HERNIA SCROTALIS
DISUSUN OLEH :
dr. Martin Yohanes Suryadinata
PENDAMPING :
dr. M. Nur Zulkarnaen
OBJEKTIF PEMBELAJARAN
Deskripsi :
Pasien datang dengan benjolan di buah zakar sebelah kiri berdiameter 8cm.
Tujuan :
Mengetahui segala aspek mengenai penyakit pasien dan penanganannya.
Bahan Bahasan :
Kasus, Tinjauan Pustaka.
Cara Membahas :
Diskusi
Data Pasien :
Nama : Tn. AAB
Tanggal Lahir : 31/12/1947
Usia : 74 tahun
No. RM : 109xxx
Alamat : Jl. RA Kartini 6-37, Kota. Pekalongan
Agama : Islam
HASIL PEMBELAJARAN :
1. Mengetahui segala aspek mengenai penyakit pasien.
2. Mengetahui tatalaksana pasien.
SUBJEKTIF/ANAMNESIS :
A. Keluhan Utama
Benjolan Buah Zakar Kiri
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Siti Khodijah Pekalongan dengan keluhan ada benjolan pada
buah zakar bagian kiri sejak 3 bulan SMRS. Pasien mengaku awalnya benjolan
berukuran kecil namun semakin lama semakin membesar. Pasien juga mengeluhkan
BAB tidak lancar sejak 2 minggu SMRS dan mulai tidak bisa kentut sejak kemarin.
Keluhan nyeri perut, mual dan muntah disangkal.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Darah Rendah : disangkal
- Riwayat Darah Tinggi : disangkal
- Riwayat Kencing Manis : disangkal
- Riwayat Penyakit Jantung dan Ginjal : disangkal
- Riwayat Alergi Obat/Makanan : disangkal
F. Riwayat Psikologis
Normal
OBJEKTIF/PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 27 Februari 2022 pukul 03.02 WIB.
Status Generalisata
Kesan Umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos Mentis (GCS : E4V5M6)
IGD
Tekanan Darah : 150/80mmHg
Vital Signs /
Nadi : 62x/menit
Tanda-Tanda
Respirasi : 20x/menit
Vital
Suhu :36.20C
SpO2: 98% on Room Air
Kepala dan Leher
Inspeksi Conjungtiva anemis (-|-), Sklera Ikterik (-|-), deviasi
trakea (-)
Palpasi Pembesaran Limfonodi (-)
Thorax
Pulmo
Inspeksi Simetris, Retraksi dinding dada (-|-).
Palpasi Stem fremitus kanan dan kiri sama, nyeri tekan (-|-),
massa (-|-) jejas (-|-).
Perkusi Sonor
Auskultasi Suara vesikular dasar (SDV) : +|+
Suara rhonki -|-; Wheezing -|-
Cor
Inspeksi Iktus kordis tidak tampak.
Iktus kordis teraba di sela iga ke V, linea
Palpasi midclavicularis sinistra, tidak kuat angkat, tidak
melebar.
Perkusi Redup, tidak ada pelebaran batas jantung.
Suara S1 dan S2 terdengar regular, gallop (-),
Auskultasi
murmur (-)
Abdomen
Inspeksi Tampak cembung, caput medusa (-), striae (-),
sikatriks (-)
Auskultasi Bising usus (+) normal
Palpasi Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi Timpani
Ekstremitas
Inspeksi Ekstremitas atas (+|+)
Ekstremitas bawah (+|+)
Palpasi akral hangat, CRT <2 detik, edema pitting (-|-)
Genitalia
Tampak benjolan pada scrotum kiri berdiameter 10cm
Gambar Klinis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (27 Februari 2022)
Hematocrit 25 % 42 – 52 %
MCV 78.3 fL 79 – 99 fL
MCH 24.0 pg 27 – 31 pg
Kesimpulan :
Cor tak membesar
Elongatio Aorta
Pulmo tenang
c. EKG
Kesimpulan :
Sinus Rythm
RESUME
Pasien datang ke IGD RS Siti Khodijah Pekalongan dengan keluhan benjolan pada buah
zakar sebelah kiri, tidak bisa dimasukkan. BAB tidak lancar sejak 2 minggu SMRS, dan
pasien tidak bisa kentut sejak 1 hari SMRS. Riwayat sosial ekonomi baik. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan benjolan pada scrotum sinistra berdiameter 10cm, dan bising
usus menurun. EKG dan Rontgen Thorax dalam batas normal.
DIAGNOSIS
Hernia Scrotalis Sinistra Irreponible
TATALAKSANA IGD
29-01-2022
- Infus RL 20 TPM
- Inj. Ketorolac 30mg 1 ampul
- Inj. Ranitidine 1 ampul
- Dekompresi per NGT
- Lapor dr. Edi Anggoro, Sp. B
1. Definisi
Hernia scrotalis paling sering disebabkan oleh hernia inguinalis tidak langsung. Hernia
inguinalis adalah kondisi prostrusi (penonjolan) organ intestinal masuk ke rongga melalui defek
atau bagian dinding yang tipis atau lemah dari cincin inguinalis. Materi yang masuk lebih sering
adalah usus halus, tetapi bisa juga merupakan suatu jaringan lemak atau omentum (Amrizal,
2015).
Hernia inguinalis adalah penonjolan isi rongga perut melalui kanalis inguinalis. Ada
dua jenis hernia inguinalis, langsung dan tidak langsung, yang didefinisikan oleh hubungannya
dengan pembuluh epigastrium inferior. Hernia inguinalis langsung menonjol ke medial ke
pembuluh epigastrium inferior ketika isi perut hernia melalui cincin inguinalis eksterna. Hernia
inguinalis tidak langsung terjadi ketika isi perut menonjol melalui cincin inguinalis dalam,
lateral ke pembuluh epigastrikus inferior; ini mungkin disebabkan oleh kegagalan penutupan
embrionik dari processus vaginalis.(Chiow et al, 2010)
Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis, diduga mempunyai
penyebab kongenital. Kantong hernia merupakan sisa prosesus vaginalis peritonei sebuah
kantong peritoneum yang menonjol keluar, yang pada janin berperan dalam pembentukan
kanalis inguinalis. Oleh karena itu kantong hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis melalui
anulus inguinalis internus yang terletak di sebelah lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri
kanalis nguinalis dan keluar ke rongga perut melalui anulis inguinalis eksternus. lateral dari
arteria dan vena epigastrika inferior (Amrizal,2015).
2. Etiologi
Etiologi hernia inguinal dapat diklasifikasikan menjadi kongenital atau dapatan
(acquired). Tipe kongenital disebabkan oleh patent processus vaginalis yaitu invaginasi
peritoneum parietal yang didahului desensus testis melalui kanalis ingunalis selama
embryogenesis. Disebut juga hernia indirek yang menjulur melalui ingunal ring internal lateral
menuju epigastric vessels. Kejadian hernia indirek lebih banyak dua kali lipat dibanding hernia
inguinal direk. Masih merupakan perdebatan bahwa semua hernia inguinal indirek dihasilkan
dari processus vaginalis yang tidak pernah tertutup. Dalam penelitian Jiang dan Mouravas,
hernia inguinal indirek pada orang dewasa dapat berkembang setelah tekanan long term pada
processus vaginalis yang terlah tertutup kecuali pada neck of hernia sac (Morisson, 2020).
Processus vaginalis dibentuk dari protrusi peritoneum selama desensus testis.
Seharusnya, processus vaginalis mengalami obliterasi. Processus vaginalis yang persisten
sering menyebabkan hernia inguinal kanan pada anak-anak, sedangkan pada bayi premature
akan menyebabkan hernia bilateral. Selain patensi processus vaginalis, faktor lain yang
berperan dalam terjadinya herniasi adalah orificium annulus proksimal yang lebar.
Processus vaginalis yang paten merupakan resiko berkembangnya hernia lateral.
Gagalnya obliterasi terjadi karena persistensi sel otot polos dan insufisiensi pelepasan kalsitonin
yang disebabkan gene related peptide dari nervus genitofemoral.
Sel otot polos memiliki fungsi pada proses desensus testis, yaitu mendorong testis ke
dalam skrotum. Setelahnya, sel akan apoptosis dan memfasilitasi obliterasi processus vaginalis.
Otot polos sering ditemukan dalam hernia sac dibanding hydrocele dan undescended testis, dan
penelitian membuktikan bahwa adanya insufisiensi apoptosis dan ketiadaan apoptotic nuclei
pada otot polos dalam processus vaginalis. Selain itu, otot polos dapat ditemukan dalam local
thickening sekitar internal ring dari hernia lateral yang menunjukkan bahwa obliterasi processus
vaginalis tidak komplit dan hersniasi dapat terjadi melalui paten atau reopened processus
vaginalis. Apoptosis yang gagal dapat berhubungan dengn daraf simpatis yang meningkatkan
pertumbuhan otot polos dan merawat otot polos secara in vitro. Androgen secara tidak langsung
meregulasi desensus testis dengan cara mengaktifkan nervus genitofemoral melalui calsitonin
gene related peptide. Peptida ini mendorong obliterasi processus vaginalis melalui transformasi
sel epitelial menjadi fenotip sel mesenkimal. Masih belum dapat dipastikan apakah defisiensi
calcitonin gene-related peptide dapat mengganggu proses obliterasi processus vaginalis.
3. Epidemiologi
Hernia pada daerah inguinal dapat terjadi pada pria dan wanita, dari neonatal sampai
lansia, tetapi jenis dan etiologinya berbeda. Pada pria, 97 % dari hernia terjadi di daerah
inguinalis, 2 % sebagai hernia femoralis. Hernia pada anak sering terjadi karena gangguan
anatomi sedangkan pada dewasa karena faktor eksternal. Hernia inguinal dapat dibagi menjadi
hernia medial dan lateral. Hernia inguinal pada anak hampir selalu lateral. Dibandingkan hernia
medial, hernia lateral lebih sering terjadi. Meskipun lebih sering lateral, hernia medial lebih
sering terjadi kekambuhan setelah repair (Morisson, 2020).
Hernia inguinalis merupakan hernia yang mempunyai angka kejadian yang paling
tinggi. Sekitar 75% hernia terjadi di region inguinalis, 50% merupakan hernia inguinalis indirek
dan 25% adalah hernia inguinal direk. Pada wanita, hernia inguinalis lateral dapat mencapai
labia mayora dan pada pria dapat mencapai skrotum (Sabiston, 2010). Populasi dewasa dari
15% yang menderita hernia inguinal, 5-8% pada rentang usia 25-40 tahun dan mencapai 45%
pada usia 75 tahun. Hernia inguinalis dijumpai 25 kali lebih banyak pada laki-laki dibanding
perempuan. Angka kemungkinan terjadinya hernia strangulata adalah 2,8 persen setelah 3 bulan
munculnya hernia dan 4,5 persen setelah dua tahun (Astuti dkk, 2018).
4. Anatomi
Kanalis inguinalis adalah saluran yang berjalan oblik (miring) dengan panjang 4cm
dan terletak 2-4cm diatas ligamentum inguinale, Ligamentum Inguinale merupakan penebalan
bagian bawah aponeurosis muskulus oblikus eksternus Terletak mulai dari SIAS sampai ke
ramus superior tulang pubis. (Amrizal , 2015). Dinding yang membatasi kanalis inguinalis
adalah:
5. Patofisiologi
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 dari
kehamilan, terjadinya desensus testikulorum melalui kanalis inguinalis. Penurunan testis itu
akan menarik peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi tonjolan peritoneum yang disebut
dengan prosesus vaginalis peritonea. Bila bayi lahir umumnya prosesus ini telah mengalami
obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Tetapi dalam beberapa
hal sering belum menutup, karena testis yang kiri turun terlebih dahulu dari yang kanan, maka
kanalis inguinalis yang kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal, kanal yang terbuka
ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka sebagian, maka akan timbul hidrokel.
Bila kanal terbuka terus, karena prosesus tidak berobliterasi maka akan timbul hernia inguinalis
lateralis kongenital (Amrizal, 2015).
Proses penurunan testis merupakan proses yang khas oleh karena penurunan testis
diikuti oleh peritoneum, dinding depan abdomen, dan pembuluh darah, saraf, limphe dari kavum
abdomen. Hingga mendekati masa akhir kehidupan janin, testis tetap berada di rongga
abdomen. Pada awalnya testis terletak di dinding belakang abdomen setinggi vertebra lumbalis
I-II (Rasjad, 2010).
Dari pole bawah testis terdapat suatu lipatan jaringan yang disebut gubernaculum
testis, lipatan jaringan ini akan berlanjut kedaerah inguinal. Testis dan gubernaculum terletak
dibelakang peritoneum primitive, peritoneum akan terdorong kedepan oleh testis dan
gubernaculum. Kemudian gubernaculum membentuk suatu lipatan pelapis dengan peritoneum
yang akan melapisi testis hampir secara sempurna. Pada saat itu testis melekat di dinding
posterior abdomen pada suatu cekungan yang disebut mesorchium. Pada bulan ketiga
kehidupan janin, testis terletak pada fossa iliaca dan pada bulan ketujuh testis sudah berada
didekat annulus inguinalis interna (Rasjad, 2010).
Penurunan testis dimulai pada sekitar minggu ke-10. Walaupun mekanismenya belum
diketahui secara pasti, namun para ahli sepakat bahwa terdapat beberapa faktor yang berperan
penting, yakni: faktor endokrin, mekanik (anatomik), dan neural. Terjadi dalam dua fase yang
dimulai sekitar minggu ke-10 kehamilan segera setelah terjadi diferensiasi seksual. Fase
transabdominal dan fase inguinoskrotal. Keduanya terjadi dibawah kontrol hormonal yang
berbeda (Rasjad, 2010).
Fase transabdominal terjadi antara minggu ke-10 dan 15 kehamilan, dimana testis
mengalami penurunan dari urogenital ridge ke regio inguinal. Hal ini terjadi akibat adanya
regresi ligamentum suspensorium kranialis dibawah pengaruh androgen (testosteron), disertai
pemendekan gubernaculum (ligamen yang melekatkan bagian inferior testis ke segmen bawah
skrotum) dibawah pengaruh MIF (Müllerian Inhibiting Factor). Dengan perkembangan yang
cepat dari region abdominopelvic maka testis akan terbawa turun ke daerah inguinal anterior.
Pada bulan ke-3 kehamilan untuk psosesus vaginalis yang secara bertahap berkembang kearah
skrotum. Selanjutnya fase ini akan menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7 kehamilan (Rasjad,
2010).
Teststeron diproduksi oleh sel leydig testis, merangsang duktus wolfi menjadi
epididimis, vas deferens, dan vesikula seminalis. Struktur wolfii terletak paling dekat dengan
sumber testosterone. MIS diproduksi oleh sel sertroli testis, penting untuk perkembangan duktus
internal laki-laki normal, merupakan suatu protein dengan berat molekul 15.000, yang disekresi
mulai minggu ke delapan. Peran utamanya adalah represi perkembangan pasif duktus mulleri
(tuba fallopi, uterus, vagina atas) (Rasjad, 2010).
Fase inguinoskrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai minggu ke-35
kehamilan. Testis mengalami penurunan dari regio inguinal kedalam skrotum dibawah
pengaruh hormone androgen. Mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun diduga
melalui mediasi pengaluaran calcitonin gene related peptide (CGRP). Androgen akan
merangsang nervus genitofemoral untuk mengeluarkan CGRP yang menyebabkan kontraksi
ritmis dari gubernaculum. Faktor mekanik yang turut berperan pada fase ini adalah tekanan
abdominal yang meningkat yang menyebabkan keluarnya testis dari kavum
abdomen,disamping itu tekanan abdomen akan menyebabkan terbentuknya ujung dari prosesus
vaginalis melalui kanalis inguinalis menuju skrotum. Proses penurunan testis ini masih bisa
berlangsung sampai bayi usia 9-12 bulan (Rasjad, 2010).
Gambar 6. Penurunan Gonad (Richard, 2014)
Biasanya hernia pada orang dewasa ini terjadi kerana usia lanjut, karena pada umur tua
otot dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan
tubuh mengalami proses degenerasi. Pada orang tua prosesus tersebut telah menutup. Namun
karena daerah ini merupakan locus minoris resistance, maka pada keadaan yang menyebabkan
tekanan intra abdominal meningkat seperti batuk – batuk kronik, bersin yang kuat dan
mengangkat barang – barang berat, serta mengejan, prosesus yang sudah tertutup dapat terbuka
kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan
keluar melalui defek tersebut. Akhirnya menekan dinding rongga yang telah melemas akibat
trauma, hipertropi protat, ascites, kehamilan, obesitas, dan kelainan kongenital dan dapat terjadi
pada semua (Mansjoer, 2000)
Gambar 7. Patofisiologi Hernia Inguinalis (Mansjoer, 2000)
6. Klasifikasi
a. Berdasarkan Kondisi Reposisi
• Hernia Reponibel
Pembagian hernia reponibel dan irreponibel adalah berdasarkan mobilitas
jaringan yang berada dalam kantung hernia. Hernia reponibel adalah hernia dimana isi
kantungnya dapat keluar masuk tetapi kantungnya menetap. Isinya tidak serta merta
muncul secara spontan, namun terjadi bila disokong gaya gravitasi atau tekanan
intraabdominal yang meningkat. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi
jika berbaring atau didorong masuk perut, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi
usus (Henry dan Thompson, 2005)
• Hernia Ireponibel
Hernia ireponibel adalah hernia dimana isi kantong tidak dapat direposisi
kembali kedalam rongga perut. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada
peritoneum kantong hernia. Hernia ini disebut hernia akreta. Dapat juga terjadi karena
leher yang sempit dengan tepi yang kaku (misalnya pada femoral, umbilical). Tidak ada
keluhan rasa nyeri ataupun sumbatan usus. Hernia ireponibel mempunyai resiko yang
lebih besar untuk terjadi obstruksi dan strangulasi daripada hernia reponibel. (Henry dan
Thompson, 2005)
8. Penegakkan Diagnosis
a. Anamnesis
Sebagian besar hernia inguinalis adalah asimptomatik, namun pada beberapa kasus
dapat ditemukan keluhan seperti (Amrizal, 2015). Namun pasien mungkin mengeluh ada
tonjolan di lipat paha, pada beberapa orang adanya nyeri dan membengkak pada saat
mengangkat atau ketegangan. Seringnya hernia ditemukan pada saat pemeriksaan fisik
misalnya pemeriksaan kesehatan sebelum masuk kerja. Beberapa pasien mengeluh adanya
sensasi nyeri yang menyebar biasanya pada hernia ingunalis lateralis, perasaan nyeri yang
menyebar hingga ke scrotum. Dengan bertambah besarnya hernia maka diikuti rasa yang
tidak nyaman dan rasa nyeri, sehingga pasien berbaring untuk menguranginya (Carol,2019).
Pada umumnya hernia direct akan memberikan gejala yang sedikit dibandingkan hernia
ingunalis lateralis dan juga kemungkinannya lebih berkurang untuk menjadi inkarserasi atau
strangulasi (Carol,2019).
b. Pemeriksaan Fisik
Pasien akan diperiksa dalam posisi berdiri dan berbaring dengan dilakukan inspeksi palpasi,
perkusi dan auskultasi (Lutfi,2007).
Inspeksi :
Ø Tampak benjolan di lipatan paha simetris atau asimetris pada posisi berdiri.
Ø Benjolan biasanya muncul muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan
menghilang setelah berbaring
Ø Apabila tidak didapatkan benjolan, pasien diminta untuk melakukan maneuver valsava.
Ø Benjolan berbentuk lonjong (HIL) atau bulat (HIM)
Ø Tanda-tanda radang ada atau tidak, pada hernia inguinalis biasanya tanda radang (-).
Palpasi :
Ø Dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, bila tidak tampak benjolan penderita
diminta mengejan atau melakukan maneuver valsava.
Ø Titik tengah antar SIAS dengan tuberkulum pubicum ditekan lalu pasien disuruh
mengejan. Jika terjadi penonjolan di sebelah medial maka dapat diasumsikan bahwa itu
hernia inguinalis medialis.Titik yang terletak di sebelah lateral tuberkulum pubikum
ditekan lalu pasien disuruh mengejan jika terlihat benjolan di lateral titik yang kita tekan
maka dapat diasumsikan sebagai hernia inguinalis lateralis.
Ø Temukan konsistensi
Ø Lakukan reposisi (bisa masuk atau tidak)
Ø Kompresable umumnya (+)
Ø Untuk membedakan antara hernia inguinalis lateralis dan medialis dapat dilakukan
beberapa macam test (provokasi test)
Perkusi :
Ø Bila didapatkan perkusi perut kembung maka harus dipikirkan kemungkinan hernia
strangulasi.
Auskultasi :
Ø Ditemukan suara bising usus (di atas benjolan).
Ø Hiperperistaltis didapatkan pada auskultasi abdomen pada hernia yang mengalami
obstruksi usus (hernia inkarserata).
c. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendukung kearah adanya strangulasi, sebagai berikut :
• Leukocytosis dengan shift to the left yang menandakan strangulasi.
• Elektrolit, BUN, kadar kreatinine yang tinggi akibat muntah-muntah dan menjadi
dehidrasi.
• Tes Urinalisis untuk menyingkirkan adanya masalah dari traktus genitourinarius yang
menyebabkan nyeri lipat paha.
Untuk mencari kemungkinan adanya tekanan intra peritoneal meningkat ,sebagai penyebab
timbulnya hernia (Lutfi,2007).
• Rectal toucher : BPH, Stenosis anal, Tumor recti
• Foto Thoraks : Batuk kronis, asma, tumor paru
• USG abdomen : asites, tumor abdomen
Pada hernia pemeriksaan radiologis tidak diperlukan pada pemeriksaan rutin
.Ultrasonografi dapat digunakan untuk membedakan adanya massa pada lipat paha atau dinding
abdomen dan juga membedakan penyebab pembengkakan testis. Pemeriksaan Ultrasound pada
daerah inguinal dengan pasien dalam posisi supine dan posisi berdiri dengan manuver valsafa
dilaporkan memiliki sensitifitas dan spesifisitas diagnosis mendekati 90% (Carol, 2019).
Pemeriksaan ultrasonografi juga berguna untuk membedakan hernia inkarserata dari
suatu nodus limfatikus patologis atau penyebab lain dari suatu massa yang teraba di inguinal.
Pada pasien yang sangat jarang dengan nyeri inguinal tetapi tak ada bukti fisik atau sonografi
yang menunjukkan hernia inguinalis. CT scan dapat digunakan untuk mengevaluasi pelvis
untuk mencari adanya hernia obturator (Carol, 2019).
9. Tatalaksana
a. Non Operatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan reposisi dan pemakaian penyangga
atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi (pemakaian sabuk
TRUSS) (Lutfi dkk,2007).
Indikasi :
● Bila penderita menolak operasi
● Terdapat penyakit penyerta yang berat dan dapat meningkatkan tekanan intraabdominal
(asites, sirosis hati, tumor paru)
● Hernia inguinalis media dengan ukuran kecil dan belum menimbulkan gangguan
b. Operatif
1. Prinsip Pengobatan Operative pada Hernia Inguinalis
Sebelum tindakan operasi pada pasien hernia, terlebih dahulu juga harus
memperbaiki faktor yang memperburuk hernia (batuk kronis, obstruksi prostat, tumor
kolon, ascites (Amriza,2015).
Tindakan operatif harus dengan indikasi :
● Hernia inguinalis dengan komplikasi inkarserata ataupun stangulata
● Hernia inguinalis lateralis pada anak maupun dewasa
● Hernia inguinalis medialis yang cukup besar dan mengganggu
2. Jenis-jenis Operasi pada Hernia Inguinalis
Tujuan dari semua perbaikan hernia adalah untuk menghilangkan kantong
peritoneal (pada hernia) inguinalis indirek) dan untuk menutupi defek pada fasia di
dinding inguinal. Perbaikan tradisional didekati jaringan asli menggunakan jahitan
permanen.
• Herniotomi
Herniotomi adalah tindakan membuka kantong hernia, memasukkan kembali
isi kantong hernia ke rongga abdomen, serta mengikat dan memotong kantong hernia.
Herniotomi dilakukan pada anak-anak dikarenakan penyebabnya adalah proses
kongenital dimana prossesus vaginalis tidak menutup (Sjamsuhidajat, 2011).
• Herniorafi
Herniorafi adalah membuang kantong hernia disertai tindakan bedah plastic
untuk memperkuat dinding perut bagian bawah di belakang kanalis inguinalis.
Herniorafi dilakukan pada orang dewasa karena adanya kelemahan otot atau fasia
dinding belakang abdomen (Muttaqin dkk,2011).
• Hernioplasti
Hernioplasti adalah tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis (Amrizal, 2015).
10. Komplikasi
a. Jenis-jenis Komplikasi Hernia :
1. Hernia Inkarserata
Isi hernia yang terjepit oleh cincin hernia yang menimbulkan gejala obstruksi
usus yang sederhana, menyebabkan gangguan dari pasase usus, mual, dan muntah.
Hernia yang membesar mengakibatkan nyeri dan tegang. Pada hernia inkarserata, hernia
tidak dapat direposisi (Bland, 2002).
2. Hernia Strangulasi
Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia.
Pada permulaan, terjadi bendungan vena sehingga terjadi oedem organ atau struktur di
dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya oedem menyebabkan
jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan
terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudat berupa
cairan serosanguinus (Bland, 2002).
11. Prognosis
Prognosis tergantung pada keadaan umum penderita serta ketepatan penanganan.
Namun pada umumnya “baik” karena kekambuhan setelah operasi jarang terjadi, kecuali pada
hernia berulang atau hernia yang besar yang memerlukan penggunaan materi prosthesis
(Eubanks,2004).
Pada penyakit hernia ini yang penting adalah mencegah faktor predisposisinya
(Townsend, 2004).
BAB III
KESIMPULAN
Hernia scrotalis paling sering disebabkan oleh hernia inguinalis tidak langsung. Hernia
inguinalis adalah kondisi prostrusi (penonjolan) organ intestinal masuk ke rongga melalui defek
atau bagian dinding yang tipis atau lemah dari cincin inguinalis. Materi yang masuk lebih sering
adalah usus halus, tetapi bisa juga merupakan suatu jaringan lemak atau omentum. Hernia
inguinalis adalah penonjolan isi rongga perut melalui kanalis inguinalis. Ada dua jenis hernia
inguinalis, langsung dan tidak langsung. Etiologi hernia inguinal dapat diklasifikasikan menjadi
kongenital atau dapatan (acquired). Hernia pada daerah inguinal dapat terjadi pada pria dan wanita,
dari neonatal sampai lansia, tetapi jenis dan etiologinya berbeda. Pada pria, 97 % dari hernia terjadi
di daerah inguinalis, 2% sebagai hernia femoralis. Hernia pada anak sering terjadi karena gangguan
anatomi sedangkan pada dewasa karena faktor eksternal. Hernia inguinal dapat dibagi menjadi
hernia medial dan lateral. Hernia inguinal pada anak hampir selalu lateral. Dibandingkan hernia
medial, hernia lateral lebih sering terjadi. Meskipun lebih sering lateral, hernia medial lebih sering
terjadi kekambuhan setelah repair.
Pembagian hernia reponibel dan irreponibel adalah berdasarkan mobilitas jaringan yang
berada dalam kantung hernia. Hernia reponibel adalah hernia dimana isi kantungnya dapat keluar
masuk tetapi kantungnya menetap. Hernia ireponibel adalah hernia dimana isi kantong tidak dapat
direposisi kembali kedalam rongga perut. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada
peritoneum kantong hernia. Hernia juga dibagi berdasarkan kondisi isi hernia, yaitu hernia
inkarserata yang merupakan lanjutan dari hernia ireponibel, dimana isi kantung hernia yang tidak
dapat kembali ke posisi anatomis dan ‘terjebak’ atau ‘terjerat’ dalam kantung hernia. Dan hernia
strangulasi, dimana jika hernia inkarserata tidak ditatalaksana segera, dapat terjadi hernia
strangulasi. Hernia strangulasi terjadi saat suplai darah untuk isi kantung hernia terputus.
Sebagian besar hernia inguinalis adalah asimtomatik, dan kebanyakan ditemukan pada
pemeriksaan fisik rutin dengan palpasi benjolan pada annulus inguinalis superfisialis atau suatu
kantong setinggi annulus inguinalis profundus. Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa
benjolan di lipat paha yang timbul pada waktu mengedan. Batuk atau mengangkat benda berat, dan
menghilang waktu istirahat baring. Pemeriksaan fisik khusus yang dapat dilakukan pada hernia
seperti finger test, zieman test dan thumb test. Tatalaksana hernia sendiri dibagi menjadi 2, yaitu
non operatif dan operatif. Tatalaksana non operatif diindikasikan bila penderita menolak operasi,
atau terdapat penyakit penyerta yang berat dan dapat meningkatkan tekanan intraabdominal (asites,
sirosis hati, tumor paru), atau hernia inguinalis media dengan ukuran kecil dan belum menimbulkan
gangguan. Untuk tatalaksana operatif sendiri, terdiri dari herniotomy, herniorafi dan hernioplasty.
Prognosis tergantung pada keadaan umum penderita serta ketepatan penanganan. Namun pada
umumnya “baik” karena kekambuhan setelah operasi jarang terjadi, kecuali pada hernia berulang
atau hernia yang besar yang memerlukan penggunaan materi prosthesis.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Meri Fuji dkk. 2018. Hubungan antara Usia dan Hernia Inguinalis
di RSUD dr. Soedarso Pontianak. Jurnal Cerebellum, 4 (2); 1052-1058
Bland, Kirby I. 2002. Inguinal Hernias. The Practice of General Surgery. New York.WB Saunders
Company.
Chiow, A. K. H., Chong, C. K., & Tan, S.-M. (2010). Inguinal Hernias: A Current Review of an
Old Problem. Proceedings of Singapore Healthcare, 19(3), 202–
211. https://doi.org/10.1177/201010581001900306
Lutfi, Achmad dan Thalut Kamardi.2007. Dinding Perut, Hernia, Retroperineum, dan Omentum.
Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 3. EGC
Morrison Z, Kashyap S, Nirujogi VL. Adult Inguinal Hernia. [Updated 2020 Apr 21]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-.
Rasjad C. Hernia. Dalam : Sjamsuhidajat R, Jong WD, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2010;
Richard L Drake, Wayne Vogl, Adam WMMitchell. 2014. Gray’s Anatomy: Anatomy of the
Human Body. Elsevier.
Mansjoer, Suprohaita, W.K. Wardhani, W. Setiowulan. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
III, Jilid II. Penerbit Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.
Henry MM, Thompson JN , 2005, Principles of Surgery, 2nd edition, Elsevier Saunders, page 431-
445.
Sjamsuhidajat R, Wim de Jong, 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta, EGC, Hal: 523-537