Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN

CASE BASED DISCUSSION

UNSTABEL ANGINA PEKTORIS

OLEH:
Ni Nyoman Sulindri Intan Sari

018.06.0065

PEMBIMBING
dr. Ni Gusti Putu Sri Andayani, Sp.Jp

KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN ILMU PENYAKIT


DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KLUNGKUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2023

i
KATA PENGANTAR

Puja dan Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
segala limpahan nikmat-Nya saya dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang
berjudul Congestive Heart Failure (CHF).
Dalam penyusunan laporan ini, saya banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan, masukan dan motivasi dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung. Untuk itu dalam kesempatan ini, saya menyampaikan
ucapan terima kasih kepada dosen yang telah memberi arahan dan penjelasan
tentang tata cara penulisan laporan ini.
Saya menyadari, penulisan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu
saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram yang sedang menjalani
kepanitraan klinik di RSUD Klungkung.

Klungkung, 25 Agustus 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS..................................................................................2
2.1 Identitas Pasien..............................................................................................2
2.2 Anamnesis (Subjektif)....................................................................................2
2.3 Pemeriksaan Fisik (Objektif).........................................................................4
2.4 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................8
2.5 diagnosis Kerja............................................................................................12
2.6 Planing.........................................................................................................12
2.7 Follow Up....................................................................................................13
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................22
3.1 Definisi.........................................................................................................22
3.2 Epidemiologi................................................................................................22
3.3 Etiologi.........................................................................................................23
3.4 Klasifikasi....................................................................................................24
3.5 Patofiiologi...................................................................................................25
3.6 Manifestasi...................................................................................................26
3.7 Diagnosis......................................................................................................27
3.8 Tatalaksana...................................................................................................29
3.9 Prognosis......................................................................................................35
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................37
BAB V PENUTUP................................................................................................42
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................43

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan penyakit kardiovaskular utama yang


memiliki tingkat mortalitas yang tinggi dan menjadi penyebab kematian utama di
seluruh dunia. Bedasarkan data dari Kemenkes tahun 2013, SKA menempati posisi ke-7
sebagai penyakit tidak menular tertinggi di Indonesia, dimana terdapat sekitar 1,5%
penduduk atau 2.650.340 orang yang terdiagnosis oleh dokter bedasarkan gejala yang
mengalami SKA di Indonesia. Selain itu, diperkirakan kematian yang disebabkan oleh
penyakit kardiovaskular, terutama penyakit jantung koroner dan stroke akan terus
meningkat mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030(Kemenkes RI, 2014)(Patricia,
Suling, & Suling, 2018; PERKI, 2018).
Nyeri dada adalah gejala utama yang dijumpai serta dijadikan dasar diagnostik
dan terapeutik awal, namun klasifikasi selanjutnya didasarkan pada gambaran
elektrokardiografi (EKG). Penyakit ini dapat dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu
Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST (IMA-EST)/ ST Segment Elevation
Myocardial Infarction (STEMI), Infark Miokard Non-Elevasi Segmen ST (IMA-NEST)/
Non-ST Segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI), dan Angina pektoris
tidak stabil/Unstable Angina Pectoris (UAP), yang ditegakkan melalui anamnesis
dengan gejala nyeri dada tipikal, pemeriksaan elektrokardiogram, dan pemeriksaan
biomarka jantung (Gulati et al., 2021; Liwang et al., 2020; PERKI, 2018).
NSTEMI biasanya disebabkan oleh penyempitan arteri koroner yang berat,
sumbatan arteri koroner sementara, atau mikroemboli dari trombus dan atau materi-
materi atheromatous. Dikatakan NSTEMI bila dijumpai peningkatan biomarkers jantung
tanpa adanya gambaran ST elevasi pada EKG, apabila tidak didapati peningkatan
enzim-enzim jantung kondisi ini disebut dengan unstable angina (UA) dan diagnosis
banding diluar jantung harus tetap dipikirkan.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

1 Identitas Pasien

a. Nama : IBA
b. TTL : 05-04-1971
c. Usia : 52 tahun
d. Jenis Kelamin : Laki-laki
e. Alamat : Domisisli sekrang di tabananan (br dinas
wanasari talibeng sidemen )
f. Pendidikan : SMA
g. Pekerjaan : Perkerjaan terakhir supir namun berenti
sejak 3 tahun yang lalu
P Agama : Hindu
i. Status Perkawinan : Sudah menikah
j. Tanggal MRS : Febuari 202
k. No.RM : 301830
l. Ruangan : ICCU dipindah ke Boni

2.2 Anamnesis (Subjektif)


Telah dilakukan anamnesis secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada
tanggal 22 Febuari 2023.
a) Keluhan Utama
Nyeri dada
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Klungkung Rujukan dari RS Bintang
diantar oleh keluarganya dalam keadaan sadar pada tanggal 13 Febuari
pukul 18.00 WITA. Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sejak 1
bulan yang lalu dan memberat sejak 2 hari yang lalu SMRS. Nyeri dada
yang dirasakan pasien terjadi hilang timbul dengan durasi sekitar 30 menit
hingga mengganggu aktivitas pasien. Pasien secara spesifik tidak dapat
melokalisir nyeri dada yang dirasakan namun pasien mengatakan nyeri

2
dada yang dirasakan terasa seperti menembus ke punggung dan nyerinya
seperti tercekik. Nyeri dada tidak menjalar ke lengan kiri, leher maupun
rahang pasien. Skala nyeri dada pasien 6/10

Keluhan ini pada awalnya muncul tiba-tiba tanpa sebab ketika


keluarga pasien meninggal 6 bulan yang lalu dan pada saat itu pasien
mengurung diri di rumah aktivitas sehari hari terbatas. Keluhan nyeri dada
muncul tapi tidak sering dan pasien masih dapat menahannya.

Nyeri dada yang dirasakan pasien disertai sesak nafas terutama


ketika pasien beraktifitas sesak nafas dirasakan muncul saat aktivitas
ringan berjalan dalam jarak 100 meter namun sejak 2 hari terakhir sesak
nafas dan terasa lelah ketika menggayung saat mandi dan terkadang sesak
muncul pada malam hari hingga pasien tidak bisa tidur. Keluhan ini
membaik ketika pasien dalam poisisi duduk membungkuk namun keluhan
itu tidak menghilang ketika beristirahat

Keluhan lain yang dirakan pasien nyeri uluh hati disertai perut
terasa kembung mual dan muntah (bentuk cair berwana putih) 2 kali
sekitar jam 7 pagi SMRS pasien juga mengaku membutuhkan bantal
tambahan saat tidur, keringat dingin di malam hari (-),demam (-), batuk
(-), pilek (+), BAK (+) BAB (+). Riwayat alergi (-) HT(-) DM(-).

Pasien dibawa ke iccu jantung selama 4 hari dari igd kemudian


dirawat di ruangan boni

c) Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat keluhan yang sama : (-)
 Riwayat penyakit jantung : (-)
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat diabetes melitus : disangkal
 Riwayat Asma : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat alergi obat-obatan : disangkal
 Riwayat MRS : 5 tahun lagi

3
d) Riwayat penyakit keluarga
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat penyakit jantung : disangkal
 Riwayat diabetes mellitus : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal

e) Riwayat Sosial ekonomi


Pasien tinggal dengan keluarganya, aktivitas pasien terbatas lebih sering
mengurung diri , perokok dan peminum aktif.

2.3 Pemeriksaan Fisik (Objektif)


a. Keadaan Umum : Tampak lemas
b. Kesadaran/GCS :
Kuantitatif : Compos Mentis
Kualitatif : E4V5M6
c. Tanda Vital
 Tekanan Darah : 95/70 mmHg
 Denyut Nadi : 87x/menit reguler kuat angkat
 RR : 20x/menit thorako-abdominal
 Suhu : 36 0C aksila
 VAS : 8/10
 CRT : < 2 detik
 SpO2 : 98% tekanan ruangan

4
d. Status Generalis
Table 2.1 Pemeriksaan Fisik Generalis
Kepala Inspeksi Normocephali, warna rambut hitam
keputihan, distribusi merata, tidak
ditemukan cedera kepala.
Palpasi Nyeri tekan (-) pada wajah, rambut tidak
mudah dicabut/tidak ada kerontokan.
Mata Inspeksi Konjungtiva anemis (-/+), sklera ikterik (-/-
), pupil bulat isokor (3mmx3mm), refleks
pupil (+/+).
Palpasi Nyeri tekan (-)

Telinga Inspeksi Otorea (-/-), discharge (-/-), serumen (-/-)


Palpasi Nyeri tekan tragus dan mastoid (-/-)
Hidung Inspeksi Bentuk normal, tidak ada nafas cuping
hidung, septum deviasi (-/-), discharge (-/-),
serumen (-/-)
Palpasi Nyeri tekan (-)

Tenggorokan Inspeksi Uvula di tengah, tonsil T1-T1 tidak


hiperemis, faring hiperemis (-)
Mulut Inspeksi Bentuk normal, bibir pucat (+), sianosis (-),
lidah kotor (+), karies (-), gusi berdarah (-).
Leher Inspeksi Bentuk leher normal, pergerakan leher
bebas.

5
Palpasi Pembesaran kelenjat Tiroid (-),
Pembengkaka KGB
preaurikular, submandibula,submental,
n
Thorax retroaurikular, (-), JVP 7,5
supraklavikula

Normochest, tidak ada lesi, tidak ada jejas,

Pulmo gerakan dada simetris, tidak terdapat


retraksi suprasternal.
Inspeksi
Gerakan simetris saat statis dan dinamis,
tidak ada retraksi otot bantu pernapasan
Palpasi
Nyeri tekan (-), fremitus vokal simetris pada
kedua lapang paru
Perkusi
Sonor Redup Pekak
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

Vesikuler Ronkhi Wheezing


Auskultasi
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

Jantung Inspeksi Iktus kordis tidak terlihat.


Palpasi Iktus kordis teraba di ICS V aksila
anterior sinistra
Perkusi
Batas jantung kanan: ICS V linea
parastrernal dextra

Batas jantung kiri: ICS VI aksila
anterior sinistra

Batas jantung atas:ICS II linea
parsternalis sinistra

6
Auskultasi
Bunyi jantung I-II reguler, murmur (+),
thrill (-), gallop (-).

Abdomen Inspeksi Tidak ada sikatrik, massa (-), spider nevi (-)
cuput medusa (-)
Auskultasi Bising usus (+) 11x/menit
Perkusi Timpani :
+ + +
+ + +
+ + +

Palpasi - defans muscular (-) distensi (-) undulasi


(-)

- hepar dan lien tidak teraba.

- Nyeri ketok CVA (costovertebra angle) :


(-/-)

- Nyeri tekan (+)

- + -
- - +
- - -

7
Ekstremitas Look Warna kulit pucat, deformitas (-), sikatrik (-
Bawah ), benjolan atau tumor (-)
Dextra dan Feel Nyeri tekan (-), benjolan atau tumor (-),
Sinistra akral dingin.
Movement Keterbatasan gerak (-)
CRT < 2 detik
Ekstermitas Look Warna kulit normal, deformitas (-), sikatrik
Atas Dextra (-), benjolan atau tumor (-)
dan Sinistra Feel Nyeri tekan (-), benjolan atau tumor (-),
akral dingin, edema (+/+)
Movement Keterbatasan gerak (-)
CRT < 2 detik

2.4 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium :
Hasil Pemeriksaaan Penunjang Darah Lengkap Tn. IBS

Nilai
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Keterangan
Rujukan
Hematologi
Darah Lengkap
Hemoglobin 13.8 g/dl 10.8-16.5 Normal
Lekosit *10.60 ribu/Ul 3.5-10 Meningkat
Hitung jenis Lekosit
Neutrofil 59 % 39.3-73.7 Normal
Limfosit 29.6 % 18.0-48.3 Normal
Monosit 7.5 % 4.4-12.7 Normal
Eosinofil 2.39 % .600-7.30 Normal
Basofil 1.43 % 0.00-1.70 Normal
Erirosit 5.0 juta/uL 3.5-5.5 Normal

8
Hematokrit 43.6 % 35-55 Normal
Index Eritrosit
MCV 86.4 fL 81.1-96 Normal
MCH 27.4 pg 27.0-31.2 Normal
MCHC 31.6 % 31.5-35.0 Normal
RDW-CV 12.8 % 11.5-14.5 Normal
Trombosit 241 ribu/uL 145-450 Normal
MPV *6.63 fL 6.90-10.6 Menurun

Kimia Klinik
Faal Ginjal
Ureum 42 mg/dL 10-50 Normal
Kreatinin *1.7 mg/Dl 0.6-1.2 Meningkat
Elektrolit
Natrium (Na) 136 mmol/L 135-145 Menurun
Kalium (K) 4.3 mmol/L 3.5-4.5 Normal
Klorida (Cl) 96 mmol/L 95-105 Menurun
Gula Darah
Gula darah sewaktu 91 mg/dL 80-200 Normal

9
b. Pemeriksaan EKG : 18 Agustus 2022
Gambar Keterangan
a. Irama : sinus

b. Heart Rate : 88 bpm

c. Regularitas : reguler

d. PR interval : (5 kotak
kecil)

e. Aksis : LAD Lead I


(+), AVF (-)

f. Morfologi :

 Gelombang P :
Lebar : 3 kotak
kecil
Tinggi 2 kotak kecil

 Kompleks QRS :
0.08 detik (2 kotak
kecil)

 Segmen ST :
isoeletrik (tidak
ada depresi
maupun elevasi)

 Gelombang T :
tinggi 1mm
(normal)

g. Interpretasi :
terdapat deviasi
jantung kiri

10
c. Pemeriksaan Rontgen Thoraks : 18 Agustus 2022

Gambar Keterangan

Thorak PA :
 Cor : tampak membesar
ctr 61%
 Pulmo : corakan
bronkovascular meningkat
dengan chepalisasi,
tampak infiltrate di
paracardia kanan
 Sinus phrenocostalis
kanan dan kiri tajam
 Diafragma kanan dan kiri
normal
 Skelet hemithorak : tak
tampak frcture
 Tampak cardiomegali
 Gambaran pneumonia
dengan congestive
pulmonum

d. Hasil Echo : 21 Agustus 2022


 MR berat (ec sekunder) ; TR ringan-sedang
 Fungsi sistolik LV menurun EF 20%
 Fungsi diastolik LV menurun grade III
 Fungsi sistolik RV normal
 Global LV hipokinetik
 LVH (+) ekstrensik

2.5 Diagnosis Kerja


Adapun diagnosis kerja pada kasus diatas yaitu:
 Congestive Heart Failure (CHF).
 Ischaemic cardiomyopathy
11
2.6 Penatalaksanaan
IGD :

 Loading NS 250 cc –

 Pump vascon 0,1 meq/kgbb/mnt

 Injeksi esomeprazole 1 amp

 Injeksi furosemid 2 amp


Advice:
 Inj Furosemide 3 x 1 amp

 IVFD Futrolit 7tpm

 Drip Vascon 0.1meq

 Inj Lansoprasol 2 x 1 vial

 Inj Ondancentron 3 x 4mg,


Obat oral:
 Spironolacton 1 x 50mg

 Atorvastatin 1 x 20mg

 Digoxin 1 x 0m25mg

 Corolan 1 x 5mg

 Clopidogrel 1 x 1 tab

 Curcuma 3 x 1 tab

 Sucralfat syr 3 x C1

 Simarc 1 x 2mg

 Car Q 1 x 100mg

12
2.7 Follow Up Pasien
Pada kasus ini, follow up kepada Tn. IKD dilakukan selama 3 hari yang
diterangkan pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Follow Up Tn. IKD (No. RM 089038)
19 Agustus 2022
S Lemas (+) Sesak (+) Nyeri ulu hati (+) Mual (+) Muntah (-)
O KU: Tampak sakit sedang dan lemah
Kesadaran: Compos mentis (E4V5M6)
Tanda Vital :
- TD : 101/81 mmHg

- N : 82x/menit reguler kuat angkat

- RR: 17x/menit thorako-abdominal

- Suhu : 36,7oC

- VAS : 8/10

- SpO2: 97% tekanan ruang

Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Normocephali, nyeri tekan (-) rambut rontok (-)

- Mata : Konjungiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), releks pupil


isokor (+/+), oedema palpebra (-/-)

- THT : Masa (-), sekret (-), deviasi septum nasi (-), benda asing (-),
mukosa bibir tidak hiperemis, Tonsil T1/T1, tonsil hiperemis (-),
nyeri tekan tragus (-)

- Leher : pembesaran kelenjar tiroid (-/-), Pembengkakan KGB (-),

13
kaku kuduk (-), nyeri tekan (-), trakhea simetris, JVP 7,5 H2O

- Thorax:

- Inspeksi : normochest, dada simetris kanan dan kiri, tidak ada


gerakan napas yang tertinggal, tidak nampak adanya massa, tidak
tampak adanya tanda-tanda peradangan.

- Palpasi :

Nyeri tekan

- -

- -

- -

- Fremitus vokal normal kanan dan kiri sama.

- Perkusi :

Sonor Redup Pekak

+ + - - - -

+ + - - - -

+ + - - - -

- Auskultasi :

Vesikuler Ronkhi Wheezing


+ + - - - -

14
+ + - - - -
+ + - - - -

- Cor

- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.


- Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V aksila anterior sinistra

- Batas jantung kanan: ICS V linea parastrernal dextra


- Batas jantung kiri: ICS VI aksila anterior sinistra
- Batas jantung atas:ICS II linea parsternalis sinistra

- Auskultasi :
- Bunyi jantung I-II reguler, murmur (+), thrill (-), gallop
(-).

 Abdomen
- Inspeksi : bentuk simetris, caput medusae (-) spider nevi (-)

- Auskultasi : Bising usus (+) 11x/menit

- Perkusi : Timpani

+ + +
+ + +
+ + +

15
- Palpasi :

Acites (+)

Nyeri tekan (+)

- + -

- - +
- - -

- Ekstremitas Atas

Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
akral dingin (-/-), tidak adanya keterbatasan ROM, CRT < 2 detik.

- Ekstremitas Bawah

Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
edema (+/+), tidak adanya keterbatasan ROM, akral dingin (-/-),
CRT < 2 detik.

A Congestive heart failure, Ischaemic cardiomyopathy, Dispepsia

16
P Diagnosis Usulan:
- Darah Lengkap
- Echo
- Analisa gas darah (AGD)
- Katerisasi jantung

Terapi :
- NaCl 0,9% 7tpm
- Furosemid inj 10 mg/ml dengan dosis pump 5mg/jam (ekstra 1 amp iv)
- Norepinefrin inj 1 mg/ml (Vascon) dengan dosis 0,1 meq/kgbb/mnt
- Lansoprazol inj 30 mg/ml (Prosogan) dengan dosis 2x1 amp iv
- PROVE VIT INJ (Multivitamin serbuk injeksi) dengan dosis 1x1 drip dlm
NS 100cc
- Ondansetron inj 2 mg/ml dengan dosis 3x1
- Spironolakton tab 100 mg dengan dosis 1x50mg
- ATORVASTATIN 20MG TABLET dengan dosis 1x1 malam
- Digoksin tab 0.25 mg dengan dosis 1x1
- Coralan 5 mg (Ivabradine) Tablet dengan dosis 2x1
- Curcuma tab dengan dosis 3x1
- Sukralfat susp 500mg/5ml dengan dosis 3xC1
- SIMARC 2mg 1x1 mlm
- Car Q 100mg 1x1
- Ekstra injeksi pantoprazol 1 vial iv
- alprazolam 0,5mg
-
Edukasi :
- KIE keluarga dan pasien terkait penggunaan obat.
- Edukasi pada pasien tentang modifikasi diet dan pembatasan cairan,
pemantauan berat badan, identifikasi tanda dan gejala perburukan gagal
jantung,

17
Evaluasi :

- Evaluasi TTVdan keadaan umum

- Evaluasi penggunaan obat

- Evaluasi asupan makanan

- Evaluasi BAB dan BAK

20 Juli 2022
S Lemas (+) Nyeri ulu hati (+), sesak (+), dan batuk berdahak (+) nyeri dada atau
rasa berdebar-debar (-)
O KU: tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis (E4V5M6)
- TD : 100.00/65.00 mmHg

- N : 74x/menit reguler kuat angkat

- RR: 23x/menit thorako-abdominal

- Suhu : 36,5oC

- SpO2: 99% tekanan ruangan

- VAS : 6/10

18
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Normocephali, nyeri tekan (-) rambut rontok (-)

- Mata : Konjungiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), releks pupil


isokor (+/+), oedema palpebra (-/-)

- THT : Masa (-), sekret (-), deviasi septum nasi (-), benda asing (-),
mukosa bibir tidak hiperemis, Tonsil T1/T1, tonsil hiperemis (-),
nyeri tekan tragus (-)

- Leher : pembesaran kelenjar tiroid (-/-), Pembengkakan KGB (-),


kaku kuduk (-), nyeri tekan (-), trakhea simetris.

- Thorax:

 Inspeksi : normochest, dada simetris kanan dan kiri, tidak ada


gerakan napas yang tertinggal, tidak nampak adanya massa, tidak
tampak adanya tanda-tanda peradangan.

 Palpasi : Acites (+)

Nyeri tekan

- + -

- - +

- - -

- Fremitus vokal normal kanan dan kiri sama.

- Perkusi :

Sonor Redup Pekak

19
+ + - - - -

+ + - - - -

+ + - - - -

a) Auskultasi :

Vesikuler Ronkhi Wheezing


+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

- Cor

- Iktus kordis tidak terlihat.

- Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra

- Perkusi :

- Batas Batas jantung kanan: ICS V linea parastrernal


dextra
- Batas jantung kiri: ICS VI aksila anterior sinistra
- Batas jantung atas:ICS II linea parsternalis sinistra

- Auskultasi :

- Bunyi jantung I-II reguler, murmur (+), thrill (-),


gallop (-).

20
- Abdomen
 Inspeksi : Bentuk simetris, caput medusae (-), massa (-),
peradangan (-), acites (+)

 Auskultasi : Bising usus (+) 12x/menit

 Perkusi :
Timpani

+ + +
+ + +
+ + +

 Palpasi : Acites (+), Nyeri tekan (+)

- + -
- - +
- - -

- Ekstremitas Atas

Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
tidak adanya keterbatasan ROM, akral dingin (-/-), CRT < 2 detik.

- Ekstremitas Bawah

Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
edema (+/+), akral dingin (-/-), tidak adanya keterbatasan ROM,
CRT < 2 detik.

21
A
Congestive heart failure, Ischaemic cardiomyopathy, Dispepsia

P Diagnosis :
- Darah Lengkap
- Echo
- Analisa gas darah (AGD)
- Katerisasi jantung

Terapi :
- Terapi lanjut
Edukasi :
- KIE pasien dan keluarga mengenai pemberian tranfusi PRC sudah
lengkap

- KIE pasien dan keluarga mengenai pemberian obat

Evaluasi :

- Evaluasi keaadaan umum dan TTV

- Evaluasi penggunaan obat

- Evaluasi intake makanan dan minuman

- Observasi balance cairan

22
21 Agustus 2022
S Lemas (+), sesak berkurang, nyeri ulu hati berkurang
O KU: tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis (E4V5M6)
- TD : 100.00/65.00 mmHg

- N : 74x/menit reguler kuat angkat

- RR: 23x/menit thorako-abdominal

- Suhu : 36,5oC

- SpO2: 99% tekanan ruangan

- VAS : 5/10

Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Normocephali, nyeri tekan (-) rambut rontok (-)

- Mata : Konjungiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), releks pupil isokor
(+/+), oedema palpebra (-/-)

- THT : Masa (-), sekret (-), deviasi septum nasi (-), benda asing (-),
mukosa bibir tidak hiperemis, Tonsil T1/T1, tonsil hiperemis (-), nyeri
tekan tragus (-)

- Leher : pembesaran kelenjar tiroid (-/-), Pembengkakan KGB (-),


kaku kuduk (-), nyeri tekan (-), trakhea simetris.

- Thorax:

 Inspeksi : normochest, dada simetris kanan dan kiri, tidak ada


gerakan napas yang tertinggal, tidak nampak adanya massa, tidak
tampak adanya tanda-tanda peradangan.

 Palpasi : Acites (+)

23
Nyeri tekan

- + -

- - +

- - -

- Fremitus vokal normal kanan dan kiri sama.


 Perkusi
Sonor Redup Pekak

 Auskultasi

Vesikular Ronkhi Wheezing

Cor

Iktus kordis tidak terlihat.

Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra

Perkusi :

- Batas Batas jantung kanan: ICS V linea parastrernal dextra


- Batas jantung kiri: ICS VI aksila anterior sinistra
- Batas jantung atas:ICS II linea parsternalis sinistra

- Auskultasi :

- Bunyi jantung I-II reguler, murmur (+), thrill (-),

24
gallop (-).

 Abdomen
- Inspeksi : bentuk simetris, caput medusae (-) spider nevi (-)

- Auskultasi : Bising usus (+) 14x/menit

- Perkusi : Timpani

+ + +
+ + +
+ + +

- Palpasi : Acites (+), Nyeri tekan (+)

- + -
- - +
- - -

 Ekstremitas Atas

Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
tidak adanya keterbatasan ROM, akral dingin (-/-), CRT < 2 detik.

 Ekstremitas Bawah

Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-), edema
(+/+), akral dingin (-/-), tidak adanya keterbatasan ROM, CRT < 2 detik
A Congestive heart failure, Ischaemic cardiomyopathy, Dispepsia
P Diagnosis :
- Darah Lengkap
- Echo
- Analisa gas darah (AGD)
- Katerisasi jantung

Terapi :
-
Edukasi :

25
- KIE pasien dan keluarga mengenai pemberian tranfusi PRC sudah
lengkap

- KIE pasien dan keluarga mengenai pemberian obat

Evaluasi :

- Evaluasi keaadaan umum dan TTV

- Evaluasi penggunaan obat

- Evaluasi intake makanan dan minuman

- Observasi balance cairan

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi Congestif Heart Failure (CHF)
26
Congestif Heart Failure (CHF) merupakan sindrom klinis yang kompleks
yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung dalam memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh akibat dari gangguan struktural atau
fungsional jantung yang dimulai dari gangguan pengisian ventrikel (disfungsi
diastolik) sampai kontraktilitas miokard.3,8

3.2 Epidemiologi Congestif Heart Failure (CHF)


Menurut data World Health Organization (WHO, 2016) bahwa sebanyak
17,9 juta orang di dunia meninggal karena penyakit kardiovaskuler atau setara
dengan 31% dari 56,5 juta dari kematian global dan lebih dari ¾ atau 85%
kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler tersebut sering terjadi
di negara berkembang dengan penghasilan rendah sampai sedang terjadi lebih
dari 75% , dan 80% kematian yang diakibatkan oleh penyakit kardiovaskuler
disebabkan oleh serangan jantung dan stroke. Menurut American Health
Association (AHA, 2017) angka insiden penderita gagal jantung sebanyak 6,5
juta orang didalam. Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian
Kesehatan Indonesia pada tahun 2018, prevalensi penyakit gagal jantung di
Indonesia berdasarkan diagnosis dokter diperkirakan sebesar 1,5% total
penduduk atau diperkirakan sekitar 29.550 orang.8

3.3 Etiologi
Mekanisme fisiologis yang dapat menyebabkan timbulnya gagal jatung yaitu
kondisi yang meningkatkan preload, afterload, atau yang menurunkan kontraktilitas
miokardium. Kondisi yang meningkatkan preload, misalnya regurgitasi aorta dan
cacat septum ventrikel.1

Tabel Penyebab gagal jantung berdasarkan jenisnya

27
3.4 Klasifikasi
28
Selain menggunakan kriteria Framingham, terdapat beberapa pembagian
kriteria yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan penyakit gagal jantung,
diantaranya yaitu klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), dan
pembagian stage menurut American Heart Association (AHA). Tingkatan gagal
jantung diklasifikasi berdasarkan kelainan struktural jantung dan kapasitas
fungsional. Klasifikasi gagal jantung yang tertera di Pedoman Tatalaksana Gagal
Jantung oleh Perki tahun 2015 :, 6,

3.5 Patofisiologi
Terjadinya gagal jantung diawali dengan adanya kerusakan pada jantung atau
miokardium. Hal tersebut akan menyebabkan menurunnya curah jantung. Bila curah
jantung tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme, maka jantung akan
memberikan respon mekanisme kompensasi untuk mempertahankan fungsi jantung
agar tetap dapat memompa darah secara adekuat. Bila mekanisme tersebut telah
secara maksimal digunakan dan curah jantung normal tetap tidak terpenuhi, maka
setelah akan itu timbul gejala gagal jantung.
Terdapat tiga mekanisme primer yang dapat dilihat dalam respon
kompensatorik, yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya
beban awal akibat aktivasi Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS), dan
hipertrofi ventrikel. Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan
29
membangkitkan respon simpatis kompensatorik. Hal ini akan merangsang
pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal.
Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah
jantung. Selain itu juga terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan
tekanan arteri dan redistribusi volume darah untuk mengutamakan perfusi ke organ
vital seperti jantung dan otak. Aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron akan
menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel
dan regangan serabut. Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas
miokardium sesuai dengan mekanisme Frank Starling6,

3.6 Manifestasi Klinis


Gejala awal yang umumnya terjadi pada penderita gagal jantung yakni dyspnea
(sesak napas), mudah lelah dan adanya retensi cairan. Paroxysmal Nocturnal
Dyspnea (PND) yaitu kondisi mendadak bangun karena dyspnea yang dipicu oleh
timbulnya edema paru interstisial. PND merupakan salah satu manifestasi yang
spesifik dari gagal jantung kiri 7.

30
3.7 Diagnosis
Untuk mendiagnosis gagal jantung, perlu dilakukan beberapa tes tambahan.
Foto rontgen dada, dilakukan untuk mendeteksi adanya pembesaran ukuran jantung
atau adanya penumpukan cairan di dalam paruparu, yang umumnya terjadi pada
pasien gagal jantung. Pemeriksaan rontgen dada dapat menunjukkan pembesaran
jantung, bayangan dapat menunjukkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan
pembuluh darah yang menunjukkan peningkatan tekanan pulmonalis 5.

Pemeriksaan ekokardiografi, dilakukan untuk melihat struktur organ jantung


lebih jelas dengan bantuan gelombang suara berfrekuensi tinggi. Pemeriksaan darah,
dilakukan untuk mendeteksi jenis protein yang kadarnya akan meningkat bila terjadi
gagal jantung, serta untuk mendeteksi penyakit yang dapat menjadi penyebab gagal
jantung 5.
Pemeriksaan juga dilengkapi dengan analisa gas darah (AGD) atau arterial

31
blood gas (ABG) tes dengan cara mengambil darah melalui pembuluh darah arteri
untuk mengukur dan mengetahui kadar oksigen, karbon dioksida, dan tingkat asam
basa (pH) di dalam darah pasien 8.
Pemeriksaan elektrolit, dilakukan untuk mendeteksi perubahan elektrolit dalam
tubuh akan terlihat perubahan karena adanya perpindahan cairan atau penurunan
fungsi ginjal. Pemeriksaan elektrolit dilakukan untuk mengetahui kadar natrium
dalam serum. Gangguan elektrolit umumnya pada pasien gagal jantung adalah
hiponatremia, hipokalemia, dan hipomagnesemia. Hiponatremia adalah kelaianan
elektrolit yang menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas berbagai kondisi
klinis. Gagal jantung dapat terjadi bila natrium dalam serum < 135 mEq / I 2.
Pemeriksaan ureum atau blood urea nitrogen (BUN), dilakukan untuk
menentukan kadar urea nitrogen dalam darah yang merupakan zat sisa dari
metabolisme protein yang seharusnya dibuang melalui ginjal. Sedangkan
pemeriksaan kreatinin darah, dilakukan untuk menentukan kadar kreatinin dalam
darah. Kreatinin merupakan zat sisa hasil pemecahan otot yang akan dibuang melalui
ginjal. Kadar kreatinin yang tinggi dalam darah dapat menjadi tanda adanya
gangguan pada ginjal. CT scan atau MRI jantung, dilakukan untuk memperoleh
gambaran yang lebih detail mengenai kondisi organ jantung9.
Kateterisasi jantung, dilakukan untuk mendeteksi penyumbatan pada pembuluh
darah jantung. Kateterisasi jantung digunakan untuk mengukur terkanan di dalam
jantung. Tekanan abnormal merupakan sebuah pertanda dan membantu membedakan
gagal jantung kanan atau kiri, stenosis atau insufisiensi, juga mendeteksi arteri
koroner 8.
3.8 Penataklaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung dibagi atas :
a. Terapi Non Farmakologi Terapi non farmakologi antara lain :
perubahan gaya hidup, tirah baring, pendidikan kesehatan mengenai
penyakit, prognosis, obat-obatan serta pencegahan kekambuhan, dan
kontrol faktor risiko.
b. Terapi Farmakologi Terapi yang dapat diberikan antara lain golongan
diuretik, Angiotensin converting Enyme Inhibotor (ACEI), beta
bloker, Antigensis Receptor Blocker (ARB), glikosida jantung,
vasodilator, agonis beta, serta biridin 8.
Efek utama dari pemberian diuretik yakni mengurangi tekanan darah dan
32
preload ventrikel. Selain itu, pada pasien gagal jantung kiri, pemberian
diuretik akan membantu mengurangi pembengkakan jantung sehingga
pemompaan lebih efisien (Tabel ).
Tabel Dosis Obat Diuretik

Mekanisme kerja dari ACE-inhibitor yakni dengan menghambat perubahan


angiotensin I menjadi angiotensin II yang diperantarai oleh ACE (Angiotensin
Converting Enzyme).
Tabel Dosis Obat ACE-inhibitor

Obat-obat ARB bekerja dengan memblok reseptor angiotensin II subtipe 1


(AT1). Sehingga, efek dari angiotensin II akan terhambat. Dampak dari terbloknya
reseptor AT1 yakni vasodilatasi dan terhambatnya perburukan ventrikel. 5
Tabel Dosis Obat ARB

Metoprolol, carvedilol, dan biprolol adalah obat golongan beta blocker yang

33
terbukti dapat mengurangi mortilitas gagal jantung. Metoprolol dan bisoprolol bekerja
selektif memblok reseptor β1 sedangkan carvedilol memblok reseptor β1, β2, dan α1.
Obat-obat beta blocker tidak boleh diberikan pada pasien yang memiliki asma dan
dapat menyebabkan bradikardia. Dosis obat beta bloker dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel Dosis Obat Beta Blocker1

Spironolakton dan eplerenon merupakan obatobat golongan antagonis


aldosteron yang bekerja dengan memblok reseptor mineralokortokoid. Di ginjal,
antagonis aldosteron menghambat reabsorpsi natrium dan ekskresi potasium.
Sehingga antagonis aldosteron juga memiliki efek diuretik. Selain itu, antagonis
aldosteron dikontraindikasikan bagi pasien dengan konsentrasi serum kalium > 5,0
mmol/L dan kadar serum kreatinin > 2,5 mg/dL7.
Tabel Dosis Obat Antagonis Adosteron

3.9 Kompikasi
a. Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri.
b. Syok kardiogemik : Stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat dari
penurunan curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat keorgan
vital (jantung dan otak).
c. Episode trombolitik Trombus terbentuk karena imobilitas pasien dan
gangguan sirkulasi dengan aktivitas trombus dapat menyumbat pembuluh
darah.
d. Efusi perikardial dan tamponade jantung Masuknya cairan ke kantung
perikardium, cairan dapat meregangkan perikardium sampai ukuran
maksimal. COP menurun dan aliran balik vena kejantung menjadi
tamponade jantung7.

34
BAB IV
PEMBAHASA
N
Diagnosis pasien ditegakkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa pasien laki-laki
usia 37 tahun datang dengan keluhan sesak sejak 2 hari yang lalu disertai nyeri ulu
hati, Keluhan sesak dan nyeri dada pada pasien dapat mengarahkan pada gagal
jantung. Dimana hal tersebut dibuktikan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
rontgen thoraks pada pasien ditemukan PND, kardiomegali, dyspnea d’effort,
serta pelebaran batas jantung, sehingga memenuhi gejala gagal jantung kongestif.
Berdasarkan hal tersebut maka pada pasien ini sudah tepat didiagnosa CHF
berdasarkan kriteria Framingham dengan didapatkan dua kriteria mayor yaitu
kardiomegali, ortopnea dan satu kriteria minor yaitu dyspnea d’effort 3.
Kemudian dari pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 10.60
ribu/Ul terjadi leukositosis, kreatinin mengalami peningkatan dengan jumlah 1.7.
Leukosit atau sel darah putih merupakan sel-sel yang akan meningkat jumlahnya
saat terjadi reaksi peradangan ataupun infeksi di dalam tubuh. Pada saat terjadi
kematian sel-sel otot jantung, tubuh akan mengenali sel-sel yang mati tersebut
sebagai zat asing, sehingga reaksi peradangan akan terjadi di sekitar sel-sel yang
mati tersebut. Karena reaksi peradangan tersebut, jumlah sel-sel darah putih akan
meningkat sebagai respon iflamasi. 3.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa nilai kreatinin dapat
dijadikan faktor prediktor independen terhadap penyakit kardiovaskuler. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Akanda, et al, ditemukan bahwa peningkatan
kreatinin serum adalah faktor risiko independen untuk penyakit jantung koroner
dengan hazard ratio (HR): 3.9, p<0.001. Insufisiensi ginjal akan menyebabkan
metabolisme abnormal dari protein dan asam amino sehingga menyebabkan kadar
homosistein meningkat. Hiperhomosisteinemia (kadar homosistein: 12 µmol/l.
Kadar normal: 6 µmol/hari) sudah dapat terjadi pada pasien dengan LFG3.
Berdasarkan hasil anamnesis riwayat perjalanan penyakit pasien,
didapatkan bahwa keluhan utama yang membawa pasien datang ke puskesmas
saat pertama kali didiagnosa mengalami serangan jantung adalah sesak nafas.

35
Keluhan sesak nafas dapat berasal dari organ paru, jantung, ginjal, serta dari hati.
Dari anamnesis didapatkan sesak yang dipengaruhi aktivitas merupakan khas
sesak yang disebabkan oleh organ jantung. Kemudian dilanjutkan dengan
dilakukannya pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang sehingga dapat
dipastikan sesak pada penderita bukan berasal dari organ paru, ginjal ataupun
hati2.
Menurut American family physician, sensasi sesak nafas subjektif atau
yang disebut dyspnea secara umum dapat disebabkan oleh adanya kelainan
pulmonari, kardiak, kardiopulmoner, dan non kardiopulmoner. Sesak nafas
pulmoner disebabkan oleh karena adanya kelainan ataupun gangguan fungsi dari
dalam paru-paru, seperti pada kasus asma. Sesak nafas kardiak disebabkan oleh
karena adanya kelainan ataupun gangguan fungsi dari jantung misalnya pada
kasus gagal jantung, sedangkan sesak nafas kardiopulmoner disebabkan oleh
karena adanya gangguan pada paru-paru maunpun jantung seperti pada kasus
penyakit paru obstruktif kronik dengan hipertensi pulmonal dan cor pulmonal.
Sesak nafas non kardiopulmoner berasal dari organ lain selain jantung dan paru-
paru, seperti misalnya pada kondisi asidosis pada kasus gagal ginjal1.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan tekanan vena jugularis
dalam batas normal namun pada pasien ini ada pelebaran batas jantung kiri.
Kondisi tersebut menunjukan adanya kegagalan pompa jantung. Berdasarkan hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas, maka pasien ini sudah tepat didiagnosa
gagal jantung NYHA II1.
Etiologi dari penyakit gagal jantung dapat berupa penyakit jantung
bawaan, penyakit jantung rematik, penyakit jantung hipertensi, penyakit jantung
koroner, penyakit jantung rematik, penyakit jantung tiroid, kardiomiopati, cor
pulmonale serta kehamilan. Berdasarkan hasil anamnesis, pada pasien ini
didapatkan bahwa pasien merupakan perokok aktif. Merokok berperan dalam
memperparah penyakit arteri koroner melalui tiga cara. Pertama, menghirup asap
akan meningkatkan karbon monoksida darah. Kedua, asam nikotinat pada
tembakau memicu pelepasan katekolamin yang menyebabkan kontriksi arteri.
Ketiga, meningkatkan adhesi trombosit, meningkatkan pembentukan trombus.
Menghisap rokok menyebabkan nikotin terserap oleh pembuluh darah kecil dalam
paru-paru dan kemudian akan diedarkan hingga ke otak. Di dalam otak, nikotin
akan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin atau
36
adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk
bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih tinggi. Merokok akan
menurunkan fungsi vasodilatasi arteri melalui penurunan kemampuan dari nitrik
oksida. In vitro, nikotin akan menstimulasi proliferasi selsel endotel dan sel-sel
otot polos, termasuk kardiomiosit4.
Selain melalui jalur hipertensi, merokok juga dapat menyebabkan
terjadinya gagal jantung lewat proses inflamasi. Nikotin juga mengganggu sistem
saraf simpatis dengan akibat meningkatnya kebutuhan oksigen miokard, yang bila
berlangsung dalam jangka waktu cukup lama dapat menyebabkan nekrosis pada
sebagian kardiomiosit4.
Penatalaksanaan pada gagal jantung menurut American Heart Association
(AHA) dikelompokkan berdasarkan gejala dan kelainan struktur jantung, yaitu :
 Stage A : Resiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa kelainan struktur jantung
ataupun gejala gagal jantung.
 Stage B : Terdapat kelainan struktur jantung tetapi tanpa tanda atau gejala
gagal jantung.
 Stage C : Terdapat kelainan struktur jantung disertai gejala gagal jantung
sebelumnya atau masih berlangsung saat ini.
 Stage D : Gagal jantung refrakter4.
Berdasarkan klasifikasi di atas, maka pasien ini termasuk dalam
kelompok stage C yaitu pasien gagal jantung dengan adanya kelainan struktur
jantung disertai gejala gagal jantung yang masih berlangsung sampai saat ini.
Tujuan penatalaksanaan pada pasien gagal jantung disertai dengan adanya
penurunan fraksi ejeksi pada stage C adalah mengontrol gejala, edukasi pasien,
mencegah perawatan di rumah sakit dan mencegah mortalitas. Adapun obat-
obatan yang rutin yang dianjurkan pada kelompok pasien stage C dibedakan
menjadi dua kategori pasien yaitu 3:
1. Gagal jantung tidak disertai penurunan fraksi ejeksi.
2. Gagal jantung disertai penurunan fraksi ejeksi.
Fraksi ejeksi merupakan indikator klinis yang dianggap telah umum
dipakai untuk menilai fungsi ventrikel kiri. Pengukuran fraksi ejeksi dapat
dilakukan dengan menggunakan angiografi dan radiografi ventrikulografi akan
tetapi biaya pemeriksaan tersebut cukup mahal dan merupakan tindakan invasif

37
yang memiliki resiko tinggi.1,9
Pada pasien ini ditemukan adanya kardiomegali sehingga dapat diduga
pasien ini mengalami penurunan fraksi ejeksi. Penatalaksanan terhadap pasien
dilakukan dengan hoIistic approach (pendekatan holistik) dengan cara
memberikan pelayanan secara utuh, tidak hanya untuk penyembuhan secara fisik,
tetapi juga mental, emosional bahkan spiritual pasien. Pendekatan yang dilakukan
tidak hanya pada pasien (patient centered), tapi juga pada keluarga pasien (family
approach) dengan maksud melakukan pendekatan secara utuh (holistik) untuk
penatalaksanaan penyakit gagal jantung yang dialami pasien. Untuk itu intervensi
kesehatan dilakukan terhadap pasien dalam bentuk intervensi farmakologi maupun
nonfarmakologi.9
Intervensi farmakologi pada Tn. IKD yang mengalami penyakit gagal
jantung dilakukan dengan pemberian obat Inj Furosemide 3x1 amp, IVFD Futrolit
7tpm, Drip Vascon 0.1meq, Inj Lansoprasol 2x1, Inj Ondancentron 3x4mg. Obat
oral: Spironolacton 1 x 50mg, Atorvastatin 1x20mg, Digoxin 1x0,25mg, Corolan
1x5mg, Clopidogrel 1x1 tab, Curcuma 3x1 tab, Sucralfat syr 3 x C1, Simarc
1x2mg, Car Q 1x100mg. 1,3
Pemakaian dosis, tujuan, dan efek samping dari obat dijelaskan dalam
tabel berikut. Dari tabel di bawah ini terlihat bahwa obat yang diberikan pada
pasien gagal jantung harus sesuai dosis tertentu dan memperhatikan efek
sampingnya. Sesuai dengan jenis obat obat an sifatnya obat yang diberikan pasien
dapt berbetuk obat minum, suntik, maupun infus.
Tabel Penggunaan Obat.1,3,9
Nama Efek Dosis Tujuan Obat
Samping
Digoxin 1 x 0,25mg Menormalkan Gangguan
irama jantung mental,
dan memperkuat pusing, sakit
jantung untuk kepala,
memompa darah diare, mual,
ke seluruh tubuh muntah,
ruam kulit,
anoreksi dan

38
aritmia
Drip 2,5 Mengeluarkan Menurunkan
Furosemid mg/jam cairan tubuh kadar kalium
1x1 sehingga aliran dalam darah
darah balik ke
jantung (preload)
menurun
Clopidogrel 1 x 75 Mencegah Lebam dan
mg trombosit pendarahan
(platelet) yang bawah kulit,
menempel dan mimisan,
berisiko nyeri perut,
membentuk konstipasi
gumpalan darah atau diare
dan
gangguan
pencernaan
Spironolacton 1x50 digunakan dalam Pusing, sakit
kepala, rasa
mg pengobatan
kantuk, mual,
gagal jantung, muntah dan diare
hipokalemia,
atau kondisi
ketika tubuh
terlalu banyak
memproduksi
hormon
aldosterone.
Atorvastatin 1x20 untuk Nyeri sendi dan
otot, sakit kepala,
mg menurunkan
mual, konstipasi,
kolesterol jahat kembung, mimisan
(LDL) dan
trigliserida, serta
meningkatkan
kadar kolesterol
39
baik (HDL) di
dalam darah.
Jika kolesterol
dalam darah
tetap terjaga
dalam kadar
normal, risiko
terjadinya stroke
dan serangan
jantung akan
semakin rendah.

Prognosis ditegakkan berdasarkan pada kemampuan pompa jantung untuk


kompensasi serta perbaikan gejala klinik setelah diterapi. Secara klinis, pada pasien
terdapat perbaikan sehingga prognosis quo ad vitam adalah dubia ad bonam. Tetapi
secara fungsional, berdasarkan hasil echocardiography telah terjadi kerusakan katup
yang permanen sehingga prognosis quo ad fungsionam adalah dubia ad malam.
Kemudian Berdasarkan fungsi sosialnya, pasien gagal jantung memiliki keterbatasan
dalam beraktivitas berat, hal ini mengakibatkan pasien tidak mampu bekerja seperti
biasanya8.
Selain terapi farmakologi, penting juga dilakukan intervensi nonfarmakologi
dalam bentuk edukasi dan konseling yang bersifat nonmedik. Intervensi dilakukan
terhadap faktor eksternal dan internal. Edukasi pada pasien tentang modifikasi diet dan
pembatasan cairan, pemantauan berat badan, identifikasi tanda dan gejala perburukan
gagal jantung, hasil penilaian risiko dan prognosis, penilaian kualitas hidup, dan latihan
resusitasi jantung paru bagi keluarga pasien 9.

40
BAB V
PENUTUP
Pasien laki-laki 37 tahun datang dengan keluhan sesak sejak 2 hari yang lalu
disertai perut terasa kembung dan pasien mengeluh mual sejakpagi hari serta nyeri pada
ulu hati. Diketahui bahwa pasien pernah mengalami keluhan yang sama dan memiliki
riwayat CHF. Pada pemeriksaan vital sign saat di IGD didapatkan tekanan darah 95/70
mmHg, HR 87x/menit reguler kuat angkat, RR 20x/menit, suhu 36 0C aksila, VAS 8/10,
CRT < 2 detik dan SpO2 98% tekanan ruangan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan a bdomen pada regio epigastrium
dan lumbal sinistra, pelebaran jantung kiri saat perkusi jantung. Kemudian pada
pemeriksaan penunjang echo didapatkan MR berat (ec sekunder) ; TR ringan-sedang,
fungsi sistolik LV menurun EF 20%, fungsi diastolik LV menurun grade III, fungsi
sistolik RV normal, global LV hipokinetik, LVH (+) ekstrensik. Pada foto rontgen
tampak cardiomegali dan pemeriksaan EKG menunjukkan kesan deviasi jantung kiri.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada
pasien didapatkan diagnosi yaitu Congestive heart failure, iskemik kardiomiopati,
Dimana terapi yang diberikan meliputi Inj Furosemide 3x1 amp, IVFD Futrolit 7tpm,
Drip Vascon 0.1meq, Inj Lansoprasol 2x1, Inj Ondancentron 3x4mg. Obat oral:
Spironolacton 1 x 50mg, Atorvastatin 1x20mg, Digoxin 1x0,25mg, Corolan 1x5mg,
Clopidogrel 1x1 tab, Curcuma 3x1 tab, Sucralfat syr 3 x C1, Simarc 1x2mg, Car Q
1x100mg.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Adista, R. J. (2020). Manifestasi Klinis dan Tatalaksana Gagal Jantung. 3(3), 36–46.

2. Agustanti, D. (2015). ANALISIS FAKTOR RISIKO GAGAL JANTUNG DI RSUD dr.


H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG. XI(2), 194–203.

3. Anindia, W., Rizkifani, S., Farmasi, P. S., Kedokteran, F., Tanjungpura, U., & Sakit, R.
(n.d.). (2018). Kajian karakteristik pasien gagal jantung kongestif di rumah sakit
sultan syarif mohamad alkadrie pontianak.

4. Amalia Yunita. (2020). GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG


PENCEGAHAN. 11(1).

5. Mentis, K. C., Sedang, K. U., Baik, G., Mentis, K. C., Baik, K. U., Baik, K. G.,
Andayani, P. S., Mentis, K. C., Sedang, K. U., Baik, K. G., Baik, K. U., Sedang, K. G.,
& Putri, R. (2019). CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
INTEGRATED PATIENT PROGRESS NOTES. 1–18.

6. Soesanto, A. M. (2008). Pengukuran Fungsi Sistolik Global Ventrikel Kiri. 29(2), 89–
91.

7. Studi, P., Dokter, P., Kedokteran, F., Ilmu, D. A. N., Islam, U., & Syarif, N. (2014).
SEBAGAI FAKTOR PREDIKTOR MAJOR ADVERSE CARDIAC EVENTS PADA
SINDROMA KORONER.

8. Tedjasulaksana, J. J., & Cholissodin, I. (2021). Sistem Pakar Diagnosis Penyakit


Gagal Jantung Kongestif , Penyakit Paru Obstruktif Kronik , Dan Asma Berdasarkan
Gejala Utama Sesak Kronik Menggunakan Kombinasi Metode K-Nearest Neighbor
Dan Certainty Factor. 5(6), 2593–2599.

9. Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Drazner MH, et al. 2013
ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart Failure. J Am Coll Cardiol
[Internet]. 2013;62(16):e147–239

42

Anda mungkin juga menyukai