Anda di halaman 1dari 8

Identitas Pasien

Nama : Tn.TS
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 26 th
Pekerjaan : Wiraswasta
Berat Badan : 58 kg
Tinggi Badan : 162 cm
BMI : 22,1 (normal)
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SLTP
Alamat : Kalimati, Pituruh, Purworejo
Tanggal masuk RS : 11 Juni 2017
Tanggal mulai stase : 5 Juni 2017
Tanggal selesai stase : 24 Juni 2017

Pasien datang ke IGD RSUD diantar oleh istri dan beberapa warga sekitar dengan keluhan terbentur
stang motor di bagian perut karena jatuh dari sepeda motor beroda 3 kemudian jatuh ke sawah dari
ketinggian 20 meter. Pasca kejadian pasien merasakan nyeri yang amat sangat di bagian perut, sadar
(+), riwayat pingsan (-), sesak nafas (+), mual (+), muntah lendir dan makanan (+), darah (-), BAB hitam
(-), BAB merah (-), BAK (+) tidak nyeri, demam (-). Riwayat penyakit dahulu : Pasien menyangkal pernah
mendapat keluhan yang sama sebelumnya. Trauma (-), riwayat operasi (-), hipertensi (-), riwayat alergi
(-), riwayat batuk lama (-), hepatitis (-), maag (-), riwayat DM (-), pingsan (-), permasalahan perdarahan
(-), riwayat penyakit ginjal (-), stroke (-). Riwayat penyakit keluarga : Riwayat keluarga dengan keluhan
yang sama disangkal, riwayat hipertensi (-), DM (-), asma (-), alergi (-), permasalahan perdarahan (-).
Riwayat personal sosial : Pendidikan terakhir SLTP. Aktifitas sehari-hari sebagai petani dan peternak
sapi yang tinggal bersama Ibunya, istri dan kedua anaknya. Kehidupan bergantung pada pasien, karena
Ayahnya sudah meninggal dan kakak atau adiknya sudah menikah serta tinggal bersama keluarganya.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Kooperatif, sesuai usia.
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign : Tekanan darah : 110/70mmHg
Nadi : 89x/menit
RR : 30x/menit, teratur
Suhu : 36,2C

Status Generalis
a) Kulit : Warna kulit sawo matang, tampak berkeringat, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit cukup,
capilary refill < 2 detik dan teraba hangat.
b) Kepala : Bentuk mesosepal, tidak ada jejas, tidak ada bekas trauma, rambut distribusi merata
berwarna hitam.
c) Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
d) Mulut : Bibir tidak tampak sianotik, hilangnya gigi (+), uvula (+), buka mulut > 2 jari, jarak thyromental
>3 jari, pembesaran tonsil (-), gerakan leher maksimal, mallampati grade II.
e) Pemeriksaan lokalis Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), tampak multiple VE (+), kemerahan di regio umbilicalis (+), massa (-), hematom
(-)
Auskultasi : BU (+) menurun, suara tambahan (-)
Perkusi : Tympani seluruh kwadran (+), pekak hepar (+) dengan batas normal
Palpasi : Nyeri tekan seluruh kwadran abdomen (+), defans muscular (+), hepar dan lien tidak teraba.
f) Pemeriksaan Thorax
1) Jantung
Inspeksi : Tidak tampak ictus cordis
Palpasi : Ictus cordis tidak bergeser, teraba kuat (-)
Perkusi :
Batas kanan atas : SIC II garis parasternal dextra
Batas kanan bawah : SIC IV garis parasternal Sinistra
Batas kiri atas : SIC II garis Parasternalis sinistra
Batas kiri bawah : SIC IV garis medioclavicularis sinistra
Auskultasi : S1> S2 reguler, tidak ditemukan gallop dan murmur.
2) Paru
Inspeksi : Dinding dada simetris pada saat statis dan dinamis (+), jejas (-), retraksi (-) dan
ketertinggalan gerak (-)
Palpasi : Simetris (+), vokal fremitus kanan sama dengan kiri dan ketertinggalan gerak (-)
Perkusi : Sonor kedua lapang paru (+), tympani di hemithorax sinistra mulai SIC 6 ke bawah
Auskultasi : Vesikular (+/+) menurun, ronkhi (-) dan wheezing (-) pada kedua pulmo.
g) Pemeriksaan Ekstremitas :
Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis
Turgor kulit cukup, akral hangat.

Definisi

Pendarahan internal (internal yang juga disebut perdarahan) adalah kehilangan darah yang terjadi dari
sistem vaskular ke dalam rongga atau ruang tubuh. Hal ini berpotensi dapat menyebabkan kematian
dan serangan jantung jika pengobatan medis yang tepat tidak diterima dengan cepat. Perdarahan internal
terjadi ketika kerusakan pada arteri atau vena mengizinkan darah terlepas dari sistim sirkulasi dan
terkumpul didalam tubuh. Jumlah perdarahan tergantung pada jumlah kerusakan pada organ dan
pembuluh-pembuluh darah yang mensuplainya, serta kemampuan tubuh untuk memperbaiki
pecahan-pecahan pada dinding-dinding dari pembuluh-pembuluh darah. Mekanisme-mekanisme
perbaikan yang tersedia termasuk keduanya sistim pembekuan/penggumpalan darah dan
kemampuan pembuluh-pembuluh darah untuk mengejang (spasme) untuk mengurangi aliran darah
ke area yang terluka.
Trauma tumpul abdomen adalah cedera pada abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum.
Trauma tumpul abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara
diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul. Trauma tumpul kadang tidak memberikan
kelainan yang jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusio atau laserasi jaringan
atau organ di bawahnya. Trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga
berupa perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan.
Kejadian trauma tumpul abdomen merupakan kasus kegawatdaruratan bedah yang harus ditangani
dengan baik. Penanganan yang cepat dan tepat akan menurunkan angka mortalitas dan mortalitas.
Pada kasus trauma tumpul abdomen didapatkan trauma pada duodenum sekitar 5% dan colon sekitar
9%.

Etiologi

Etiologi internal bleeding yaitu :


a. Trauma
Perdarahan yang disebabkan oleh trauma tumpul atau dengan penetrasi trauma.
b. Kondisi Patalogis dan Penyakit
Sejumlah kondisi patalogis dan penyakit dapat menyebabkan perdarahan internal, pembuluh
darah pecah akibat tekanan darah tinggi, varises osofagus, tukak lambung. Penyakit lainnya seperti
hepatoma, kanker hati, trombositopenia, kehamilan ektopik, kista ovarium, defisiensi vitamin K,
hemophilia, dan malaria.
c. Iatrogenik
Perdarahan internal bisa menjadi artefak iatrogenic akibat komplikasi setelah operasi bedah dan
perawatan medis, beberapa efek obat juga dapat menyebabkan perdarahan internal seperti obat
antikoogulan, dan antiplatelet yang digunakan untuk pengobatan jantung koroner.
Data internasional yang didapat dari World Health Organization mengindikasikan penyebab utama
dari trauma tumpul pada abdomen adalah jatuh dari ketinggian kurang dari 5 meter dan kecelakaan
mobil.data ini mencakup semua jenis luka, bukan luka akibat trauma tumpul abdomen saja. Penyebab
tersering dari trauma tumpul abdomen akibat kecelakaan kendaraan bermotor. Penyebab-penyebab
umum lainnya termasuk terjatuh dan kecelakaan industri atau rekreasi. Trauma tumpul abdomen
dapat disebabkan oleh: pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-
belt).

Patofisiologi

Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas,
penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma
merupakan hasil dari interaksi antara faktor faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan
jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis
(yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan
pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Trauma juga
tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah
kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah
kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi
tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang
terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan
jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi
tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cedera organ intra
abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari
luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat
mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau
struktur tulang dinding thoraks.
Terjadi gaya akselerasi deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada
organ dan pedikel vaskuler.
Pada trauma tumpul dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya
menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering
menimbulkan kerusakan organ multipel, seperti organ padat ( hepar, lien, ginjal ) dari pada
organ-organ berongga. Cedera pada struktur intraabdomen dapat diklasifikasikan menjadi
dua mekanisme utama yaitu kekuatan kompresi dan deselerasi.
Kekuatan kompresi dapat disebabkan dari aliran langsung atau kompresi eksternal
terhadap objek tetap (misalnya, putaran belt, tulang belakang). Paling sering, kekuatan yang
menghancurkan ini menyebabkan perdarahan dan hematom subcapsular ke organ dalam
yang padat. Kekuatan ini juga dapat menyebabkan cacad pada organ berongga dan
meningkatkan tekanan intraluminal secara transient, sehingga menyebabkan ruptur.
Peningkatkan tekanan yang sementara ini merupakan mekanisme trauma tumpul pada usus
kecil.
Kekuatan deselerasi menyebabkan peregangan dan pemotongan linear antara benda yang
secara relatif tetap dan bebas. Pemotongan longitudinal ini cenderung menyebabkan ruptur
dari struktur penunjang pada penghubung antara segmen bebas dan tetap. pencukuran
pasukan ini cenderung mendukung struktur perpecahan di persimpangan antara bebas dan
tetap segmen. Cedera deselerasi klasik meliputi perdarahan hepatik sepanjang ligamentum
teres dan cedera intima pada arteri-arteri ginjal. Sebagai loop usus yang berjalanan dari
perlekatan mesenterik mereka, trombosis dan perdarahan mesenterik, cedera pembuluh
darah splanchnic dapat terjadi.

Diagnosis dan Penatalaksanaan

Pada anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat seperti:


Trauma pada abdomen akibat benturan benda tumpul
Jatuh dari ketinggian
Tindakan kekerasan atau penganiayaan
Cedera akibat hiburan atau wisata.
Selain itu, AMPLE merupakan elemen penting yang harus ditanyakan dalam anamnesis
pasien :

A llergies
M edications
P ast medical history
L ast meal or other intake
E vents leading to presentation.
Initial resuscitation dan penatalaksanaan pasien trauma berdasarkan pada protokol
Advanced Trauma Life Support. Penilaian awal (Primary survey) mengikuti pola ABCDE, yaitu
Airway, Breathing, Circulation, Disability (status neurologis), dan Exposure.
Pada kasus ini dilakukan beberapa hal untuk memastikan tindakan anastesi dilakukan sesuai dan
aman untuk pasien, yaitu diantaranya :
1. Penilaian pra bedah :
a. Anamnesis
Riwayat apakah pasien pernah mendapat anestesi sebelumnya, hal ini penting untuk
mengetahui bagaimana efek pembiusan sebelumnya. Apakah pasien pernah mempunyai
penyakit diabetes mellitus, hipertensi, untuk mengetahui adanya penyakit metabolic
sebelumnya, serta apabila pasien mempunyai riwayat sesak nafas, akan mempengaruhi
tindakan anestesi
b. Pemeriksaan fisik
Contohnya : seperti keadaan gigi geligi, leher pendek dan kaku, kemudian pemeriksaan
inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi pada semua organ. Pada pasien ini tidak memiliki
keabnormalan kecuali pada mulut yaitu gigi yang hilang, serta benjolan pada leher.
Pertimbangan ada atau tidaknya gigi serta benjolan dileher ini juga akan mempengaruhi
pemilihan general anestesi yang diberikan, dengan kondisi fisik seperti ini, maka pasien
dapat dilakukan GA dengan ETT.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Atas indikasi sesuai penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan hematokrit adalah studi
darah utama nilai dalam evaluasi awal pasien dengan trauma abdomen . Jumlah leukosit,
kreatinin serum, glukosa, serum amilase/lipase, dan penentuan serum elektrolit sering
diperoleh untuk referensi tetapi biasanya memiliki sedikit nilai pada periode manajemen
langsung, tapi sangat penting untuk penilaian serial. Diagnosis perdarahan masif biasanya
jelas dari parameter hemodinamik, dan hematokrit hanya menegaskan diagnosis. Anemia
delusional iatrogenik umum terjadi, dengan adanya stabilitas hemodinamik, ditoleransi
dengan baik. Hematokrit serial yang mengalami penurunan terus-menerus
mengidentifikasi perdarahan yang sedang berlangsung dan membutuhkan intervensi
operasi segera. Urinalisis menegaskan kehadiran hematuria mikroskopik. Untuk trauma
tumpul, evaluasi radiografi (biasanya dengan CT) dari ginjal dan kandung kemih harus
dimulai pada pasien dengan gross hematuria atau hematuria mikroskopik dan syok
(tekanan darah sistolik < 90 mm Hg pada orang dewasa) pada setiap titik selama pra-
rumah sakit atau instalasi gawat darurat. Serum amilase tidak sensitif dan spesifik sebagai
penanda untuk cedera pankreas. Cedera pada kepala dan wajah sering menyebabkan
peningkatan konsentrasi amilase plasma. Tingkat lipase serum tidak meningkat pada
trauma wajah dan mungkin lebih spesifik daripada tingkat amilase. Sensitivitas dan
spesifisitas kadar lipase, bagaimanapun, terutama pada periode postinjury awal masih
relatif rendah.
d. Klasifikasi status ASA
Pada pasien ini ditentukan ASA III dengan alasan bahwa pasien memiliki penyakit sistemik
berat sehingga aktifitas rutin terbatas.
e. Masukan oral
Pasien dewasa sebaiknya melakukan puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam, dan pada bayi 3-
4 jam. Minuman bening, air putih, the manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum
obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi. Pada pasien ini
dilakukan puasa 8 jam sebelum operasi.
f. Jenis intubasi
Intubasi yang digunakan untuk pasien ini adalah ETT,
Indikasi dilakukan intubasi trakea antara lain :
- Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun
- Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
- Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
Kesulitan intubasi
- Leher pendek berotot
- Mandibular menonjol
- Maksila/gigi depan menonjol
- Uvula tak terlihat
- Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
- Gerak vertebra servikal terbatas
Untuk kemungkinan kesulitan intubasi, dapat dilakukan pengukuran klasifikasi
Mallampati.
Kelas I : palatum molle, fauce, uvula dan pilar faring terlihat jelas
Kelas II : palatum molle, fauce dan sebagian uvula terlihat
Kelas III : palatum molle, dan dasar uvula saja yang terlihat
Kelas IV : hanya terlihat langit-langit.
Komplikasi intubasi
- Selama intubasi : trauma gigi- geligi, laserasi bibir, gusi, laring, merangsang saraf
simpatis (hipertensi dan takikardi), intubasi bronkus, intubasi eksofagus, aspirasi,
spasme bronkus
- selama ekstubasi : spasme laring, aspirasi, gangguan fonasi, edema glottis-
subglotis, infeksi laring, faring, trakea.
g. Premedikasi
Adalah diberikannya obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan tujuan untuk
melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia diantaranya :
- Meredakan kecemasan dan ketakutan
- Memperlancar induksi anestesi
- Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
- Meminimalkan jumlah obat anestetik
- Mengurangi mual-muntah pasca bedah
- Menciptakan amnesia
- Mengurangi isi cairan lambung
- Mengurangi reflex yang membahayakan.
Premedikasi yang digunakan pada pasien ini adalah :
Ranitidin 50 mg iv
Sotatic 10 mg iv

-Ranitidin
Ranitidin adalah obat maag yang termasuk dalam golongan antihistamin, lebih tepatnya
disebut H2-antagonis. Ranitidin digunakan untuk mengurangi produksi asam lambung
sehingga dapat mengurangi rasa nyeri uluhati akibat ulkus atau tukak lambung, dan
masalah asam lambung tinggi lainnya.

-Metoclopramide HCl
Meredakan gastroparesis pada diabetik akut dan rekuren. Pengobatan simtomatik
jangka pendek pada nyeri panas di dada/lambung dan keterlambatan pengosongan
lambung karena refluks esofagitis. Mengurangi mual, muntah metabolik akibat
emetogenik kemoterapi kanker dan setelah operasi. Mencegah mabuk perjalanan.
Memudahkan intubasi usus pada anak dan dewasa. Injeksi : Untuk merangsang
peristaltik atau pengosongan lambung Dewasa : 1 suntikan IV 10 mg disuntikan selama
1-2 menit.

2. Induksi Anestesi
Adalah tindakan membuat pasien dari sadar mennjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan
dimulainya anestesi dan pembedahan. Dapat dilakukan dengan cara : induksi, intarvena,
intramuscular, inhalasi, per rektal, mercuri dan rumatan anesthesia.
Induksi anestesi yang digunakan pada pasien ini adalah :
Ketamin 80 mg iv + Fresofol 40 mg iv
Sevo 1-2 vol % inhalasi
-Ketamin
Ketamin adalah suatu rapid acting non barbiturat general anesthethic termasuk
golongan fenyl cyclohexylamine dengan rumus kimia 2-(0-chlorophenil)2 (methylamino)
cyclohexanone hydrochloride. Pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carsen pada
tahun 1965. Ketamin mempuyai efek analgesi yang kuat sekali akan tetapi efek
hipnotiknya kurang (tidur ringan) yang disertai penerimaan keadaan lingkungan yang
salah (anestesi disosiasi). Ketamin merupakan zat anestesi dengan aksi satu arah yang
berarti efek analgesinya akan hilang bila obat itu telah didetoksikasi/dieksresi, dengan
demikian pemakaian lama harus dihindarkan. Anestetik ini adalah suatu derivat dari
pencyclidin suatu obat anti psikosa. Induksi ketamin pada prinsipnya sama dengan
tiopental. Namun penampakan pasien pada saat tidak sadar berbeda dengan bila
menggunakan barbiturat. Pasien tidak tampak tidur. Mata mungkin tetap terbuka
tetapi tidak menjawab bila diajak bicara dan tidak ada respon terhadap rangsangan nyeri.
Tonus otot rahang biasanya baik setelah pemberian ketamin. Demikian juga reflek batuk.
Untuk prosedur yang singkat ketamin dapat diberikan secara iv / im setiap beberapa
menit untuk mencegah rasa sakit.

iv : dosis 1-4 mg/kgBB, dengan dosis rata-rata 2 mg/kgBB dengan lama kerja 15-20
menit, dosis tambahan 0,5 mg/kgBB sesuai kebutuhan.

im : dosis 6-12 mg/kgBB, dosis rata-rata 10 mg/kgBB dengan lama kerja 10-25 menit,
terutama untuk anak dengan ulangan 0,5 dosis permulaan.

Pulih sadar pemberian ketamin kira-kira tercapai antara 10 15 menit, tetapi sulit untuk
menentukan saatnya yang tepat, seperti halnya sulit menentukan permulaan kerjanya.

Maka untuk pasien ini :


Dosis awal = 2 x 58 kg = 116 mg
Dosis tambahan = 0,5 x 58 kg = 29 mg

- Propofol
Propofol merupakn salah satu obat induksi intarvena yang saat ini paling banyak
digunakan. Senyawa ini bekerja dengan cara menghambat kerja neurotransmitter yang
dimediasi oleh GABA. Propofol bersifat tidak larut air sehingga dibuat menjadi sediaan
emulsi berwarna putih susu yang terdiri atas 1% konsentrasi yang berisi campuran minyak
kedelai, lesitin telur yang berasal dari kuning telur dan gliserol. Pasien biasanya mengeluh
nyeri saat penyuntikan obat ini. Karena itu, dapat diberikan lidokain 2% dalam campuran
sediaan propofol. Waktu paruhnya pendek, yaitu 2-8 menit, membuat induksi dengan
propofol berlangsung dengan onset dan durasi yang cepat. Dosis induksi sebesar 2-2,5
mg/kgBB yang diberikan secara intravena.
Maka untuk pasien ini :
Dosis min = 2 x 58 kg = 116 mg
Dosis max = 2,5 x 58 kg = 145 mg
Sedangkan untuk maintenance menggunakan kombinasi N20 + O2 + sevofluran.
a. Sevofluran
Senyawa yang sedikit berbau ini sangat cocok dipakai baik untuk induksi pada anak
anak maupun dewasa. Sevofluran dikenal dengan obat single dose breath induction,
yaitu hanya dalam satu tarikan napas dan membuat pasien langsung terinduksi/
tertidur dan otot rangka lemas sehingga memudahkan untuk tindakan intubasi. Efek
induksi cepat sevofluran disebabkan karena sifatnya yang mudah mencapai
konsentrasi yang tinggi di alveoulus. Kelarutan dalam darah yang rendah
menyebabkan pasien cepat bangun dari kondisi tertidur begitu obat ini dihentikan
pemberiannya. Metabolism di hepar hanya nya halotan sehingga cukup aman
untuk pasien dengan gangguan fungsi hepar.
b. Dinitrogenoksida
Senyawa berwujud gas anorganik tidak berwarna dan berbau ini sebenarnya
berfungsi sebagai analgesic. Sifat analgesiknya kira-kira setara dengan 15 mg morfin
pada konsentrasi 20%. Kelarutannya dalam darah paling rendah disbandingkan gas
anestesi lainnya, tetapi 35 kali lebih larut dibandingkan gas nitrogen di udara bebas.
Sifat ini menyebabkan N2O mempunyai kecenderungan menyebabkan emboli udara
dan dengan mudah mengisi ruang dalam tubuh sehingga harus digunakan secara
hati-hati pada pasien dengan pneumothorax. Pada pasien, pemberian N20 harus
dihentikan terlebih dahulu sebelum menghentikan penggunaan oksigen sehingga
tidak terjadi apneu akibat dinitrogen oksida.
Kesimpulan

Pada kasus internal bleeding karena trauma tumpul sangat penting untuk penatalaksanaan segera
yang mencegah terjadinya komplikasi hingga terjadinya kematian. Pengetahuan mengenai anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang tepat sangat menentukan tindakan segera yang
harus dilakukan. Pada pemeriksaan penunjang USG abdomen atas bawah dengan kesan
hematoperitoneum mengindikasikan tindakan pembedahan segera untuk menghindari kehilangan
darah yang masif sehingga dapat terjadi syok hipovolemik. General anestesi dengan menggunakan
ETT no 7,5 untuk pasien pada kasus ini sudah sesuai, serta tindakan premedikasi dan intubasi sesuai
dengan tinjauan pustaka.

Referensi

Nama : Adlina Karimina Nurul Husna


NIM : 20120310144
Dokter Pembimbing Klinik : dr. Muh Ghozali Tahrim, Sp.An
RS Homebase : RSUD Dr. Tjitrowardojo Purworejo

Anda mungkin juga menyukai