Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN CBD

CASE BASED DISCUSSION

UNSTABEL ANGINA PEKTORIS

OLEH:

Ni Nyoman Sulindri Intan Sari

018.06.0065

PEMBIMBING

dr. Ni Gusti Putu Sri Andayani, Sp.Jp

KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN ILMU PENYAKIT


DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KLUNGKUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2023

i
KATA PENGANTAR

Puja dan Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
segala limpahan nikmat-Nya saya dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang
berjudul Unstable Angina Pectoris (UAP)
Dalam penyusunan laporan ini, saya banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan, masukan dan motivasi dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung. Untuk itu dalam kesempatan ini, saya menyampaikan
ucapan terima kasih kepada dosen yang telah memberi arahan dan penjelasan
tentang tata cara penulisan laporan ini.
Saya menyadari, penulisan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu
saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram yang sedang menjalani
kepanitraan klinik di RSUD Klungkung.

Klungkung,

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS...........................................................................................2
2.1 Identitas Pasien.........................................................................................................2
2.2 Anamnesis (Subjektif)..............................................................................................2
2.3 Pemeriksaan Fisik (Objektif)....................................................................................4
2.4 Pemeriksaan Penunjang............................................................................................8
2.5 diagnosis Kerja.......................................................................................................12
2.6 Planing....................................................................................................................12
2.7 Follow Up...............................................................................................................13
BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................................22
3.1 Definisi....................................................................................................................22
3.2 Epidemiologi...........................................................................................................22
3.3 Etiologi....................................................................................................................23
3.4 Klasifikasi...............................................................................................................24
3.5 Patofiiologi..............................................................................................................25
3.6 Manifestasi..............................................................................................................26
3.7 Diagnosis................................................................................................................27
3.8 Tatalaksana.............................................................................................................29
3.9 Prognosis.................................................................................................................35
BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................................37
BAB V PENUTUP........................................................................................................42

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan penyakit kardiovaskular utama yang memiliki
tingkat mortalitas yang tinggi dan menjadi penyebab kematian utama di seluruh dunia.
Bedasarkan data dari Kemenkes tahun 2013, SKA menempati posisi ke-7 sebagai penyakit tidak
menular tertinggi di Indonesia, dimana terdapat sekitar 1,5% penduduk atau 2.650.340 orang
yang terdiagnosis oleh dokter bedasarkan gejala yang mengalami SKA di Indonesia. Selain itu,
diperkirakan kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskular, terutama penyakit jantung
koroner dan stroke akan terus meningkat mencapai 23,3 juta kematian pada tahun
2030(Kemenkes RI, 2014)(Patricia, Suling, & Suling, 2018; PERKI, 2018).
Nyeri dada adalah gejala utama yang dijumpai serta dijadikan dasar diagnostik dan
terapeutik awal, namun klasifikasi selanjutnya didasarkan pada gambaran elektrokardiografi
(EKG). Penyakit ini dapat dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu Infark Miokard Akut dengan
Elevasi Segmen ST (IMA-EST)/ ST Segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI), Infark
Miokard Non-Elevasi Segmen ST (IMA-NEST)/ Non-ST Segment Elevation Myocardial
Infarction (NSTEMI), dan Angina pektoris tidak stabil/Unstable Angina Pectoris (UAP), yang
ditegakkan melalui anamnesis dengan gejala nyeri dada tipikal, pemeriksaan elektrokardiogram,
dan pemeriksaan biomarka jantung (Gulati et al., 2021; Liwang et al., 2020; PERKI, 2018).

NSTEMI biasanya disebabkan oleh penyempitan arteri koroner yang berat, sumbatan
arteri koroner sementara, atau mikroemboli dari trombus dan atau materi-materi atheromatous.
Dikatakan NSTEMI bila dijumpai peningkatan biomarkers jantung tanpa adanya gambaran ST
elevasi pada EKG, apabila tidak didapati peningkatan enzim-enzim jantung kondisi ini disebut
dengan unstable angina (UA) dan diagnosis banding diluar jantung harus tetap dipikirkan.

iv
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

a. Nama : IBA
b. TTL : 05-04-1971
c. Usia : 52 tahun
d. Jenis Kelamin : Laki-laki
e. Alamat : Domisisli sekrang di tabananan (br dinas
wanasari talibeng sidemen )
f. Pendidikan : SMA
g. Pekerjaan : Perkerjaan terakhir supir namun berenti
sejak 3 tahun yang lalu
h. Agama : Hindu
i. Status Perkawinan : Sudah menikah
j. Tanggal MRS : 12 Febuari 2023
k. No.RM : 301830
l. Ruangan : ICCU dipindah ke Boni

2.2 Anamnesis (Subjektif)

Telah dilakukan anamnesis secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada


tanggal 22 Febuari 2023.
a) Keluhan Utama

Nyeri dada

b) Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Klungkung rujukan dari RS Bintang

v
diantar oleh keluarganya dalam keadaan sadar pada tanggal 13 Febuari
pukul 18.00 WITA. Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sejak 1
bulan yang lalu dan memberat sejak 2 hari yang lalu SMRS. Nyeri dada
yang dirasakan pasien terjadi hilang timbul dengan durasi sekitar 30 menit
hingga mengganggu aktivitas pasien. Pasien secara spesifik tidak dapat
melokalisir nyeri dada yang dirasakan namun pasien mengatakan nyeri
dada yang dirasakan terasa seperti menembus ke punggung dan nyerinya
seperti tercekik. Nyeri dada tidak menjalar ke lengan kiri, leher maupun
rahang pasien. Skala nyeri dada pasien 6/10

Keluhan ini pada awalnya muncul tiba-tiba tanpa sebab ketika


keluarga pasien meninggal 6 bulan yang lalu dan pada saat itu pasien
mengurung diri di rumah aktivitas sehari hari terbatas. Keluhan nyeri dada
muncul tapi tidak sering dan pasien masih dapat menahannya.

Nyeri dada yang dirasakan pasien disertai sesak nafas dan mudah
lelah terutama ketika pasien beraktifitas sesak nafas dirasakan muncul
saat aktivitas ringan berjalan dalam jarak 100 meter namun sejak 2 hari
terakhir sesak nafas dan terasa lelah ketika menggayung saat mandi dan
terkadang sesak muncul pada malam hari hingga pasien tidak bisa tidur.
Keluhan ini membaik ketika pasien dalam poisisi duduk membungkuk
namun keluhan itu tidak menghilang ketika beristirahat

Keluhan lain yang dirakan pasien nyeri uluh hati disertai perut
terasa kembung mual dan muntah (bentuk cair berwana putih) 2 kali
sekitar jam 7 pagi SMRS pasien juga mengaku membutuhkan bantal
tambahan saat tidur, keringat dingin di malam hari (-),demam (-), batuk
(-), pilek (+), BAK (+) BAB (+). Riwayat alergi (-) HT(-) DM(-).

Pasien dibawa ke iccu jantung selama 4 hari dari igd kemudian


dirawat di ruangan boni

c) Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat keluhan yang sama : (-)

 Riwayat penyakit jantung : (-)

vi
 Riwayat hipertensi : disangkal

 Riwayat diabetes melitus : disangkal

 Riwayat Asma : disangkal

 Riwayat alergi : disangkal

 Riwayat alergi obat-obatan : disangkal

 Riwayat penyakit ginjal : hidronefrosis 3 tahun yang lalu

d) Riwayat penyakit keluarga

 Riwayat hipertensi : disangkal

 Riwayat penyakit jantung : disangkal

 Riwayat diabetes mellitus : disangkal

 Riwayat alergi : disangkal

e) Riwayat Sosial ekonomi


Pasien tinggal dengan keluarganya, aktivitas pasien terbatas lebih sering
mengurung diri , perokok dan peminum aktif.

2.3 Pemeriksaan Fisik (Objektif)

a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

b. Kesadaran/GCS :

Kuantitatif : Compos Mentis

Kualitatif : E4V5M6

c. Tanda Vital

 Tekanan Darah : 115/63 mmHg

 Denyut Nadi : 87x/menit teraba reguler kuat angkat

 RR : 19x/menit thorako-abdominal

vi
i
 Suhu : 36,3 0C aksila

 VAS : 4/10

 CRT : < 2 detik

 SpO2 : 95% tekanan ruangan

d. Status Generalis
Kepala Inspeksi Normocephali, warna rambut hitam
keputihan, distribusi merata, tidak
ditemukan cedera kepala.
Palpasi Nyeri tekan (-) pada wajah, rambut tidak
mudah dicabut/tidak ada kerontokan.
Mata Inspeksi Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-
), pupil bulat isokor (3mmx3mm), refleks
pupil (+/+).
Palpasi Nyeri tekan (-)

Telinga Inspeksi Otorea (-/-), discharge (-/-), serumen (-/-)


Palpasi Nyeri tekan tragus dan mastoid (-/-)
Hidung Inspeksi Bentuk normal, tidak ada nafas cuping
hidung, septum deviasi (-/-), discharge (-/-),
serumen (-/-)
Palpasi Nyeri tekan (-)

Tenggorok Inspeksi Uvula di tengah, tonsil T1-T1 tidak


an
hiperemis, faring hiperemis (-)
Mulut Inspeksi Bentuk normal, bibir pucat (+), sianosis (-),
lidah kotor bercak putih (+), karies (-), gusi
berdarah (-).
Leher Inspeksi Bentuk leher normal tidak ada benjolan
kemerahan (-), trakea di medial pergerakan
leher bebas
Palpasi KGB tidak teraba, JVP tidak dievaluasi
Kaku kuduk (-)

Auskultasi Bruit arteri karotis (-)

vi
ii
Thorax
Normochest, tidak ada lesi, tidak ada jejas,
gerakan dada simetris, tidak terdapat retraksi
suprasternal.

Pulmo Inspeksi
Gerakan simetris saat statis dan dinamis, tidak
ada retraksi otot bantu pernapasan
Palpasi Nyeri tekan (-), fremitus vokal simetris pada
kedua lapang paru

Perkusi
Sonor Redup Pekak
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -
Auskultasi
Vesikular Ronkhi Wheezing
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -
Jantung Inspeksi Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi
Iktus kordis teraba di ICS V aksila anterior
sinistra

Perkusi Batas jantung kanan: ICS V linea parastrernal


dextra
Batas jantung kiri: ICS VI aksila anterior
sinistra
Batas jantung atas:ICS II linea
parsternalis sinistra

Auskultasi Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), thrill (-),


gallop (-).

ix
Abdomen Inspeksi Tidak ada sikatrik, massa (-), spider nevi (-)
cuput medusa (-)
Auskultasi Bising usus (+) 11x/menit
Perkusi Timpani :
+ + +
+ + +
+ + +

Palpasi - defans muscular (-) distensi (-) undulasi


(-)

- hepar dan lien tidak teraba.

- Nyeri ketok CVA (costovertebra angle) :


(-/-)

- Nyeri tekan (+) Epigastrium

- + -
- - +
- - -

x
Ekstremitas Look Warna kulit pucat, deformitas (-), sikatrik
(-), benjolan atau tumor (-)
Atas Dextra
dan Sinistra Feel Nyeri tekan (-), benjolan atau tumor (-),
akral dingin, edema
Movement Keterbatasan gerak (-)
CRT < 2 detik
Ekstermitas Look Warna kulit normal, deformitas (-), sikatrik
Atas Dextra (-), benjolan atau tumor (-)
dan Sinistra Feel Nyeri tekan (-), benjolan atau tumor (-),
akral dingin, edema (+/+)
Movement Keterbatasan gerak (-)
CRT < 2 detik

2.4 Planing

Pemeriksaan Laboratorium :

Hasil Pemeriksaaan Enzim jantung Tn. IBA 13 febuari 18.47


Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Kimia  klinik
Imunoserologi
   CK-MB <3.00 ng/mL 0~5
Troponin  I-hs 0.63 ng/mL 0 ~ 1.6

Planing Monitoring
1. EKG serial
2. Fungsi jantung: ECK-MB
3. Imunoserologi :Tropinin I-Hs
4. Darah Lengkap
5. Gula darah
6. Faal hati
7. Faal ginjal
8. Elektrolit
11
Planing Diagnosis
1. Fungsi jantung: ECK-MB
2. Imunoserologi :Tropinin I-Hs
Planing Terapi

Planing KIE
MRS ICCU

a. Pemeriksaan EKG :
Gambar Keterangan
Sinus Ritme
HR: 75 x/menit
13 febuari 2023 18.23
Axis: normo Axis
Gel P: 0,08s
PR-Interval: 0,18 detik
Kompleks QRS:menyempit 0.04s
Q-patologis: ada di lead aVf
R’R: Ada di aVL
ST-Elevasi/Depresi: tidak ada
T inversi: tidak ada
Interpretasi : Ventricular
premature depolarization, Old
myocardial infarction

12
b. Pemeriksaan Rontgen Thoraks :

Gambar Keterangan

Thorak PA :
 Cor : tampak membesar
ctr 61%
 Pulmo : corakan
bronkovascular
meningkat dengan
chepalisasi, tampak
infiltrate di paracardia
kanan
 Sinus phrenocostalis
kanan dan kiri tajam
 Diafragma kanan dan kiri
normal
 Skelet hemithorak : tak
tampak frcture
 Tampak cardiomegali
 Gambaran pneumonia
dengan congestive
pulmonum

13
c. Hasil Echo :

 MR berat (ec sekunder) ; TR ringan-sedang


 Fungsi sistolik LV menurun
 Fungsi diastolik LV menurun grade II
 Fungsi sistolik Rv menurun
 RWMA (+) segemental akinetic
 LVH (+) eksentrik
 Efusi pleura sinistra

2.5 Diagnosis Kerja


 Unstable Angina pectoris
 Old myocard

14
 Congestive Heart Failure (CHF).

2.6 Penatalaksanaan
1. Fase akut
Bed rest total,
Oksigen 2-4L/menit, →3 L
Pemasangan IVFD→ NaCl 0.9% 7tpm,
Obat-obatan :
 Aspilet 160mg kunyah→ Aspilet 1x80mg io
 Antiplatelet , Clopidogrel → Clopidogrel 1x75mg
 nitrat sublingual 5 mg, dapat diulang 3 kali jika masih ada keluhan
dilanjutkan nitrat iv → ISDN 5mg kp bila nyeri dada
 Nitrat IV: Nitrogliserin 10 mic dalam 50cc
 Beta bloker→ Bisoprolol 1x2.5mg io
 Antikoagulan →Fonfaparinux 2,5 mg subkutan
 Pasang kateter
Terapi Advice:
Inj ondansetron 3x4mg,
Omeprazole 2x1vial iv,
Spironolakton 1x25mg
monitoring jantung
Stratifikasi resiko untuk menentukan strategi invansif
usia 52 tahun → skor 36
laju denyut jantung : 87x/menit → skor 7
TD Sistolik: 116 mmHg → skor 47
Kreatinin : ?
2. Fase perawatan intensif (2x24jam)
Obat-obatan:
a. Statin: Rosuvastatin 10-20 mg/hari
b. Aspilet 1x80-160 mg
c. Clopidogrel 1x75mg atau Ticagrelor 2x90mg
d. Beta bloker→ Bisoprolol 1x2.5mg io
e. Ramipril1 x 10 mg atau Lisinopril 1x 10, Captopril 3x25mg atau jika LV
15
fungsi menurun EF <50%
f. Jika intoleran dengan golongan ACE-I dapat diberikan obat golongan
ARB: Candesartan 1 x 16, Valsartan 2x80 mg
g. Obat pencahar 2x1C
h. Diazepam 2x5 mg
i. Fondaparinux 1x2,5 mg SC
Monitoring kardiak
Puasa 6 jam
Diet jantung I 25-35 kkal/KgBB/24jam
Total cairan 25-35 cc/KgBB/24jam
Pemeriksaan profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserid) dan asam urat
3. Fase perawatan biasa
Sama dengan langkah 2 a-f (diatas)
Stratifikasi Risiko untuk prognostik sesuai skala prioritas pasien.
Rehabilitasi dan Prevensi sekunder
2.7 Follow Up Pasien
14 Maret 2023
S Nyeri dada (+) berkurang skala 4 dara 0-10, mual (+), sesak (+), nyeri
uluhhati (+) mual (+) memberat muntah (+)BAK : DC(+), BAB (-),ma/mi
+/+,  terpasang NTG 10 mcq/mnt,
O KU: tampak sakit sedang (lemah)
Kesadaran: Compos mentis (E4V5M6)
SpO2: 97% NC 3 lpm
Tanda Vital :
- TD : 90.00/55.00 mmHg
- N :84x/menit
- RR: 21x/menit
- Suhu : 36,0oC aksila
- VAS :4/10
Status generalis
- Thorax:
Paru : vesikular di seruluh lapang paru ronki -/- whezing -/-
Cor : S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Distensi (-), asites (-),Bising usus (+) timpani di 9 regio abdomen teraba massa
(+) 2 jari

16
Nyeri tekan (+)
- + -
- - -
- - -

- Ekstremitas

hangat Edema
+ + - -
+ + + +
A Unstable angina, Old myocardial infarction anteroseptal , Dispepsia ,susp.
Hepatomegali

P a. Planning Terapi
Terapi lanjutan
Terapi tambahan :
Furesemide10 mg/ml inj dengan dosis 2x1/2 amp iv
Spironolakton 25 mg tab dengan dosis 1x1
injeksi ondansentron ekstra 4mg,
b. Planning Monitor
 Pemantauan klinis (tanda vital)
 Pemantauan cardiac:  monitoring CM/CK/VS
 Check GDS

15 Maret 2023
S Pasien mengeluh sesak sudah berkurang dan mual muntah tidak bisa makan
O KU: tampak sakit sedang (lemah)
Kesadaran: Compos mentis (E4V5M6)
SpO2: 97% NC 3 lpm
Tanda Vital :
- TD : 118/67 mmHg
- N :77x/menit
- RR: 22x/menit
- Suhu : 36,0oC aksila
- VAS :4/10
Status generalis

17
- Thorax:
Paru : vesikular di seruluh lapang paru ronki -/- whezing -/-
Cor : S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Distensi (-), asites (-),massa (-), Bising usus (+) timpani di 9 regio abdomen
- Ekstremitas

Dingin Edema
+ + - -
+ + + +

Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan Gula Darah :177 mg/dl (rujukan:80-200)
A Unstable angina, Old myocardial infarction anteroseptal , Dispepsia

P Planing terapi
Terapi lanjutan :
Terapi tambahan :
(Futrolit infus dengan dosis 12 tpm)
(Furosemide 10 mg/ml inj dengan dosis 2x1/2 amp iv
(NTG 10mg inj dengan dosis 10meq/mnt STOP ), 
Miozidine MR(Trimetazidine) 35 mg Tablet dengan dosis 2x1 ),
Planing diagnostik
 Cek lab : profil lipid dan asam urat besok pagi Echocardiography 
Planning Monitor

 Pemantauan klinis (tanda vital)

16 Febuari 2023
S kadang berdebar , mual +, makan sedikit2, susah tidur dan sering gelisah
O KU: tampak sakit sedang (lemah)
Kesadaran: Compos mentis (E4V5M6)
SpO2: 97% NC 3 lpm
Tanda Vital :
- TD : 101/66 mmHg
- N :86x/menit
- RR: 20x/menit
- Suhu : 36,0oC aksila
- VAS :4/10
18
Status generalis
- Thorax:
Paru : vesikular di seruluh lapang paru ronki -/- whezing -/-
Cor : S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Distensi (-), asites (-),massa (-), Bising usus (+) timpani di 9 regio abdomen
- Ekstremitas

Dingin Edema
+ + - -
+ + + +

Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan Gula Darah :177 mg/dl (rujukan:80-200)
A Unstable angina, Old myocardial infarction anteroseptal , Dispepsia

P Planing terapi
Terapi lanjutan :
Terapi tambahan :
Tyarit 200 mg tab dengan dosis 3x1 )
(Allopurinol 100 mg tab dengan dosis 2x100mg)
Planing diagnostik
 Cek lab : profil lipid dan asam urat besok pagi Echocardiography 
Planning Monitor

 Pemantauan klinis (tanda vital)


 Pemantauan cardiac
 Check GDS

16 Febuari 2023
S kadang berdebar , mual +, makan sedikit2, susah tidur dan sering gelisah
O KU: tampak sakit sedang (lemah)
Kesadaran: Compos mentis (E4V5M6)
SpO2: 97% NC 3 lpm
Tanda Vital :
- TD : 101/66 mmHg
- N :86x/menit

19
- RR: 20x/menit
- Suhu : 36,0oC aksila
- VAS :4/10
Status generalis
- Thorax:
Paru : vesikular di seruluh lapang paru ronki -/- whezing -/-
Cor : S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Distensi (-), asites (-),massa (-), Bising usus (+) timpani di 9 regio abdomen
- Ekstremitas

Dingin Edema
+ + - -
+ + + +

Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan Gula Darah :177 mg/dl (rujukan:80-200)
A Unstable angina, Old myocardial infarction anteroseptal , Dispepsia

P Planing terapi
Terapi lanjutan :
Terapi tambahan :
Tyarit 200 mg tab dengan dosis 3x1 )
(Allopurinol 100 mg tab dengan dosis 2x100mg)
Planing diagnostik
 Cek lab : profil lipid dan asam urat besok pagi Echocardiography 
Planning Monitor

 Pemantauan klinis (tanda vital)


 Pemantauan cardiac
 Check GDS

20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Arteri Koroner

3.2 Definisi dan Klasifikasi


Sindrom koroner akut adalah kumpulan gejala klinik ditandai dengan
nyeri dada dan gejala lain yang disebabkan penurunan aliran darah ke jantung,
biasanya disebabkan oleh plak aterosklerosis (myrtha,2012)
Angina pektoris tak stabil adalah suatu spektrum dari sindroma iskemik
miokard akut yang berada di antara angina pektoris stabil dan anfark miokard
akut. Terminologi ATS harus tercakup dalam kriteria penampilan klinis
sebagai berikut :
1. Angina pertama kali Angina timbul pada saat aktifitas fisik. Baru pertama
kali dialami oleh penderita dalam priode 1 bulan terakhir
2. Angina progresif Angina timbul saat aktifitas fisik yang berubah polanya
dalam 1 bulan terakhir, yaitu menjadi lebih sering, lebih berat, lebih lama,
timbul dengan pencetus yang lebih ringan dari biasanya dan tidak hilang
dengan cara yang biasa dilakukan. Penderita sebelumnya menderita angina
pektoris stabil.
3. Angina waktu istirahat Angina timbul tanpa didahului aktifitas fisik
ataupun hal-hal yang dapat menimbulkan peningkatan kebutuhan O2
miokard. Lama angina sedikitnya 15 menit.
4. Angina sesudah IMA Angina yang timbul dalam periode dini (1 bulan)
setelah IMA. Kriteria penampilan klinis tersebut dapat terjadi sendiri-
sendiri atau bersama-bersama tanpa adanya gejala IMA. Nekrosis miokard
yang terjadi pada IMA harus disingkirkan misalnya dengan pemeriksaan
enzim serial dan pencatatan EKG.

21
3.3 Epidemiologi
Usia rata-rata presentasi angina tidak stabil adalah 62 tahun (berkisar
antara 23-100 tahun). Rata-rata wanita yang mengalami angina tidak stabil
adalah 5 tahun lebih tua daripada pria, dengan sekitar setengah dari wanita
berumur lebih tua dari 65 tahun. Hal tersebut hanya terjadi pada sekitar
sepertiga dari pria. Orang kulit hitam cenderung mengalami angina tidak stabil
pada usia yang lebih muda.
Dibandingkan dengan STEMI, prevalensi NSTEMI dan APTS lebih tinggi,
di mana pasien-pasien biasanya berusia lebih lanjut dan memiliki lebih banyak
komorbiditas. Selain itu, mortalitas awal NSTEMI lebih rendah dibandingkan
STEMI namun setelah 6 bulan, mortalitas keduanya berimbang dan secara
jangka panjang, mortalitas NSTEMI lebih tinggi
3.4 Faktor Resiko
 Faktor resiko tidak dapat diubah
Usia : resiko meningkat pada pria >45 tahun dan wanita >55 tahun
Jenis kelamin: morbiditas pada pria>wanita
Riwayat keluarga PJK dini yaitu ayah usia <55 tahun dan ibu < 65 tahun
 Faktor resiko dapat diubah
a. Mayor
Peningkatan lipid serum,hipertensi, merokok, konsumsi alkohol,
diabetes melitus,diet tinggi lemak jenuh, kolestrol dan kalori
b. Minor
Aktivitas fisik kurang, stres psikologi, tipe kepribadian
3.5 Etiologi
Sindroma koroner akut ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara
pasokan dengan kebutuhan oksigen miokard1.
Etiologi SKA antara lain:
1. Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada pada
plak aterosklerosis. Mikroemboli dari agregasi trombosit beserta
komponennya dari plak yang ruptur mengakibatkan infark kecil di distal.
2. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen
arteri koroner epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas
otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel.

22
3. Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/thrombus: terjadi pada
sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang
setelah intervensi koroner perkutan (PCI).
4. Inflamasi: penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur, trombogenesis.
Makrofag, limfosit T ↑ metalloproteinase penipisan dan ruptur plak
5. Keadaan/faktor pencetus:
a. ↑ kebutuhan oksigen miokard: demam, takikardi, tirotoksikosis
b. ↓ aliran darah koroner
c. ↓ pasokan oksigen miokard: anemia, hipoksemia.2

3.6 Patofisiologi

Lima proses patofisiologi yang berperan terhadapa perkembanag UAP/NSTEMI

1. Ruptur plak atau erosi plak dengan tumpukan trombus non oklusi (penyebab
tersering)
Aterotrombosis terdiri dari aterosklerosis dan trombosis. Aterosklerosis
merupakan proses pembentukan plak (plak aterosklerotik) akibat akumulasi
beberapa bahan seperti lipid-filled macrophages, massive extracellular lipid dan
plak fibrous yang mengandung sel otot polos dan kolagen.
Perjalanan proses aterosklerosis, secara bertahap berjalan dari sejak usia
muda bahkan dikatakan juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak
garis lemak atau fatty streaks pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan
lambat-laun pada usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau
kerak pada pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan pembuluh darah.
Ketika plak tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses
trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu pembuluh
koroner. Pada saat inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau
infark miokard.
Sedangkan trombosis merupakan proses pembentukan atau adanya
darah beku yang terdapat di dalam pembuluh darah atau kavitas jantung
omponen-komponen yang bereran dalam proses trombosis adalah dinding
pembuluh darah, aliran darah dan darah sendiri yang mencakup platelet, sistem
koagulasi, sistem fibrinolitik, dan antikoagulan alamia

2. Obstruksi Dinamis

a. Spasme arteri koroner epikardium seperti varian Prinzmetal Angina


23
b. Resistensi pembuluh darah koroner

c. Vasokonstriktor lokar tromboksan A2 yang dilepaskan dari trombosit

d. Disfungsi dari endotel korener

e. Stimulasi adrenegik teramsik kokain

3. Penyempitan hebat lumen aerteri koroner karena pembentukan aterosklerotik


yang progresis atau restenosis pasca inteversi korener perkutan lamsi

4. Angina pektoris tidak stabil sekunder yang memnyebabkan peningkatan


kebutuhan oksigen atau penurunan suplai oksigen misalnya dalam keadaan
takikardi , demam, hipotensi atau anemia

5. inflamasi

3.7 Diagnosis
Dengan mengintegrasikan informasi yang diperoleh dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, EKG, pemeriksaan laboratorium marka jantung, dan foto
polos dada, diagnosis awal pasien dengan keluhan nyeri dada dapat
dikelompokkan sebagai berikut: non kardiak, angina stabil, kemungkinan SKA,
dan definitif SKA.
a. Anamnesis
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada
yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan
angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke
lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium.
Keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten
(>20 menit). Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti
diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop.
24
Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di
daerah penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion),
sesak napas yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang
sulit diuraikan. Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia
muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes,
gagal ginjal menahun, atau demensia. Walaupun keluhan angina atipikal
dapat muncul saat istirahat, keluhan ini patut dicurigai sebagai angina
ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas, terutama pada pasien dengan
riwayat penyakit jantung koroner (PJK). Hilangnya keluhan angina setelah
terapi nitrat sublingual tidak prediktif terhadap diagnosis SKA.
Presentasi klinis IMA-NEST dan UAP pada umunya berupa
 Angina tipikal yang presisten selama lebih dari 20 menit dialami oleh
sebagian besar pasien 80%
 Angina Awitan Baru (de novo) Kelas III The Canadian
Cardiovaskular Society (CCS). Terapat pada 20 %
 Angina stabil yang mengalami destabilisasi ( Angina progresif atau
kresenodo) menjadi makin sering, lebihblama atau menjadi makin
berat minimal kelas III Klasifikasi CCS.
 Angina pasca infark miokard. Angina yang terjadi dalam 2 minggu
setelah infark miokard
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada
pasien dengan karakteristik berikut
1. Peia
2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit
arteri perifer/karotis)
3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark
miokard
4. Mempunyai faktor resiko umur hipertensi, merokok, dislipidemia,
diabetes melitus, riwayat PJK dini dalam keluarga menurut National
Cholestrol Education Program (NCEP)
Diagnosis angina pektoris tidak stabil dan Infark miokard non ST
elevasi ditegakkan atas dasar keluhan angina tipikal yang dapat disertai
dengan perubahan EKG spesifik, dengan atau tanpa peningkatan marka

25
jantung. Jika marka jantung meningkat, diagnosis mengarah NSTEMI; jika
tidak meningkat, diagnosis mengarah APTS. Sebagian besar pasien
NSTEMI akan mengalami evolusi menjadi infark miokard tanpa gelombang
Q. Dibandingkan dengan STEMI, prevalensi NSTEMI dan APTS lebih
tinggi, di mana pasien-pasien biasanya berusia lebih lanjut dan memiliki
lebih banyak komorbiditas. Selain itu, mortalitas awal NSTEMI lebih rendah
dibandingkan STEMI namun setelah 6 bulan, mortalitas keduanya
berimbang dan secara jangka panjang, mortalitas NSTEMI lebih tinggi
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus
iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis
banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah
halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi
komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut,
hipotensi, diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema paru meningkatkan
kecurigaan terhadap SKA. Pericardial friction rub karena perikarditis,
kekuatan nadi tidak seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta,
pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang tidak seimbang perlu
dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis banding SKA.
c. Pemeriksaan elektrokardiogram
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang
mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan. EKG 12 sadapan
sesegera mungkin sesampainya di ruang gawat darurat.. Sedapat mungkin,
rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak kedatangan pasien di ruang
gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang setiap keluhan angina
timbul kembali.
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina
cukup bervariasi, yaitu normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch
Block), RBBB (Right Bundle Branch Block) baru, elevasi segmen ST yang
persisten (≥ 20 menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST
dengan atau tanpa inversi gelombang T.

26
(PERKI,2018)

Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak


medis pertama. Bila bisa didapatkan, perbandingan dengan hasil EKG
sebelumnya dapat sangat membantu diagnosis. Setelah perekaman EKG
awal dan penatalaksanaan, perlu dilakukan perekaman EKG serial atau
pemantauan terus-menerus. EKG yang mungkin dijumpai pada pasien
NSTEMI dan UAP antara lain: 1) Depresi segmen ST dan/atau inversi
gelombang T; dapat disertai dengan elevasi segmen ST yang tidak persisten
(3) Nondiagnostik 4) Normal Hasil EKG 12 sadapan yang normal tidak
menyingkirkan kemungkinan diagnosis SKA tanpa elevasi segmen ST,
misalnya akibat iskemia tersembunyi di daerah sirkumfleks atau keterlibatan
ventrikel kanan, oleh karena itu pada hasil EKG normal perlu
dipertimbangkan pemasangan sadapan tambahan. Depresi segmen ST ≥0,5
mm di dua atau lebih sadapan berdekatan sugestif untuk diagnosis APTS
atau NSTEMI, tetapi mengingat kesulitan mengukur depresi segmen ST
yang kecil, diagnosis lebih relevan dihubungkan dengan depresi segmen ST
≥1 mm. Depresi segmen ST ≥1 mm dan/atau inversi gelombang T≥2 mm di
beberapa sadapan prekordial sangat sugestif untuk mendiagnosis APTS atau
27
NSTEMI (tingkat peluang tinggi). Gelombang Q ≥0,04 detik tanpa disertai
depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T menunjukkan tingkat
persangkaan terhadap SKA tidak tinggi (Tabel 6) sehingga diagnosis yang
seharusnya dibuat adalah kemungkinan SKA atau definitif SKA. Jika
pemeriksaan EKG awal menunjukkan kelainan nondiagnostik, sementara
angina masih berlangsung, pemeriksaan diulang 10 – 20 menit kemudian
(rekam juga V7 -V9). Pada keadaan di mana EKG ulang tetap menunjukkan
kelainan yang nondiagnostik dan marka jantung negatif sementara keluhan
angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam untuk
dilakukan EKG ulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.
Bila dalam masa pemantauan terjadi perubahan EKG, misalnya
depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T yang signifikan, maka
diagnosis APTS atau NSTEMI dapat dipastikan. Walaupun demikian,
depresi segmen ST yang kecil (0,5 mm) yang terdeteksi saat nyeri dada dan
mengalami normalisasi saat nyeri dada hilang sangat sugestif diagnosis UAP
atau NSTEMI. Stress test dapat dilakukan untuk provokasi iskemia jika
dalam masa pemantauan nyeri dada tidak berulang, EKG tetap
nondiagnostik, marka jantung negatif, dan tidak terdapat tanda gagal
jantung. Hasil stress test yang positif meyakinkan diagnosis atau
menunjukkan persangkaan tinggi APTS atau NSTEMI. Hasil stress test
negatif menunjukkan diagnosis SKA diragukan dan dilanjutkan dengan
rawat jalan.
d. Pemeriksaan marker jantung
Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emas dalam
diagnosis NSTEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung tersebut akan
terjadi dalam waktu 2 hingga 4 jam. Penggunaan troponin I/T untuk
diagnosis NSTEMI harus digabungkan dengan kriteria lain yaitu keluhan
angina dan perubahan EKG. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika marka
jantung meningkat sedikit melampaui nilai normal atas (upper limit of
normal, ULN). Dalam menentukan kapan marka jantung hendak diulang
seyogyanya mempertimbangkan ketidakpastian dalam menentukan awitan
angina. Tes yang negatif pada satu kali pemeriksaan awal tidak dapat dipakai
untuk menyingkirkan diagnosis infark miokard akut. Kadar troponin pada
pasien infark miokard akut meningkat di dalam darah perifer 3 – 4 jam
28
setelah awitan infark dan menetap sampai 2 minggu. Peningkatan ringan
kadar troponin biasanya menghilang dalam 2 hingga 3 hari, namun bila
terjadi nekrosis luas, peningkatan ini dapat menetap hingga 2 minggu.
Mengingat troponin I/T tidak terdeteksi dalam darah orang sehat, nilai
ambang peningkatan marka jantung ini ditetapkan sedikit di atas nilai normal
yang ditetapkan oleh laboratorium setempat. Perlu diingat bahwa selain
akibat STEMI dan NSTEMI, peningkatan kadar troponin juga dapat terjadi
akibat 1) Takiaritmia atau bradiaritmia berat 2) Miokarditis 3) Dissecting
aneurysm 4) Emboli paru 5) Gangguan ginjal akut atau kronik 6) Stroke atau
perdarahan subarakhnoid 7) Penyakit kritis, terutama pada sepsis.

Karakteristik Beberapa Cardiac Marker

Cardiac Marker Meningkat Puncak Normal


cTn T 3 jam 12-48 jam 5-14 hari
cTn I 3 jam 24 jam 5-10 hari
CKMB 3 jam 10-24 jam 2-4 hari
CK 3-8 jam 10-36 jam 3-4 hari
Mioglobin 1-2 jam 4-8 jam 24 jam
LDH 24-48 jam 3-6 hari 8-14 hari

Kemungkinan SKA adalah dengan gejala dan tanda:


1) Nyeri dada yang sesuai dengan kriteria angina ekuivalen atau tidak
seluruhnya tipikal pada saat evaluasi di ruang gawat darurat.
2) EKG normal atau nondiagnostik, dan

29
3) Marka jantung normal\
Definitif SKA adalah dengan gejala dan tanda:
1) Angina tipikal.
2) EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEMI, depresi ST
atau inversi T yang diagnostik sebagai keadaan iskemia miokard, atau LBBB
baru.
3) Peningkatan marka jantung
Kemungkinan SKA dengan gambaran EKG nondiagnostik dan marka jantung
normal perlu menjalani observasi di ruang gawat darurat. Definitif SKA
dengan gambaran EKG yang nondiagnostik untuk NSTEMI sebaiknya
dirawat di rumah sakit dalam ruang intensif jantung.
e. Pemeriksan Laboratorium
Data laboratorium, di samping marka jantung, yang harus dikumpulkan di
ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu, status
elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid. Pemeriksaan
laboratorium tidak boleh menunda terapi SKA.
f. Pemeriksaan rontgen thorax
Mengingat bahwa pasien tidak diperkenankan meninggalkan ruang gawat
darurat untuk tujuan pemeriksaan, maka foto polos dada harus dilakukan di
ruang gawat darurat dengan alat portabel. Tujuan pemeriksaan adalah untuk
membuat diagnosis banding, identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta.

30
Perbandingan APTS, NSTEMI, STEMI
Perbedaan APTS NSTEMI STEMI
Nyeri dada <15 menit >15 menit >15 menit

31
EKG Normal/iskemik iskemik evolusi
Cardiac Normal meningkat meningkat
marker

Diagnosis banding:

3.8 Tatalaksana
Terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja
kemungkinan SKA atau definitif SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat
darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung (sebelum
diagnosis STEMI/NSTEMI ditegakkan). Terapi awal yang dimaksud adalah
morfin, oksigen, nitrat, aspirin clopidogrel/ticagrelor (disingkat
MONACO/MONATICA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan.
1. Tirah baring.
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2
arteri <95 % atau yang mengalami distres respirasi.
3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam
pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri.
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin. Aspirin tidak bersalut lebih terpilih
mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat.
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate), dapat dipilih satu di
antara pilihan berikut:
a. Ticagrelor: Dosis awal 180 mg per oral dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang direncanakan
untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik.
b. Clopidogrel: Dosis awal 300 mg per oral dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi
reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang
dianjurkan adalah clopidogrel).
6. Nitrat tablet/spray sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang masih
berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat (Kelas I-C). Jika nyeri dada
tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit
32
sampai maksimal tiga kali pemberian. Nitrat intravena diberikan pada pasien
yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis nitrat sublingual (kelas I-C).
Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien hipotensi (tekanan darah sistolik
 Diberikan secara sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg), dapat diulang sampai 3x dengan
interval 5-10 menit jika keluhan belum membaik setelah pemberian pertama,
dilanjutkan dengan drip intravena 5-10 μg/menit (jangan lebih 200 μg/menit).
 Kontraindikasi: hipotensi
 Manfaat:
 memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard;
 menurunkan kebutuhan oksigen di miokard;
 menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding
ventrikel;
 dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral;
 menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan)
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien
yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis Nitrat sublingual
 Dosis 2 – 4 mg intravena
 Manfaat:
 mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
 mengurangi rasa sakit akibat iskemia;
 meningkatkan venous capacitance;
 menurunkan tahanan pembuluh sistemik;
 menurunkan nadi dan tekanan darah.
 Efek samping: mual, bradikardi, dan depresi pernapasan.

Algoritma NST
33
Obat-obatan yang diperlukan dalam menangani SKA adalah:
a. Anti iskemia
1. Penyekat Beta (beta blocker)

2. Nitrat

b) Calcium Channel Blockers (CCB).

C) Anti platelet

34
d) Penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa
Penggunaan penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa dapat diberikan pada
pasien IKP yang telah mendapatkan DAPT dengan risiko tinggi (misalnya
peningkatan troponin, trombus yang terlihat) apabila risiko perdarahan rendah.
Agen ini tidak disarankan diberikan secara rutin sebelum angiografi atau pada
pasien yang mendapatkan DAPT yang diterapi secara konservatif.
e) Antikoagulan

f) Penghambat ACE dan Penghambat Reseptor Angiotensin Inhibitor

g) Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan
modifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase (statin)
harus diberikan pada semua penderita APTS/NSTEMI, termasuk mereka yang
telah menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat indikasi kontra. Terapi
statin hendaknya dimulai sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan sasaran
terapi untuk mencapai kadar kolesterol LDL.

35
4.

36
3.9 Komplikasi
Komplikasi:
 Aritmia
 Disfungsi ventrikel kiri
 Hipotensi
 Lain-lain:
o Emboli Paru Dan Infark Paru
o Emboli Arteri Sistemik
o Stroke Emboli
o Ruptur Jantung
o Disfungsi & Ruptur m. Papilaris

3.10 Prognosis
Risiko MI, komplikasi, dan kematian pada angina tidak stabil bervariasi karena
spektrum klinis yang luas dan ditutupi oleh interval angina tidak stabil. Agresivitas
pendekatan terapi harus sepadan dengan estimasi risiko individual.
Tabel 5. Klasifikasi Killip pada AMI:
Klas Definisi Mortalitas (%)
I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6
37
II + S3 dan/atau ronki basah 17
III Edema paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80

Skoring resiko TIMI untuk SKA:


Usia >65 tahun 1
>3 faktor resiko PJK (riw.kel, HT, kol ↑, DM, rokok) 1
Diketahui PJK 1
Pemakaian ASA 7 hari terakhir 1
Angina berat (<24 jam) 1
↑ petanda biokimia 1
Deviasi ST 1

38
BAB IV
PEMBAHASA
N

BAB V
PENUTUP
Pasien laki-laki 37 tahun datang dengan keluhan sesak sejak 2 hari yang lalu
disertai perut terasa kembung dan pasien mengeluh mual sejakpagi hari serta nyeri pada
ulu hati. Diketahui bahwa pasien pernah mengalami keluhan yang sama dan memiliki
riwayat CHF. Pada pemeriksaan vital sign saat di IGD didapatkan tekanan darah 95/70
mmHg, HR 87x/menit reguler kuat angkat, RR 20x/menit, suhu 36 0C aksila, VAS 8/10,
CRT < 2 detik dan SpO2 98% tekanan ruangan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan a bdomen pada regio epigastrium
dan lumbal sinistra, pelebaran jantung kiri saat perkusi jantung. Kemudian pada
pemeriksaan penunjang echo didapatkan MR berat (ec sekunder) ; TR ringan-sedang,
fungsi sistolik LV menurun EF 20%, fungsi diastolik LV menurun grade III, fungsi
39
sistolik RV normal, global LV hipokinetik, LVH (+) ekstrensik. Pada foto rontgen
tampak cardiomegali dan pemeriksaan EKG menunjukkan kesan deviasi jantung kiri.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada
pasien didapatkan diagnosi yaitu Congestive heart failure, iskemik kardiomiopati,
Dimana terapi yang diberikan meliputi Inj Furosemide 3x1 amp, IVFD Futrolit 7tpm,
Drip Vascon 0.1meq, Inj Lansoprasol 2x1, Inj Ondancentron 3x4mg. Obat oral:
Spironolacton 1 x 50mg, Atorvastatin 1x20mg, Digoxin 1x0,25mg, Corolan 1x5mg,
Clopidogrel 1x1 tab, Curcuma 3x1 tab, Sucralfat syr 3 x C1, Simarc 1x2mg, Car Q
1x100mg.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Adista, R. J. (2020). Manifestasi Klinis dan Tatalaksana Gagal Jantung. 3(3), 36–46.

2. Agustanti, D. (2015). ANALISIS FAKTOR RISIKO GAGAL JANTUNG DI RSUD dr.


H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG. XI(2), 194–203.

3. Anindia, W., Rizkifani, S., Farmasi, P. S., Kedokteran, F., Tanjungpura, U., & Sakit, R.
(n.d.). (2018). Kajian karakteristik pasien gagal jantung kongestif di rumah sakit
sultan syarif mohamad alkadrie pontianak.

4. Amalia Yunita. (2020). GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG


PENCEGAHAN. 11(1).

5. Mentis, K. C., Sedang, K. U., Baik, G., Mentis, K. C., Baik, K. U., Baik, K. G.,
Andayani, P. S., Mentis, K. C., Sedang, K. U., Baik, K. G., Baik, K. U., Sedang, K. G.,
& Putri, R. (2019). CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
INTEGRATED PATIENT PROGRESS NOTES. 1–18.

6. Soesanto, A. M. (2008). Pengukuran Fungsi Sistolik Global Ventrikel Kiri. 29(2), 89–
91.

7. Studi, P., Dokter, P., Kedokteran, F., Ilmu, D. A. N., Islam, U., & Syarif, N. (2014).
SEBAGAI FAKTOR PREDIKTOR MAJOR ADVERSE CARDIAC EVENTS PADA
SINDROMA KORONER.

8. Tedjasulaksana, J. J., & Cholissodin, I. (2021). Sistem Pakar Diagnosis Penyakit


Gagal Jantung Kongestif , Penyakit Paru Obstruktif Kronik , Dan Asma Berdasarkan
Gejala Utama Sesak Kronik Menggunakan Kombinasi Metode K-Nearest Neighbor
Dan Certainty Factor. 5(6), 2593–2599.

9. Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Drazner MH, et al. 2013
ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart Failure. J Am Coll Cardiol
[Internet]. 2013;62(16):e147–239

41

Anda mungkin juga menyukai