Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

JUNI 2021

ILEUS PARALITIK

Oleh
dr. Abdul Rahim

Pendamping
dr. Raymond Tanjung

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RSU SANTA ANNA KENDARI
SULAWESI TENGGARA
2021
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. LS
Umur : 68 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Kel. Demagoa, Kec. Tongkuno
Suku bangsa : Muna
Tanggal masuk RS : 19 April 2021
No. RM : 09-17-75

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Nyeri Perut
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan dari RSUD Muna datang ke IGD dengan keluhan nyeri
perut sejak 3 hari yang lalu. Nyeri terus menerus, perut kembung (+),
mual (+), muntah (-), Demam (-), flu (-), batuk (-). BAB (-) 3 hari, BAK
kesan normal. Riwayat diare (+), Riwayat minum obat diare (+).
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Keluhan yang sama sebelumnya : disangkal
Riwayat penyakit lain : Hipertensi (-), as. Urat (+), Kolesterol (-), DM (-)
Riwayat pengobatan : (+) IVFD RL, Ranitidin, Ketoroloac, dan
Neurosanbe, pemasangan NGT
D. Riwayat Penyakit Keluarga :
TIdak ada anggota keluarga yang menderita penyakit dan keluhan yang
serupa

2
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 19 April 2021
a. Keadaan umum : Sakit sedang, Composmentis (GCS :15)
b. Tanda Vital : TD : 80/50 mmHg
N : 96 x/m, reguler, kuat angkat
P : 30 x/m
S : 36,4 0 C

Status Generalis
Kepala : Normochepal
Mata : konjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung : Tampak selang NGT terfiksasi pada area hidung
Leher : pembesaran KGB (-)
Thoraks : Paru :
o Inspeksi : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris
o Palpasi : tidak ada pelebaran ICS, nyeri tekan (-)
o Perkusi : sonor di semua lapangan paru
o Auskultasi: vesikuler, wheezing (-/-), Rhonki (+/-)
lapangan paru kanan
Jantung :
o Inspeksi: ictus cordis (-)
o Palpasi: ictus cordis tidak teraba
o Perkusi: batas kanan jantung : linea parasternal ICS III
dekstra. batas kiri jantung : linea midclavicula ICS V
sinistra
o Auskultasi: S1/S2 tunggal reguler, tidak ada gallop, tidak
ada murmur
Abdomen : Status lokalis
Eksteremitas : Edema : Superior (-/-), Inferior (-/-)
Genitalia : Terpasang Kateter urine, urine output (-), tampak urine pada
selang kateter

3
Botol Cairan NGT : Tampak Cairan lambung berwarna Coklat kehitaman
sebanyak 250 cc
Status Lokaslis
Abdomen : Inspeksi : Cembung, ikut gerak napas
Auskultasi : peristaltik (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+) seluruh lapang perut, Defans
Muskular (+), Distensi abdomen (+)
Perkusi : timpani di seluruh lapangan perut

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium : 19 April 2021
Hasil Rujukan Satuan
Darah Lengkap
WBC 8,8 4,0 – 10,00 103/uL
RBC 3,89 4,5 – 6,0 106/uL
HGB 11,4 14,0 – 18,0 g/dl
HCT 35,5 37,0 – 48,0 %
PLT 247 150 – 400 103/uL

Kimia Darah
Ureum 180 10-50 mg/dl
Creatinin 4,9 0,6-1,1 mg/dl

Rapid Antigen
SARS-CoV-2 Negatif Negatif

Laboratorium : 20 April 2021


Kimia Darah
Ureum 293 10-50 mg/dl
Creatinin 6.9 0,6-1,1 mg/dl
GDS 30 < 140 mg/dl

V. RESUME
Pasien laki-laki umur 68 tahun, rujukan dari RSUD Muna, datang ke IGD
dengan keluhan nyeri perut sejak 3 hari yang lalu. Nyeri terus menerus, perut
kembung (+), mual (+), muntah (-). BAB (-) 3 hari, BAK kesan normal.

4
Riwayat diare (+), Riwayat minum obat diare (+). Riwayat Asam Urat (+),
Riwayat pengobatan : (+) IVFD RL, Ranitidin, Ketoroloac, dan Neurosanbe.
Pemeriksaan fisik didapatkan sakit sedang, composmentis, Tekanan
darah : 80/50 mmHg, Nadi : 96x/m, reguler, kuat angkat, Suhu : 36,4 0C.
Pemeriksaan Abdomen didapatkan perut cembung, ikut gerak napas, nyeri
tekan (+) seluru lapang perut, defans muskular (+), distensi abdomen (+),
peristaltik usus (-). Pada botol NGT tampak cairan berwarna coklat
kehitaman. Pada genitalia terpasang kateter urine dengan urin output (-).
Pemeriksaan Laboratorium didapatkan Ureum : 180 mg/dl, Creatinin : 4,9
mg/dl, Rapid Antigen SARS-CoV-2 : Negatif.

VI. ASSESSMENT
Ileus Paralitik dd/ Peritonitis

VII.TERAPI
Non Farmakologi Farmakologi
- NGT terpasang - IVFD RL Loading 1500 cc lanjut 20
tpm
- Kateter urine terpasang - Injeksi Ceftriaxon 1 gram/iv
- Stop intake oral - Injeksi Ketorolac 1 ampul/iv
- Injeksi Ranitidin 1 ampul/iv

VIII. FOLLOW UP
Hari/
Perjalanan Penyakit Planning
Tanggal
Selasa, S : Penurunan Kesadaran - O2 3-4 lpm
20/4/202 O: TD : 80/60mmHg - Cek GDS, Ureum &
1 N : 58 x/m, lemah Creatinin
- IVFD RL Resusitasi
Pukul P : 26 x/m
- Ceftriaxon 1gr/iv
09.20 S : 36,6 0 C - Ketorolac 1 ampil/iv
WITA - Ranitidin 1 ampul/iv
A : Ileus Paralitik - Pindah ke ICU
Penurunan kesadaran
Selasa, S : Penurunan kesadaran - RJP 2 Siklus
20/4/202 O: TTV Tidak dapat dievaluasi - Observasi TTV
1 Lab. Ure : 293, Cre : 6,9, GDS : 30 - TTV Tidak dapat
dievaluasi
Pukul A: Penurunan Kesadaran ec. Ileus
- Pupil Midriasis
09.40 Paralitik maksimal

5
WITA DD/ peritonitis - Pasien dinyatakan
Hipoglikemi meninggal pukul 09.55
WITA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Usus
Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang
membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang
usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini
mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris
tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis tengahnya
berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Pembagian
ini agak tidak tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur, dan yang
relatif lebih penting berdasarkan perbedaan fungsi. Duodenum panjangnya
sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum. Pemisahan
duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita
muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus
esofagus dan berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum.
Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium (penggantung).
Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima
terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di regio abdominalis media
sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di region abdominalis
bawah kanan. Jejunum mulai pada juncture denojejunalis dan ileum berakhir
pada juncture ileocaecalis.
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior
abdomen dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang
dikenal sebagai messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek
melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen
sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kenan dari kiri vertebra lumbalis
kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium

6
memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica
superior antara kedua lapisan peritoneum yang membentuk messenterium.
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang
sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani.
Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata
sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin kecil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum
terdapat katup ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum.
Sekum menempati dekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup
ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi
menjadi kolon asendens, transversum, desendens dan sigmoid. Kolon
ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan
hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati,
kolon ascendens membelok ke kiri membentuk fleksura koli dekstra (fleksura
hepatik). Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari
fleksura koli dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu
mencapai daerah limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura
kolisinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens.
Kolon sigmoid mulaipada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan
lanjutan kolon descendens. Ia tergantung kebawah dalam rongga pelvis
dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan
sakrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas
dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum,
meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Disisni rektum
melanjutkan diri sebagai anus dalan perineum.

7
Gambar 1. Sistem Saluran Pencernaan
Vaskularisasi usus
Pada usus halus, arteri mesentericus superior dicabangkan dari aorta
tepat di bawah arteriseliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali
duodenum yang sebagian atas duodenum adalah arteri pancreoticoduodenalis
superior, suatu cabang arteri gastroduoodenalis. Sedangkan separuh bawah
duodenum diperdarahi oleh arteri pancreoticoduodenalis inferior, suatu
cabang arteri mesenterica superior. Pembuluh-pembuluh darah yang
memperdarahi jejenum dan ileumini beranastomosis satu sama lain untuk
membentuk serangkaian arkade. Bagian ileum yang terbawah juga
diperdarahi oleh arteri ileocolica. Darah dikembalikan lewat vena
messentericussuperior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena
porta.
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan
bagian kanan(sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon
transversum) : (1) ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria
mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri(sepertiga distal kolon
transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimalrektum) :
(1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior.
Pembuluh Limfe
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan
limfe ke atas melaluinodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi
lymphatici gastroduodenalis dan kemudian ke nodi lymphatici coeliacus: dan

8
ke bawah, melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodilyphatici
mesentericus superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior.
Pembuluh limfe jejenum dan ileum berjalan melalui banyak nodi
lymphaticimesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus
superior, yang terletak sekitar pangkal arteri mesentericus superior.
Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi lymphatici
mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus superior.
Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe
yang terletak disepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon
ascendens dan dua pertiga dari kolontransversum cairan limfenya akan masuk
ke nodi limphatici mesentericus superior, sedangkan yang berasal dari
sepertiga distal kolon transversum dan kolon descendens akan masuk ke
nodilimphatici mesentericus inferior.
Persarafan Usus
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis
(vagus) dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan
saraf untuk jejenum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis
(nervus vagus) dari pleksus mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis
merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan
simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik sistem
simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut parasimpatis
mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi
motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan
muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan
perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum,
appendiks dan kolon ascendensdipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan
parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada
kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dansaraf
parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus
mesentericus superior dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya

9
mempersarafi dua pertiga proksimal kolontransversum; sepertiga distal
dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon
descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf
mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Perangsangan
simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta
perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis
mempunyai efek berlawanan.

B. Fisiologi Usus
Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorpsi
bahan- bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan
lambung oleh kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan
masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-
enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi
zat-zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas
membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja
enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan
mengemulsikan lemak sehimgga memberikan permukaan lebih luas bagi
kerja lipase pankreas. Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumnlah
enzimdalam getah usus (sukus enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini
terdapat pada brushborder vili dan mencernakan zat-zat makanan sambil
diabsorpsi.Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis
gerakan, yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf
autonom dan hormon. Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat
yang dimakan dengan secret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus,dan
pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain
dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi
lambung.
Dalam proses motilitas terjadi dua gerakan yaitu:
1. Gerakan propulsif yaitu gerakan mendorong atau memajukan isi saluran
pencernaan sehingga berpindah tempat ke segmen berikutnya, dimana

10
gerakan ini pada setiap segmen akan berbedatingkat kecepatannya sesuai
dengan fungsi dari regio saluran pencernaan, contohnya gerakan  propulsif
yang mendorong makanan melalui esofagus berlangsung cepat tapi
sebaliknya di usus halus tempat utama berlangsungnya pencernaan dan
penyerapan makanan bergerak sangat lambat.
2. Gerakan mencampur, gerakan ini mempunyai 2 fungsi yaitu mencampur
makanan dengangetah pencernaan dan mempermudah penyerapan pada usus.
Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat,
lemak dan protein(gula sederhana, asam-asam lemak dan asa-asam amino)
melalui dinding usus ke sirkulasi darahdan limfe untuk digunakan oleh sesl-
sel tubuh. Selain itu air, elektrolit dan vitamin jugadiabsorpsi. Absoprpsi
berbagai zat berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif
yangsebagian kurang dimengerti.
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan
dengan proses akhirisi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah
mengabsorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon
bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoiryang menampung
massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung.
Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai
pendek serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu
menjaga keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima
900-1500 ml/hari, semua, kecuali 100-200 ml diabsorpsi, paling banyak di
proksimal. Kapasitas sekitar 5 l/hari.
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon
kanan,meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang
paling umum, mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun
oleh antikolinergik, meningkat oleh makanan, kolinergik. Gerakan massa
merupakan pola yang kurang umum, pendorong antegradmelibatkan segmen
panjang 0,5-1,0 cm/detik, 20-30 detik panjang, tekanan 100-200 mmHg,tiga
sampai empat kali sehari, terjadi dengan defekasi.

11
C. Definisi
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan di mana usus
gagal/tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan
isinya. Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus melainkan akibat
dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang berhubungan dengan
rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi
otot polos usus.
Gerakan peristaltik merupakan suatu aktivitas otot polos usus yang
terkoordinasi dengan baik diatur oleh neuron inhibitory dan neuron exitatory
dari sistim enteric motor neuron. Kontraksi otot polos usus ini dipengaruhi
dan dimodulasi oleh berbagai faktor seperti sistim saraf simpatik–
parasimpatik, neurotransmiter (adrenergik, kolinergik, serotonergik,
dopaminergik, hormon intestinal, keseimbangan elektrolit dan sebagainya.

D. Epidemiologi
Epidemiologi ileus paralitik bervariasi, terutama dari sisi etiologi.
Etiologi terbanyak dari ileus paralitik adalah ileus pasca operasi. Biaya beban
sosioekonomi ileus paralitik tinggi karena memperpanjang jumlah hari rawat
inap. Di Amerika, diperkirakan ileus pasca operasi membebani biaya
kesehatan negara sebanyak 1,5 miliar dollar Amerika per tahunnya.
Departemen Kesehatan Inggris, 75% kasus ileus paralitik intestinal
membutuhkan perawatan di Rumah Sakit dengan rata-rata usia pasien adalah
63 tahun. Angka mortalitas ileus paralitik dan obstruksi intestinal bervariasi
tergantung etiologinya yaitu berkisar 2 hingga 20 % bahkan mencapai 50%
pada pasien dengan sakit berat dengan penyakit sistemik dan disfungsi organ
multiple.
Global
Secara global, data epidemiologi yang sering ditemukan adalah ileus
paralitik pasca operasi yang merupakan jenis terbanyak penyakit ini. Ileus
pasca operasi terjadi pada sekitar 50% pasien yang menjalani operasi besar di
bagian abdomen. Namun jumlah ini bervariasi antara penulis dan bidang

12
spesialis, beberapa publikasi mencatat angka kejadian sekitar 10-30% untuk
operasi di abdomen.
Indonesia
Angka kejadian ileus paralitik secara menyeluruh di Indonesia belum
diketahui. Sebuah penelitian oleh Takaen dengan et al menemukan bahwa
ileus paralitik dan obstruksi intestinal merupakan peringkat ke-10 dari
sepuluh penyakit terbanyak di Instalasi Gawat Darurat Bedah RSUP Prof Dr.
R. D. Kandou selama satu tahun.
Mortalitas
Pada pasien dengan perawatan intensif, motilitas usus memiliki korelasi
yang kuat dengan derajat penyakit dan peningkatan mortalitas. Motilitas usus
juga memiliki hubungan yang kuat dengan jumlah kreatinin di darah.
Sehingga adanya ileus paralitik pada pasien di ruang rawat intensif diduga
menyebabkan peningkatan risiko mortalitas.
E. Etiologi
Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses intraabdominal
seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal
(peritonitis, pankreatitis, perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia,
gangguan pernafasan yang memerlukan intubasi, sepsis atau infeksi berat,
uremia, dibetes ketoasidosis, dan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia,
hiperkalsemia, hipomagnesemia, hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan yang
mempengaruhi motilitas usus (opioid, antikolinergik, fenotiazine). Setelah
pembedahan, usushalus biasanya pertama kali yang kembali normal
(beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam)dan kolon (48-72 jam).
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya
obstruksi ususmekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk
mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi
menyebabkan akumulasi gas dan cairan dalam usus.Meskipun ileus
disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah keadaan yang
palingumum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan konsekuensi
yang diharapkan dari pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali normal

13
spontan dalam 2-3 hari, setelah motilitassigmoid kembali normal. Ileus yang
berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah operasi dapatdisebut ileus
adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi setelah
operasiintraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan
retroperitoneal dan extra-abdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat
terjadi setelah pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus dikaitkan dengan
jangka waktu yang lebih singkat daripada reseksi kolon ileus terbuka.
1. Neurologik
- Pasca operasi
- Kerusakan medula spinalis
- Keracunan timbal kolik ureter
- Iritasi persarafan splanknikus
- Pankreatitis
2. Metabolik
- Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia)
- Uremia
- Komplikasi DM
- Penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multipel
3. Obat-obatan
- Narkotik
- Antikolinergik
- Katekolamin
- Fenotiasin
- Antihistamin
4. Infeksi
- Pneumonia
- Empiema
- Urosepsis
- Peritonitis
- Infeksi sistemik berat lainnya
5. Iskemia usus

14
F. Patofisiologi
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari
terangsangnya sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas
dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan
dengan yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis
menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil
melalui pengaruh langsung norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis
mukosa, dimana ia merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui
pengaruh inhibitorik dari noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf
enterik. Jadi, perangsangan yang kuat pada sistem simpatis dapat
menghambat pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal.
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik
akan menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus
gastrointestinal, namun tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi
serat saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat
inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan suatu transmitter inhibitor,
kemungkinan peptide intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.
Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui
aktivasi hambat busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks
berbeda yang terlibat: ultrashort refleksterbatas pada dinding usus, refleks
pendek yang melibatkan ganglia prevertebral, dan reflex panjang melibatkan
sumsum tulang belakang. Refleks panjang yang paling signifikan.
Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan
mediator inflamasi yang jugamempromosikan perkembangan ileus.
Ileus paralitik menyebabkan beberapa perubahan pada fungsi dan
keadaan usus. Perubahan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Perubahan Flora Normal Usus
Motilitas normal pada usus dapat membersihkan lumen usus dari
nutrient dan organism sehingga pada saat terjadi gangguan motilitas, maka
akan terjadi stasis dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan serta
malabsorbsi. Jumlah bakteri yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan

15
mukosa usus ringan dan pembentukan gas yang berlebihan. Dekonjugasi
cairan empedu oleh bakteri mengganggu pembentukan micelle dan
menyebabkan steatorea.
Perubahan Isi Lumen Usus
Belum terdapat studi yang menjelaskan perubahan aliran cairan dan
elektrolit pada ileus paralitik secara memuaskan, namun kemungkinan tidak
begitu berbeda dengan normal. Volume gas dapat bertambah dan
kemungkinan karena udara yang tertelan, dimana udara ini terdiri dari
nitrogen yang kurang diabsorbsi usus sehingga mengakibatkan distensi usus
dan mengakibatkan rasa tidak nyaman pada perut. Selain itu dapat terjadi
produksi oleh fermentasi bakteri yang semakin bertambah dengan asupan
makanan.
Efek Metabolik dan Efek Sistemik
Konsekuensi sistemik yang dapat terjadi adalah ketidakseimbangan
asam basa, elektrolit dan cairan. Distensi ekstrem juga akan menyebabkan
elevasi diafragma dengan ventilasi yang restriktif dan kejadian atelektasis.
G. Manifestasi Klinis
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal

distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada mungkin

pula tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu

dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus

paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik

abdomen yang paroksismal. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien

bervariasi dari ringan sampai berat bergantung pada penyakit yang

mendasarinya, didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani dengan

bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali.

Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya.

16
Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas

negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang

ditemukan adalah gambaran peritonitis.

H. Diagnosis

Anamnesis
Keluhan pasien tergantung pada waktu perkembangan ileus terjadi,
penyakit yang mendasari, komplikasi dan faktor penyerta. Pasien dapat
mengeluh perut kembung (oleh karena distensi abdomen), anoreksia, mual
dan obstipasi dan mungkin disertai muntah. Nyeri abdomen yang tidak
begitu berat namun bersifat kontinu dan lokasi nyeri yang tidak jelas
adalah karakteristik keluhan pasien ileus. Riwayat penyakit keluarga perlu
ditanyakan untuk mendeteksi adanya kemungkinan miopati atau neuropati
yang disebabkan oleh penyakit herediter.
Pemeriksaan Fisik
Pasien biasanya berbaring dengan tenang. Pada pemeriksaan perkusi
abdomen dapat ditemukan perkusi timpani. Pada palpasi, pasien
menyatakan perasaan tidak enak pada perut dan tidak dapat menunjuk
dengan jelas lokasi nyeri. Auskultasi harus dilakukan secara cermat oleh
karena dapat ditemukan bising usus yang lemah, jarang, dan bahkan dapat
tidak terdengar sama sekali. Dapat terdengar low pitched gurgle, suara
berdenting yang lemah yang kadang dapat dicetuskan dengan cara menepuk
perut pasien, atau dapat terdengar suara air bergerak(succusion splash) saat
pasien berpindah posisi. Pemeriksaan fisik perlu dilakukan secara berulang
karena komplikasi dapat timbul seiring waktu berjalan sehingga dapat
terjadi perubahan hasil pemeriksaan fisik. Demam, hipotensi, atau
tanda-tanda sepsis merupakan tanda bahaya akan terjadinya komplikasi
yang mengancam jiwa.
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium

17
Pemeriksaan laboratorium penting dalam mencari penyakit yang
mendasari ileus paralitik serta merencanakan manajemen terapinya.
Pemeriksaan yang penting untuk dilakukan yaitu leukosit darah, kadar
elektrolit, ureum, glukosa darah, dan amilase. Pemeriksaan elektrolit serum,
blood urea nitrogen, dan kreatinin membantu dalam menilai adanya
ketidakseimbangan cairan dan ada tidaknya dehidrasi serta derajat dehidrasi.
Pemeriksaan leukosit penting dalam menilai ada tidaknya infeksi atau
inflamasi.
- Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi sangat membantu dalam menegakkan diagnosis,
membedakan ileus paralitik dengan ileus obstruksi, dan untuk memahami
penyebabnya. Sebagai awal, dapat dilakukan pemeriksaan foto abdomen
polos dengan posisi supine dan tegak. Untuk membedakan ileus paralitik dan
ileus obstruksi, perlu diperhatikan derajat distensi abdomen, volume cairan
dan gas intraluminal. Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung
usus halus dan usus besar memberikan gambaran herring bone, selain itu bila
ditemukan air fluid level biasanya berupa suatu gambaran line up (segaris).
Hal ini berbeda dengan air fluid level pada ileus obstruktif yang memberikan
gambaran stepladder (seperti anak tangga). Apabila dengan pemeriksaan foto
polos abdomen masih meragukan adanya suatu obstruksi, dapat dilakukan
pemeriksaan foto abdomen dengan mempergunakan kontras kontras yang
larut air. Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus
dan usus besar oleh karena terdapat kelainan pada akumulasi gas dan cairan,
namun akumulasi gas dan cairan pada ileus paralitik tidak sebanyak pada
obstruksi intestinal. Selain itu gas lebih banyak terdapat di kolon loop dari
distensi usus ringan dan dapat terlihat di sebelah atas atau berdekatan
dengan lokasi proses inflamatorik misalnya pada pankreatitis. Loop ini
disebut juga sentinel loops. Air fluid level berupa suatu gambaran line up
(segaris). Selain itu terdapat gambaran stepladder pattern.

18
Gambaran Foto Polos Abdomen Ileus Paralitik
I. Tatalaksana

Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif.

Tindakannya berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan

elektrolit, mengobati kausa atau penyakit primer dan pemberian nutrisi yang

adekuat. Beberapa obat-obatan jenis penyekat simpatik (simpatolitik) atau

obat parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten.

Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu

dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit

dan nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan

prinsip pemberian nutrisi parenteral. Bila bising usus sudah mulai ada dapat

dilakukan test feeding, bila tidak ada retensi,dapat dimulai dengan diit cair

kemudian disesuaikan sejalan dengan toleransi ususnya.

Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif.


Tindakannya berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit mengobati kausa dan pemberian nutrisi yang adekuat. Dekompresi
dilakukan dengan menggunakan nasogastric tube untuk mengurangi distensi
akibat gas. Dekompresi dapat mengurangi gejala dan tanda distensi, mual dan
muntah serta mengurangi regurgitasi dan aspirasi. Pemberian cairan, koreksi
gangguan elektrolit dan nutrisi dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Perlu
dilakukan pembatasan penggunaan obat yang menghambat motilitas usus
seperti opiat,dan obat antikolinergik.

19
Hal-hal yang dapat mencegah ileus paralitik postoperatif yaitu salah
satunya pemberian makanan via oral atau nasoenteric tube secara dini setelah
operasi. Penjelasan yang logis mengenai hal ini adalah bahwa asupan
makanan dapat menstimulasi reflex yang menghasilkan aktivitas gerak usus.

Terapi farmakologi
Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat

untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pasca-operasi,

dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena

obat-obatan. Neostigmin sering diberikan pada pasien ileus paralitik pasca

operasi.

Terdapat beberapa penelitian dan studi klinis yang menyatakan bahwa


NSAID meringankan mual dan muntah serta memperbaiki transit
gastrointestinal. Laksatif dapat digunakan pada ileus paralitik, namun begitu
belum terdapat penelitian randomized controlled trial mengenai efeknya.
Prostaglandin dilaporkan dapat meningkatkan masa transit pada usus halus
dan kolon, namun masih perlu dilakukan penelitian untuk memastikan
kegunaannya. Neostigmin, yang merupakan inhibitor reversibel dari
asetilkolinesterase yang dapat meningkatkan motilitas kolon pada periode
awal postoperative dengan cara meningkatkan aktivitas asetilkolin pada
reseptor muskarinik. Pemberian neostigmin 2 mg secara cepat dapat
memacu flatus dan pasase feses pada 80-90 % pasien. Neostigmin dapat
diberikan 2- 2,5 mg intravena bolus atau infuse selama 24 jam, dan perlu
pengawasan oleh karena resiko terjadinya bradikardia dan bronkospasme.22
Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.

20
Operatif 
- Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan
peritonitis.
- Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk
mencegah sepsissekunder atau rupture usus.
- Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah
yang disesuaikandengan hasil explorasi melalui laparotomi.
- Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
- Reseksi usus dengan anastomosis
- Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi
J. Prognosis
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu
sendiri. Bila ileus hasil dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat
sementara dan berlangsung sekitar 24-72 jam. Prognosis memburuk pada
kasus-kasus tetentu dimana kematian jaringan usus terjadi; operasi menjadi
perlu untuk mengangkat jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus
cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.
K. Komplikasi
Efek sistemik dari distensi abdomen yang terjadi pada abdomen adalah
peninggian diafragma dengan ventilasi yang terhambat, dan selanjutnya dapat
terjadi ateletaksis.

21
BAB III
ANALISIS KASUS

TEORI FAKTA PASIEN


a. Epidemiologi a. pada kasus :
Departemen Kesehatan Inggris, 75% Laki-laki umur 68 tahun
kasus ileus paralitik dan obstruksi
intestinal membutuhkan perawatan di
Rumah Sakit dengan rata-rata usia pasien
adalah 63 tahun

b. Etiologi: b. pada kasus:


Etiologi ileus paralitik: Riwayat Diare sebelumnya. Riwayat
Neurologik : pasca operasi menum obat diare.
Metabolik : Gangguan keseimbangan
elektrolit (terutama hipokalemia)
Obat-obatan : Narkotik, antikolinergik,
antihistamin
Infeksi : Peritonitis
Iskemi usus

c. Diagnosis c. pada kasus:


Pasien dapat mengeluh perut kembung Anamnesis
(oleh karena distensi abdomen), Pasien dating dengan keluhan nyeri
anoreksia, mual dan obstipasi dan perut sejak 3 hari yang lalu. Nyeri terus
mungkin disertai muntah. Nyeri menerus, perut kembung (+), mual (+),
abdomen yang tidak begitu berat namun muntah (-), Demam (-), BAB (-) 3 hari,
bersifat kontinu dan lokasi nyeri yang BAK kesan normal. Riwayat diare (+),
tidak jelas adalah karakteristik keluhan Riwayat minum obat Loperamide (+).
pasien ileus. Pemfis Abdomen :
Pada pemeriksaan perkusi abdomen Inspeksi : Cembung, ikut gerak napas
dapat ditemukan perkusi timpani. Pada Auskultasi : peristaltik (-)
palpasi, pasien menyatakan perasaan Palpasi : Nyeri tekan (+) seluruh
tidak enak pada perut dan tidak dapat lapang perut, Defans
menunjuk dengan jelas lokasi nyeri. Muskular (+), Distensi
Auskultasi harus dilakukan secara abdomen (+)
cermat oleh karena dapat ditemukan Perkusi : timpani di seluruh lapangan
bising usus yang lemah, jarang, dan perut
bahkan dapat tidak terdengar sama
sekali.

22
Pemeriksaan penunjang yang penting
untuk dilakukan yaitu leukosit darah,
kadar elektrolit, ureum, glukosa darah,
dan amylase
Pemeriksaan radiologi sangat
membantu dalam menegakkan diagnosis,
membedakan ileus paralitik dengan ileus
obstruksi, dan untuk memahami
penyebabnya.
d. Terapi d. pada Kasus
Pengelolaan ileus paralitik bersifat - IVFD RL Loading 1500 cc lanjut 20
konservatif dan suportif. Tindakannya tpm
berupa dekompresi, menjaga - Injeksi Ceftriaxon 1 gram/iv
keseimbangan cairan dan elektrolit - Injeksi Ketorolac 1 Ampul/IV
mengobati kausa dan pemberian nutrisi - Injeksi Ranitidin 1 Ampul/iv
yang adekuat. Dekompresi dilakukan - Terpasang NGT
dengan menggunakan nasogastric tube - Terpasang kateter urine
untuk mengurangi distensi akibat gas - Co. Sp.B
Pemberian cairan, koreksi gangguan
elektrolit dan nutrisi dilakukan sesuai
dengan kebutuhan. Perlu dilakukan
pembatasan penggunaan obat yang
menghambat motilitas usus seperti
opiat,dan obat antikolinergik

23
Daftar Pustaka

Dairi LB dkk, Ileus. Divisi Gastroenterologi – Hepatologi Departemen Ilmu


Penyakit Dalam FK – USU RSUP. HAJI Adam Malik Medan.2012
Djumhana A. Ileus Paralitik.Sub Bagian Gastroentero-Hepatologi, Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD/RS dr.Hasan Sadikin.
Bandung.2011
Graciella N. Ileus Paralitik. https://www.alomedika.com/penyakit/bedah-
umum/ileus-paralitik/epidemiologi
Guyton A.C., Hall J.E.2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Edisi ke-9.
Jakarta : EGC
http://emedicine.medscape.com/article/178948-overview#a0104.
Mukherjee S. Ileus. Dec 2009. Available from:
Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit .Editor:Price, S.A.,
McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya,Caroline. Jakarta: 1994 EGC
Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. GawatAbdomen.Dalam Buku
Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor:Sjamsuhidajat, R. dan De Jong,Wim.
Jakarta: EGC, 2003.
Warsinggih. Bahan ajar dr. Warsinggih, SpB-KBD- Peritonitis dan Ileus.

24

Anda mungkin juga menyukai