CHOLELITHIASIS
Disusun oleh :
Sri Safariawati MAA 6120018039
Pembimbing:
dr. Dayu Satria Wibawa, Sp.B
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny U
Umur : 62 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
No. RM : 516016
Alamat : Tambakoso, Sidoarjo
Tanggal masuk RS : 24 Februari 2020
Tanggal pemeriksaan : 24 Februari 2020
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke RSI Jemurrsari dengan keluhan nyeri pada perut kanan
atas. Pasien telah merasakan nyeri pada perut kanan atas kurang lebih selama
2 bulan. Nyeri seperti diremas-remas dirasakan hilang timbul dan biasanya
berlangsung kurang lebih 30 menit, nyeri menjalar hingga kebagian ulu hati
dan bertambah parah ketika pasien makan-makanan berlemak. Keluhan nyeri
yang dirasakan pasien sampai mengganggu aktivitas. Pasien mengaku nyeri
semakin bertambah parah dalam 1 minggu ini. Sebelumnya pasien pernah
berobat di RSIJ kemudian disarankan untuk di lakukan USG dan didapatkan
hasil terdapat batu pada kantung empedu. Pasien sempat meminum obat
antinyeri tapi keluhan tidak membaik.
1
Selain itu pasien juga mengeluh batuk berdahak kental kehijauan (darah
(-)) sejak 1 bulan yang lalu disertai dengan demam, sering berkeringat saat
malam, dan berat badan semakin menurun, dan badan terasa sumer-sumer.
Pasien tidak merasa ada perubahan warna kulit menjadi lebih kekuningan,
keluhan lain seperti mual, muntah, dan BAB berwarna putih seperti dempul
disangkal. buang air kecil dan buang air besar normal, nafsu makan minum
baik.
Riwayat penyakit terdahulu :
Alergi obat ‘‘ranitidin’’ (+). Riwayat kuning (-), hipertensi (+), kolelitiasis
(-), penyakit jantung (-), DM (-), dan riwayat kolesterol tinggi (-), sakit
lambung (-), katarak (-)
Riwayat Penggunaan Obat
- Amlodipine 5 mg
Riwayat keluarga
Keluarga menderita kolelitiasis (-), sakit kuning (-), hipertensi (-), penyakit
jantung (-), DM (-)
Riwayat kebiasaan
Pasien suka makan makanan yang bersantan
2
Thorak :
Cor : Ictus kordis tak terlihat, ictus cordis tak teraba,
thrill (-), batas jantung normal, BJ I-II reguler,
murmur (-), Gallop (-)
Pulmo : Simetris +/+, fremitus normal +/+, vesikuler +/+ N,
rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Datar, darm countour (-),caput medusa (-), cullen’s
sign (-), Supel, bisisng usus (+) normal, Nyeri tekan
abdomen (-), Hepar dan Lien tidak teraba membesar,
Murphy sign (-)
Ekstremitas : akral kering hangat merah +/+, CRT <2” , turgor
baik, edema -/-
V. SARAN PEMERIKSAAN
Darah lengkap
Faal Hepar
Serum Alkali Fosfatase dan Serum Amilase
Kolesistografi dengan kontras
CT-Scan
3
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah rutin (24/02/2020)
Kesan: normal.
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Darah lengkap
Leukosit 7.47 Ribu/uL 3,80 – 10,6
Basophil 0.92 % 0–1
Neutrophil 67,17 % 39,3 – 73,7
Limfosit 23.91 % 25 – 40
Eosinophil 0.85 % 2–4
Monosit 6,05 % 2–8
Eritrosit 5,22 Juta/ uL 4,40 – 5,90
Haemoglobin 13.45 g/dL 13,2 – 17,3
Hematokrit 42.6 % 40 – 52
Indeks eritrosit
MCV 82.7 fL 80 – 100
MCH 25.8 Pg 26,0 – 34,0
MCHC 31.5 % 32 – 36
RDW-CV 13,0 % 11,5 – 14,5
Trombosit 216 Ribu/uL 150 – 440
MPV 6.104 fL 7,2 – 11,1
HEMOSTASIS
PPT 14.1 Detik 11,8 – 15,1
APTT 27,5 Detik 25,0 – 28,4
IMUNOSEROLOGI
HBsAg rapid Non reaktif
Anti HIV rapid pre OP Non reaktif
b. Sputum BTA(25/02/2020)
Jenis pemeriksaan Hasil
Mikrobiologi Tidak ditemukan bakteri tahan
Preparat BTA pagi asam
4
d. EKG : irama sinus 85 x/menit, axis
frontal normal, axis horizontal
counterclockwise, normal.
e. USG (20/02/2020)
Kesimpulan :
5
- Didapatkan batu multiple di neck dan corpus gallbladder
- Organ lain tidak didapatkan kelainan
6
Pendapatan Pada Explorasi : Batu gallbladder 4 buah ukuran 2 cm
Apa Yang Dikerjakan : Cholecystectomy
Penutupan Lapangan Op & Kulit : Jahit lapis demi lapis
Komplikasi Op : -
Pendarahan Durante Op : ± 10 Cc minimal
Deskripsi Jaringan/Organ Yang Di
: -
Eksisi & Diapakan Jar/Organ Itu
Lain2 Yang Perlu : -
Kesimpulan : Operasi selesai
X. HASIL OPERASI
XI. PROGNOSA
1. Quo ad vitam : ad bonam
2. Quo ad functionam : ad bonam
3. Quo ad sanationam : ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal Subject Object Assesment Planning
Cholelithiasis
dengan - Cek sputum BTA
cholesistitis - Infus RL 21 tpm / 24 jam
KU : sakit sedang - Inj. Metamizole Sodium 3 x
- Nyeri pada lokasi GCS 456 Post 500 mg
25 operasi TD 125/80 Laparoskopi - Inj. Hyoscine-N-Bromide 3
Februari - Batuk mmHg x 20 mg
2020 - Mual (+) Nadi 79x/menit Kolesistektomi
- Inj. Ondancentron 3x8mg
- Muntah (–) RR 20x/menit H1
- Tab Cefixime 2x100mg
T 36,50C
Hipertensi - Tab diltiazem 1x100mg
Suspek Tb paru
7
dengan
cholesistitis
KU : baik - Inj. Tramadol 3 x 100 mg
operasi berkurang GCS 456 Post - Inj. Hyoscine-N-Bromide 3
- Kembung TD 120/70 Laparoskopi x 20 mg
Februari - Batuk mmHg
Kolesistektomi - Inj. Ondancentron 3x8mg
2020 - Nadi 84x/menit - Tab Cefixime 2x100mg
- Mual (+) RR 20x/menit H1 - Tab diltiazem 1x100mg
- Muntah (–) T 36,30C
Hipertensi
Suspek Tb paru
Cholelithiasis
dengan - Infus RL 21 tpm / 24 jam
- Inj. Metamizole Sodium 3 x
cholesistitis
KU : baik 500 mg
27 GCS 456 Post - Inj. Ondancentron 3x8mg
Februari TD 120/80 - Tab Cefixime 2x100mg
- Batuk Laparoskopi
2020 mmHg - Tab diltiazem 1x100mg
KRS Nadi 80x/mnt Kolesistektomi
Terapi KRS
RR 20x/menit H1 - Tab. Cefixime 2 x 100 mg
T 36,20C - Tab. Dexketoprofen 3 x 25
Hipertensi
mg prn nyeri
Suspek Tb paru
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
sekretoris pada epitel duktus. Serat afferent pada nervus simpatis
memediasi nyeri pada kolik bilier.
Pembuluh darah kecil dan tentu saja limfatik antara fosa kandung
empedu dan dinding kandung empedu, menghubungkan limfatik dan
drainase vena pada hati dan kandung empedu. Koneksi ini adalah
penyebab penyebaran inflamasi dan carcinomatous langsung dari kandung
empedu ke dalam hati.
10
neoplastik dari kandung empedu.
Gambar 2.2 : Segitiga calot dibatasi oleh duktus cystikus, duktus hepatikus
komunis dan tepi bawah dari hati.
11
mencegah pengendapan sebagai garam kalsium. Proses pengasaman
kandung empedu yang normal, akan menurunkan pH empedu hepatik dari
7,5-7,8 ke 7,1-7,3.
Pengisian kandung empedu berasal dari produksi terus menerus
empedu oleh hati melawan kekuatan kontraksi sebuah sfingter Oddi. Jika
tekanan di dalam common bile duct melebihi tekanan di dalam lumen
kandung empedu, empedu hati memasuki kandung empedu oleh aliran
retrograde melalui duktus sistikus, dan akan dengan cepat terkonsentrasi.
Setelah makan, kontraksi kandung empedu yang merupakan respon
dari fase cephalic vagally dimediasi aktivitas dan pelepasan CCK,
regulator utama dari fungsi kandung empedu. Pada 60 sampai 120 menit
berikutnya, sekitar 50% sampai 70% dari empedu kandung empedu terus
dialirkan ke dalam saluran usus. CCK terlokalisir ke usus halus proksimal,
terutama sel-sel epitel duodenum, dimana rilis dari CCK tersebut
dirangsang oleh lemak intraluminal, asam amino, dan asam lambung dan
dihambat oleh empedu. Selain menstimulasi kontraksi kandung empedu,
CCK juga bertindak untuk menghambat aktivitas motorik normal phasic
dari sfingter Oddi. Pengisian ulang kandung empedu terjadi secara
bertahap selama 60 sampai 90 menit berikutnya.
12
kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa
unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu.
Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati
yang mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke
dalam usus. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung
empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu.
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu
mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu
di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran
empedu (kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan
tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri
bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian
tubuh lainnya.
2.3. Epidemiologi
Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika
Latin (20% hingga 40%) daripada di negara Asia (3% hingga 4%).
Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu
ditemukan pada 20% wanita dan 8% pria. Pada pemeriksaan autopsy di
Chicago, ditemukan 6,3% yang menderita kolelitiasis. Sekitar 20% dari
penduduk negeri Belanda mengidap penyakit batu empedu yang bergejala
atau yang tidak. Persentase penduduk yang mengidap penyakit batu
empedu pada penduduk Negro Masai ialah 15-50 %. Pada orang-orang
Indian Pima di Amerika Utara, frekuensi batu empedu adalah 80%.
Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis,
sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar
pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan.
13
terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih
muda. Di Amerika Serikat, 20 % wanita lebih dari 40 tahun mengidap
batu empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin
tinggi. Hal ini disebabkan:
b. Jenis Kelamin : Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon
esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh
kandung empedu. Hingga dekade ke-6, 20 % wanita dan 10 % pria
menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat dengan
bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita.
c. Berat Badan (BMI) : Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi,
mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan
dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu
pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi
kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
14
2.5. Patofisiologi
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di
klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol,
batu pigment dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah
kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran
(batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah
batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang
mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis
kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan
konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu
yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam
empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas
empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh
substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi
dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang yang
terbentuk terbak dalam kandung empedu, kemuadian lama-kelamaan
kristal tersubut bertambah ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk
batu. Faktor motilitas kandung empedu, biliary stasis, dan kandungan
empedu merupakan predisposisi pembentukan batu empedu empedu.
15
Gambar 2.3: Patofisiologi kolelitiasis
2.6. Patogenesis
Batu empedu merepresentasikan ketidakmampuan untuk
mempertahankan zat terlarut empedu tertentu, terutama kolesterol dan
garam kalsium. Batu empedu diklasifikasikan berdasarkan kandungan
kolesterol mereka baik sebagai kolesterol atau batu pigmen. Batu pigmen
yang lebih diklasifikasikan sebagai hitam atau coklat. Batu empedu
kolesterol murni jarang terjadi (10%), dengan batu kolesterol yang paling
mengandung garam kalsium di tengah mereka, atau nidus. Di Amerika
Serikat, 70% sampai 80% dari batu empedu adalah kolesterol, dan batu
pigmen hitam terjadi sebagian besar sisanya 20% sampai 30%.
Biliary sludge merupakan campuran kristal kolesterol, butiran
kalsium bilirubinate, dan mucin gel matriks. Hal ini paling sering
ditemukan pada kondisi puasa yang lama atau dengan penggunaan nutrisi
parenteral. Temuan kompleks makromolekul dari musin dan bilirubin
menunjukkan bahwa lumpur sebagai penyedia nidus untuk patogenesis
batu empedu.
Batu Campuran
16
Komposisi : (75-90% dari semua batu) Kolesterol merupakan
komponen predominan dari campuran heterogen dari kolesterol,
pigmen empedu dan garam kalsium dalam struktur yang berlapis
lapis mengelilingi “inti”
Patogenesis : kombinasi dari abnormalitas konstituen empedu,
statis bilier, infeksi
Karakteristik : batu multipel dari beberapa generasi dengan
ukuran yang berbeda yang ditemukan bersamaan. Batu keras dan
tepi persegi atau ireguler, bentuk ‘mulbery’ dengan warna lembut
yang bervariasi dari agak putih sampai kuning dan hijau sampai
hitam. Sebagian besar radiolusen, tapi 10 % radioopak.
Batu kolesterol
Hampir 10 % dari semua batu empedu
Patogenesis : sama seperti batu campuran
Karakteristik : besar, halus, berbentuk tabung/telur, dan biasanya
soliter berwarna kuning. Diameter mencapai 4 cm & mengisi
kandung empedu. Radiolusen.
Batu pigmen
Kalsium bilirubinat, jarang pada negara berkembang
Patogenesis : Ekskresi bilirubin yang berlebihan akibat kelainan
hemolitik (anemia hemolitik, malaria, leukimia)
Karakteristik : Multipel, hitam gelap, shin“jack”stone, diameter
0,5-1cm. Biasanya ukuran seragam dan seringkali rapuh/ gembur.
17
untuk menjaga kelarutan kolesterol adalah pembentukan misel, suatu
garam empedu fosfolipid kolesterol kompleks, dan kolesterol-fosfolipid
vesikel. Kondisi dimana produksi kolesterol berlebihan, vesikel besar juga
melebihi kemampuannya untuk mengangkut kolesterol, dan pengendapan
kristal dapat terjadi. Sepertiga dari kolesterol empedu diangkut dalam
misel, tapi kolesterol-fosfolipid vesikel membawa sebagian besar
kolesterol empedu.
18
infeksi bakteri. Bakteri (E. Coli) pemproduksi lendir mensekresikan β-
glukuronidase yang menyebabkan hidrolisis enzimatik glukuronat
bilirubin terkonjugasi larut untuk menghasilkan larut bebas bilirubin, yang
kemudian mengendap dengan kalsium.
19
pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses
hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi
tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal.
Sebagian besar (90 – 95 %) kasus kolesititis akut disertai
kolelitiasis dan keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang
menyebabkan peradangan organ tersebut.
Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis
dan telah sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut.
Keadaan ini menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung empedu dan
pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti koledo kolitiasis,
panleneatitis dan kolongitis.
Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus
melalui duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat
juga terbentuk di dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer).
Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan
yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif
yang nyata.
Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum
spontan tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer
di ampula vateri sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke
duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan
tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis
koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif,
kolangitis dan pankreatitis.
20
Gambar 2.4 Manifestasi kolelitiasis
21
2.8. Diagnosis
22
30% kasus timbul tiba-tiba.
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke
puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat
penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan
antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah
pada waktu menarik nafas dalam.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
23
dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan
mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang
setiap kali terjadi serangan akut.
Pemeriksaan radiologis
24
karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG
punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu
yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.
c. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup
baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk
melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan
ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan
ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl,
okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan
tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan
kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi
kandung empedu.
25
d. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)
Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus
koledukus dan duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras
disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP ini
memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan
memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal
untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi
untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit
hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan
oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk
menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang
kandung empedunya sudah diangkat. ERCP ini berisiko
terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi.9
26
Nyeri karena refluks gastroesofagus dapat dibedakan dengan nyeri
kolelitiasis dilihat dari adanya rasa terbakar, lokasi nyeri di substernal, dan
sering dipengaruhi oleh posisi, dimana pada posisi supine rasa nyeri akan
memberat. Nyeri epigastrium karena kolelitiasis dan dispepsia nonulkus
sukar dibedakan. Namun demikian nyeri karena kolik bilier biasanya lebih
hebat, frekuensinya sporadik, dan penyebaran nyeri sampai perut kanan
atas dan skapula.10
Diagnosis banding untuk kolesistitis akut adalah apendisitis akut,
pankreatitis akut, hepatitis akut, perforasi ulkus, perforasi ulkus peptikum
dan penyakit intestinal akut lainnya. Untuk membedakan dengan
pankreatitis akut, biasanya nyeri pada pankreatitis akut lebih terlokalisir
dan jarang disertai tanda peritoneal akut. Nyeri sampai ke punggung,
menghilang saat posisi duduk adalah khas untuk pankreatitis akut. Gejala
demam dan leukositosis mungkin sama pada kedua kasus, tetapi
peningkatan kadar serum amilase jauh lebih tinggi pada keadaan
pankreatitis akut. Pada keadaan pankreatitis yang berat, penderita tampak
sangat toksik. Namun pada penderita dengan kolesistitis akut dengan
komplikasi pankreatitis akut USG diperlukan untuk segera membedakan
keadaan tersebut.8
Untuk membedakan dengan kolesistitis, pada keadaan hepatitis
biasanya pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar serum enzim
hepar akan jauh lebih tinggi dibanding dengan kolesistitis akut. Pada
keadaan apendisitis akut, ditandai oleh nyeri khas pada perut kanan bawah,
diawali dari sekitar daerah umbilikal yang kemudian menetap di perut
kanan bawah. Pada keadaan perforasi usus, pada pemeriksaan radiologis
sering dijumpai adanya udara bebas pada foto polos abdomen.4
2.10. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:
27
Gambar 2.10 : komplikasi kolelitiasis
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya
makanan mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu,
sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat
menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi.
Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan
dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi
suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh
alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel
kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat
terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan
nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat
membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi
kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus
pada saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju
sampai duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang
dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus
juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan
pankretitis.9
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui
terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar
dapat menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan
menimbulkan ileus obstruksi.4
2.11. Terapi
28
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan
pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi
dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Penanganan
kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah dan
bedah. Kriteria terapi non operatif diantaranya batu kolesterol diameternya
<2cm , yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan
kolelitiasis yang asimptomatik.2
Penatalaksanaan Non-Bedah
Pada orang dewasa alternatif terapi non bedah meliputi
penghancuran batu dengan obat-obatan seperti chenodeoxycholic atau
ursodeoxycholic acid. Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran
batu dengan pemberian obat- obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih
dipilih dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping
yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya
diare, peningkatan aminotransfrase dan hiperkolesterolemia sedang.
Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada 60% pasien
dengan kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka kekambuhan
mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun setelah terapi. Pada
anak-anak terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-anak dengan
risiko tinggi untuk menjalani operasi.9
Penatalaksanaan Bedah
a) Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien
denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna
yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada
0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini
29
kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.4
b) Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya
pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada
pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus
koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan
prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat
kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah
yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini,
berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus
biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparaskopi.4
c) Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan
batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam
kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau
alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai
adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu
30
alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu
menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam. Kelemahan
teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang
kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat
menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya
kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu.8
31
Gambar 2.13 extracorporeal shock wave lithotripsy
Penatalaksanaan Diet
Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan
oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis
kolesterol dari metabolisme lemak, sehingga klien dianjurkan dengan
makanan cair rendah lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama
yang berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan
karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan
tambahan seperti: buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak,
sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi/teh.10
2.12. Prognosis
Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial
USG diperlukan untuk mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu
bisa menghilang secara spontan. Untuk batu besar masih merupakan
masalah, karena merupakan risiko terbentuknya karsinoma kandung
empedu (ukuran lebih dari 2 cm). Karena risiko tersebut, dianjurkan untuk
mengambil batu tersebut. Pada anak yang menderita penyakit hemolitik,
pembentukan batu pigmen akan semakin memburuk dengan bertambahnya
umur penderita, dianjurkan untuk melakukan kolesistektomi11.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, Jilid II. Penerbit
Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2000. Hal 313- 317.
2. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
32
Revisi., EGC., Jakarta Djamaloedin. 2002. Bagian Ilmu Bedah
FKUI/RSCM. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Binarupa Aksara;
242-253.
3. Guyton AC, 2005. Textbook of medical physiology. Eleventh edition.
Philadelpia: Sounders Company.
4. Stranding, S, (2014). Gray’s Anatomy: Anatomy of the Human Body 42th
Ed. Elsevier
5. Hassler KR, Jones MW. Gallbladder, Cholecystectomy, Laparoscopic.
[Updated 2018 Oct 27]. In: StatPearls . Treasure Island
6. Longo DL, Kasper DL. 2012. Harrison's Principles of Internal Medicine,
18th ed. New York: McGrawHill;
7. Zhu, L., Aili, A., Zhang, C., Saiding, A., & Abudureyimu, K. (2014).
Prevalence of and risk factors for gallstones in Uighur and Han Chinese.
World Journal of Gastroenterology: WJG, 20(40), 14942–14949.
8. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi
IV. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007.479 - 48
9. Stranding, S, (2014). Gray’s Anatomy: Anatomy of the Human Body 42th
Ed. Elsevier
10. Fauzi A. Kolangitis Akut.Dalam:Rani A,Simadibrata M,Syam AF,Editor.
Buku ajar Gastroenterohepatologi. Edisi-1. InternaPublishing; 2011:579-
90.
11. Febyan, (2017). Karakteristik Penderita Kolelitiasis Berdasarkan Faktor
Risiko di Rumah Sakit Umum Daerah Koja. Universitas Kristen Krida
Wacana.
12.
33