Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PORTOFOLIO

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

HERNIA SCROTALIS

DISUSUN OLEH :
dr. Martin Yohanes Suryadinata

PENDAMPING :
dr. M. Nur Zulkarnaen

DOKTER INTERNSHIP WAHANA RS SITI KHODIJAH PEKALONGAN


PERIODE 19 NOVEMBER 2021 – 12 MEI 2022
KOTA PEKALONGAN
PROVINSI JAWA TENGAH
BAB I
LAPORAN KASUS

No. ID dan Nama Peserta : dr. Martin Yohanes Suryadinata


Presenter : dr. Martin Yohanes Suryadinata
No. ID dan Nama Wahana : RS Siti Khodijah, Kota Pekalongan
Pendamping Wahana : dr. M. Nur Zulkarnaen
Topik : Hernia Scrotalis
Tanggal Kasus : 29 Januari 2022
Nama Pasien : Tn. AAB
No. RM : 235xxx

OBJEKTIF PEMBELAJARAN
Deskripsi :
Pasien datang dengan benjolan di buah zakar sebelah kiri berdiameter 8cm.
Tujuan :
Mengetahui segala aspek mengenai penyakit pasien dan penanganannya.
Bahan Bahasan :
Kasus, Tinjauan Pustaka.
Cara Membahas :
Diskusi
Data Pasien :
Nama : Tn. AAB
Tanggal Lahir : 31/12/1947
Usia : 74 tahun
No. RM : 109xxx
Alamat : Jl. RA Kartini 6-37, Kota. Pekalongan
Agama : Islam

HASIL PEMBELAJARAN :
1. Mengetahui segala aspek mengenai penyakit pasien.
2. Mengetahui tatalaksana pasien.

SUBJEKTIF/ANAMNESIS :
A. Keluhan Utama
Benjolan Buah Zakar Kiri
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Siti Khodijah Pekalongan dengan keluhan ada benjolan pada
buah zakar bagian kiri sejak 3 bulan SMRS. Pasien mengaku awalnya benjolan
berukuran kecil namun semakin lama semakin membesar. Pasien juga mengeluhkan
BAB tidak lancar sejak 2 minggu SMRS dan mulai tidak bisa kentut sejak kemarin.
Keluhan nyeri perut, mual dan muntah disangkal.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Darah Rendah : disangkal
- Riwayat Darah Tinggi : disangkal
- Riwayat Kencing Manis : disangkal
- Riwayat Penyakit Jantung dan Ginjal : disangkal
- Riwayat Alergi Obat/Makanan : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat Darah Rendah : disangkal
- Riwayat Darah Tinggi : disangkal
- Riwayat Kencing Manis : disangkal
- Riwayat Penyakit Jantung dan Ginjal : disangkal
- Riwayat Alergi Obat/Makanan : disangkal

E. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan seorang pensiunan, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol.
Kesan : Ekonomi Cukup

F. Riwayat Psikologis
Normal
OBJEKTIF/PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 27 Februari 2022 pukul 03.02 WIB.
Status Generalisata
Kesan Umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos Mentis (GCS : E4V5M6)
IGD
Tekanan Darah : 150/80mmHg
Vital Signs /
Nadi : 62x/menit
Tanda-Tanda
Respirasi : 20x/menit
Vital
Suhu :36.20C
SpO2: 98% on Room Air
Kepala dan Leher
Inspeksi Conjungtiva anemis (-|-), Sklera Ikterik (-|-), deviasi
trakea (-)
Palpasi Pembesaran Limfonodi (-)

Thorax

Pulmo
Inspeksi Simetris, Retraksi dinding dada (-|-).
Palpasi Stem fremitus kanan dan kiri sama, nyeri tekan (-|-),
massa (-|-) jejas (-|-).
Perkusi Sonor
Auskultasi Suara vesikular dasar (SDV) : +|+
Suara rhonki -|-; Wheezing -|-
Cor
Inspeksi Iktus kordis tidak tampak.
Iktus kordis teraba di sela iga ke V, linea
Palpasi midclavicularis sinistra, tidak kuat angkat, tidak
melebar.
Perkusi Redup, tidak ada pelebaran batas jantung.
Suara S1 dan S2 terdengar regular, gallop (-),
Auskultasi
murmur (-)
Abdomen
Inspeksi Tampak cembung, caput medusa (-), striae (-),
sikatriks (-)
Auskultasi Bising usus (+) normal
Palpasi Supel, nyeri tekan (-)

Perkusi Timpani
Ekstremitas
Inspeksi Ekstremitas atas (+|+)
Ekstremitas bawah (+|+)
Palpasi akral hangat, CRT <2 detik, edema pitting (-|-)
Genitalia
Tampak benjolan pada scrotum kiri berdiameter 10cm

Gambar Klinis
PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (27 Februari 2022)

Parameter Result Normal Value


Hb 7.5 g/dL 14-18 g/dL

Leucocyte 11.55 103/µL 4,8– 10,8 103/µL

Erytrocyte 3.13 Juta/uL 4.70-6.10 juta/uL

Hematocrit 25 % 42 – 52 %

Thrombocyte 337.000 /µL 150,000 – 450,000/µL

MCV 78.3 fL 79 – 99 fL

MCH 24.0 pg 27 – 31 pg

Differential count 14.6/0.4/61.0/15.2/8.8 2-4/0-1/50-70/25-40/2-8 %


Eo/Ba/Neu/Lim/Mon

PT 10.6 Detik 9.3-11.4 detik

APTT 23.40 Detik 24.5-32.8 detik

HBsAg Rapid Non Reaktif Non Reaktif

Anti HIV Non Reaktif Non Reaktif

GDS 113 mg/dL 75-150 mg/dL


b. RONTGEN THORAX PA

Kesimpulan :
Cor tak membesar
Elongatio Aorta
Pulmo tenang
c. EKG

Kesimpulan :
Sinus Rythm
RESUME
Pasien datang ke IGD RS Siti Khodijah Pekalongan dengan keluhan benjolan pada buah
zakar sebelah kiri, tidak bisa dimasukkan. BAB tidak lancar sejak 2 minggu SMRS, dan
pasien tidak bisa kentut sejak 1 hari SMRS. Riwayat sosial ekonomi baik. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan benjolan pada scrotum sinistra berdiameter 10cm, dan bising
usus menurun. EKG dan Rontgen Thorax dalam batas normal.

DIAGNOSIS
Hernia Scrotalis Sinistra Irreponible

TATALAKSANA IGD
29-01-2022
- Infus RL 20 TPM
- Inj. Ketorolac 30mg 1 ampul
- Inj. Ranitidine 1 ampul
- Dekompresi per NGT
- Lapor dr. Edi Anggoro, Sp. B

Advis dr. Edi Anggoro, Sp. B


- Inf. RL 18 TPM
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
- Pro Herniotomy
- PDx : DR, GDS, HBsAg, PT/APTT
PROGNOSIS

1. Quo Ad Vitam : dubia ad bonam


2. Quo Ad Fungsionam : dubia ad bonam
3. Quo Ad Sanam : dubia ad bonam
PROGRESS NOTE
Hari/Tanggal Sabtu/29 Januari 2022 10.45 (IGD)
Subjektif Pasien mengeluhkan benjolan pada buah zakar kiri sejak 3 bulan SMRS,
disertai BAB tidak lancar sejak 2 minggu SMRS dan tidak bisa kentut sejak
1 hari SMRS
Objektif KU/GCS : tampak sakit sedang, CM/456
TD : 150/80 mmHg
HR : 62 x/mnt
RR : 20 x/mnt
Tax : 36.2°C
SpO2 : 98%
Pemeriksaan Fisik:
Mata : conjungtiva anemis (-|-)
Thorax : simetris, retraksi dinding dada (-|-)
Paru-paru : V|V, Rhonki : -|-, Wheezing -|-
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2dtk, edema : -|-
Status Lokalis (Regio Genitalia)
Tampak benjolan pada scrotum kiri berdiameter 10cm
Assessment Hernia Scrotalis Sinistra Irreponible
Planning - Inf. RL 18 TPM
- Inj. Ketorolac 30mg
- Inj. Ranitidine 1amp
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
- Pro Herniotomy tanggal 30 Januari 2022 jam 19.00
- Acc dr. Triyoga, Sp. An
Hari/Tanggal Minggu/30 Januari 2022 19.00 (OK)
Subjektif Pasien mengeluhkan benjolan pada buah zakar kiri sejak 3 bulan SMRS,
disertai BAB tidak lancar sejak 2 minggu SMRS dan tidak bisa kentut sejak
1 hari SMRS
Objektif KU/GCS : tampak sakit sedang, CM/456
TD : 110/70 mmHg
HR : 70 x/mnt
RR : 20 x/mnt
Tax : 36.3°C
SpO2 : 98%
Pemeriksaan Fisik:
Mata : conjungtiva anemis (-|-)
Thorax : simetris, retraksi dinding dada (-|-)
Paru-paru : V|V, Rhonki : -|-, Wheezing -|-
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2dtk, edema : -|-
Status Lokalis (Regio Genitalia)
Tampak benjolan pada scrotum kiri berdiameter 10cm
Assessment Hernia Scrotalis Sinistra Irreponible
Planning - Inf. RL 20 TPM
- Anestesi Regional SAB
- Ketorolac 30mg
- Inj. Petidin
- Pro DC
Hari/Tanggal Minggu/30 Januari 2022 20.50 (Recovery Room)
Subjektif Pasien post OP
Objektif KU/GCS : tampak sakit sedang, CM/456
TD : 110/70 mmHg
HR : 70 x/mnt
RR : 20 x/mnt
Tax : 36.3°C
SpO2 : 98%
Pemeriksaan Fisik:
Mata : conjungtiva anemis (-|-)
Thorax : simetris, retraksi dinding dada (-|-)
Paru-paru : V|V, Rhonki : -|-, Wheezing -|-
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2dtk, edema : -|-
Status Lokalis (Regio Genitalia)
Tampak benjolan pada scrotum kiri berdiameter 10cm
Assessment Hernia Scrotalis Sinistra Irreponible
Planning - Inf. RL 20 TPM
- Ketorolac 30mg / 8jam
- Inj. Anbacim 2x1gr
- PO Ciprofloxacin 2x500mg
- PO CTM 2x1tab
- PO Asam Mefenamat 2x500mg
- PO Antasida 3x1tab
- PO Eritromisin 3x500mg
Hari/Tanggal Senin/31 Januari 2022 20.50 (Ruangan)
Subjektif Pasien mengeluhkan nyeri pada luka bekas operasi
Objektif KU/GCS : tampak sakit sedang, CM/456
TD : 110/70 mmHg
HR : 80 x/mnt
RR : 222 x/mnt
Tax : 37°C
SpO2 : 98%
Pemeriksaan Fisik:
Mata : conjungtiva anemis (-|-)
Thorax : simetris, retraksi dinding dada (-|-)
Paru-paru : V|V, Rhonki : -|-, Wheezing -|-
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2dtk, edema : -|-
Assessment Hernia Scrotalis Sinistra Irreponible Post Herniotomy
Planning - Inf. RL 20 TPM
- Ketorolac 30mg / 8jam
- Inj. Anbacim 2x1gr
- PO Ciprofloxacin 2x500mg
- PO CTM 2x1tab
- PO Asam Mefenamat 2x500mg
- PO Antasida 3x1tab
- PO Eritromisin 3x500mg
Hari/Tanggal Selasa/1 Februari 2022 13.45 (Ruangan)
Subjektif Keluhan nyeri berkurang
Objektif KU/GCS : tampak sakit ringan, CM/456
TD : 110/70 mmHg
HR : 71 x/mnt
RR : 20 x/mnt
Tax : 36.4°C
SpO2 : 98%
Pemeriksaan Fisik:
Mata : conjungtiva anemis (-|-)
Thorax : simetris, retraksi dinding dada (-|-)
Paru-paru : V|V, Rhonki : -|-, Wheezing -|-
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2dtk, edema : -|-
Assessment Hernia Scrotalis Sinistra Irreponible Post Herniotomy
Planning Pasien BLPL, terapi pulang :
- PO Ciprofloxacin 3x500mg
- PO CTM 2x1tab
- PO Asam Mefenamat 2x500mg
- PO Antasida 3x1tab
- PO Eritromisin 3x500mg
- PO OBH Combi 3xCI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Hernia scrotalis paling sering disebabkan oleh hernia inguinalis tidak langsung. Hernia
inguinalis adalah kondisi prostrusi (penonjolan) organ intestinal masuk ke rongga melalui defek
atau bagian dinding yang tipis atau lemah dari cincin inguinalis. Materi yang masuk lebih sering
adalah usus halus, tetapi bisa juga merupakan suatu jaringan lemak atau omentum (Amrizal,
2015).
Hernia inguinalis adalah penonjolan isi rongga perut melalui kanalis inguinalis. Ada
dua jenis hernia inguinalis, langsung dan tidak langsung, yang didefinisikan oleh hubungannya
dengan pembuluh epigastrium inferior. Hernia inguinalis langsung menonjol ke medial ke
pembuluh epigastrium inferior ketika isi perut hernia melalui cincin inguinalis eksterna. Hernia
inguinalis tidak langsung terjadi ketika isi perut menonjol melalui cincin inguinalis dalam,
lateral ke pembuluh epigastrikus inferior; ini mungkin disebabkan oleh kegagalan penutupan
embrionik dari processus vaginalis.(Chiow et al, 2010)
Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis, diduga mempunyai
penyebab kongenital. Kantong hernia merupakan sisa prosesus vaginalis peritonei sebuah
kantong peritoneum yang menonjol keluar, yang pada janin berperan dalam pembentukan
kanalis inguinalis. Oleh karena itu kantong hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis melalui
anulus inguinalis internus yang terletak di sebelah lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri
kanalis nguinalis dan keluar ke rongga perut melalui anulis inguinalis eksternus. lateral dari
arteria dan vena epigastrika inferior (Amrizal,2015).

2. Etiologi
Etiologi hernia inguinal dapat diklasifikasikan menjadi kongenital atau dapatan
(acquired). Tipe kongenital disebabkan oleh patent processus vaginalis yaitu invaginasi
peritoneum parietal yang didahului desensus testis melalui kanalis ingunalis selama
embryogenesis. Disebut juga hernia indirek yang menjulur melalui ingunal ring internal lateral
menuju epigastric vessels. Kejadian hernia indirek lebih banyak dua kali lipat dibanding hernia
inguinal direk. Masih merupakan perdebatan bahwa semua hernia inguinal indirek dihasilkan
dari processus vaginalis yang tidak pernah tertutup. Dalam penelitian Jiang dan Mouravas,
hernia inguinal indirek pada orang dewasa dapat berkembang setelah tekanan long term pada
processus vaginalis yang terlah tertutup kecuali pada neck of hernia sac (Morisson, 2020).
Processus vaginalis dibentuk dari protrusi peritoneum selama desensus testis.
Seharusnya, processus vaginalis mengalami obliterasi. Processus vaginalis yang persisten
sering menyebabkan hernia inguinal kanan pada anak-anak, sedangkan pada bayi premature
akan menyebabkan hernia bilateral. Selain patensi processus vaginalis, faktor lain yang
berperan dalam terjadinya herniasi adalah orificium annulus proksimal yang lebar.
Processus vaginalis yang paten merupakan resiko berkembangnya hernia lateral.
Gagalnya obliterasi terjadi karena persistensi sel otot polos dan insufisiensi pelepasan kalsitonin
yang disebabkan gene related peptide dari nervus genitofemoral.
Sel otot polos memiliki fungsi pada proses desensus testis, yaitu mendorong testis ke
dalam skrotum. Setelahnya, sel akan apoptosis dan memfasilitasi obliterasi processus vaginalis.
Otot polos sering ditemukan dalam hernia sac dibanding hydrocele dan undescended testis, dan
penelitian membuktikan bahwa adanya insufisiensi apoptosis dan ketiadaan apoptotic nuclei
pada otot polos dalam processus vaginalis. Selain itu, otot polos dapat ditemukan dalam local
thickening sekitar internal ring dari hernia lateral yang menunjukkan bahwa obliterasi processus
vaginalis tidak komplit dan hersniasi dapat terjadi melalui paten atau reopened processus
vaginalis. Apoptosis yang gagal dapat berhubungan dengn daraf simpatis yang meningkatkan
pertumbuhan otot polos dan merawat otot polos secara in vitro. Androgen secara tidak langsung
meregulasi desensus testis dengan cara mengaktifkan nervus genitofemoral melalui calsitonin
gene related peptide. Peptida ini mendorong obliterasi processus vaginalis melalui transformasi
sel epitelial menjadi fenotip sel mesenkimal. Masih belum dapat dipastikan apakah defisiensi
calcitonin gene-related peptide dapat mengganggu proses obliterasi processus vaginalis.

3. Epidemiologi
Hernia pada daerah inguinal dapat terjadi pada pria dan wanita, dari neonatal sampai
lansia, tetapi jenis dan etiologinya berbeda. Pada pria, 97 % dari hernia terjadi di daerah
inguinalis, 2 % sebagai hernia femoralis. Hernia pada anak sering terjadi karena gangguan
anatomi sedangkan pada dewasa karena faktor eksternal. Hernia inguinal dapat dibagi menjadi
hernia medial dan lateral. Hernia inguinal pada anak hampir selalu lateral. Dibandingkan hernia
medial, hernia lateral lebih sering terjadi. Meskipun lebih sering lateral, hernia medial lebih
sering terjadi kekambuhan setelah repair (Morisson, 2020).
Hernia inguinalis merupakan hernia yang mempunyai angka kejadian yang paling
tinggi. Sekitar 75% hernia terjadi di region inguinalis, 50% merupakan hernia inguinalis indirek
dan 25% adalah hernia inguinal direk. Pada wanita, hernia inguinalis lateral dapat mencapai
labia mayora dan pada pria dapat mencapai skrotum (Sabiston, 2010). Populasi dewasa dari
15% yang menderita hernia inguinal, 5-8% pada rentang usia 25-40 tahun dan mencapai 45%
pada usia 75 tahun. Hernia inguinalis dijumpai 25 kali lebih banyak pada laki-laki dibanding
perempuan. Angka kemungkinan terjadinya hernia strangulata adalah 2,8 persen setelah 3 bulan
munculnya hernia dan 4,5 persen setelah dua tahun (Astuti dkk, 2018).
4. Anatomi
Kanalis inguinalis adalah saluran yang berjalan oblik (miring) dengan panjang 4cm
dan terletak 2-4cm diatas ligamentum inguinale, Ligamentum Inguinale merupakan penebalan
bagian bawah aponeurosis muskulus oblikus eksternus Terletak mulai dari SIAS sampai ke
ramus superior tulang pubis. (Amrizal , 2015). Dinding yang membatasi kanalis inguinalis
adalah:

Gambar 2 Anatomi region inguinal


⁃ Anterior: dibatasi oleh aponeurosis muskulus oblikus eksternus dan 1/3 lateralnya muskulus
oblikus internus.
⁃ Posterior: dibentuk oleh aponeurosis muskulus transversus abdominis 
yang bersatu dengan
fasia transversalis dan membentuk dinding posterior di bagian lateral. Bagian medial dibentuk
oleh fasia transversa dan konjoin tendon, dinding posterior berkembang dari aponeurosis
muskulus transversus abdominis dan fasia transversal.
⁃ Superior: dibentuk oleh serabut tepi bawah muskulus oblikus internus dan muskulus transversus
abdomnis dan aponeurosis.
⁃ Inferior: dibentuk oleh ligamentum inguinale dan lakunare bagian ujung atas dari kanalis
inguinalis adalah internal inguinal ring. Ini merupakan defek normal dan fasia transversalis dan
berbentuk huruf “U” dan “V” dan terletak di bagian lateral dan superior. Batas cincin interna
adalah pada bagian atas muskulus transversus abdominis, iliopubik tract dan interfoveolar
(Hasselbach) ligament dan pembuluh darah epigastrik inferior di bagian medial.
Kanalis inguinalis pria terdapat duktus deferens, tiga arteri yaitu: arteri spermatika
interna, arteri diferential dan arteri spermatika eksterna, lalu plexus vena pampiniformis, juga
terdapat tiga nervus yaitu: cabang genital dari nervus genitofemoral, nervus ilioinguinalis dan
serabut simpatis dari plexus hipogastrik dan tiga lapisan fasia yaitu: fasia spermatika eksterna
yang merupakan lanjutan dari fasia innominate, lapisan kremaster berlanjut dengan serabut-
serabut muskulus oblikus internus, dan fasia otot lalu fasia spermatika interna yang merupakan
perluasan dari fasia transversal ( Amrizal , 2015 ).
Fasia transversalis tipis dan melekat serta menutupi muskulus transversus abdominis.
Segitiga Hasselbach, pada tahun 1814 Hasselbach mengemukan dasar dari segitiga yang
dibentuk oleh pekten pubis dan ligamentum pektinea ( Amrizal , 2015 ). Segitiga ini dibatasi
oleh:
a. Supero-lateral: pembuluh darah epigastrika inferior
b. Medial: bagian lateral rektus abdominis
c. Inferior: ligamentum inguinale

Dasarnya dibentuk oleh fascia transversalis yang diperkuat serat aponeurosis


m.transversus abdominis. Hernia yang melewati trigonum Hiesselbach disebut sebagai hernia
direk, sedangkan hernia yang muncul lateral dari trigonum ini adalah hernia indirek

5. Patofisiologi
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 dari
kehamilan, terjadinya desensus testikulorum melalui kanalis inguinalis. Penurunan testis itu
akan menarik peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi tonjolan peritoneum yang disebut
dengan prosesus vaginalis peritonea. Bila bayi lahir umumnya prosesus ini telah mengalami
obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Tetapi dalam beberapa
hal sering belum menutup, karena testis yang kiri turun terlebih dahulu dari yang kanan, maka
kanalis inguinalis yang kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal, kanal yang terbuka
ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka sebagian, maka akan timbul hidrokel.
Bila kanal terbuka terus, karena prosesus tidak berobliterasi maka akan timbul hernia inguinalis
lateralis kongenital (Amrizal, 2015).
Proses penurunan testis merupakan proses yang khas oleh karena penurunan testis
diikuti oleh peritoneum, dinding depan abdomen, dan pembuluh darah, saraf, limphe dari kavum
abdomen. Hingga mendekati masa akhir kehidupan janin, testis tetap berada di rongga
abdomen. Pada awalnya testis terletak di dinding belakang abdomen setinggi vertebra lumbalis
I-II (Rasjad, 2010).
Dari pole bawah testis terdapat suatu lipatan jaringan yang disebut gubernaculum
testis, lipatan jaringan ini akan berlanjut kedaerah inguinal. Testis dan gubernaculum terletak
dibelakang peritoneum primitive, peritoneum akan terdorong kedepan oleh testis dan
gubernaculum. Kemudian gubernaculum membentuk suatu lipatan pelapis dengan peritoneum
yang akan melapisi testis hampir secara sempurna. Pada saat itu testis melekat di dinding
posterior abdomen pada suatu cekungan yang disebut mesorchium. Pada bulan ketiga
kehidupan janin, testis terletak pada fossa iliaca dan pada bulan ketujuh testis sudah berada
didekat annulus inguinalis interna (Rasjad, 2010).
Penurunan testis dimulai pada sekitar minggu ke-10. Walaupun mekanismenya belum
diketahui secara pasti, namun para ahli sepakat bahwa terdapat beberapa faktor yang berperan
penting, yakni: faktor endokrin, mekanik (anatomik), dan neural. Terjadi dalam dua fase yang
dimulai sekitar minggu ke-10 kehamilan segera setelah terjadi diferensiasi seksual. Fase
transabdominal dan fase inguinoskrotal. Keduanya terjadi dibawah kontrol hormonal yang
berbeda (Rasjad, 2010).
Fase transabdominal terjadi antara minggu ke-10 dan 15 kehamilan, dimana testis
mengalami penurunan dari urogenital ridge ke regio inguinal. Hal ini terjadi akibat adanya
regresi ligamentum suspensorium kranialis dibawah pengaruh androgen (testosteron), disertai
pemendekan gubernaculum (ligamen yang melekatkan bagian inferior testis ke segmen bawah
skrotum) dibawah pengaruh MIF (Müllerian Inhibiting Factor). Dengan perkembangan yang
cepat dari region abdominopelvic maka testis akan terbawa turun ke daerah inguinal anterior.
Pada bulan ke-3 kehamilan untuk psosesus vaginalis yang secara bertahap berkembang kearah
skrotum. Selanjutnya fase ini akan menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7 kehamilan (Rasjad,
2010).
Teststeron diproduksi oleh sel leydig testis, merangsang duktus wolfi menjadi
epididimis, vas deferens, dan vesikula seminalis. Struktur wolfii terletak paling dekat dengan
sumber testosterone. MIS diproduksi oleh sel sertroli testis, penting untuk perkembangan duktus
internal laki-laki normal, merupakan suatu protein dengan berat molekul 15.000, yang disekresi
mulai minggu ke delapan. Peran utamanya adalah represi perkembangan pasif duktus mulleri
(tuba fallopi, uterus, vagina atas) (Rasjad, 2010).
Fase inguinoskrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai minggu ke-35
kehamilan. Testis mengalami penurunan dari regio inguinal kedalam skrotum dibawah
pengaruh hormone androgen. Mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun diduga
melalui mediasi pengaluaran calcitonin gene related peptide (CGRP). Androgen akan
merangsang nervus genitofemoral untuk mengeluarkan CGRP yang menyebabkan kontraksi
ritmis dari gubernaculum. Faktor mekanik yang turut berperan pada fase ini adalah tekanan
abdominal yang meningkat yang menyebabkan keluarnya testis dari kavum
abdomen,disamping itu tekanan abdomen akan menyebabkan terbentuknya ujung dari prosesus
vaginalis melalui kanalis inguinalis menuju skrotum. Proses penurunan testis ini masih bisa
berlangsung sampai bayi usia 9-12 bulan (Rasjad, 2010).
Gambar 6. Penurunan Gonad (Richard, 2014)

Biasanya hernia pada orang dewasa ini terjadi kerana usia lanjut, karena pada umur tua
otot dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan
tubuh mengalami proses degenerasi. Pada orang tua prosesus tersebut telah menutup. Namun
karena daerah ini merupakan locus minoris resistance, maka pada keadaan yang menyebabkan
tekanan intra abdominal meningkat seperti batuk – batuk kronik, bersin yang kuat dan
mengangkat barang – barang berat, serta mengejan, prosesus yang sudah tertutup dapat terbuka
kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan
keluar melalui defek tersebut. Akhirnya menekan dinding rongga yang telah melemas akibat
trauma, hipertropi protat, ascites, kehamilan, obesitas, dan kelainan kongenital dan dapat terjadi
pada semua (Mansjoer, 2000)
Gambar 7. Patofisiologi Hernia Inguinalis (Mansjoer, 2000)
6. Klasifikasi
a. Berdasarkan Kondisi Reposisi
• Hernia Reponibel
Pembagian hernia reponibel dan irreponibel adalah berdasarkan mobilitas
jaringan yang berada dalam kantung hernia. Hernia reponibel adalah hernia dimana isi
kantungnya dapat keluar masuk tetapi kantungnya menetap. Isinya tidak serta merta
muncul secara spontan, namun terjadi bila disokong gaya gravitasi atau tekanan
intraabdominal yang meningkat. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi
jika berbaring atau didorong masuk perut, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi
usus (Henry dan Thompson, 2005)

Gambar 9. Hernia Reponibel

• Hernia Ireponibel
Hernia ireponibel adalah hernia dimana isi kantong tidak dapat direposisi
kembali kedalam rongga perut. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada
peritoneum kantong hernia. Hernia ini disebut hernia akreta. Dapat juga terjadi karena
leher yang sempit dengan tepi yang kaku (misalnya pada femoral, umbilical). Tidak ada
keluhan rasa nyeri ataupun sumbatan usus. Hernia ireponibel mempunyai resiko yang
lebih besar untuk terjadi obstruksi dan strangulasi daripada hernia reponibel. (Henry dan
Thompson, 2005)

Gambar 9. Hernia Ireponibel


b. Berdasarkan Kondisi Isi Hernia
• Hernia Inkarserata
Hernia inkarserata merupakan lanjutan dari hernia ireponibel, dimana isi kantung
hernia yang tidak dapat kembali ke posisi anatomis dan ‘terjebak’ atau terjerat’ dalam
kantung hernia. Isi kantung yang sering – usus – terjebak dalam kantung hernia yang
terbatas sehingga lumennya tertutup. Hal ini terjadi karena perlekatan antara isi dengan
kantung hernia. Jika obstruksi terjadi pada kedua tepi usus, cairan berakumulasi di
dalamnya dan terjadi distensi (closed loop obstruction). Istilah ’inkarserata’ terkadang
dipakai untuk menggambarkan hernia yang ireponibel tetapi tidak terjadi strangulasi
(Henry dan Thompson, 2005). Operasi darurat untuk hernia inkarserata merupakan
operasi terbanyak nomor dua operasi darurat untuk apendisitis. Selain itu, hernia
inkarserata merupakan penyebab obstruksi usus nomor satu di Indonesia (Sjamsuhidajat
dan De Jong, 2005).
• Hernia Strangulasi
Jika hernia inkarserata tidak ditatalaksana segera, dapat terjadi hernia strangulasi.
Hernia strangulasi terjadi saat suplai darah untuk isi kantung hernia terputus. Kejadian
patologis selanjutnya adalah oklusi vena dan limfe; akumulasi cairan jaringan (edema)
menyebabkan pembengkakan lebih lanjut, dan sebagai konsekuensinya peningkatan
tekanan vena. Terjadi perdarahan vena karena pembengkakan akhirnya mengganggu
aliran arteri. Jaringan isi hernia mengalami iskemi dan nekrosis. Jika isi hernia
abdominal bukan usus, misalnya omentum, terjadi nekrosis yang bersifat steril (Henry
dan Thompson, 2005). Namun strangulasi usus yang paling sering terjadi dapat
menyebabkan nekrosis yang terinfeksi (gangren). Mukosa usus terlibat dan dinding usus
menjadi permeabel terhadap bakteri, yang bertranslokasi dan masuk ke dalam kantong
dan dari sana menuju pembuluh darah. Usus yang infark dan rentan, mengalami perforasi
(biasanya pada leher pada kantong hernia) dan cairan lumen yang mengandung bakteri
keluar menuju rongga peritonial menyebabkan peritonitis. Terjadi syok sepsis dengan
gagal sirkulasi dan kematian. Bila strangulasi hanya menjepit sebagian dinding usus,
hernianya disebut hernia Richter. Ileus obstruksi mungkin parsial atau total, sedangkan
benjolan hernia tidak ditemukan dan baru terdiagnosis pada waktu laparatomi.
Komplikasi hernia Richter adalah strangulasi sehingga terjadi perforasi usus, dan pada
hernia femoralis tampak seperti abses di daerah inguinal (Sjamsuhidajat dan De Jong,
2005).

Gambar 11. Hernia Inkarserata dan Hernia Strangulasi


7. Manifestasi Klinis
Sebagian besar hernia inguinalis adalah asimtomatik, dan kebanyakan ditemukan pada
pemeriksaan fisik rutin dengan palpasi benjolan pada annulus inguinalis superfisialis atau suatu
kantong setinggi annulus inguinalis profundus (Sabiston, 2010). Pada umumnya keluhan pada
orang dewasa berupa benjolan di lipat paha yang timbul pada waktu mengedan. Batuk atau
mengangkat benda berat, dan menghilang waktu istirahat baring. Pada bayi dan anak-anak
adanya benjolan yang hilang timbul di lipat paha biasanya diketahui oleh orang tua. Jika hernia
terjadi pada anak atau bayi, gejalanya terlihat anak sering gelisah, banyak menangis, dan
kadang-kadang perut kembung, harus dipikirkan kemungkinan terjadi hernia strangulata. Pada
inspeksi diperhatikan keadaan asimetri pada kedua sisi lipat paha, skrotum atau labia dalam
posisi berdiri dan berbaring (Amrizal, 2015).
Pasien diminta mengedan atau batuk sehingga adanya benjolan atau keadaan asimetri
dapat dilihat. Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, di raba konsistensinya dan
dicoba mendorong apakah benjolan dapat direposisi. Setelah benjolan tereposisi dengan jari
telunjuk atau jari kelingking pada anak-anak. Cincin hernia dapat diraba, dan berupa anulus
inguinalis yang melebar (Sjamsuhidajat, 2011).
Gambaran klinis yang penting dalam penilaian hernia inguinalis meliputi tipe,
penyebab, dan gambaran. Hernia inguinalis direct , isi hernia tidak terkontrol oleh tekanan pada
cincin internal, serta khasnya dapat menyebabkan benjolan ke depan pada lipat paha, tidak turun
ke dalam skrotum. Hernia inguinalis indirect , isi hernia dikontrol oleh tekanan yang melewati
cincin internal, seringkali turun ke dalam skrotum (Amrizal, 2015).

8. Penegakkan Diagnosis
a. Anamnesis
Sebagian besar hernia inguinalis adalah asimptomatik, namun pada beberapa kasus
dapat ditemukan keluhan seperti (Amrizal, 2015). Namun pasien mungkin mengeluh ada
tonjolan di lipat paha, pada beberapa orang adanya nyeri dan membengkak pada saat
mengangkat atau ketegangan. Seringnya hernia ditemukan pada saat pemeriksaan fisik
misalnya pemeriksaan kesehatan sebelum masuk kerja. Beberapa pasien mengeluh adanya
sensasi nyeri yang menyebar biasanya pada hernia ingunalis lateralis, perasaan nyeri yang
menyebar hingga ke scrotum. Dengan bertambah besarnya hernia maka diikuti rasa yang
tidak nyaman dan rasa nyeri, sehingga pasien berbaring untuk menguranginya (Carol,2019).
Pada umumnya hernia direct akan memberikan gejala yang sedikit dibandingkan hernia
ingunalis lateralis dan juga kemungkinannya lebih berkurang untuk menjadi inkarserasi atau
strangulasi (Carol,2019).

b. Pemeriksaan Fisik
Pasien akan diperiksa dalam posisi berdiri dan berbaring dengan dilakukan inspeksi palpasi,
perkusi dan auskultasi (Lutfi,2007).
Inspeksi :
Ø Tampak benjolan di lipatan paha simetris atau asimetris pada posisi berdiri.
Ø Benjolan biasanya muncul muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan
menghilang setelah berbaring
Ø Apabila tidak didapatkan benjolan, pasien diminta untuk melakukan maneuver valsava.
Ø Benjolan berbentuk lonjong (HIL) atau bulat (HIM)
Ø Tanda-tanda radang ada atau tidak, pada hernia inguinalis biasanya tanda radang (-).
Palpasi :
Ø Dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, bila tidak tampak benjolan penderita
diminta mengejan atau melakukan maneuver valsava.
Ø Titik tengah antar SIAS dengan tuberkulum pubicum ditekan lalu pasien disuruh
mengejan. Jika terjadi penonjolan di sebelah medial maka dapat diasumsikan bahwa itu
hernia inguinalis medialis.Titik yang terletak di sebelah lateral tuberkulum pubikum
ditekan lalu pasien disuruh mengejan jika terlihat benjolan di lateral titik yang kita tekan
maka dapat diasumsikan sebagai hernia inguinalis lateralis.
Ø Temukan konsistensi
Ø Lakukan reposisi (bisa masuk atau tidak)
Ø Kompresable umumnya (+)
Ø Untuk membedakan antara hernia inguinalis lateralis dan medialis dapat dilakukan
beberapa macam test (provokasi test)
Perkusi :
Ø Bila didapatkan perkusi perut kembung maka harus dipikirkan kemungkinan hernia
strangulasi.
Auskultasi :
Ø Ditemukan suara bising usus (di atas benjolan).
Ø Hiperperistaltis didapatkan pada auskultasi abdomen pada hernia yang mengalami
obstruksi usus (hernia inkarserata).

1. Pemeriksaan Finger Test (Burhitt, 2003)


1. Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5
2. Dimasukkan lewat skrotum melalui anulus eksternus ke kanal inguinal
3. Penderita disuruh batuk :
• Bila impuls diujung jari berarti Hernia Inguinalis Lateralis
• Bila impuls disamping jari Hernia Inguinalis Medialis

Gambar 12 Pemeriksaan Finger Test (Emeralda, 2014)

2. Pemeriksaan Zieman Test (Burhitt, 2003)


1. Posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu (biasanya oleh penderita).
2. Hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan.
3. Penderita disuruh batuk bila rangsangan pada :
• jari ke 2 : Hernia Inguinalis Lateralis
• jari ke 3 : hernia Ingunalis Medialis
• jari ke 4 : Hernia Femoralis
Gambar 13 Pemeriksaan Zieman Test (Emeralda, 2014)

3. Pemeriksaan Thumb Test (Burhitt, 2003)


Anulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh mengejan
• Bila keluar benjolan : Hernia Inguinalis Medialis
• Bila tidak keluar benjolan : Hernia Inguinalis Lateralis

Gambar 14 Pemeriksaan Thumb Test (Burhitt, 2003)

c. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendukung kearah adanya strangulasi, sebagai berikut :
• Leukocytosis dengan shift to the left yang menandakan strangulasi.
• Elektrolit, BUN, kadar kreatinine yang tinggi akibat muntah-muntah dan menjadi
dehidrasi.
• Tes Urinalisis untuk menyingkirkan adanya masalah dari traktus genitourinarius yang
menyebabkan nyeri lipat paha.
Untuk mencari kemungkinan adanya tekanan intra peritoneal meningkat ,sebagai penyebab
timbulnya hernia (Lutfi,2007).
• Rectal toucher : BPH, Stenosis anal, Tumor recti
• Foto Thoraks : Batuk kronis, asma, tumor paru
• USG abdomen : asites, tumor abdomen
Pada hernia pemeriksaan radiologis tidak diperlukan pada pemeriksaan rutin
.Ultrasonografi dapat digunakan untuk membedakan adanya massa pada lipat paha atau dinding
abdomen dan juga membedakan penyebab pembengkakan testis. Pemeriksaan Ultrasound pada
daerah inguinal dengan pasien dalam posisi supine dan posisi berdiri dengan manuver valsafa
dilaporkan memiliki sensitifitas dan spesifisitas diagnosis mendekati 90% (Carol, 2019).
Pemeriksaan ultrasonografi juga berguna untuk membedakan hernia inkarserata dari
suatu nodus limfatikus patologis atau penyebab lain dari suatu massa yang teraba di inguinal.
Pada pasien yang sangat jarang dengan nyeri inguinal tetapi tak ada bukti fisik atau sonografi
yang menunjukkan hernia inguinalis. CT scan dapat digunakan untuk mengevaluasi pelvis
untuk mencari adanya hernia obturator (Carol, 2019).

Gambar 15 Gambaran Hernia Inguinalis (Carol, 2019)

9. Tatalaksana
a. Non Operatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan reposisi dan pemakaian penyangga
atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi (pemakaian sabuk
TRUSS) (Lutfi dkk,2007).
Indikasi :
● Bila penderita menolak operasi
● Terdapat penyakit penyerta yang berat dan dapat meningkatkan tekanan intraabdominal
(asites, sirosis hati, tumor paru)
● Hernia inguinalis media dengan ukuran kecil dan belum menimbulkan gangguan
b. Operatif
1. Prinsip Pengobatan Operative pada Hernia Inguinalis
Sebelum tindakan operasi pada pasien hernia, terlebih dahulu juga harus
memperbaiki faktor yang memperburuk hernia (batuk kronis, obstruksi prostat, tumor
kolon, ascites (Amriza,2015).
Tindakan operatif harus dengan indikasi :
● Hernia inguinalis dengan komplikasi inkarserata ataupun stangulata
● Hernia inguinalis lateralis pada anak maupun dewasa
● Hernia inguinalis medialis yang cukup besar dan mengganggu
2. Jenis-jenis Operasi pada Hernia Inguinalis
Tujuan dari semua perbaikan hernia adalah untuk menghilangkan kantong
peritoneal (pada hernia) inguinalis indirek) dan untuk menutupi defek pada fasia di
dinding inguinal. Perbaikan tradisional didekati jaringan asli menggunakan jahitan
permanen.
• Herniotomi
Herniotomi adalah tindakan membuka kantong hernia, memasukkan kembali
isi kantong hernia ke rongga abdomen, serta mengikat dan memotong kantong hernia.
Herniotomi dilakukan pada anak-anak dikarenakan penyebabnya adalah proses
kongenital dimana prossesus vaginalis tidak menutup (Sjamsuhidajat, 2011).
• Herniorafi
Herniorafi adalah membuang kantong hernia disertai tindakan bedah plastic
untuk memperkuat dinding perut bagian bawah di belakang kanalis inguinalis.
Herniorafi dilakukan pada orang dewasa karena adanya kelemahan otot atau fasia
dinding belakang abdomen (Muttaqin dkk,2011).
• Hernioplasti
Hernioplasti adalah tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis (Amrizal, 2015).
10. Komplikasi
a. Jenis-jenis Komplikasi Hernia :
1. Hernia Inkarserata
Isi hernia yang terjepit oleh cincin hernia yang menimbulkan gejala obstruksi
usus yang sederhana, menyebabkan gangguan dari pasase usus, mual, dan muntah.
Hernia yang membesar mengakibatkan nyeri dan tegang. Pada hernia inkarserata, hernia
tidak dapat direposisi (Bland, 2002).
2. Hernia Strangulasi
Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia.
Pada permulaan, terjadi bendungan vena sehingga terjadi oedem organ atau struktur di
dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya oedem menyebabkan
jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan
terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudat berupa
cairan serosanguinus (Bland, 2002).

b. Komplikasi lain yang dapat terjadi :


1. Terjadi perlekatan antara isi hernia dengan kantong hernia, sehingga isi hernia tidak
dapat dimasukkan kembali.
2. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung,muntah dan
konstipasi.
3. Bila isi perut terjepit dapat terjadi : shock, demam, asidosis metabolic, dan abses. (Lutfi
dkk, 2007)
c. Komplikasi post operasi
1. Hematoma (pada luka atau pada skrotum)
2. Infeksi luka operasi
3. Nyeri kronis
4. Nyeri dan pembengkakan testis yang menyebabkan atrofi testis
5. Rekurensi
6. Cedera vena femoralis,nervus illioinguinalis, nervus illiofemoralis, duktus deferens atau
buli-buli (Lutfi dkk, 2007)

11. Prognosis
Prognosis tergantung pada keadaan umum penderita serta ketepatan penanganan.
Namun pada umumnya “baik” karena kekambuhan setelah operasi jarang terjadi, kecuali pada
hernia berulang atau hernia yang besar yang memerlukan penggunaan materi prosthesis
(Eubanks,2004).
Pada penyakit hernia ini yang penting adalah mencegah faktor predisposisinya
(Townsend, 2004).
BAB III
KESIMPULAN

Hernia scrotalis paling sering disebabkan oleh hernia inguinalis tidak langsung. Hernia
inguinalis adalah kondisi prostrusi (penonjolan) organ intestinal masuk ke rongga melalui defek
atau bagian dinding yang tipis atau lemah dari cincin inguinalis. Materi yang masuk lebih sering
adalah usus halus, tetapi bisa juga merupakan suatu jaringan lemak atau omentum. Hernia
inguinalis adalah penonjolan isi rongga perut melalui kanalis inguinalis. Ada dua jenis hernia
inguinalis, langsung dan tidak langsung. Etiologi hernia inguinal dapat diklasifikasikan menjadi
kongenital atau dapatan (acquired). Hernia pada daerah inguinal dapat terjadi pada pria dan wanita,
dari neonatal sampai lansia, tetapi jenis dan etiologinya berbeda. Pada pria, 97 % dari hernia terjadi
di daerah inguinalis, 2% sebagai hernia femoralis. Hernia pada anak sering terjadi karena gangguan
anatomi sedangkan pada dewasa karena faktor eksternal. Hernia inguinal dapat dibagi menjadi
hernia medial dan lateral. Hernia inguinal pada anak hampir selalu lateral. Dibandingkan hernia
medial, hernia lateral lebih sering terjadi. Meskipun lebih sering lateral, hernia medial lebih sering
terjadi kekambuhan setelah repair.
Pembagian hernia reponibel dan irreponibel adalah berdasarkan mobilitas jaringan yang
berada dalam kantung hernia. Hernia reponibel adalah hernia dimana isi kantungnya dapat keluar
masuk tetapi kantungnya menetap. Hernia ireponibel adalah hernia dimana isi kantong tidak dapat
direposisi kembali kedalam rongga perut. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada
peritoneum kantong hernia. Hernia juga dibagi berdasarkan kondisi isi hernia, yaitu hernia
inkarserata yang merupakan lanjutan dari hernia ireponibel, dimana isi kantung hernia yang tidak
dapat kembali ke posisi anatomis dan ‘terjebak’ atau ‘terjerat’ dalam kantung hernia. Dan hernia
strangulasi, dimana jika hernia inkarserata tidak ditatalaksana segera, dapat terjadi hernia
strangulasi. Hernia strangulasi terjadi saat suplai darah untuk isi kantung hernia terputus.
Sebagian besar hernia inguinalis adalah asimtomatik, dan kebanyakan ditemukan pada
pemeriksaan fisik rutin dengan palpasi benjolan pada annulus inguinalis superfisialis atau suatu
kantong setinggi annulus inguinalis profundus. Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa
benjolan di lipat paha yang timbul pada waktu mengedan. Batuk atau mengangkat benda berat, dan
menghilang waktu istirahat baring. Pemeriksaan fisik khusus yang dapat dilakukan pada hernia
seperti finger test, zieman test dan thumb test. Tatalaksana hernia sendiri dibagi menjadi 2, yaitu
non operatif dan operatif. Tatalaksana non operatif diindikasikan bila penderita menolak operasi,
atau terdapat penyakit penyerta yang berat dan dapat meningkatkan tekanan intraabdominal (asites,
sirosis hati, tumor paru), atau hernia inguinalis media dengan ukuran kecil dan belum menimbulkan
gangguan. Untuk tatalaksana operatif sendiri, terdiri dari herniotomy, herniorafi dan hernioplasty.
Prognosis tergantung pada keadaan umum penderita serta ketepatan penanganan. Namun pada
umumnya “baik” karena kekambuhan setelah operasi jarang terjadi, kecuali pada hernia berulang
atau hernia yang besar yang memerlukan penggunaan materi prosthesis.
DAFTAR PUSTAKA

Amrizal. 2015. Hernia Inguinalis : Tinjauan Pustaka. Syifa’ Medika, 6(1);1-12

Astuti, Meri Fuji dkk. 2018. Hubungan antara Usia dan Hernia Inguinalis
di RSUD dr. Soedarso Pontianak. Jurnal Cerebellum, 4 (2); 1052-1058

Bland, Kirby I. 2002. Inguinal Hernias. The Practice of General Surgery. New York.WB Saunders
Company.

Burhitt & O.R.G. 2003. Quick. Essential Surgery . Edisi III

Carol DS . 2019. Inguinal hernia. Accesed on 13th April 2020 Available at


http://www.webmed.com/digestive-disorders/tc/Inguinal-Hernia

Chiow, A. K. H., Chong, C. K., & Tan, S.-M. (2010). Inguinal Hernias: A Current Review of an
Old Problem. Proceedings of Singapore Healthcare, 19(3), 202–
211. https://doi.org/10.1177/201010581001900306

Lutfi, Achmad dan Thalut Kamardi.2007. Dinding Perut, Hernia, Retroperineum, dan Omentum.
Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 3. EGC

Morrison Z, Kashyap S, Nirujogi VL. Adult Inguinal Hernia. [Updated 2020 Apr 21]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-.

Rasjad C. Hernia. Dalam : Sjamsuhidajat R, Jong WD, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2010;

Richard L Drake, Wayne Vogl, Adam WMMitchell. 2014. Gray’s Anatomy: Anatomy of the
Human Body. Elsevier.

Mansjoer, Suprohaita, W.K. Wardhani, W. Setiowulan. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
III, Jilid II. Penerbit Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.

Henry MM, Thompson JN , 2005, Principles of Surgery, 2nd edition, Elsevier Saunders, page 431-
445.

Sjamsuhidajat R, Wim de Jong, 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta, EGC, Hal: 523-537

Townsend, Courtney M. 2004. Hernias. Sabiston Textbook of Surgery. 17th Edition.


Philadelphia. Elsevier Saunders. 1199-1217.

Anda mungkin juga menyukai