Anda di halaman 1dari 41

Portofolio

Unstable Angina Pectoris (UAP)

DD/ Non-ST-Segment Elevation Myocardial Infarction

Oleh :

dr. Teguh Alman Faluti

Preseptor :

dr. Putri Mardhatillah, Sp.JP

Pendamping :

dr. Hauna Allan Fitri

PROGRAM INTERSHIP DOKTER INDONESIA

RSUD dr. RASIDIN PADANG

2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................... i
BAB I. LAPORAN KASUS........................................................................................ 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................14
2.1. Sindrom Koroner Akut................................................................................. 14
2.1.1 Definisi............................................................................................... 14
2.1.2 Klasifikasi........................................................................................... 14
2.1.3 Patofisiologi........................................................................................ 15
2.2. Angina Pectoris Tidak Stabil ....................................................................... 22
2.2.1 Definisi............................................................................................... 22
2.2.2 Klasifikasi........................................................................................... 23
2.2.3 Epidemiologi dan Faktor Resiko........................................................ 25
2.2.4 Gambaran Klinis................................................................................. 26
2.3. NSTEMI ...................................................................................................... 26
2.3.1 Definisi............................................................................................... 26
2.3.2 Gejala klinis........................................................................................ 27
2.2.3 Patofisiologi........................................................................................ 27
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang UAP/NSTEMI............................................. 28
2.2.6 Penatalaksanaan UAP/NSTEMI......................................................... 29
BAB III. PEMBAHASAN KASUS........................................................................... 33
BAB IV. KESIMPULAN........................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 40

Portofolio Kasus Medis


No. ID dan Nama Peserta dr. Teguh Alman Faluti

No.ID dan Nama Wahana RSUD dr. Rasidin kota PADANG

Topik Unstable Angina Pectoris (UAP) dd/ NSTEMI


Tanggal (kasus) 07 April 2021

Nama Pasien Tn. M No.RM 100126684

Tanggal Presentasi 2021 Pendamping dr. Hauna Allan Fitri

Tempat Presentasi Ruang Komite Medik RSUD dr. Rasidin PADANG

Objektif Presentasi
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi  Pasien seorang pria berusia 44 tahun, datang ke IGD


RSUD dr. Rasidin PADANG pada tanggal 07 april 2021
dengan keluhan utama Nyeri dada sebelah kiri sejak ± 3
jam sebelum masuk rumah sakit, Nyeri dada seperti ini
baru pertama kali dialami. Saat datang ke IGD, pasien
memegang dadanya dengan telapak tangan, nyeri dada
terasa seperti terhimpit, lokasi nyeri dada tidak bisa
ditunjuk dengan satu jari, dan menjalar ke lengan kiri
hingga punggung terasa berat. Nyeri tidak berkurang
walaupun sudah beristirahat. Nyeri dirasakan semakin
berat saat beraktifitas terutama saat mandi. Nyeri dada
timbul pada saat pasien mengambil air dengan gayung.
Keluhan nyeri pada pasien disertai adanya sesak napas,
dan perasaan berdebar-debar. berkeringat dingin tidak ada,
Mual dan muntah tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada,
Riwayat trauma di dada tidak ada, tidur menggunakan dua
bantal atau lebih tidak ada. bengkak dan kebas pada
ekstremitas tidak ada. BAK dan BAB tidak ada keluhan.

Tujuan Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan kasus UAP dd/


NSTEMI

Bahan Bahasan Tinjauan Riset Kasus Audit

Pustaka

Cara Membahas Diskusi Presentasi dan Email Pos


Diskusi

Data Pasien Nama : Tn. M No.Registrasi :

Usia : 44 th 100126684

Nama RS : RSUD dr. Rasidin kota PADANG Telp : - Terdaftar Sejak : 2021

Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Diagnosis/Gambaran Klinis : Unstable Angina Pectoris dd/ NSTEMI

2. Riwayat Kesehatan / Penyakit : Pasien baru pertama kali dirawat di RS, Tidak
memiliki Riw. Penyakit HT, DM dan Riw.Penyakit Jantung

3. Riwayat Keluarga : Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat hipertensi, DM, dan
penyakit jantung

4. Riwayat Pekerjaan : Pasien seorang pegawai swasta

5. Kondisi Lingkungan Sosial dan Ekonomi : Sosial ekonomi menengah

6. Riwayat Kebiasaan : Pasien adalah seorang perokok dan sudah merokok sejak usia
17 tahun, satu setengah bungkus perhari. Terakhir merokok 1 hari yang lalu berenti
karena merasasakan nyeri dada. Indeks Brinkman : (648) perokok berat

Daftar Pustaka:
1. Hamm CW, Bertrand M, Brauwald E. Acute coronary syndrome without ST elevation:
implementation of new guidelines. Lancet 2001; 358:1533-8.
2. MIMS Cardiovascular Guide. Indonesia 2003/2004. MediMedia Asia Pte Ltd 2003.
World Health Organization. World Health Report 2002: Reducing Risk, Promoting
Healthy Life. Geneva, 2002.
3. Trisnohadi, Hanafi B. 2006. Angina pectoris tak stabil dalam Aru W.S, Bambang S,
Idrus A (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV Penerbit FK UI
2006. Jakarta. P.1606-8.
4. Karo-Karo S, Rahajoe AU, Sulistyo S, Kosasih A. Buku panduan kursus bantuan hidup
tantung lanjut ACLS (Advanced Cardiac Life Support). Ed 2013. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2013
5. Maarten L Simoons, Eric Boersma, Coen van der Zwan, Jaap W Deckers. The Challenge
Of Acute Coronary Syndromes. Lancet 1999; 353 (suppl II):1-4.
6. Braunwald E, Antman EM, Beasley JW, Califf M, Cheitlin MD, Hochman JS.
ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients With Unstable Angina and Non-
ST-Segment Elevation Myocardial Infarction: Executive Summary and
Recommendations : A Report of the American College of Cardiology/American Heart
Association Task Force on Practice Guidelines (Committee on the Management of
Patients With Unstable Angina). Circulation. 2000;102:1193-1209
7. Irmalita, et.al. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut : Jakarta : Centra
Communication PERKI ; 2015
8. Lee TH. Chest discomfort. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo
DL, Jameson JL, et al, editors. Harrison’s principles of internal medicine. 17 th ed. New
York: McGraw-Hill; 2008; p. 87-91.
9. Hasler WL. Nausea, vomiting, and indigestion. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL,
Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al, editors. Harrison’s principles of internal
medicine. 17th ed. New York: McGraw-Hill; 2008; p. 240-5.
10. Goldberger AL. Electrocardiography. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser
SL, Longo DL, Jameson JL, et al, editors. Harrison’s principles of internal medicine. 17 th
ed. New York: McGraw-Hill; 2008; p. 1388-96.
11. Moore KL, Dalley AF. Clinically oriented anatomy. 5 th ed. Baltimore: Lippincott
Williams & Wilkins; 2006.
12. Harun S. Infark Miokard Akut Tanpa elevasi ST. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3rd ed. Jakarta:
Internal Publising Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2006. p. 1626.
13. Zafari AM.2013. Myocardial Infarction Medscape. United States

Hasil Pembelajaran :

1. Anamnesis UAP dd/ NSTEMI


2. Klasifikasi UAP dd/ NSTEMI

3. Diagnosis UAP dd/ NSTEMI

4. Penatalaksanaan UAP dd/ NSTEMI

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. M

Umur : 44 tahun

Jenis Kelamin : Pria

Pekerjaan : Pegawai Swasta

No. RM : 100126684

Tanggal masuk : 07 April 2021

Nama RS : RSUD dr. Rasidin PADANG

1.2 Subjectif
Anamnesis :
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 07 April 2021 pukul 20.00 WIB di IGD RSUD dr.
Rasidin Padang

Keluhan Utama :
nyeri dada sebelah kiri memberat sejak ± 3 jam sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :


 Nyeri dada sebelah kiri sejak ± 3 jam sebelum masuk rumah sakit, Nyeri dada seperti ini
baru pertama kali dialami. Saat datang ke IGD, pasien memegang dadanya dengan
telapak tangan, nyeri dada terasa seperti terhimpit, lokasi nyeri dada tidak bisa ditunjuk
dengan satu jari, dan menjalar ke lengan kiri hingga punggung terasa berat. Nyeri tidak
berkurang walaupun sudah beristirahat. Nyeri dirasakan semakin berat saat beraktifitas
terutama saat mandi. Nyeri dada timbul pada saat pasien mengambil air dengan gayung.
Keluhan nyeri pada pasien disertai adanya sesak napas, dan perasaan berdebar-debar.
berkeringat dingin tidak ada.
 Mual tidak ada
 Muntah tidak ada
 Nyeri di ulu hati tidak ada
 Trauma pada dada sebelumnya tidak ada
 Riwayat tidur menggunakan 3 bantal tidak ada
 Riwayat kaki bengkak tidak ada
 Demam tidak ada
 Batuk, pilek tidak ada
 Nyeri tenggorokan tidak ada
 BAK dan BAB tidak ada keluhan

Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien belum pernah merasakan keluhan yang sama
 Riwayat Hipertensi tidak ada.
 Riwayat DM tidak ada.
 Riwayat asma tidak ada.
 Riwayat maag tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak terdapat anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat DM disangkal
 Riwayat asma dan maag disangkal

Riwayat Pekerjaan, Sosial dan Ekonomi


 Pasien bekerja sebagai pegawai swasta.
 Pasien memiliki kebiasaan merokok satu setengah bungkus per hari sejak usia 17 tahun
dengan IB = 648 (berat)
 Kebiasaan olahraga tidak ada.

1.3 Objektif :
a.Vital sign
- Keadaan umum :Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Composmentis
- Vital Sign
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 89 x/menit regular, kuat angkat (+)
Pernafasan : 24 x/menit
Suhu : 36,7º C
Saturasi Oksigen : 99%
- Status Antropometri
Berat badan : 50 kg
Tinggibadan : 163 cm
IMT : 18,8 (Normoweight)

b.Pemeriksaan Fisik

Kulit : Sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis.

Kepala : normochepale, rambut hitam, tidak mudah rontok

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, reflek cahaya
+/+.

THT : Orofaring T1-T1, faring tidak hiperemis, telinga dalam batas normal.

Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah, bibir sianosis (-)

Leher : JVP 5+2 cmH2O

KGB : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening


Thoraks :

Paru : Inspeksi : Simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis

Palpasi : Fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+),ronkhi (-/-),wheezing (-/-)

Jantung : Inspeksi :iktus tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V sinistra

Perkusi : Batas jantung kiri di 1 jari medial LMCS RIC V

Batas jantung kanan di linea sternalis dextra RIC IV

Batas jantung atas di linea sternalis sinistra RIC II

Auskultasi : Irama teratur,bising tidak ada

Abdomen : Inspeksi : Perut tidak tampak buncit, distensi (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tak teraba

Perkusi : Tympani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Inspeksi : oedem : (-), sianosis (-)

Palpasi : teraba hangat, CRT <2”

Genitalia : Tidak diperiksa

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah rutin tanggal 07 april 2021

parameters Hasil Nilai Rujukan


Hgb 14.0 g/dL 12.0-14.0 g/dL
Hematokrit 41.0% 37.0-43.0 %
WBC 10.500 mm3 5000-10000 mm3
PLT 289000/mm3 150-400. 103/mm
Limfosit Absolut 2520 mm3 >1500 mm3
NRL 2,90 <3,13
Pemeriksaan Kimia Klinik tanggal 07 april 2021

parameters Hasil Nilai Rujukan


GDS 181 mg% <200 mg%
ureum 11 mg/dL 10,0-50,0
kreatinin 0,9 mg/dL 0,6-1,1
SGOT 30 u/L <38 (L)
<37 (P)
SGPT 22 u/L < 41 (L)
< 31 (P)

Pemeriksaan serologi tanggal 07 april 2021

parameters Hasil Nilai Rujukan


Troponin i 0,1 <0.3
Pemeriksaan EKG tanggal 07 april 2021
Kesan : Gambaran EKG didapatkan irama sinus rhytym, reguler,heart rate 89 kali/menit, axis

normal, Gelombang P positif di lead II dan negatif di AVR, PR interval normal,

kompleks QRS normal, LVH (-) , RVH ( -), RBBB (-), LBBB (-).

Pemeriksaan rontgen thorax PA tanggal 07 april 2021


CTR membesar >50%, Kedua Sinus dan diafragma normal, Pulmo : corakan bronkovaskular

bertambah, tulang- tulang tervisualisasi intake. Kesan : kardiomegali

1.4 Assesment

Diagnosa Kerja : Unstable Angina Pectoris

Diagnosa Banding : Non ST Elevation Myocardial Infarction

1.5 Plan :
- O2 3-4 /menit
- Aspilet 2 tab (160mg)
- Clopidogrel 4 tab (300mg)
- IVFD RL 24 jam/Kolf
- Concor 1 x2,5 mg
- Atorvastatin 1 x 40 mg
- Clopidogrel 1 x 75mg --> PAGI
- Farmasal 1 x100 mg --> MALAM
Follow up

Hari / Tanggal Subject Object Assesment Plan danAnjuran


 Nyeri dada (+) Ku : Sedang IVFD RL 24 jam/Kolf
KAMIS Kes : Composmentis
UAP dd/
berkurang Concor 1 x2,5 mg
08/04/21  Sesak Nafas (-)
TD : 120/70mmHg NSTEMI
Nadi : 80 x/menit, kuat Atorvastatin 1 x 40 mg
 Nyeri ulu hati (-) angkat
Clopidogrel 1 x 75mg
 Demam (-) Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,5 Celcius Farmasal 1 x100 mg
 Mual (-)
Mata : Konjungtiva tidak
 Muntah (-) Arixtra 1x2,5cc (SC)
anemis, Sklera
tidak ikterik, ISDN 5mg jika nyeri dada
pupil isokor,
refleks cahaya +/
+.
Cor :Batas jantung kiri 1
jari medial LMCS
RIC V, irama
reguler, bising (-)
Pulmo: Ves +/+, Rh -/-,
Wh -/-
Ekstremitas:
akral hangat, edema (-),
CRT <2dtk

 Nyeri dada (+) Ku : Sedang IVFD RL 24 jam/Kolf


JUMAT Kes : Composmentis
UAP dd/
berkurang Concor 1 x2,5 mg
09/04/2021  Sesak Nafas (-)
TD : 125/80mmHg NSTEMI
Nadi : 80 x/menit, kuat Atorvastatin 1 x 40 mg
 Nyeri ulu hati (-) angkat
Clopidogrel 1 x 75mg
 Demam (-) Nafas : 21 x/menit
Suhu : 36,3 Celcius Farmasal 1 x100 mg
 Mual (+)
Mata : Konjungtiva tidak
 Muntah (-) Arixtra 1x2,5cc (SC)
anemis, Sklera
tidak ikterik, ISDN 5mg jika nyeri dada
pupil isokor,
refleks cahaya +/
+.
Cor :Batas jantung kiri 1
jari medial LMCS
RIC V, irama
reguler, bising (-)
Pulmo: Ves +/+, Rh -/-,
Wh -/-
Ekstremitas:
Akral hangat,
CRT <2dtk,
edema (-)

 Nyeri dada (-) Ku : Sedang IVFD RL 24 jam/Kolf


SABTU Kes : Composmentis
UAP dd/
berkurang Concor 1 x2,5 mg
10/04/21  Sesak Nafas (-)
TD : 120/86mmHg NSTEMI
Nadi : 80 x/menit, kuat Atorvastatin 1 x 40 mg
 Nyeri ulu hati (-) angkat
Clopidogrel 1 x 75mg
 Demam (-) Nafas : 19 x/menit
Suhu : 36,4 Celcius Farmasal 1 x100 mg
 Mual (-)
Mata : Konjungtiva tidak
 Muntah (-) anemis, Sklera
tidak ikterik,
pupil isokor, Pasien Boleh pulang, cek EKG ulang
refleks cahaya +/ Anjuran: Kontrol ke Poli
+.
Cor :Batas jantung kiri 1
jari medial LMCS
RIC V, irama
reguler, bising (-)
Pulmo: Ves +/+, Rh -/-,
Wh -/-

Ekstremitas:
akral hangat,
CRT <2dtk,
edema (-)

Pemeriksaan EKG tanggal 10 april 2021

Kesan : Gambaran EKG didapatkan irama sinus rhytym, reguler,heart rate 74 kali/menit, axis
normal, Gelombang P positif di lead II dan negatif di AVR, PR interval normal,
kompleks QRS normal, LVH (-) , RVH ( -), RBBB (-), LBBB (-).

Edukasi

Selain penatalaksanaan yang telah dibahas di atas diberikan pula edukasi penyakit kepada
pasien dan keluarganya dijelaskan tentang penyakit yang diderita pasien serta penyebab
terjadinya nyeri dada tersebut. Pasien sendiri juga harus menjaga dan mengatur pola dan gaya
hidup sebelumnya yang menjadi faktor resiko dari penyakit tersebut, seperti memberhentikan
merokok, menjaga pola makanannya (diet rendah kolesterol), olah raga ringan secara teratur,
keteraturan meminum obat dan cara penggunaan obat yang benar.

Prognosa
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanationem : dubia ad malam
Quo ad fungsionem : dubia ad malam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA)


2.1.1 Definisi
Sekumpulan keluhan dan tanda klinis yang sesuai dengan iskemia miokardium
akut. Sindroma koroner akut merupakan suatu spektrum dalam perjalanan penderita
penyakit jantung koroner (aterosklerosis koroner). SKA dapat berupa angina pektoris
tidak stabil, infark miokard dengan non-ST elevasi, infark miokard dengan ST elevasi
atau kematian jantung mendadak.

2.1.2 Klasifikasi
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kumpulan proses penyakit yang meliputi
angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina pectorisP/UA), infark miokard
gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation
myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark
miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/STEMI)
(Gambar 1). APTS dan NSTEMI mempunyai patogenesis dan presentasi klinik yang
sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui petanda biokimia nekrosis
miokard (peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis adalah
NSTEMI; sedangkan bila petanda biokimia ini tidak meninggi, maka diagnosis adalah
APTS. Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi
total/ oklusi tidak total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk
mencegah progresi, trombosis dan vasokonstriksi. Penentuan troponin I/T ciri paling
sensitive dan spesifik untuk nekrose miosit dan penentuan patogenesis dan alur
pengobatannya. Sedang kebutuhan miokard tetap dipengaruhi obat-obat yang bekerja
terhadap kerja jantung, beban akhir, status inotropik, beban awal untuk mengurangi
konsumsi O2 miokard. APTS dan NSTEMI merupakan SKA yang ditandai oleh
ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard. Penyebab utama adalah
stenosis koroner akibat trombus non-oklusif yang terjadi pada plak aterosklerosis
yang mengalami erosi, fisur, dan/atau rupture.

2.1.3 Patofisiologi
SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat utama dari
proses aterotrombosis selain stroke iskemik serta peripheral arterial disease (PAD).
Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat komplek
dan multifaktor serta saling terkait.
Aterotrombosis terdiri dari aterosklerosis dan trombosis. Aterosklerosis
merupakan proses pembentukan plak (plak aterosklerotik) akibat akumulasi beberapa
bahan seperti lipid-filled macrophages (foam cells), massive extracellular lipid dan
plak fibrous yang mengandung sel otot polos dan kolagen. Perkembangan terkini
menjelaskan aterosklerosis adalah suatu proses inflamasi/infeksi, dimana awalnya
ditandai dengan adanya kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan
fatty streks, pembentukan fibrous cups dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak
aterosklerotik yang tidak stabil.
Banyak sekali penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi memegang
peranan penting dalam proses terjadinya aterosklerosis. Pada penyakit jantung
koroner inflamasi dimulai dari pembentukan awal plak hingga terjadinya
ketidakstabilan plak yang akhirnya mengakibatkan terjadinya ruptur plak dan
trombosis pada SKA.
Perjalanan proses aterosklerosis (initiation, progression dan complication pada
plak aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan
juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak (fatty streaks)
pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat
berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh darah)
sehingga terjadinya penyempitan dan/atau penyumbatan pembuluh darah. Kalau plak
tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses trombogenik,
yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu pembuluh koroner. Pada saat inilah
muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses
aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif.
Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang
bersifat tidak stabil /progresif yang dikenal juga dengan SKA.

Gambar 1. Perjalanan Proses Aterosklerosis (Initiation, Progression dan


Complication) Pada Plak Aterosklerosis

Sedangkan trombosis merupakan proses pembentukan atau adanya darah beku


yang terdapat di dalam pembuluh darah atau kavitas jantung. Ada dua macam
trombosis, yaitu trombosis arterial (trombus putih) yang ditemukan pada arteri,
dimana pada trombus tersebut ditemukan lebih banyak platelet, dan thrombosis vena
(trombus merah) yang ditemukan pada pembuluh darah vena dan mengandung lebih
banyak sel darah merah dan lebih sedikit platelet. Komponen-komponen yang
berperan dalam proses trombosis adalah dinding pembuluh darah, aliran darah dan
darah sendiri yang mencakup platelet, sistem koagulasi, sistem fibrinolitik, dan
antikoagulan alamiah.
Patogenesis terkini SKA menjelaskan, SKA disebabkan oleh obstruksi dan
oklusi trombotik pembuluh darah koroner, yang disebabkan oleh plak aterosklerosis
yang vulnerable mengalami erosi, fisur, atau ruptur. Penyebab utama SKA yang
dipicu oleh erosi, fisur, atau rupturnya plak aterosklerotik adalah karena terdapatnya
kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil (vulnerable atherosclerotic plaques)
dengan karakteristik; lipid core besar, fibrous cups tipis, dan bahu plak (shoulder
region of the plague) penuh dengan aktivitas sel-sel inflamasi seperti sel limfosit T
dan lain-lain (Gambar 2). Tebalnya plak yang dapat dilihat dengan persentase
penyempitan pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi koroner tidak berarti
apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko terjadinya
ruptur pada plak aterosklerosis bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat
penyempitan) tetapi oleh kerentanan (vulnerability) plak.

Gambar 2. Karakteristik plak yang rentan/tidak stabil (vulnerable)


Erosi, fisur, atau ruptur plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding
arteri koronaria) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan tissue
factor) ke dalam aliran darah, merangsang agregasi dan adhesi trombosit serta
pembentukan fibrin, membentuk trombus atau proses trombosis. Trombus yang
terbentuk dapat menyebabkan oklusi koroner total atau subtotal. Oklusi koroner berat
yang terjadi akibat erosi atau ruptur pada plak aterosklerosis yang relatif kecil akan
menyebabkan angina pektoris tidak stabil dan tidak sampai menimbulkan kematian
jaringan. Trombus biasanya transien/labil dan menyebabkan oklusi sementara yang
berlangsung antara 10–20 menit (Tabel 1). Bila oklusi menyebabkan kematian
jaringan tetapi dapat diatasi oleh kolateral atau lisis trombus yang cepat (spontan atau
oleh tindakan trombolisis) maka akan timbul NSTEMI (tidak merusak seluruh lapisan
miokard). Trombus yang terjadi lebih persisten dan berlangsung sampai lebih dari 1
jam. Bila oklusi menetap dan tidak dikompesasi oleh kolateral maka keseluruhan
lapisan miokard mengalami nekrosis (Q-wave infarction), atau dikenal juga dengan
STEMI. Trombus yang terbentuk bersifat fixed dan persisten yang menyebabkan
perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 jam dan
menyebabkan nekrosis miokard transmural.

NO MANIFESTASI KLINIK SKA PATOGENESIS

1. ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL Pada angina pektoris tidak


stabil terjadi erosi atau fisur
pada plak aterosklerosis
yang relatif kecil dan
menimbulkan oklusi
thrombus yang transien.
Trombus biasanya labil dan
menyebabkan oklusi
sementara yang
berlangsung antara 10-20
menit.
2. NSTEMI Pada NSTEMI kerusakan
(Non-ST Elevation Myocardial Infarction) pada plak lebih berat dan
menimbulkan oklusi yang
lebih persisten dan
berlangsung sampai lebih
dari 1 jam. Pada kurang
lebih ¼ pasien NSTEMI,
terjadi oklusi thrombus
yang berlangsung lebih dari
1 jam, tetapi distal dari
penyumbatan terdapat
koleteral. Trombolisis
spontan, resolusi
vasikonstriksi dan koleteral
memegang peranan penting
dalam mencegah terjadinya
STEMI.

3. STEMI Pada STEMI disrupsi plak


(ST Elevation Myocardial Infarction) terjadi pada daerah yang
lebih besar dan
menyebabkan terbentuknya
trombus yang fixed dan
persisten yang
menyebabkan perfusi
miokard terhenti secara
tiba-tiba yang berlangsung
lebih dari 1 (satu) jam dan
menyebabkan nekrosis
miokard transmural.

Tabel 1 . Patogenesis Pada Berbagai Manifestasi Klinik SKA

Sekarang semakin diyakini dan lebih jelas bahwa trombosis adalah sebagai
dasar mekanisme terjadinya SKA, trombosis pada pembuluh koroner terutama
disebabkan oleh pecahnya vulnerable plak aterosklerotik akibat fibrous cups yang
tadinya bersifat protektif menjadi tipis, retak dan pecah. Fibrous cups bukan
merupakan lapisan yang statik, tetapi selalu mengalami remodeling akibat aktivitas-
aktivitas metabolik, disfungsi endotel, peran sel-sel inflamasi, gangguan matriks
ekstraselular atau extra-cellular matrix (ECM) akibat aktivitas matrix metallo
proteinases (MMPs) yang menghambat pembentukan kolagen dan aktivitas
inflammatory cytokines.
Perkembangan terkini menjelaskan dan menetapkan bahwa proses inflamasi
memegang peran yang sangat menentukan dalam proses poto-biologis SKA, dimana
vulnerabilitas plak sangat ditentukan oleh proses inflamasi. Inflamasi dapat bersifat
lokal (pada plak itu sendiri) dan dapat bersifat sistemik. Inflamasi juga dapat
mengganggu keseimbangan homeostatik. Pada keadaan inflamasi terdapat peninggian
konsentrasi fibrinogen dan inhibitor aktivator plasminogen didalam sirkulasi.
Inflamasi juga dapat menyebabkan vasospasme pada pembuluh darah karena
tergganggunya aliran darah.

Vasokonstriksi pembuluh darah koroner juga ikut berperan pada pathogenesis


SKA. Vasokonstriksi terjadi sebagai respon terhadap disfungsi endotel ringan dekat
lesi atau sebagai respon terhadap disrupsi plak dari lesi itu sendiri. Endotel berfungsi
mengatur tonus vaskular dengan mengeluarkan faktor relaksasi yaitu nitrit oksida
(NO) yang dikenal sebagai Endothelium Derived Relaxing Factor (EDRF),
prostasiklin, dan faktor kontraksi seperti endotelin-1, tromboksan A2, prostaglandin
H2. Pada disfungsi endotel, faktor kontraksi lebih dominan dari pada faktor relaksasi.
Pada plak yang mengalami disrupsi terjadi platelet dependent vasocontriction yang
diperantarai oleh serotonin dan tromboksan A2, dan thrombin dependent
vasoconstriction diduga akibat interaksi langsung antara zat tersebut dengan sel otot
polos pembuluh darah.

2.2 Angina Pektoris Tidak Stabil


2.2.1 Definisi
Angina pektoris merupakan suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada
yang khas, yaitu dada seperti ditekan benda berat, seperti ditusuk-tusuk dan nyeri
sering menjalar kelengan kiri atau kedua lengan. Nyeri timbul biasanya saat
melakukan aktifitas dan dapat menghilang saat aktifitas dihentikan, nyeri juga dapat
dipicu oleh aktifitas emosional. Angina terjadi sebagai konsekuensi dari iskemia
miokardium. Faktor utama yang mempengaruhi konsumsi oksigen miokardium antara
lain tegangan dinding sistolik, keadaan kontraktil dan denyut jantung. Berikut adalah
klasifikasi dari angina:
a. Angina stabil
Nyeri dada yang dicetuskan oleh sejumlah stimulus, angina stabil hilang
dengan istirahat atau penghentian stimulus, gejala muncul karena iskemia miokardium
yang disebabkan oleh gangguan pasokan darah pada miokardium. Angina stabil
gejalanya bersifat reversibel dan tidak progresif.
b. Angina tidak stabil
Angina dengan frekuensi dan derajat keparahan yang meningkat, dengan
serangan yang lama dan hanya menghilang sebagian dengan nitrat sublingual.
Riwayat penyakit biasanya pendek (beberapa minggu) dan prognosis buruk, dengan
kemungkinan bermakna untuk berkembang menjadi infark miokardium akut atau
kematian mendadak.

c. Angina prinzmetal
Angina prinzmetal adalah angina yang muncul saat istirahat dan elevasi
segemen ST pada EKG yang menandakan adanya iskemik transmural. Keadaan yang
tidak biasa ini berhubungan dengan adanya tonus arteri koroner yang bertambah, yang
dengan cepat hilang melalui pemberian nitrogliserin dan dapat diprovokasi oleh
asetilkolin. Angina ini dapat terjadi pada arteri yang strukturnya normal, pada
penyakit arteri koroner campuran atau dalam keadaan stenosis oklusif koroner berat.

2.2.2 Klasifikasi
Kriteria yang termasuk ke dalam angina pektoris tidak stabil yaitu:
1. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup
berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari.
2. Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil,
lalu serangan angina timbul lebih sering dan lebih berat sakit dadanya,
sedangkan faktor presipitasi makin ringan.
3. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.

Presentasi Klinis Unstable Angina


1. Rest Angina
Angina yang terjadi pada keadaan istirahat,biasanya berlangsung lebih dari
20 menit.

2. New onset angina

Baru pertama kali dialami,memenuhi CCS klas III

3. Increasing angina
Angina yang makin berat,sebelumnya sudah terdiagnosa sebagai angina
pectoris, dalam perjalanan waktu sakit dada menjadi lebih sering, lebih
lama, ambang sakit lebih rendah.

Tabel 2. Klasifikasi klinis angina tak stabil oleh Braunwald.


Kelas Definisi Kematian atau
infark miokard
dalam 1 tahun
Severity
Kelas I *Onset baru angina berat atau akselerasi angina; 7,3%
tidak ada nyeri saat istirahat
Kelas II *Angina saat istirahat dalam bulan lalu tetapi 10,3%
tidak dalam 48 jam sebelum ini (angina at rest
atau subakut)
Kelas III *Angina saat istirahat dalam 48 jam (angina at 10,8%
rest atau subakut)
Keadaan klinis
A (angina sekunder) *Terjadi akibat adanya kelainan ekstrakardiak
yang memperberat iskemia miokard 14,1%
B (angina primer) *Terjadi tanpa adanya kelainan ekstrakardiak 8,5%
C (angina pascainfark) *Terjadi dalam 2 minggu sesudah infark 18,6%
miokard akut
Intensitas pengobatan *Pasien dengan angina tak stabil juga dapat
dibagi menjadi tiga kelompok tergantung pada
apakah angina tak stabil timbul (1) tanpa
pengobatan untuk angina stabil kronik, (2)
selama pengobatan untuk angina stabil kronik,
atau (3) meskipun dalam terapi obat antiiskemik
maksimal.
Perubahan *Pasien dengan angina tak stabil dapat dibagi
elektrokardiografis menjadi kelompok dengan atau tanpa
perubahan gelombang ST-T transien selama
nyeri.

2.2.3 Epidemiologi dan faktor risiko


Di Amerika Serikat setiap tahun 1 juta pasien dirawat di Rumah Sakit karena
angina pektoris tidak stabil, dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat serangan
infark jantung yang tidak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis
ditegakkan.
2.2.4 Gambaran klinis
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan
angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih
berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena
aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual sampai
muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali
tidak ada yang khas. Pemeriksaan fisik sewaktu angina dapat tidak menunjukkan
kelainan. Pada auskultasi dapat terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur
sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap atau
meningkat pada waktu serangan angina.

2.3 Non ST Segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI )


2.3.1 Definisi
NSTEMI termasuk sindroma koroner akut yang biasanya (tidak selalu)
disebabkan oleh PJK atherosclerosis,disertai resiko kematian dan M.I (Myocardial
Infarction),dari pemeriksaan angiography dan angioscopy menunjukan bahwa
NSTEMI seringkali akibat sobeknya plak atherosclerotic yang diikuti dengan proses
patologis dengan akibat menurunnya atau berkurangnya aliran arteri coronaria akibat
terbentuknya thrombus.

2.3.2 Gejala Klinis

Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium dengan
ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa
penuh, berat atau tertekan, dispneu ,mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan,
epigastrium, bahu atas atau leher.

2.3.3 Patofisiologi

Non ST Segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI ) dapat disebabkan


oleh penurunan suplai oksigen atau peningkatan kebutuhan oksigen dan atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.
NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses vasokontriksi koroner. Trombosis
akut pada arteri koroner diawali dengan adanya rupture plak yang tak stabil. Plak
yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos
yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi factor jaringan yang tinggi.Inti
lemak yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi
asam lemak tak jenuh yang tinggi.Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel
makrofag dan limfosit T yang menunjukan adanya proses inflamasi. Sel sel ini akan
mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF α,dan IL-6.Selanjutnya IL-6 akan
merangsang pengeluaran hsCRP di hati.

Menurut pedoman American college of cardiology (ACC) dan American


Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen
ST (NSTEMI) ialah apakah iskemia yang timbul cukup berat sehingga dapat
menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan
miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai
keluhan iskemia sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan
ataupun tanpa perubahan EKG untuk iskemia, seperti adanya depresi segmen ST
ataupun elevasi yang sebentar atau adanya gelombang T yang negative. Karena
kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada tahap awal serangan,
angina tak stabil seringkali tidak bisa dibedakan dari NSTEMI.
2.3.4 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa:
Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi resiko
pasien angina tidak stabil, adanya depresi segmen ST yang baru menunjukan
kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda
iskemia atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang non spesifik seperti
depresi segmen ST kurang dari 0,5mm dan gelobang T negatif kurang dari 2 mm,
tidak spesifik untuk iskemia. Pada angina tak stabil 4% mepunyai EKG normal dan
pada NSTEMI 1-6% EKG juga normal.

Uji latih
EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat normal,
stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer.
Tujuan dari stress test adalah:
a. Menilai nyeri dada apakah berasal dari jantung atau tidak
b. Menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh darah
utama akan memberi hasil positif kuat
Pada pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan
tanda resiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill. Bila
hasilnya negative maka prognosis baik. Sedangkan bila hasilnya positif, lebih-lebih
bila didapatkan depresi segmen ST yang dalam, dianjurkan untuk dilakukan
pemeriksaan angiografi koroner, untuk menilai keadaan pembuluh koronernya apakah
perlu dilakukan tindakan revaskularisasi PCI karena resiko terjadinya komplikasi
kardiovaskuler dalam waktu mendatang cukup besar.
Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak
stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya
insufisiensi mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan
prognosis kurang baik.
Foto toraks
Foto toraks sangat berperan untuk mengidentifikasi adanya kongesti pulmonal
dan oedem, yang biasanya terjadi pada pasien UAP/NSTEMI luas yang melibatkan
ventrikel kiri sehingga terjadi disfungsi ventrikel kiri.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima sebagai
petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut Europian Society of
Cardiology (ESC) dan ACC dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I positif
dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Resiko kematian bertambah
dengan tingkat kenaikan troponin.
CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga ditemukan diotot skeletal,
tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam beberapa jam dan
kembali normal dalam 48 jam. Pada dasarnya pengobatan pada angina pektoris
bertujuan untuk memperpanjang hidup dan memperbaiki kualitas hidup dengan
mencegah serangan angina baik secara medikal atau pembedahan.

2.3.5 Penatalaksanaan
Berdasarkan International Consensus on Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care Science With Treatment Recommendation
(AHA/ACC) tahun 2010, tatalaksana SKA dibagi atas Pra Rumah Sakit (Prehospital)
dan Rumah Sakit (Hospital). Adapun algoritmanya adalah sebagai berikut: 6 (Gambar
5 dan 6)
Unstable Angina Pectoris/Non ST Elevation Myocardial Infarction
(UAP/NSTEMI) Risiko Tinggi:
 Pertimbangkan strategi invasif segera apabila nyeri dada refrakter, ST deviasi
persisten atau berulang, VT, hemodinamik tidak stabil atau terdapat tanda
gagal jantung
 Mulai terapi utk SKA seperti Nitrogliserin, heparin, penyekat beta, CPG,
penyekat glycoprotein IIb/IIIa
 Rawat dengan monitoring dan nilai status risiko

SKA risiko rendah atau sedang (normal EKG atau perubahan segmen ST-T
non diagnostik):

 Lakukan pemeriksaan enzim jantung serial


 Ulang EKG dan lakukan monitoring EKG kontinyu bila memungkinkan
 Pertimbangkan pemeriksaan non invasif
 Bila kemudian tidak ditemukan bukti iskemia atau infark dengan tes yang
dilakukan, maka pasien dapat dipulangkan dengan tindak lanjut nantinya
Terapi inisial pada SKA adalah sebagai berikut:
1. Oksigen
 Pemberian Oksigen dalam 6 jam pertama terapi
 Pemberian O2 > 6 jam pada keadaan pasien dgn nyeri dada menetap atau
berulang atau hemodinamik yang tidak stabil, pasien dengan tanda bendungan
paru dan pasien dgn saturasi O2 < 90%
2. Aspirin
 Diberikan 160-320 mg dikunyah (tidak ada bukti perdarahan lambung)
 Penggunaan aspirin supositoria dilakukan pada pasien dgn mual, muntah atau
ulkus peptik atau gangguan pada saluran pencernaan atas
 Dosis pemeliharaan 75-100 mg/hari
3. Nitrogliserin
 Diberikan tablet nitrogliserin sublingual sampai 3 kali dengan interval 3-5
menit
 Kontraindikasi pada TD<90mmHg atau ≥30mmHg lebih rendah dari
pemeriksaan TD awal, bradikardia <50x/menit atau takikardia >100x/menit
tanpa adanya gagal jantung & infark ventrikel kanan
4. Analgetik
 Analgetik terpilih adalah Morfin
 Diberikan jika pemberian Nitrogliserin sublingual atau semprot tidak respons
 Diberikan secara IV untuk mengurangi nyeri pada SKA (Kelas IIA)
5. Clopidogrel dan antiplatelet lain
 CPG (Antiagregasi platelet) bermanfaat pada pasien STEMI dan NSTEMI
risiko sedang sampai tinggi
 Dosis pertama (loading dose) 300mg yang dilanjutkan dgn dosis pemeliharaan
75mg
 Pasien untuk invasif terapi diberikan dosis 600mg
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

3.1 Pembahasan Masalah


Nyeri di belakang tulang dada (retrosternal)
Lokasi nyeri yang retrosternal merupakan khas dari acute coronary sindrom.

Rasanya seperti terhimpit benda berat


Seperti terhimpit benda berat menunjukkan bahwa karakter nyerinya tumpul, ini juga
merupakan ciri dari acute coronary sindrom.

Durasi nyeri 3 jam (>20menit)


Durasi nyeri yang > 20 menit merupakan karakteristik dari acute coronary sindrom.

Penjalaran ke punggung dan lengan kiri


Nyeri yang menjalar tersebut merupakan nyeri alih, karena sebenarnya gangguannya
terjadi pada jantung. Hal tersebut terjadi karena yang mempersarafi jantung dan area-
area tersebut berasal dari satu sumber, yaitu neuron sensoris segmen posterior chorda
spinalis.

Selain masalah-masalah tersebut, pasien ini juga memiliki beberapa faktor resiko ,
yaitu: merokok , pasien merokok sejak usia 17 tahun, satu setengah bungkus perhari.
Terakhir merokok 1 hari yang lalu berenti karena merasasakan nyeri dada. Indeks
Brinkman : (648) perokok berat dan tidak pernah berolahraga.

3.2 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:

1. EKG
2. Pemeriksaan Laboraturium darah
3. Foto Thoraks
1. EKG (Elektro Kardiografi)

Pada pemeriksaan didapatkan keadaan :

1. Gambaran irama sinus

gambaran irama sinus ini berarti gambaran sinus normal, frekuensi 60-
100x/menit, irama teratur, p negatif di aVR & positif di lead II, tiap
gelombang P diikuti oleh gelombang QRS.

2. QRS rate 89x/ menit

Rate QRS masih dalam batas normal, karena batas normal rate QRS adalah
60-100 x /menit.

3. Aksis Normal
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan aksis tidak normal, namun
pada kasus ini aksis yang didapat masih dalam batas normal

4. Gelombang P normal

pada gambaran ekg nya gelombang p masih diikuti oleh gelombang QRS.
Kemudian tinggi dan lebar gelombang p < 3.

5. PR interval 0,20”

PR interval masih normal, batas normalnya adalah 0,12-0,20 detik.


Apabila PR interval > 0,20 maka terjadi blok AV

6. QRS duration 0.06”

QRS masih dalam batas normal.

7. Gambaran ST depresi dan ST elevasi tidak ada

8. Gelombang T terbalik tidak ada


2. Pemeriksaan Laboratorium

pemeriksaan darah yang diperiksa meliputi:

parameters Hasil Nilai Rujukan


Hgb 14.0 g/dL 12.0-14.0 g/dL
Hematokrit 41.0% 37.0-43.0 %
WBC 10500 mm3 5000-10000 mm3
PLT 289000/mm3 150-400. 103/mm
Limfosit Absolut 2520 mm3 >1500 mm3
NRL 2,90 <3,13

parameters Hasil Nilai Rujukan


GDS 181 mg% <200 mg%
ureum 11 mg/dL 10,0-50,0
kreatinin 0,9 mg/dL 0,6-1,1
SGOT 30 u/L <38 (L)
<37 (P)
SGPT 22 u/L < 41 (L)
< 31 (P)

parameters Hasil Nilai Rujukan


Troponin i 0,1 <0.3

Pada hasil pemeriksaan Tn.M didapatkan hasil seperti diatas, didapatkan Tn.M
mengalami leukositosis yang bisa disebabkan karena plaque yang terbentuk
mengalami ruptur, kemudian timbul jejas di pembuluh darah kemudian adanya stress
inflamasi dan akhirnya mengalami sedikit leukositosis. Pada pemeriksaan Troponin I
tidak ditemukannya peningkatan, maka kami bisa menyingkirkan hipotesis Acute
Coronary Syndrome NSTEMI, dan mendiagnosis sebagai Unstable Angina Pectoris.

3. Foto Thoraks

Pada foto thorax didapatkan CTR membesar >50%, Kedua Sinus dan diafragma
normal, Pulmo : corakan bronkovaskular bertambah, tulang- tulang tervisualisasi
intake. Kesan : kardiomegali

3.3 Diagnosis Kerja


Berdasarkan gejala, tanda, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi, di
diagnosis kerja yaitu Unstable Angina Pectoris

Nyeri dada retrosternal, di belakang tulang dada, seperti terhimpit benda berat
(tumpul), rasa nyeri kurang lebih 3 jam (>20 menit), menjalar ke lengan kiri, dan
punggung kiri, disertai dengan gaya hidupnya, sebagai perokok berat, tidak pernah
berolah raga . Dari gejala-gejala tersebut bisa mengambil kesimpulan bahwa Tn.M
mengalami angina pectoris yang disebabkan oleh penyakit jantung koroner.
Kemudian setelah melakukan pemeriksaan EKG, Gambaran EKG didapatkan irama
sinus rhytym, reguler,heart rate 89 kali/menit, axis normal, Gelombang P positif di
lead II dan negatif di AVR, PR interval normal, kompleks QRS normal, LVH (-) ,
RVH ( -), RBBB (-), LBBB (-). Kemudian untuk menyingkirkan hipotesis Acute
Coronary Syndrome Non ST Elevation Myocardial Infarction (ACS NSTEMI),
dengan melakukan Pemeriksaan darah untuk melihat cardiac marker, kemudian
didapatkan cardiac enzyme yaitu Troponin I masih dalam batas normal, kemudian di
diagnosis kerja dengan Unstable Angina Pectoris

3.4 Diagnosis Banding


Diagnosis banding pada kasus ini adalah Acute Coronary Syndrome Non ST
Elevation Myocardial Infarction (ACS NSTEMI),

Angina pektoris tidak stabil (Unstable Angina Pectoris = UAP) dan NSTEMI
merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis
sehingga pada prinsipnya penatalaksanaannya tidak berbeda. Diagnosa NSTEMI
ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis menunjukkan bukti adanya nekrosis
berupa peningkatan enzim jantung. Maka dari itu kita dapat menyingkirkan NSTEMI
sebagai diagnosis kerja karena pada Tn.M karena tidak ditemukan peningkatan enzim
jantung seperti troponin I.

3.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan kepada Tn.M, antara lain:

1. Tirah baring, rawat ICCU. Akses intravena

Salah satu manfaat dari penatalaksanaan tirah baring ini untuk menurunkan demand. Akses
intravena untuk memudahkan akses obat-obatan emergency intravena jika terjadi shock dan
menjaga keseimbangan cairan dalam darah..

2. O2 3-4L/menit, nasal kanul

Pemberian O2 ini bertujuan untuk menaikkan supply.

3. Aspirin kunyah 160 mg

Aspirin disini sebagai antiplatelet yang berfungsi menghambat agregasi trombosit yang
kerjanya dengan cara menginhibisi enzim siklooksigenase. Tidak berfungsi untuk
mengecilkan plak, mengiritasi lambung, kontra indikasi untuk gastritis.

4. Clopidogrel telan 300 mg

berfungsi untuk menghambat pembentukan trombus ( pengumpalan darah yang terbentuk


pada dinding pembuluh darah artery dan vena)

5. Atorvastatin 1 x 40 mg

Atorvastatin disini bertujuan untuk menurunkan kolesterol, stabilisasi plak yang sudah ruptur.

6. Concor 1x 2,5 mg
Concor yang berfungsi untuk menurunkan demand. Selain itu untuk menurunkan frekuensi
jantung, kontra indikasi untuk orang yang menderita asma.

7. Isosorbid dinitrat 5 mg sublingual bila nyeri dada

Isosorbid diberikan sebagai vasodilator A. Coronaria. Yang berfungsi menurunkan demand .


Diberikan secara sublingual dengan tujuan agar reaksi yang terjadi lebih cepat.
8. Farmasal 1x100 mg

Farmasal berfungsi untuk mengencerkan darah supaya tidak terjadi penyumbatan di


pembuluh darah.

9. Arixtra 1 x2,5 cc

obat antikoagulan (pengencer darah) yang mencegah terjadinya pembentukan gumpalan darah

3.6 Edukasi

Selain penatalaksanaan yang telah dibahas di atas diberikan pula edukasi penyakit
kepada pasien dan keluarganya dijelaskan tentang penyakit yang diderita pasien serta
penyebab terjadinya nyeri dada tersebut. Pasien sendiri juga harus menjaga dan
mengatur pola dan gaya hidup sebelumnya yang menjadi faktor resiko dari penyakit
tersebut, seperti memberhentikan merokok, menjaga pola makanannya (diet rendah
kolesterol), olah raga ringan secara teratur, keteraturan meminum obat dan cara
penggunaan obat yang benar.

3.7 Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad sanationem : dubia ad malam
Ad fungsionem : dubia ad malam
Berdasarkan Killip class, pasien ini termasuk kelas I karena tidak menunjukkan
adanya tanda klinis gagal jantung.

a) Ad vitam dari pasien ini bonam karena resiko kematian tinggi pada individu
dengan Killip class III ke atas, sedangkan pasien ini masuk ke kelas I.

b) Ad sanationem dubia ad malam karena angina pectoris pasti timbul kembali


apabila terjadi peningkatan demand ataupun penurunan supply.

c) Ad fungsionem dubia ad malam karena pada pasien ini sudah terjadi infarct di
mana sel yang sudah mati tidak mungkin hidup kembali, maka dari itu fungsi
jantung tidak dapat kembali seperti normal. Aktivitas fisik pasien pun juga
menjadi terbatas.

Killip class
 Kelas I. Tanda-tanda decompsatio cordis negative
 Kelas II. Decomsatio cordis ringan-moderat: Ronchi basah < 50 % kedua paru,
S3 positif, kongesti pada foto thorax
 Kelas III. Udema paru, ronchi basah > 50 % kedua paru
 Kelas IV. Cardiogenic shock : Hipotensi (SBP < 90 mmHg), vasokosntriksi
perifer, oliguria, kongesti paru (vena pulmonalis)
Resiko kematian tinggi pada Killip III dan IV
BAB IV

KESIMPULAN

Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini merupakan salah
satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia.
Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama tersering
yakni sebesar 36%. Di Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem
sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%.
Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat orang yang meninggal di Indonesia adalah
akibat PJK. Berbagai faktor risiko mempunyai peran penting timbulnya PJK mulai dari aspek
metabolik, hemostasis, imunologi, infeksi, dan banyak faktor lain yang saling terkait.
Perkembangan terkini memperlihatkan, penyakit kardiovaskular telah menjadi suatu
epidemi global yang tidak membedakan pria maupun wanita, serta tidak mengenal batas geografis
dan sosio-ekonomis.
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung
Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. SKA, merupakan PJK
yang progresif dan pada perjalanan penyakitnya, sering terjadi perubahan secara tiba-tiba dari
keadaan stabil menjadi keadaan tidak stabil atau akut. Mekanisme terjadinya SKA adalah
disebabkan oleh karena proses pengurangan pasokan oksigen akut atau subakut dari miokard,
yang dipicu oleh adanya robekan plak aterosklerotik dan berkaitan dengan adanya proses
inflamasi, trombosis, vasokonstriksi dan mikroembolisasi. Manifestasi klinis SKA dapat berupa
angina pektoris tidak stabil/APTS, Non-ST elevation myocardial infarction / NSTEMI, atau ST
elevation myocardial infarction / STEMI. SKA merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung
dengan manifestasi klinis berupa keluhan perasaan tidak enak atau nyeri di dada atau gejala-gejala
lain sebagai akibat iskemia miokard. Pasien APTS dan NSTEMI harus istirahat di ICCU dengan
pemantauan EKG kontinu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia. Gejala yang paling sering
dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang paling sering didapatkan pada
pasien yang datang ke IGD. Kira-kira 1/3 darinya disebabkan oleh UAP/NSTEMI, dan merupakan
penyebab tersering kunjungan ke Rumah Sakit pada penyakit jantung.
Pada kasus Tn.M, dapat disimpulkan bahwa Tn.M mengalami Unstable Angina Pectoris
setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Unstable Angina
Pectoris adalah salah satu jenis penyakit jantung koroner yang terjadi erosi atau fisur pada plak
aterosklerosis yang relatif kecil dan menimbulkan oklusi thrombus yang transien. Prognosis ad
vitamnya baik, tetapi penyakit yang diderita Tn.M biasanya terulang lagi, kemungkinan
jantungnya tidak bisa berfungsi normal seutuhnya lagi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hamm CW, Bertrand M, Brauwald E. Acute coronary syndrome without ST


elevation: implementation of new guidelines. Lancet 2001; 358:1533-8.
2. MIMS Cardiovascular Guide. Indonesia 2003/2004. MediMedia Asia Pte Ltd
2003. World Health Organization. World Health Report 2002: Reducing Risk,
Promoting Healthy Life. Geneva, 2002.
3. Trisnohadi, Hanafi B. 2006. Angina pectoris tak stabil dalam Aru W.S, Bambang
S, Idrus A (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV Penerbit
FK UI 2006. Jakarta. P.1606-8.
4. Karo-Karo S, Rahajoe AU, Sulistyo S, Kosasih A. Buku panduan kursus bantuan
hidup tantung lanjut ACLS (Advanced Cardiac Life Support). Ed 2013. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2013
5. Maarten L Simoons, Eric Boersma, Coen van der Zwan, Jaap W Deckers. The
Challenge Of Acute Coronary Syndromes. Lancet 1999; 353 (suppl II):1-4.
6. Braunwald E, Antman EM, Beasley JW, Califf M, Cheitlin MD, Hochman JS.
ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients With Unstable Angina
and Non- ST-Segment Elevation Myocardial Infarction: Executive Summary and
Recommendations : A Report of the American College of Cardiology/American
Heart Association Task Force on Practice Guidelines (Committee on the
Management of Patients With Unstable Angina). Circulation. 2000;102:1193-
1209
7. Irmalita, et.al. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut : Jakarta : Centra
Communication PERKI ; 2015
8. Lee TH. Chest discomfort. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL,
Longo DL, Jameson JL, et al, editors. Harrison’s principles of internal medicine.
17th ed. New York: McGraw-Hill; 2008; p. 87-91.
9. Hasler WL. Nausea, vomiting, and indigestion. In: Fauci AS, Braunwald E,
Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al, editors. Harrison’s
principles of internal medicine. 17th ed. New York: McGraw-Hill; 2008; p. 240-5.
10. Goldberger AL. Electrocardiography. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL,
Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al, editors. Harrison’s principles of
internal medicine. 17th ed. New York: McGraw-Hill; 2008; p. 1388-96.
11. Moore KL, Dalley AF. Clinically oriented anatomy. 5 th ed. Baltimore: Lippincott
Williams & Wilkins; 2006.
12. Harun S. Infark Miokard Akut Tanpa elevasi ST. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3rd ed.
Jakarta: Internal Publising Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2006. p. 1626.
13. Zafari AM.2013. Myocardial Infarction Medscape. United States

Anda mungkin juga menyukai