tadi disebut dengan basa. Nilai konsentrasi ion hydrogen dilambangkan dengan pH. Nilai pH rendah disebut asidosis (kadar asam tinggi), nilai pH tinggi disebut alkalosis (kadar basa tinggi). Mekanisme yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya suatu asidosis ataupun alkalosis ada beberapa cara khusus, yaitu: a. Sistem penyangga (buffer) asam-basa yang segera bergabung dengan setiap asam ataupun basa yang kemudian mencegah terjadinya perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan. b. Apabila konsentrasi ion hidrogen berubah, maka pusat pernafasan akan terangsang untuk mengubah kecepatan ventilasi paru-paru, yang berakibat

13

pada perubahan kecepatan pengeluaran karbondioksida dari cairan tubuh yang akan menyebabkan konsentrasi ion hidrogen kembali normal. c. Menyebabkan ginjal mengekskresikan urin yang bersifat asam atau basa, sehingga membantu konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler tubuh kembali normal. Untuk menetukan adanya suatu gangguan asam-basa adalah dengan mengetahui nilai pH darah yang diatur oleh paCO2 dan konsentrasi bikarbonat sesuai dengan metode Henderson-Hasselbalch. (Mustafa, 2003) Persamaan Henderson-Hasselbalch Penilaian gangguan keseimbangan asam-basa tubuh telah dikenal sebagai formula Henderson-haselbalch. Formula ini memiliki suatu persamaan hidrasi:

CO2 + H2O H2CO3 HCO3 + H

CO2 disini merupakan gas CO2 yang terlarut. Nilai diambil dari tekanan parsial yaitu pCO2 dan dikalikan dengan konstanta kelarutan (0,03). Kecilnya konsentrasi dari {HCO3} oleh Henderson-Hesselbalch persamaan ini disederhanakan menjadi.

zpCO2 + H2O {HCO3}.{H}

14

Persamaan hidrasi CO2 di konversi lagi sehingga dapat di aplikasikan

pH = pK+ log

HCO3 pCO2

pH normal: 7,35 7,45 pH <7,35 disebut sebagai asidosis, sedangkan pH > 7,45 disebut sebagai alkalosis. Ketidakseimbangan pada metabolik dapat dikarenakan oleh adanya gangguan primer pada nilai konsentrasi bikarbonat. Bikarbonat merupakan pembilang, maka peningkatan bikarbonat akan menurunkan pH disebut sebagai asidosis metabolik. Penurunan bikarbonat akan meningkatkan nilai pH sehingga bisa disebut sebagai alkalosis metabolik (Rudi, 2006).

4.

Base Excess Base Excess merupakan komponen kunci untuk mengetahui status dari asam-basa tubuh dari darah, plasma, ataupun cairan tubuh yang lain. Nilai dari base excess, digunakan untuk mengevaluasi keseimbangan nilai asam basa tubuh pada pasien, untuk mengetahui nilai asam basa tubuh pada cairan

15

ekstraselular yang biasanya dapat diketahui melalui pemeriksaan analisa gas darah (Mentel et al., 2004). Analisa gas darah dilakukan untuk mengukur nilai dari oksigen parsial (Po2) dan karbon dioksida (CO2) serta komponen pH pada sampel darah yang di teliti. Kesalahan dalam menginterpreasikan nilai dari base excess ini dapat menjadi sebuah kesalahan yang cukup fatal karena dapat membuat pasien meninggal dikarenakan tidak menerima pengobatan yang adekuat. Nilai base excess sangat penting untuk di perhatikan karena menginterpretasikan hubungan antara biokimia tubuh, cairan seluler, dan status asam basa tubuh (Mentel et al., 2004). Base excess didefinisikan sebagai jumlah asam kuat yang harus ditambahkan ke setiap liter darah beroksigen penuh untuk kembali pada pH 7,40 pada suhu 370C dan pCO2 dari 40 mmHg (5,3 kPa). Base excess juga dapat di definisikan dalam hal jumlah basa kuat yang harus ditambahkan (Manimala, 2002). Dalam fisiologi manusia, base excess atau defisit basis merujuk pada suatu kelebihan kadar nilai base excess dalam darah. Nilai base excess biasanya dinilai dengan satuan mEq/L dengan angka positif menunjukkan kelebihan basa dan negative merupakan deficit basa. Nilai nya berkisar -2 sampai +2 mEq/L (Manimala, 2002). Nilai asidosis ataupun alkalosis dapat mempengaruhi efektivitas terapi obat yang akan kita berikan kepada pasien tersebut dan metode pengobatan

16

lainnya, termasuk penilaian untuk mengontrol ventilasi pernafasan pasien tersebut (Manimala, 2002). 5. Hydroxyethyl Starch (HES) Bahan dasar pembentuk HES adalah amilopektin, polimer glukosa yang dapat diperoleh dari lilin jagung ataupun tepung kentang. Struktur yang banyak memiliki cabang ini membuat HES menjadi koloid sintetik pertama dengan konfigurasi globular yang mirip dengan koloid albumin alami (Mulyono et al., 2009). HES merupakan molekul tepung sintetik yang menyerupai glikogen, yaitu suatu polisakarida alami yang dimodifikasi. Hidrolisis ataupun eterifikasi dapat digunakan untuk menstabilkan larutan dan memperlambat hidrolisis dan meningkatkan molekul hidrofil (Mulyono et al., 2009). HES dikembangkan dengan cara menggantikan inti amilopektin menjadi etilenoksida dengan bantuan katalisato basa. Sisa dari pelarut tadi dibuang dengan cara ultrafiltrasi. HES memiliki berat molekul (BM) berkisar antara 70.000-670.00dalton.

Gambar 2.1 Gambar Larutan Koloid HES 6%

17

Preparat HES molekul sedang dan besar memberikan efek PV (Plasma Volume) yang bertahan lebih lama dari cairan koloid lain. Salah satu contoh fraksi HES molekul sedang seperti HES 200/0.5 mempunyai efek tambahan untuk mencegah kebocoran kapiler yang mungkin terjadi. HES bermanfaat terutama dalam pasien kritis karena biasanya pasien kritis memilki kebocoran kapiler, hipovolemia, dan edem jaringan. Konsep utama dari resusitasi hemodinamik ialah pemberian cairan prabeban ( preload ) yang optimal dan memberi volume intravascular untuk kontraktilitas yang masih ada. Kelebihan HES yang lain adalah dapat meningkatkan DO2 dan VO2 serta menurunkan laktat serum. (Mulyono, 2009).

B. Kerangka Teori Pasien SC

HES 6% Dalam Larutan Berimbang

HES 6% Dalam Larutan NaCL 0,9%

Base Excess

Base Excess

AGD (Analisis gas darah)

18

C. Kerangka Konsep

HES 6% Dalam Larutan Berimbang

HES 6% Dalam Larutan NaCL 0,9%

Base Excess

Keseimbangan Asam-Basa

D. Hipotesis HES 6% dalam larutan berimbang memberikan perbaikan nilai base excess yang lebih baik dibandingan HES 6% dalam larutan NaCL 0,9%.

19

BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan desain analitik observasional dengan pendekatan belah lintang ( cross sectional study ) dengan tujuan mencari perbedaan pengaruh pemberian HES 6% dalam larutan berimbang dan HES 6% dalam larutan NaCL 0,9% pada perubahan base excess. B. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian Anestesiologi dan tempat melaksanakan

pemeriksaan analisis gas darah di laboratorium klinik Patologi Klinik RSUP Dr. Kariadi Semarang. C. Sampel Penelitian Sampel diambil dari pasien yang menjalani sectio caessaria di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang dengan kriteria yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi, menggunakan consecuetive sampling dibagi menjadi 2 kelompok. : Kelompok 1 (K1) : Menggunakan cairan HES 6% dalam larutan berimbang sebagai cairan preload anestesi spinal pada pasien sectio caessaria.

20

Kelompok 2 (K2) : Menggunakan cairan HES 6% dalam larutan NaCl sebagai cairan preload anestesi spinal pada pasien sectio caessaria. D. Besar Sampel Penelitian Besar sampel penelitian diukur dengan rumus

Keterangan : N : Jumlah sampel Sd : Perkiraan simpang baku : 0,14 (penelitian sebelumnya) D : Selisih rerata kedua kelompok : 0,13 ( clinical judgement ) a : Tingkatkan kemaknaan (tingkat kesalahan tipe I) 5%. Maka Z = 1,960 : Tingkat kesalahan (tingkat kesalahan tipe II) 10%, maka Z = 1,282 (power 90%) Dari perhitungan di atas didapatkan jumlah sampel: n = 24,3. Dalam penelitian ini akan digunakan jumlah sampel sebesar 24 orang. Total sampel adalah 48 orang dibagi menjadi 2 kelompok: 1. Kelompok I (kelompok HES 6% dalam larutan berimbang) : 24 orang 2. Kelompok II (kelompok HES 6% dalam larutan NaCL 0,9%) : 24 orang

21

E.

Variabel Penelitian a. Variabel Bebas HES 6% dalam larutan berimbang dan HES 6% dalam larutan NaCL 0,9% b. Variabel tergantung Nilai base excess

F.

Definisi Operasional Variabel 1. HES 6% dalam larutan berimbang HES 6% dalam larutan isotonic yang mengandung komposisi

elektrolit (Na, K, Cl, Ca, dan laktat) Skala : Rasio 2. HES 6% dalam larutan NaCL 0,9% HES 6% dalam larutan isotonic yang mengandung komposisi elektrolit Na dan Cl. Skala : Rasio 3. Nilai base excess Base excess adalah jumlah asam kuat yang harus ditambahkan ke setiap liter darah beroksigen penuh untuk kembali pada pH 7,40 pada suhu 370C dan pCO2 40 mmHg (5,3 kPa). Base Excess juga dapat di definisikan dalam hal jumlah basa kuat yang harus ditambahkan. Skala : Interval

22

G. Bahan Dan Alat Penelitian 1. Bahan dan alat yang digunakan sebelum pengambilan sampel darah (1 jam sebelum cairan koloid masuk) a) Spuit 5cc b) Spuit 3 cc c) Tabung reaksi d) Heparin 2. Bahan dan alat yang digunakan selama anestesi (operasi) a) Mesin anestesi b) Spinal set + obat anestesi spinal c) Infuse Line d) Cairan HES 6% dalam larutan berimbang e) Cairan HES 6% dalam NaCl 0,9% f) Cairan RL (Ringer Lactate) sebagai cairan pre-operatif

3. Bahan dan alat yang digunakan untuk pemeriksaan base excess sampel (1 jam setelah koloid masuk) a) Spuit 3cc b) Darah arteri 2cc

H. Kriteria Inklusi & Ekslusi 1. Kriteria Inklusi : a) Parturien usia antara 19-35 tahun b) Status fisik ASA I-II

23

c) Menjalani operasi SC cito dan elektif dengan anestesi spinal d) BMI normal (18,5 24,9) e) Setuju diikutkan penelitian 2. Kriteria Ekslusi : a) Pasien yang mendapat cairan koloid lebih dari 500mL b) Pasien yang mendapat transfuse darah selama perlakuan c) Pasien yang selama operasi mengalami komplikasi anestesi maupun pembedahan d) Kesadaran menurun e) Penurunan SaO2 (kedaan umum: sesak nafas sampai menjadi apneu) f) Perdarahan tidak terkontrol

I.

Tata Urutan Kerja Seleksi penderita dilakukan pada saat kunjungan prabedah, penderita yang memenuhi kriteria ditentukan sebagai sampel. Penelitian dilakukan terhadap 48 penderita yang sebelumnya telah diberikan penjelasan dan setuju mengikuti prosedur penelitian. Semua penderita dipuasakan 6 jam dan tidak diberikan obat premedikasi. Satu jam sebelum operasi, dilakukan pemeriksaan BGA (Blood Gas Analize) dengan mengambil sampel 2 cc darah arteri dan pemeriksaan elektolit (Na+, K+, CL-) dengen mengambil sampel 3cc darah vena. Hasil pemeriksaan laboratorium tersebut digunakan sebagai data dasar.

24

Lima belas menit sebelum dilakukan anestesi spinal, diberikan preload cairan HES 6% dalam larutan berimbang untuk 24 sampel dan HES 6% dalam larutan NaCL 0,9% untuk 24 sampel lainnya. Anestesi spinal dilakukan dengan jarum spinal 25G pada celah vertebra lumbal 3-4. Setelah cairan serebrospinal keluar sebagai tanda pasti ujung jarum berada pada ruang di sub-arachnoid dilakukan injeksi 3ml bupicain heavy 0,5% dengan kecepatan 1ml/5detik, penderita segera mungkin dibaringkan dalam posisi terlentang horizontal dengan kepala diganjal bantal serta diberikan O2 3 liter per menit. Tinggi blok sensorik ditentukan dengan cara pinprick menggunakan jarum bevel 22G pendek. Bila ketinggian blok tidak sama, maka digunakan blok yang lebih tinggi. Setelah anestesi spinal berhasil, section caessaria dimulai. Bila dalam sepuluh menit terjadi blok negative maka anestesi spinal di anggap gagal lalu penderita dikeluarkan dari penelitian dan dilanjutkan menggunakan general anesthesia. Satu jam sebelum pemberian preload cairan HES 6% pada masing-masing kelompok, dilakukan pemeriksaan BGA dan elektrolit (NA+, K+, Cl-). Hasil pemeriksaan dibandingkan dengan data dasar, setelah itu dilakukan analisis statistik.

25

J.

Pengumpulan Data Data-data yang dicatat untuk perhitungan statistik dalam tujuan penelitian ini adalah base excess. Data yang diperoleh dicatat dalam suatu lembar penelitian.

K. Analisis Data Data yang dikumpulkan mencakup karateristik umum sampel (umur, Body Mass Index, status ASA), base excess sebelum dan sesudah perlakuan. Data yang dikumpul di-coding dan di-entry kedalam file computer dan setelah itu dilakukan cleaning data. Data univariat disimpulkan dalam mean SD, median (minimum-maksimum) atau persentase. Selanjutnya, dilakukan analisis deskriptif dengan menghitung proporsi gambaran karakteristik responden menurut kelompok perlakuan (HES dalam larutan berimbang dan HES dalam larutan NaCL 0,9%) hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel terbuka dan diagram batang. Selanjutnya, dilakukan uji coba normalitas data menggunakan saphiro-wilk dan data analisis bivariat untuk menguji hipotesis dengan menggunakan Independent T-test (skala rasio dan interval) apabila data terdistribusi normal dan menggunakan Mann Whitney U test apabila data tidak terdistribusi normal dengan batas kemaknaan = 0,05 dan = 10%. Semua perhitungan menggunakan software SPSS ( Statistikal Package for Social Science) versi 15.0

26

L. Jadwal Penelitian Tabel 3.1 Jadwal Penelitian Waktu ( bulan ke- ) No 1 2 3 4 5 6 Rencana Kegiatan 1-2 Persiapan Proposal Penelitian Seminar Proposal Penelitian Pelaksanaan Penelitian Pengolahan dan Analisis Hasil Penelitian Penyusunan Laporan Akhir Penelitian Seminar Hasil Penelitian V V V V V V 3 V 4 5

27

Alur Penelitian

KriteriaInklusi

POPULASI

Kriteria Ekslusi

Seleksi Sampel

Consecutive Sampling

Pengambilan Sampel Darah Sebelum Perlakuan

Pemeriksaan Base Excess sebelum di beri perlakuan Pemberian preload sebelum dilakukan anestesi spinal

KELOMPOK I Preload dengan 500 mL HES 6% dalam larutan berimbang anestesi spinal dengan bupicavin 15mg

KELOMPOK 2 Preload dengan 500 mL HES 6% dalam larutan NaCl 0,9 % anestesi spinal dengan bupicavin 15mg

Pengambilan sampel darah

Pemeriksaan base excess

Analisis statistik

28

DAFTAR PUSTAKA Alexander Mentel, MD, Friedhelm Bach, MD, Joerg Schu ler, MD,Walter Herrmann, MD, PhD, Andreas Koster, MD, George J. Crystal, PhD,Georgios Gatzounis_, and Fritz Mertzlufft, MD, PhD. Assessing Errors in the Determination of Base Excess. Journal of Anesthesia and Analgesia.2002 Base E, Standl T, Mahl C, Jungheinrich C, Comparisson of 6% HES in balanced electrolyte solution versus 6% HES saline solution in cardiac surgery. Critical Care 2006 . www.ccforum.com/content/10/SI/p176 Birnbach DJ, Browne IM. Anesthesia for obstetrics. In: Miller RD. Millers anesthesia. 6th ed. Pennsylvania. Elsevier Churchill Livingstone, 2005: 326329 Boulton TB, Blogg CE, Hewer CL. Anaesthethic for Medical Students. Churchill Livingstone. London. 1989. Buku ajar Ilmu Bedah / Editor, R Sjamsuhidajat, wim de jong. Edisi 2, Jakarta: EGC. 2004. Chestnut DH. Obstetric Anesthesia Principles and Practice. 3rd edition. Mosby. Philadelphia. 2004. Conway. Basic Principles of Section Caesaria.Chucrchil Livingstone. London.2008 Cunningham FG, McDonald PC, Gant NF, William obstetric alih bahasa : Suyono J, Hartono A, edisi 18. EGC. Jakarta 1995 Finucane BT. Complications of Regional Anesthesia. Churchill Livingstone. New York. 2000. Hyderally H. Complications of Spinal Anesthesia. The Mountsinai Journal of Medicine. Jan-Mar 2002. Katz J, Aidinis SJ. Complications of Spinal and Epidural Anesthesia. J Bone Joint Surg Am. 2010 Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2009

29

Morgan, G. Edward, Jr., Maged S. Mikhail, Michael J. Murray. 2007. Clinical Anesthesiology. 4th edition. The McGraw-Hill Companies: Philadelphia Muchtar, Rustam,(1998), Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 1, EGC. Jakarta. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dachlan MR. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Ingtensif FK UI. Jakarta. 1989. Mulyono I, Harijanto E, Sunatrio S, Cairan Koloid. Panduan Tatalaksana Terapi Cairan Pre-operatif. Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia.2009. Mustafa I, George YWH. Keseimbangan Asam-Basa (Paradigma Baru). Anestesia & Critical Care. Vol 21. Jakarta. 2003 Ng K, Parsons J, Cyna AM, Middleton P, Spinal versus epidural anaesthesia for caesarean section. Cochrane Library.2007 Nicholas J. Wilkes, Rex Woolf, Marjorie, Mutch, Susan V, Mallet, The Effect of Balanced Versus Saline-Based Hetastarch and Crystalloid Solution on Acid Base and Electrolyte Status and Gastric Mucosal Perfussion in Elderly Surgical Patient. Anesth-Analg 2001;93;811-816 Pramono, Ardi, Sp.An, dr. 2008. Study Guide Anestesiologi dan Reanimasi. Yogyakarta : FK UMY. Prof. S. Manimala, Rao Dr. V. Nagendranath. Arterial Blood Gas Monitoring. Indian Journal of Anesthesia.2002 Riley ET, Cohen ST, Rubenstein AJ, Flanagan B, prevention of hypotension after spinal anesthesia for caesarian section six percent hestastarch versus Ringer Solution. AnestAnalg 1995;81(4):838 842 Ueyama H,Le H, Tanigami H, Mashimo T, Yoshiva I. effect of crystalloid and colloid preload on blood volume in the parturient undergoing spinal for elective Caesarian Section. Anesthesiology 1999;1571-1576 Zander R. Fluid management. Bibliomed, melsungen (Germany) 2006. www.physioklin.de/images/stories/pdf/literature/z/fluidmanagement060728.p df.

30

Anda mungkin juga menyukai