Anda di halaman 1dari 18

AMPUTASI

Epidemiologi dan Etiologi atau Indikasi

Amputasi adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan oleh ahli bedah.
Kebanyakan amputasi (80%) dilakukan untuk mengobati komplikasi penyakit
pembuluh darah perifer dan sebagian besar melibatkan ekstremitas bawah. Empat puluh
persen dari kasus ini dilakukan pada pasien diabetes. Indikasi lain untuk amputasi
meliputi trauma, infeksi agresif (necrotizing fasciitis), tumor ganas, kelainan bawaan,
nyeri kronis, atau anggota badan yang 'tidak berguna' (biasanya karena cedera
neurologis). Di Inggris, sekitar 5.000 pasien per tahun akan membutuhkan amputasi
ekstremitas bawah yang mayor.1,2

Pemeriksaan Pra-operasi

Penilaian pra operasi pasien melibatkan pendekatan multidisiplin dengan


masukan dari tim bedah dan anestesi, spesialis prostetik, staf keperawatan, fisioterapis,
terapis okupasi, tim spesialis diabetes, psikolog, dan harus mencakup penilaian gizi.2,3

Pertimbangan tingkat amputasi harus memperhitungkan kemungkinan


kemampuan pasien untuk menjalani rehabilitasi yang berhasil. Berjalan dengan
prostesis dibandingkan dengan ambulasi normal membutuhkan pengeluaran energi
tambahan 25-40% untuk prostesis di bawah lutut dan 65-100% untuk prostesis di atas
lutut. Ini sangat membatasi mobilitas pasien dengan penyakit jantung iskemik.
Sebaliknya, penggunaan kursi roda menuntut pengeluaran energi hanya 8% lebih besar
dari berjalan normal. Amputasi di atas lutut atau melalui lutut adalah pilihan terbaik
bagi seorang pasien yang hanya mungkin bergerak dengan kursi roda. Sisa amputasi di
bawah lutut lebih rentan terhadap ulserasi dekubitus dan dikontraindikasikan pada
pasien yang terbaring di tempat tidur. Kontraktur fleksi pada lutut lebih dari 15 derajat
juga menghalangi amputasi di bawah lutut.3,4
Untuk ahli bedah, penilaian tingkat amputasi harus mempertimbangkan tingkat
keparahan dan pola penyakit pembuluh darah, tingkat kehilangan jaringan dan
kelangsungan hidup jaringan di sekitar flap yang diusulkan, serta adanya infeksi.
Penggunaan tes tambahan seperti studi Doppler laser, pengukuran pO2 transkutan atau
pengukuran isotop aliran darah kulit belum terbukti dan sebagian besar ahli bedah
mengandalkan penilaian klinis.3,4

Amputasi mayor adalah operasi berisiko tinggi dan oleh karena itu optimalisasi
penyakit komorbiditas sangat penting untuk membatasi komplikasi perioperatif.
Komorbiditas yang paling umum dijumpai pada mereka yang menjalani amputasi mayor
adalah hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung iskemik.3,4

Persiapan pra operasi harus mencakup profilaksis trombosis vena dalam (DVT)
dan profilaksis antibiotik spektrum luas termasuk antibiotik dengan aktivitas melawan
bakteri anaerob. Untuk amputasi mayor, kateter urin berguna untuk memantau keluaran
urin pasca operasi dan untuk memudahkan berkemih, selama pasien terbaring di tempat
tidur. Anamnesis dan pemeriksaan yang cermat diperlukan untuk mendeteksi adanya
protesa ortopedi sebelumnya atau cangkok bypass vaskular yang mungkin ditemui
selama operasi.3,4

Jenis dan Teknik Amputasi serta Indikasi

Amputasi pada Ekstremitas Bawah

Penyakit vaskuler dan trauma adalah penyebab utama. Di AS, sekitar 1,6 juta
orang hidup dengan kehilangan ekstremitas. Dalam populasi ini, 38% menjalani
amputasi karena penyakit vaskuler bersama dengan diagnosis penyerta diabetes
mellitus. Jumlah orang dengan kehilangan ekstremitas meningkat dan diperkirakan
mencapai 3,6 juta pada tahun 2050 jika status kesehatan individu tidak ditingkatkan.
Cedera trauma dari kecelakan sesama kendaraan atau dengan pejalan kaki menyumbang
sekitar 59% dari amputasi ekstremitas bawah.4,5,6
Amputasi Jari Kaki (Toe Amputation)

Amputasi jari kaki adalah amputasi yang paling umum dilakukan pada
ekstremitas bawah. Sangat penting untuk mengevaluasi sirkulasi arteri sebelum
mempertimbangkan amputasi jari kaki. Kehadiran denyut kaki yang teraba dikaitkan
dengan tingkat penyembuhan 98%, berkurang menjadi 75% dengan denyut kaki yang
tidak ada atau tidak teraba. Amputasi jari kaki dapat dilakukan dengan menggunakan
incise fish-mouth, racquet, atau sirkuler. Amputasi tidak boleh dilakukan melalui sendi
karena ini akan memaparkan tulang rawan avaskular, yang tidak akan sembuh. Oleh
karena itu amputasi jari kaki biasanya dilakukan melalui phalanx proksimal.6,7,8

Ray Amputation

Ray amputation mengacu pada eksisi jari kaki melalui tulang metatarsal.
Sayatan berbentuk raket tenis digunakan untuk memaparkan caput metatarsal, yang
dipotong pada bagian collum. Diseksi harus tetap dekat dengan tulang untuk
menghindari devitalisasi flap atau jari kaki yang berdekatan. Sisa-sisa tendon dieksisi
sejauh mungkin secara proksimal. Dalam keadaan adanya infeksi luka harus dibiarkan
terbuka. Teknik ini biasanya memungkinkan ambulasi normal walaupun eksisi hallux
dapat menyebabkan ulserasi kulit plantar karena distribusi berat yang tidak normal.5,6,7

Amputasi Transmetatarsal

Amputasi transmetatarsal diindikasikan untuk gangren atau infeksi yang


mempengaruhi beberapa jari kaki. Sangat penting bahwa kulit plantar sehat karena
sayatan menggunakan flap plantar total. Metatarsal dibagi pada tingkat poros tengah.
Amputasi transmetatarsal yang mencapai kesembuhan dengan baik menyediakan fungsi
yang sangat baik.7,8

Mid-foot amputation

Amputasi mid-foot dapat dilakukan ketika penyakit kaki depan (forefoot)


proksimal mencegah amputasi pada tingkat transmetatarsal. Amputasi ini hanya
dipertimbangkan pada pasien tanpa iskemia atau dengan iskemia yang dapat diperbaiki.
Amputasi Lisfranc adalah disartikulasi antara tulang metatarsal dan tulang tarsal dan
amputasi Chopart adalah disartikulasi sendi talo-navicularis dan calcaneo-cuboid.
Kerugian utama dari prosedur ini adalah tingkat penyembuhan yang tidak terprediksi
dan perkembangan kelainan equinus, yang dapat membatasi ambulasi.8,9

Amputasi tingkat pergelangan kaki

Amputasi Syme dan Pirogoff pada tingkat pergelangan kaki jarang diindikasikan
dalam praktik bedah vaskular. Sulit untuk memasang prostesis pada teknik ini dan
dalam kebanyakan kasus amputasi di bawah lutut lebih dipilih, untuk memungkinkan
penyembuhan dan ambulasi yang berhasil.8,10

Amputasi bawah lutut atau Below-knee amputation (BKA)

Terdapat dua teknik dasar yang biasa digunakan untuk BKA. Teknik flap
posterior panjang diperkenalkan oleh Burgess dan Romano pada tahun 1967 dan
merupakan metode yang paling umum digunakan. Teknik Skew flap dideskripsikan oleh
Robinson pada tahun 1982. Sebuah uji coba secara acak membandingkan dua teknik
tersebut yang menunjukkan kesetaraan dalam hal penyembuhan, kebutuhan untuk revisi
dan kemampuan berjalan yang sukses.9,10

Burgess long posterior flap: Lokasi elektif umum untuk amputasi di bawah lutut adalah
14 cm di bawah sendi lutut atau 10-12 cm di bawah tuberositas tibialis. Tingkat
minimum absolut yang diijinkan untuk pemasangan tungkai yang berhasil adalah 7 cm
di bawah garis persendian. Sayatan kulit ditempatkan 1 cm secara distal ke tingkat
transeksi tibia yang diusulkan. Flap kulit dapat secara akurat ditandai menggunakan
bahan jahit panjang dan penanda kulit menggunakan aturan sepertiga.6,7

Sayatan awal dibuat melalui kulit dan lemak subkutan dengan pisau bedah dan
dilanjutkan melalui otot-otot kompartemen anterior dan peroneal dengan pisau diatermi.
Pembuluh darah diidentifikasi sebelum pembelahan dan diikat dengan bahan jahit yang
dapat diserap. Nervus tibialis harus dipisahkan dengan traksi lembut dengan pisau bedah
secara hati-hati untuk mengidentifikasi dan melakukan diathermi vasa nervorum, yang
jika tidak dilakukan secara hati-hati akan menyebabkan perdarahan yang menyulitkan di
kedalaman luka. Kateter perineural dapat dimasukkan secara intraoperatif dan
digunakan untuk memberikan analgesia pasca operasi.6,7
Periosteum fibula dilucuti hingga 2 cm di atas sayatan kulit, dipisahkan secara
halus. Periosteum tibia juga dilucuti ke tingkat yang direncanakan dan dipisahkan
dengan gergaji tangan atau oscillating saw. Untuk mencegah protuberansia tulang
menonjol, tibia dimiringkan dan dipisahkan secara halus. Soleus harus dikeluarkan dari
flap posterior dan dipotong sejajar dengan bagian tulang. Otot gastroknemius ditipiskan
untuk memberikan cakupan untuk ujung tulang tibialis. Massal berlebih pada flap
posterior dapat menghalangi pemasangan prosthese tungkai berikutnya: bertujuan untuk
mencapai sisa amputasi silindris. Sebelum penutupan, perhatian cermat harus diberikan
pada hemostasis dan drainase yang dimasukkan. Fasia disatukan dengan jahitan terputus
dan kulit ditutup.7,8

Skew flap: Teknik ini berguna ketika flap posterior panjang akan terganggu oleh
ulserasi atau gangren yang meluas secara proksimal ke lokasi flap posterior yang
diusulkan.11,12

Amputasi flap miring atau skew flap secara alami menghasilkan bentuk sisa
amputasi yang lebih silindris daripada teknik flap posterior. Ini berpotensi menghindari
perlunya cetakan sisa amputasi pasca operasi yang panjang sebelum pemasangan
prostetik.11,12

Flap kulit ditandai pada tungkai menggunakan sebagai basis sirkumferensia


tungkai di lokasi yang diusulkan dari pemisahan tibia yang terletak 10-12 cm dari garis
sendi di tibial plateau. Persimpangan anterior antara flap harus terletak lebih dari 2 cm
dari puncak tibia (tibial crest). Flap mioplastik medial dan lateral dibentuk dengan
pemisahan tulang yang dilakukan seperti yang dijelaskan di atas.11,12
Gambar 1. Penandaan flap untuk Amputasi bawah lutut dengan teknik Burgess long
posterior flap.8,9,10

Gambar 2. Penandaan flap untuk amputasi skew flap.11,12

Amputasi melalui lutut atau Through-knee amputation

Amputasi melalui lutut dapat diindikasikan ketika infeksi atau gangren


menghalangi pembuatan flap yang biasanya digunakan untuk keberhasilan
penyembuhan BKA. Ini berguna ketika amputasi diatas lutut (AKA) akan terhambat
oleh adanya kawat logam ortopedi pada tulang femur.13,14
Amputasi melalui lutut menghasilkan sisa amputasi bantalan ujung untuk
perlekatan prostetik. Pada pasien non-rawat jalan sisa amputasi menyediakan lengan
tuas panjang untuk mobilitas dan keseimbangan yang lebih baik di tempat tidur.13,14

Amputasi melalui lutut dilakukan dengan membuat flap anterior dan posterior
atau flap sagital. Transeksi kondilus femoralis memungkinkan penutupan flap kulit yang
lebih mudah dan pemasangan prostesis yang lebih baik. Dalam amputasi Gritti-Stokes
patela difiksasi pada bagian bawah kondilus femoralis yang ditranseksi. Kerugian utama
dari amputasi melalui lutut adalah penyembuhan flap kulit yang tidak dapat
diprediksi.13,14

Amputasi di atas lutut atau Above-knee amputation

Untuk ambulasi setelah AKA, tingkat amputasi transfemoral yang ideal


bertujuan untuk mencapai sisa amputasi yang cukup panjang untuk bertindak sebagai
lengan pengungkit untuk penggerak sementara yang memungkinkan pembersihan lutut
yang memadai untuk protesa yang bersendi. Potongan tulang 15 cm di atas tibial plateu
atau 25 cm di bawah trokanter mayor adalah optimal. Pengangkatan femur kurang dari
10 cm akan menyebabkan kesulitan menempelkan protesa bersendi. Sisa amputasi
terpendek yang direkomendasikan diukur sebesar 15 cm dari trokanter mayor ke tingkat
potongan femur. Jika ini tidak dapat dicapai, disartikulasi pinggul lebih disukai.15,16

Flap untuk AKA didasarkan pada flap mioplastik yang sama yang dibuat sebagai
fish-mouth ditandai menggunakan seperempat dari lingkar tungkai sebagai panduan.
Prinsip-prinsip umum mengikuti sesuai yang diuraikan untuk BKA.15,16

Gambar 3. Penanda flap untuk amputasi di atas lutut.15,16


Disartikulasi pinggu dan amputasi hindquarter

Indikasi utama untuk operasi ini adalah penyakit keganasan, trauma luas, infeksi
atau gangren, atau amputasi tinggi di atas lutut yang tidak sembuh. Terdapat insiden
rendah dari keberhasilan ambulasi pada pasien dengan gangguan vaskular setelah jenis
operasi ini.16,17

Gambar 4. Tingkat amputasi pada ekstremitas bawah.17

Tabel 1. Jenis-jenis amputasi pada ekstremitas bawah18

Jenis Deskripsi
Ray Tunggal atau multipel bisa dilakukan tergantung pada diagnosis
pasien. Jika amputasi pertama dilakukan (metatarsal I dan
cuneiformis I), keseimbangan sering terganggu, karena beban
ditranser ke batas lateral dari kaki, yang dapat menyebabkan
ulserasi dan kerusakan kulit. Status bantalan berat pasca operasi
dapat berkisar dari non hingga parsial atau Sebagian berdasarkan
keputusan dokter.
Transmetatarsal Tulang metatarsal ditranseksi dengan prosedur ini dibandingkan
dengan jenis lain dari amputasi kaki parsial, yang dapat
menyebabkan disartikulasi metatarsal dari cuboid dan
cuneiformis. Keseimbangan dipertahankan dengan amputasi
transmetatarsal, karena sisa amputasi simetris dalam bentuk dan
otot-otot mayor tetap intak.
Syme Sering dilakukan dengan kasus trauma atau infeksi, jenis amputasi
(disartikulasi ini dipilih untuk amputasi kaki parsial yang lebih distal (ray dan
pergelangan metatarsal) karena tatalaksana prosthesis yang lebih mudah pada
kaki) tingkat ini.
Bawah lutut Lokasi ideal untuk amputasi pada pasien dengan berbagai
(transtibial) diagnosis. Tingkat keberhasilan meningkat dengan penggunaan
prosthesis. Pada kasus gangguan vaskuler, sisa amputasi dapat
lambat untuk sembuh. Panjang sisa amputasi berkisar dari 12,5
hingga 17,5 cm dari sendi lutut.
Melalui lutut Sering dilakukan untuk pasien lansia dan muda. Kontrol
(disartikulasi) prosthesis maksimum dapat dicapai dengan prosedur ini karena
kemampuan untuk menopang beban secara penuh pada sisa
amputasi. Juga, lengan tuas otot Panjang dan otot pinggul yang
intak berkontribusi untuk mobilitas prosthesis yang besar.
Kondilus femoralis yang intak dapat meninggalkan sisa amputasi
yang secara kosmetik buruk.
Di atas lutut Amputasi transfemoral tradisional mempertahankan panjang
(transfemoral) femur 50-66%. Ambulasi prosthesis dengan sendi lutut artifisial
atau buatan membutuhkan peningkatan kebutuhan metabolisme.
Disartikulasi Sering dilakukan pada kasus trauma atau keganasan. Pelvis tetap
(caput femoral intak, namun, pasien dapat mengalami penyembuhan luka yang
dari asetabulum) lambat, dan mungkin membutuhkan graft sekunder untuk
sepenuhnya menutup lokasi amputasi.
Hemopelvectom Juga diindikasikan untuk kasus keganasan. Flap otot menutup
i (setengah dari organ-organ internal.
pelvis
dihilangkan
bersama dengan
seluruh tungkai
bawah)

Amputasi pada Ekstremitas atas

Sering dilakukan pada trauma, seperti kecelakaan mobil, kecelakaan industri


atau kerja, atau trauma penetrasi. Penyakit dan defisiensi ekstremitas kongenital juga
merupakan indikasi mayor. Penyakit vaskuler perifer jarang menjadi penyebab
dilakukannya amputasi pada ekstremitas atas.19,20

Gambar 5. Amputasi pada ekstremitas atas.19

Tabel 2. Jenis amputasi pada ekstremitas atas20

Jenis Deskripsi
Disartikulasi Fungsi sendi radial ulnar distal sering dipertahankan untuk
lengan mempertahankan rotasi radius.
Bawah siku Panjang ekstremitas residual optimal untuk pemasangan prostetik
(transradialis) akhir adalah 8 cm di atas styloideus ulna. Perangkat prosthetic aktif
Panjang dioperasikan dengan ekstensi siku dan fleksi bahu, protraksi
Pendek shoulder girdle, atau keduanya. Panjang sisa ekstremitas akan
Sangat pendek bervariasi tergantung pada jumlah jaringan yang layak atau viabel
di bawah siku.
Disartikulasi Bukan lokasi pilihan untuk amputasi karena tampilan kosmetik
siku yang buruk dan penurunan fungsi pasca operasi dari prostesis.
Di atas siku Sering dilakukan sebagai akibat dari keganasan primer atau
(transhumeralis penyakit metastasis. Panjang ekstremitas residual optimal untuk
) pemasangan prostetik akhir adalah 10 cm di atas sendi siku.
Standar Panjang sisa ekstremitas akan bervariasi tergantung pada jumlah
Pendek jaringan yang viabel di bawah siku.
Collum Terjadi di antara sendi glenohumeralis dan tuberositas deltoideus.
humerus Memberikan beberapa perlekatan prostesis.
Disartikulasi Sering dilakukan sebagai akibat dari keganasan primer atau
bahu penyakit metastasis. Caput humerus dipertahankan, atau procesus
akromion dan klavikula dipangkas untuk membuat penampilan
bulat.
Forequarter Sering dilakukan sebagai akibat dari keganasan primer atau
penyakit metastasis. Terdiri dari amputasi klavikula, skapula, dan
lengan pasien.

Komplikasi pasca-operasi

Komplikasi khusus untuk operasi amputasi termasuk komplikasi lokal seperti


hematoma pada sisa amputasi, nekrosis flap, atau infeksi. Trauma pada sisa amputasi
akibat jatuh sering terjadi, sering karena kegagalan mengingat anggota tubuh yang
hilang. Tatalaksana nyeri berguna dalam membantu dengan nyeri luka pasca operasi dan
nyeri phantom. Yang terakhir sering berhasil diobati dengan kombinasi amitriptilin dan
gabapentin atau pregabalin sebagai farmakoterapi lini pertama. Terdapat bukti bahwa
analgesia preoperatif yang baik dapat mengurangi nyeri phantom dalam jangka panjang
(analgesia pre-emptif). Namun penggunaan kateter saraf dini pasca operasi,
ditinggalkan secara in situ untuk sementara waktu setelah operasi, memungkinkan infus
langsung anestesi lokal ke nervus ischiadica atau tibialis dan mungkin bermanfaat
dalam mengurangi nyeri pasca operasi. Masalah psikologis dan depresi sering terjadi
setelah amputasi, sebagai bagian dari adaptasi emosional terhadap kehilangan anggota
tubuh. Komplikasi lanjut termasuk pembentukan neuroma, osteomielitis, erosi tulang,
ulserasi, dan iskemia yang berkelanjutan.19,20

Tatalaksana Pasca-operasi

Tatalaksana terapi fisik

Komponen utama tatalaksana terapi fisik untuk pasien dalam kondisi perawatan
akut yang telah menjalani amputasi ekstremitas adalah sebagai berikut:18,19

 Penyembuhan luka
 Pengendalian edema
 Tatalaksana nyeri
 Mobilitas sendi
 Penguatan
 Mobilitas fungsional
 Perawatan holistik (termasuk kebutuhan psikososial dan komorbiditas)

Penyembuhan luka

Untuk memfasilitasi pemasangan prostetik, kondisi integumen ekstremitas residu perlu


diperiksa secara menyeluruh mengenai tanda-tanda penyembuhan luka. Sebuah sayatan
bedah yang mengalami penyembuhan yang buruk dapat menyebabkan infeksi dan
keterlambatan pemasangan prostetik. Selain itu, kegagalan penyembuhan luka telah
dikaitkan dengan penurunan keberhasilan dalam ambulasi dengan prostetik.20,21

Penyembuhan edema

Mengelola edema pada tahap awal pasca operasi sudah banyak mendatangkan manfaat
termasuk pengurangan nyeri, memfasilitasi penyembuhan luka, dan pemasangan
prostetik. Sisa amputasi mungkin memiliki perubahan volume hingga 3 bulan setelah
operasi, dan karenanya teknik pengendalian edema harus dijaga sampai sisa anggota
tubuh tidak lagi nyeri, luka mengalami sembuh dengan baik, dan / atau pasien memakai
prostetik hampir sepanjang hari.21,22

Beberapa pendekatan untuk mengelola edema termasuk pembalut lembut


(perban elastis dan kaus kaki elastis), pembalut semirigid (airsplints dan perban Unna),
dan pembalut yang kaku (plastik atau plester). Perban elastis harus diaplikasikan dalam
pola figure-of-eight untuk meminimalkan efek tourniquet. Perban semirigid seperti
perban Unna telah terbukti mempercepat penyembuhan luka juga mungkin secara lebih
baik mempersiapkan sisa anggota tubuh untuk pemasangan prostetik; Namun, belum
ada jenis pembalut khusus yang terbukti paling efektif.21,22

Tatalaksana nyeri

Nyeri setelah amputasi ekstremitas dapat terjadi di banyak area tubuh selain anggota
badan yang diamputasi; Namun, sebagian besar keluhan nyeri memang terjadi pada sisa
anggota tubuh. Beberapa deskripsi nyeri setelah amputasi hadir tetapi umumnya
dikategorikan menjadi tiga jenis ini: nyeri tungkai phantom, sensasi tungkai phantom,
dan nyeri pada sisa amputasi. Nyeri tungkai phantom telah dianggap sebagai jenis nyeri
neuropatik dan didefinisikan sebagai sensasi nyeri yang dirasakan pada anggota tubuh
yang hilang. Sensasi tungkai phantom adalah sensasi apa saja, kecuali nyeri, pada
anggota tubuh yang hilang. Contoh dari sensasi tungkai phantom termasuk kesemutan,
tusukan, atau seperti tertusuk jarum atau peniti. Nyeri pada sisa amputasi adalah nyeri di
bagian residual dari anggota tubuh yang diamputasi dan dapat disebabkan oleh
neuroma, taji tulang, atau infeksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi nyeri
tungkai phantom termasuk jenis kelamin (wanita lebih sering mengalami hal ini
daripada pria), amputasi tungkai atas dan tungkai bawah, dan waktu sejak amputasi—
pasien mengalami lebih sedikit nyeri karena setelah beberapa waktu pasca operasi.19,20

Mengelola nyeri setelah amputasi termasuk komponen medis dan komponen


rehabilitasi. Analgesia praoperasi dengan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) telah
menunjukkan hasil baik dalam mengurangi nyeri pasca operasi. Tatalaksana nyeri
pasca-operasi dapat meliputi penggunaan opioid, analgesia yang dikendalikan pasien,
anestesi lokal seperti infus epidural, NSAID, antidepresan, dan antikonvulsan.
Intervensi nyeri nonfarmakologis meliputi perban kompresi, pijat, relaksasi, USG,
stimulasi listrik transkutan (TENS), dan biofeedback.20,22

Mobilitas sendi, penguatan sendi, dan mobilitas fungsional

Mobilitas sendi, penguatan sendi, dan mobilitas fungsional adalah aspek yang saling
terkait yang memungkinkan terapis untuk mencapai tujuan yang berbeda dengan
aktivitas terapi tunggal. Misalnya, untuk mencegah kontraktur sendi, gerakan aktif
semua sendi di atas tingkat dari amputasi harus dilakukan. Pasien yang menggunakan
sling pada ekstremitas atas untuk memfiksasi lengan dalam fleksi siku dan rotasi interna
bahu harus diperiksa secara teratur untuk kontraktur, khususnya gerakan skapular.
Latihan rentang gerak aktif dan peregangan atau posisi pasif harus dimasukkan sesuai
indikasi.16,20

Untuk pasien dengan amputasi esktremitas bawah, terapis fisik harus


menyediakan edukasi pada pasien dan anggota staf perawat mengenai pemosisian sisa
anggota tubuh, penempatan bantal yang tepat, dan penggunaan papan bebat. Pasien
dengan amputasi transtibialis akan paling rentan terhadap kontraksi fleksi lutut.
Sebaiknya bantal ditempatkan di bawah tibia daripada di bawah lutut untuk memicu
ekstensi. Pasien dengan amputasi atau disartikulasi di atas lutut akan paling rentan
terhadap kontraktur fleksor dan abduktor pinggul.19,21

Selama ambulasi, pasien dengan amputasi ekstremitas atas cenderung menekuk


batang tubuh ke arah sisi amputasi dan menjaga pola berjalan yang kaku yang tidak
memiliki ayunan lengan normal. Pasien sering membutuhkan pelatihan gaya berjalan,
latihan keseimbangan, pelatihan kembali postur, atau kombinasi dari semua ini untuk
memfasilitasi pola gaya berjalan yang efisien.20,22

Gerakan ekstremitas atas yang diperlukan untuk menguatkan prostetik


ekstremitas atas termasuk:21,22
 Prostesis bertenaga tubuh di bawah siku: ekstensi siku, fleksi bahu, protraksi
shoulder girdle, atau kombinasi dari ini.
 Prostesis bertenaga tubuh di atas-siku: fleksi siku, ekstensi bahu, rotasi interna,
abduksi, dan protraksi dan depresi shoulder girdle.

Pelatihan mobilitas fungsional untuk pasien dengan amputasi ekstremitas bawah


meliputi:21,22

 Pelatihan mobilitas dan transfer tempat tidur, serta pelatihan gaya berjalan atau
mobilitas kursi roda.
 Pasien dengan amputasi bilateral di atas lutut perlu kursi roda khusus yang
menempatkan gandar belakang di posisi yang lebih belakang untuk
mengimbangi perubahan pada pusat gravitasi pasien saat duduk.

Hasil luaran

Banyak alat tersedia untuk mengukur fungsi dan hasil luaran pada pasien dengan
amputasi tungkai. The Amputee Mobility Predictor (AMP) telah dilaporkan untuk
menentukan tingkat fungsional serta memprediksi kemampuan fungsional untuk pasien
dan dapat digunakan untuk pasien sebelum dan sesudah pemasangan prostetik dan
rehabilitasi. Keandalan dan validitas juga telah ditetapkan untuk AMP. Baru-baru ini
Kuesioner Evaluasi Prostetik (PEQ) yang dimodifikasi, versi dari SF-36 untuk veteran
(SF-36V), Survei Pengguna Orthose dan Prosthese (OPUS), Skala Fungsional Khusus
Pasien (PSFS), Tes Jalan Kaki Dua Menit, Tes Jalan Kaki Enam Menit, Tes Jangka
Waktu "Naik & Pergi" (TUG), dan AMP telah dipelajari untuk menguji reliabilitas tes-
tes ulang serta untuk menghitung minimal perubahan yang dapat terdeteksi (MDC) dari
setiap ukuran. Semua alat-alat tersebut menunjukkan reliabilitas yang baik (koefisien
Interclass [ICC]> 0,8) ketika digunakan dengan pasien dengan satu amputasi tungkai
bawah.18,22

Sehubungan dengan MDC, berikut ini harus digunakan sebagai panduan untuk
mengukur perubahan murni (dari pengukuruan sebelum ke pengukuran saat ini) dalam
fungsi untuk pasien yang menjalani amputasi tungkai bawah tunggal:21,22
 Tes Berjalan Dua Menit: 34,3 m
 Uji Coba Enam Menit: 45 m
 Tes TUG: 3,6 detik
 AMP: 3,4 poin

Ringkasan prinsip untuk operasi amputasi11,12

 Hindari merusak atau mendevitalisasi flap kulit.


 Gunakan tourniquet untuk mengontrol perdarahan
 Ligasi pembuluh darah untuk meminimalkan perdarahan.
 Memisahkan saraf dengan bersih dan menjauh dari ujung tulang untuk
menghindari pembentukan neuroma
 Adanya otot yang tidak berdarah atau berkontraksi dalam respon terhadap
stimulasi diatermi menunjukkan devitalisasi—pilih tingkat yang lebih tinggi
untuk diamputasi.
 Amputasi Guillotine dari jaringan yang sangat terinfeksi dengan tahap
penyelesaian lanjut dari amputasi diindikasikan untuk sepsis berat dan dapat
mengurangi angka revisi.
 Hindari bulk yang tidak perlu di sisa amputasi saat menutup.
 Gunakan saluran drainase untuk amputasi besar.
 Hindari membalut sisa amputasi secara ketat yang dapat menyebabkan
kerusakan kulit.

Referensi
1. 2017 ESC guidelines on the diagnosis and treatment of peripheral arterial diseases
in Collaboration with the European Society for vascular surgery (ESVS). Euro
Heart J 1 March 2018; 39: 763-816, https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehx095.
2. Choksey PA, Chong PL, Smith C, Ireland M, Beard J. A randomized controlled
trial of the use of a tourniquet to reduce blood loss during transtibial amputation
for peripheral arterial disease. Eur J Vasc Endovasc Surg 2006; 31: 646e50.
3. Do we have the tools to prevent phantom limb pain? Anesthesiol 2011; 114:
1021-4.
4. Halbert J, Crotty M, Cameron ID. Evidence for the optimal management of acute
and chronic phantom pain: a systematic review. Clin J Pain 2002; 18: 84-92.
5. National Vascular Registry 2017 Annual Report, Version 2 - May 2018.
https://www.vsqip.org.uk/content/uploads/2018/05/2017-NVRAnnual-
Report.pdf.
6. NCEPOD - Lower limb amputation: working together. A review of the care
received by patients who underwent major lower limb amputation due to vascular
disease or diabetes. 2014, https://www.ncepod.org.uk/2014report2/downloads/
WorkingTogetherSummary.pdf.
7. Tang PCY, Ravji K, Key JJ, Mahler DB, Blume PA, Sumpio B. Let them walk!
Current prosthesis options for leg and foot amputees. J Am Coll Surg 2008; 206:
548-60.
8. Vascular Society of Great Britain and Ireland. A best practice clinical care
pathway for major amputation surgery. April 2016,
https://www.vascularsociety.org.uk/_userfiles/pages/files/Resources/Vasc_Soc_A
mputation_Paper_V2.pdf.
9. Ziegler-Graham K, MacKenzie E, Ephraim P et al: Estimating the prevalence of
limb loss in the United States: 2005 to 2050, Arch Phys Med Rehabil 89(3):422-
429, 2008.
10. Barmparas G, Inaba K, Teixeira PGR et al: Epidemiology of post-traumatic limb
amputation: a National Trauma Databank analysis, Am Surg 76(11):1214-1222,
2010.
11. Pomeranz B, Adler U, Shenoy N et al: Prosthetics and orthotics for the older adult
with a physical disability, Clin Geriatr Med 22(2):377-394, 2006.
12. Edelstein JE: Amputations and prostheses. In Cameron MH, Monroe LG, editors:
Physical rehabilitation: evidence-based examination, evaluation, and intervention,
St Louis, 2007, Saunders, pp 267-299.
13. Esquenazi A: Amputation rehabilitation and prosthetic restoration. From surgery
to community reintegration, Disabil Rehabil 26(14/15):831-836, 2004.
14. Munin MC, Espejo-De Guzman MC, Boninger ML et al: Predictive factors for
successful early prosthetic ambulation among lower-limb amputees, J Rehabil Res
Dev 38(4):379-384, 2001.
15. Wong CK, Edelstein JE: Unna and elastic postoperative dressings: comparison of
their effects on function of adults with amputation and vascular disease, Arch
Phys Med Rehabil 81(9):1191-1198, 2000.
16. Chapman S: Pain management in patients following limb amputation, Nurs Stand
25(19):35-40, 2011.
17. Bosmans JC, Geertzen JHB, Post WJ et al: Factors associated with phantom limb
pain: a 3 12-year prospective study, Clin Rehabil 24(5):444-453, 2010.
18. Theisen L: Management of upper extremity amputations. In Burke SL, Higgins
JP, McClinton MA et al, editors: Hand and upper extremity rehabilitation: a
practical guide, ed 3, St Louis, 2006, Churchill Livingstone, p 716.
19. Horgan O, MacLachlan M: Psychosocial adjustment to lowerlimb amputation: a
review, Disabil Rehabil 26(14/15):837-850, 2004.
20. Gailey RS: Predictive outcome measures versus functional outcome measures in
the lower limb amputee, J Prosthet Orthot 18(1S):51-60, 2006.
21. May BJ, Lockhard MA: Prosthetics & orthotics in clinical practice: a case study
approach, Philadelphia, 2011, FA Davis, p 107.
22. Resnik L, Borgia M: Reliability of outcome measures for people with lower-limb
amputations: distinguishing true change from statistical error, Phys Ther 91:555-
565, 2011.

Anda mungkin juga menyukai