Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

Unstable Angina Pectoris (UAP) DD/ Non ST-Elevasi Miocardial


Infarction (NSTEMI)

Disusun Oleh:
Nevy Olianovi
11.2017.154

Dokter Pembimbing:
dr. Sebastian Manurung, Sp.JP, FIHA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Bagian Jantung dan Pembuluh Darah
RSUD TARAKAN JAKARTA
Periode 11 Juni – 18 Agustus 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

Nama Mahasiswa : Nevy Olianovi Tanda Tangan

NIM : 11-2017-154 ........................

Dr. Pembimbing : dr. Nuniek, Sp.PD ........................

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 03/12/1945 (72 thn) Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Belum Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar Pendidikan : SMP
Alamat : Jl. Kedaung Baru RT 007/003, Masuk RS : 1 Juli 2018,
Kedaung Baru, Neglasari, Jakarta 07.15 WIB
Selatan

A. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis, tanggal 3 Juli 2018, jam 07.45 WIB

Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada di sebelah kiri semakin memberat sejak 3 hari
SMRS.

2
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada di sebelah kiri sejak 3 hari SMRS. Nyeri
dirasakan semakin memberat. Nyeri dirasakan seperti tertusuk jarum, terus menerus, dan
menjalar sampai ke punggung. Nyeri timbul tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan tidak
membaik dengan istirahat. Keluhan lain yang dirasakan yaitu sesak napas. Sesak napas juga
dirasakan terus menerus sehingga tidur terganggu. Pasien biasa tidur dengan 1 bantal. Pasien
pernah kontrol ke RSUD Tarakan sekitar 6 bulan yang lalu dan dikatakan bahwa pasien
memiliki jantung lemah. Pasien sudah disarankan untuk pasang stent jantung ketika kontrol 6
bulan yang lalu, namun pasien belum bersedia. Pasien mengkonsumsi obat rutin yaitu, aspilet
1 x 80 mg, concor 1 x 2,5 mg, dan simvastatin 1 x 20 mg.
BAK dan BAB tidak ada keluhan. Keluhan batuk, mual, muntah, dan kaki bengkak
disangkal. Nyeri perut (-), kecelakaan (-), trauma di bagian dada (-), operasi (-), pingsan (-).
Riwayat sakit maag (-), alergi makan atau obat (-), asma (-), hipertensi (+), DM (-). Riwayat
merokok (+) terakhir tahun 2011, minum minuman beralkohol (-).

Riwayat Penyakit Dahulu


(-) Batu Empedu (-) Malaria (-) Batu ginjal/Sal.kemih
(-) Cacar Air (-) Disentri (-) Hernia
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Rematik
(-) Batuk Rejan (-) Tifus Abdominalis (-) Wasir
(-) Campak (-) Skrofula (-) Diabetes
(-) HIV (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Khorea (+) Hipertensi (-) Penyakit Pembuluh
(-) Demam Rematik Akut (-) Ulkus Ventrikuli (-) Pendarahan Otak
(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis
(-) Pleuritis (-) Gastritis (-) Neurosis
(-) Tuberkulosis (-) Operasi Prostat Lain Lain: (-) Operasi
(-) Kecelakaan

3
Riwayat Keluarga
Hubungan Umur (Tahun) Jenis Keadaan Penyebab
Kelamin Kesehatan Meninggal
Kakek Tidak diketahui Laki-laki Meninggal Usia tua
Nenek Tidak diketahui Perempuan Meninggal Usia tua
Ayah Tidak diketahui Laki-laki Meninggal Jantung
Ibu Tidak diketahui Perempuan Meninggal Usia tua
3 Saudara 2 laki-laki,
Saudara Sehat -
(60-70 tahun) 1 perempuan
2 anak 1 laki-laki,
Anak Sehat -
(42-45 tahun) 1 perempuan

Adakah Kerabat yang Menderita:


Pada keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama.
Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi 
Asma 
Tuberkulosis 
Arthritis 
Hipertensi  Ayah
Jantung  Ayah
Ginjal 
Lambung 

I. ANAMNESIS SISTEM
Catat keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan
Harap diisi: bila ya (+), bila tidak (-)
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam
(-) Kuku (-) Ikterus (-) Sianosis
Kepala
(-) Trauma (-) Sakit kepala (-) Pusing
(-) Sinkop (-) Nyeri pada sinus
4
Mata
(-) Nyeri (-) Anemis (-) Sekret
(-) Gangguan penglihatan (-) Ikterus (-) Radang
Telinga
(-) Nyeri (-) Gangguan pendengaran
(-) Sekret (-) Kehilangan pendengaran (-) Tinitus
Hidung
(-) Trauma (-) Nyeri (-) Sekret
(-) Epistaksis (-) Penyumbatan (-) Gangguan penciuman
Mulut
(-) Bibir (-) Gusi (-) Selaput
(-) Lidah (-) Pengecapan (-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorok (-) Perubahan suara
Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri leher
Dada (Jantung/ Paru-paru)
(+) Nyeri dada (-) Berdebar (-) Ortopnoe
(+) Sesak napas (-) Batuk darah (-) Batuk
Abdomen (Lambung/ Usus)
(-) Rasa kembung (-) Wasir (-) Mual
(-) Mencret (-) Muntah (-) Tinja darah
(-) Muntah darah (-) Tinja dempul (-) Sukar menelan
(-) Nyeri perut kolik (-) Benjolan (-) Perut membesar
Saluran kemih/ alat kelamin
(-) Kencing nanah (-) Disuria (-) Stranguri
(-) Kolik (-) Poliuri (-) Oliguri
(-) Polakisuria (-) Anuria (-) Hematuria
(-) Retensi urin (-) Ngompol (-) Kencing batu
(-) Kencing menetes (-) Penyakit prostat
Ekstremitas
(-) Nyeri pinggang sampai ke paha (-) Bengkak
(-) Sianosis (-) Deformitas

5
B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaraan : Compos mentis
Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 53 kg
Tekanan Darah : 109/86 mmHg
Nadi : 88x/menit
Suhu : 36,4 oC
Pernafasaan : 26x/menit
Saturasi Oksigen : 99 %
Kulit : Normal
Sianosis : -
Udema umum : -
Aspek Kejiwaan
Tingkah laku : Wajar
Alam perasaan : Wajar
Proses pikir : Dalam batas normal
Kulit
Warna : Sawo matang Lapisan Lemak : Merata
Jaringan Parut :- Oedem :-
Pertumbuhan rambut : Merata Effloresensi : -
Suhu Raba : Hangat Pigmentasi : Ada
Keringat : Umum Lembab/Kering : Lembab
Turgor : Normal Ikterus :-
Pembuluh darah : Tidak tampak pelebaran
Kelenjar Getah Bening
Submandibula : Tidak membesar Leher : Tidak membesar
Supraklavikula : Tidak membesar Ketiak : Tidak membesar
Lipat paha : Tidak membesar

6
Kepala
Bentuk : Normocephali
Ekspresi wajah : Wajar
Simetri muka : Simetris
Rambut : Hitam merata, tidak mudah dicabut, berminyak.
Mata
Exophthalamus : Tidak ada
Enopthalamus : Tidak ada
Kelopak : Tidak ada edema
Lensa : Jernih
Pupil : 3 mm kiri & kanan, isokor
Konjungtiva : Anemis -/-
Visus : Dalam batas normal
Sklera : Tidak ikterik
Telinga
Tuli : Tidak ada
Selaput pendengaran : Utuh
Lubang : Lapang
Penyumbatan : Tidak ada
Serumen : Tidak ada
Pendarahan : Tidak ada
Cairan : Tidak ada
Mulut
Bibir : Kering Tonsil : T1 –T1 tenang
Langit-langit : Normal Bau pernapasan : Normal
Gigi geligi : Lengkap Trismus : Tidak ada
Faring : Tampak hiperemis Selaput lendir : Normal
Lidah : Tidak tampak kotor
Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5 - 2 cm H2O
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar

7
Dada
Bentuk : simetris kanan – kiri, terdapat retraksi sela iga
Pembuluh darah : Spider nevi (-), pembuluh darah kolateral (-), caput medusae (-).
Buah dada : Warnanya normal, simetris

Pemeriksaan Depan Belakang


Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi Kiri Tidak ada penarikan sela iga, Tidak ada penarikan sela iga,
tidak ada benjolan, tidak ada tidak ada benjolan, tidak ada
nyeri tekan, Fremitus suara nyeri tekan, Fremitus suara
simetris simetris
Kanan Tidak ada penarikan sela iga, Tidak ada penarikan sela iga,
tidak ada benjolan, tidak ada tidak ada benjolan, tidak ada
nyeri tekan, fremitus suara nyeri tekan, fremitus suara
simetris simetris
Perkusi Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru

Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi Kiri  suara napas vesikuler  suara napas vesikuler


 tidak ada wheezing  tidak ada wheezing
 tidak ada ronchi  tidak ada ronchi
Kanan  suara napas vesikuler  suara napas vesikuler
 tidak ada wheezing  tidak ada wheezing
 tidak ada ronchi  tidak ada ronchi

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Teraba ictus cordis pada ICS V, 2 cm medial dari garis midclavicula kiri
Perkusi : Batas kanan : Sela iga III, garis midsternal kanan
Batas kiri : Sela iga V, 2 cm medial garis midclavicula kiri
Batas atas : Sela iga II, garis sternal kiri

8
Batas pinggang jantung : sela iga III, garis midclavicula kiri
Batas Bawah jantung : Sela iga VI, garis midclavicula kiri.
Auskultasi : BJ I- II reguler, Murmur (-), gallop (-)

Pembuluh Darah
Arteri Temporalis : Teraba pulsasi Arteri Femoralis : Teraba pulsasi
Arteri Karotis : Teraba pulsasi Arteri Poplitea : Teraba pulsasi
Arteri Brakhialis : Teraba pulsasi Arteri Tibialis Posterior : Teraba pulsasi
Arteri Radialis : Teraba pulsasi Arteri Dorsalis Pedis : Teraba pulsasi

Abdomen
Inspeksi : Datar, pembuluh darah kolateral (-), caput medusa (-), spider
nevi (-)
Palpasi
Dinding perut : nyeri tekan (-)
Hati : normal, tidak teraba membesar
Limpa : normal, tidak teraba membesar
Ginjal : Ballotement (-/-), CVA (-/-)
Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-)
Auskultasi : BU + Normal
Colok dubur : Tidak dilakukan

Anggota Gerak
- Kekuatan motorik 5555 / 5555
5555 / 5555
- Kedua kaki teraba hangat

9
Refleks
Refleks tendon Kanan Kiri
Bisep + +
Trisep + +
Patela + +
Achiles + +
Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks patologis - -

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

01/07/2018 07.30 WIB


Darah Rutin Analisa gas darah
Hemoglobin 10,2 g/dL pH 7,481

Hematokrit 32,6 % PCO2 30,9 mmHg


PO2 89,2 mmHg
Eritrosit 3,54 juta / uL
SO2 96,8 %
Leukosit 6.802 / mm3
BE-ecf -0,5 mmol/L
Trombosit 129.000 / mm3
BE-b 0,8 mmol/L
Gula darah
SBC 25,1 mmol/L
Glukosa darah sewaktu 180 mg/dL
HCO3 23,2 mmol/L
Elektrolit
TCO2 24,2 mmol/L
Natrium (Na) 141 mEq/L
A 119,9 mmHg
Kalium (K) 3,4 mEq/L
a/A 0,8 mmHg
Klorida (Cl) 103 mEq/L
O2 Ct 13,0 ml/dl
Fungsi Liver
PO2/FI 426,9
SGOT 56 U/L
Temperature 37,0°C
SGPT 59 U/L
Fungsi Ginjal
Ureum 39 mg/dL
Creatinin 1,28 mg/dL

10
 EKG 1/7/18 07.45 WIB
1. Sinus rhytm
2. QRS rate: 79x/menit
3. Reguler
4. PR Interval: 0,12 detik
5. Axis: deviasi axis ke kiri
6. Gelomban P normal
7. Kompleks QRS: 0,12 detik
8. ST Elevasi di lead V4
9. T Inverted lead I, aVL, V5, V6
Interpretasi: Sinus rhytm, deviasi axis ke kiri, T inverted, High lateral iskemik, LVH

11
X Foto Thoraks PA
Cor:
• CTR >50%
• Elongasi arcus aorte, LVH
Pulmones:
• Hila tampak melebar
• Trakea lurus ditengah
• Tampak kesuraman di perihiler dan paracardial dextra
• Corakan bronkovaskuler tidak tampak meningkat
Diafragma/sinus: tidak tampak kelainan
Tulang2 dan soft tissue: tidak tampak kelainan
Kesan:
 Cor: tampak kardiomegali, elongasio arcus aortae, LVH
 Pulmones: sesuai gambaran bronkopneumoni
 PP: x foto thorak lateral sinistra, cor analisa, echocardiografi, nuclear medicine jantung

12
D. RINGKASAN
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada di sebelah kiri sejak 3 hari SMRS. Nyeri
dirasakan semakin memberat. Nyeri dirasakan seperti tertusuk jarum, terus menerus, dan
menjalar sampai ke punggung. Nyeri timbul tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan tidak
membaik dengan istirahat. Keluhan lain yang dirasakan yaitu sesak napas. Sesak napas
juga dirasakan terus menerus sehingga tidur terganggu. Pasien biasa tidur dengan 1 bantal,
pernah kontrol ke RSUD Tarakan sekitar 6 bulan yang lalu dan dikatakan bahwa pasien
memiliki jantung lemah. Pasien sudah disarankan untuk pasang ring jantung ketika kontrol
6 bulan yang lalu, namun pasien belum bersedia. Pasien mengkonsumsi obat rutin yaitu,
aspilet 1 x 80 mg, concor 1 x 2,5 mg, dan simvastatin 1 x 20 mg. Riwayat HT (+). Riwayat
merokok (+) terakhir tahun 2011.
Pemeriksaan status generalis keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis, TD 109/86 mmHg, HR 88x/menit, RR 26x/menit, Suhu 36,4oC, SaO2 99%,
pemeriksaan fisik dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan EKG, didapatkan gambaran
high lateral iskemik, LVH, ST Elevasi di lead V4, T Inverted lead I, aVL, V5, V6.
Pemeriksaan laboratorium tanggal 01/07/2018 pk. 08.30 WIB Hb: 10,2 gr/dL, Ht:
32,6%, Leukosit: 6.802 /mm3, trombosit: 129.000/mm3, Na 141 mEq/L, K 3,4 mEq/L, Cl
103 mEq/L.

E. DIAGNOSIS KERJA
1. Diagnosis Kerja
 Unstable Angina Pectoris
 Hipertensi Heart Disease
2. Diagnosis Banding
 NSTEMI
Pemeriksaan yang dianjurkan
- Treadmill test
- Echocardiografi
- Lab enzim jantung

13
F. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
didapatkan bahwa pasien mengalami unstable angina pektoris dan hipertensi heart disease.
Diagnosis unstable angina pectoris ditegakkan berdasarkan keluhan yang dialami pasien
yaitu nyeri dada semakin memberat, sering, timbul tanpa di pengaruhi aktivitas dan tidak
hilang saat istirahat. Hal ini sesuai dengan salah satu kriteria unstable angina pektoris yaitu
angina yang makin bertambah berat, lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih
berat sakit dadanya.
Hipertensi heart disease yang ditemukan pada pasien merupakan salah satu faktor
resiko terjadinya unstable angina pektoris. Pasien mengaku mengalami hipertensi sejak 3
tahun SMRS. Hipertensi yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan terbentuknya
plak di arteri koroner. Pembentukan plak ini mengakibatkan sirkulasi darah di jantung
mengalami gangguan dan jika dibiarkan dapat terjadi ruptur plak. Ruptur plak merupakan
salah satu penyebab unstable angina pektoris. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi
dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus sehingga tiba-tiba
dapat terjadi oklusi subtotal atau total dari arteri koroner yang sebelumnya mempunyai
penyempitan yang minimal.
Dari hasil pemeriksaan EKG, didapatkan gambaran LVH, high lateral iskemik, ST
Elevasi di lead V4, T Inverted lead I, aVL, V5, V6. Maka diagnosa pasien kemungkinan
UAP atau NSTEMI. Pemeriksaan petanda biokima jantung diperlukan untuk membedakan
keduanya. Jika pada pasien ditemukan kadar Troponin I normal maka diagnosa NSTEMI
dapat disingkirkan.

G. RENCANA PENGELOLAAN
- Terapi O2 3 liter/menit (nasal canul)
- Lasix 2x2 amp IV
- ISDN 5mg tab sublingual
- Spironolactone 1x25 mg
- Ring As 500 ml/24 jam
- Ramipril 1x2,5mg tab
- Clopidogrel loading dose 8x75mg tab
- Aspilet loading dose 4x80mg tab

14
H. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

15
PENDAHULUAN

Penyakit jantung yang disebabkan karena kelainan pembuluh darah koroner disebut
penyakit jantung koroner yang lebih dikenal dengan sindroma koroner akut. Penyakit ini
menyerang pembuluh darah yang mengalirkan darah ke jantung sehingga terjadi penyempitan
pada arteri koroner. Penyempitan arteri koroner ini terjadi akibat proses aterosklerosis atau
spasme ataupun kombinasi dari keduanya.1,2
Berdasarkan data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) tercatat bahwa lebih dari 7 juta
orang meninggal akibat PJK di seluruh dunia pada tahun 2002, angka ini diperkirakan
meningkat hingga 11 juta orang pada tahun 2020. American Heart Association (AHA) pada
tahun 2004 memperkirakan prevalensi PJK di Amerika Serikat sekitar 13 juta. Angka
kematian karena PJK di seluruh dunia tiap tahun didapatkan 50 juta, sedangkan di negara
berkembang terdapat 39 juta.3 Survei dari Badan Kesehatan Nasional tahun 2001
menunjukkan tiga dari 1000 penduduk Indonesia menderita PJK, pada tahun 2007 terdapat
sekitar 400 ribu penderita PJK dan pada saat ini penyakit jantung koroner menjadi pembunuh
nomor satu di dalam negeri dengan tingkat kematian mencapai 26%.3
Sindrom koroner akut berkaitan dengan patofisiologi secara umum yang diketahui
berhubungan dengan kebanyakan kasus Unstable Angina Pectoris (UAP), infark miokard
tanpa ST elevasi (NSTEMI) dan infark miokard dengan ST elevasi (STEMI). 2
Angina pektoris adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh iskemia
miokardium yang reversibel dan sementara. Diketahui terbagi atas tiga varian utama angina
pectoris yaitu angina pektoris tipikal (stabil), angina pektoris prinzmetal (varian), dan angina
pektoris tak stabil.1
Di Amerika Serikat setiap tahun 1 juta pasien dirawat dirumah sakit karena angina
pectoris tidak stabil, dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung
yang tak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakan.4

16
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Angina pektoris merupakan suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas,
yaitu dada seperti ditekan benda berat, seperti ditusuk-tusuk dan nyeri sering menjalar
kelengan kiri atau ke kedua lengan. Nyeri timbul biasanya saat melakukan aktifitas dan dapat
menghilang saat aktifitas dihentikan, nyeri juga dapat dipicu oleh aktifitas emosional. Angina
terjadi sebagai konsekuensi dari iskemia miokardium. Faktor utama yang mempengaruhi
konsumsi oksigen miokardium antara lain tegangan dinding sistolik, keadaan kontraktil dan
denyut jantung. Berikut adalah klasifikasi dari angina:1
a. Angina stabil
Nyeri dada yang dicetuskan oleh sejumlah stimulus, angina stabil hilang dengan
istirahat atau penghentian stimulus, gejala muncul karena iskemia miokardium yang
disebabkan oleh gangguan pasokan darah pada miokardium. Angina stabil gejalanya
bersifat reversible dan tidak progresif.1
b. Angina tidak stabil
Angina dengan frekuensi dan derajat keparahan yang meningkat, dengan
serangan yang lama dan hanya menghilang sebagian dengan nitrat sublingual. riwayat
penyakit biasanya pendek (beberapa minggu) dan prognosis buruk, dengan
kemungkinan bermakna untuk berkembang menjadi infark miokardium akut atau
kematian mendadak.1
c. Angina prinzmetal
Angina prinzametal adalah angina yang muncul saat istirahat dan elevasi segmen
ST pada EKG yang menandakan adanya iskemik transmural. Keadaan yang tidak biasa
ini berhubungan dengan adanya tonus arteri koroner yang bertambah, yang dengan
cepat hilang melalui pemberian nitrogliserin dan dapat diprovokasi oleh asetilkolin.
Angina ini dapat terjadi pada arteri yang strukturnya normal, pada penyakit arteri
koroner campuran atau dalam keadaan stenosis oklusif koroner berat.1

Klasifikasi
Yang dimasukkan ke dalam angina pektoris tak stabil yaitu:1
1. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup berat dan
frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari.

17
2. Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu
serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor
presipitasi makin ringan.
3. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.

Pada tahun 1989 Brauwald menganjurkan dibuat klasifikasi supaya ada keseragaman.
Dimana klasifikasi dibuat berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik.1
a. Berdasarkan beratnya angina:1
1. Kelas I
Angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah beratnya nyeri dada.
2. Kelas II
Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam I bulan, tapi tidak ada
serangan angina dalam 48 jam terakhir.
3. Kelas III
Adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya secara akut baik sekali atau
lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.
b. Berdasarkan keadaan klinis:1
1. Kelas A: Angina tak stabil sekunder.
2. Kelas B: Angina tak stabil primer.
3. Kelas C: Angina yang timbul setelah serangan infark jantung.
c. Intensitas pengobatan:1
1. Tak ada pengobatan atau hanya mendapatkan pengobatan minimal.
2. Timbul keluhan walaupun telah mendapat terapi yang standar.
3. Masih timbul serangan angina walaupun telah diberikan pengobatan yang
maksimum, dengan penyekat beta, nitrat dan antagonis kalsium.

Epidemiologi
Penelitian dari Framingham di Amerika Serikat melaporkan setiap tahunnya 1% dari
laki – laki umur 30-62 tahun tanpa gejala pada permulaan pemeriksaan akan timbul kemudian
gejala penyakit jantung koroner yaitu dari jumlah tersebut 38 % dengan angina stabil dan 7 %
dengan angina tak stabil (Dawber, 1980). Penelitian dari Irlandia mendapatkan insidens
angina pertahun 0,44% pada laki – laki umur 45-54 tahun, sedangkan pada perempuan
separuhnya (Greig dkk, 1980). Diamond dan Forrester 1979 telah mengadakan penelitian

18
untuk mengetahui prevelansi penyakit jantung koroner dengan nyeri dada jenis angina tipikal,
angina apitikal dan nonangina berdasarkan umur dan jenis kelamin.2

Patogenesis
1. Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting UAP, sehingga tiba tiba
terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai
penyempitan yang minimal. Dua pertiga dari pembuluh darah yang mengalami rupture
sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan
UAP mempunyai penyempitan kurang dari 70%. Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang
mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotic (fibrotic cap). Plak yang tidak
stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag.
Biasanya rupture terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau
pada bahu dari timbunan lemak. Kadang kadang keretakan timbul pada dinding plak yang
paling lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara
enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous cap). Terjadinya rupture menyebabkan
aktifasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus.
Bila thrombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen
ST, sedangkan bila thrombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis
yang berat akan terjadi angina tak stabil.1
2. Thrombosis dan Agregasi Trombosit
Agregasi platelet dan pembantukan thrombus merupakan salah satu dasar terjadinya
UAP. Terjadinya thrombosis karena plak terganggu disebabkan karna interaksi antara
lemak, sel otot polos, kolagen, dan makrofag. Inti lemak merupakan bahan terpenting
dalam pembentukan thrombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa
(foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak
yang tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan
faktor VIIa untuk memulai karkade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan
thrombin dan fibrin.1
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan platelet
melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan
pemnentukan thrombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan
terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai thrombosis yang
intermiten pada angina tak stabil.1

19
3. Vasospasme
Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh
platelet berperan dalam perubahan tonus pembulu darah dan menyebabkan spasme.
Spasme yang terlokalisir seperti pada Printzmetal Angina juga dapat menyebabkan UAP,
dan mempunyai peran dalam pembentukan thrombus.1
4. Erosi pada Plak tanpa Ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karna terjadinya proliferasi dan
migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan
bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan
pembuluh darah dengan cepat dan keluhan iskemia.1

Gambaran Klinis
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang
bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama,
mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada
dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat
dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas. Pemeriksaan fisik sewaktu
angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Frekuensi denyut jantung dapat menurun,
menetap, atau meningkat pada waktu serangan angina.3
Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American Heart
Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST
(NSTEMI) ialah apakah iskemia yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan
kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat
diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemia sedangkan tak
ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan EKG untuk
iskemia, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya
gelombang T yang negative. Karena kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka
pada tahap awal serangan, angina tak stabil seringkali tidak bisa dibedakan dari NSTEMI.3

20
Gambar 1. Algorithm to risk stratify patients with unstable angina based on ECG and repeated
Troponin measurements4

Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiografi (EKG)
Gambaran EKG penderita angina pektoris tak stabil dapat berupa depresi segmen ST,
inversi gelombang T, elevasi segmen ST. Perubahan EKG pada UAP bersifat sementara dan
masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri ataupun bersamaan. Perubahan tersebut timbul di
saat serangan angina dan kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhan angina
hilang dalam waktu 24 jam.1

Uji latih
EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat normal, stress
test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer. Tujuan dari stress test
adalah:1
- Menilai nyeri dada apakah berasal dari jantung atau tidak
- Menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh darah utama
akan memberi hasil positif kuat

21
Pada pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukan tanda
resiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill. Bila hasilnya negatif
maka prognosis baik. Sedangkan bila hasilnya positif, lebih-lebih bila didapatkan depresi
segmen ST yang dalam, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan angiografi koroner, untuk
menilai keadaan pembuluh koronernya apakah perlu dilakukan tindakan revaskularisasi (PCI
atau CABG) karena resiko terjadinya komplikasi kardiovaskular dalam waktu mendatang
cukup besar.1

Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak stabil
secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya insufisiensi
mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan prognosis kurang
baik.1

Rontgen Thoraks
Rontgen toraks biasanya normal pada pasien dengan angina. Pembesaran jantung
dapat menandakan adanya disfungsi pada organ jantung sebelumnya.1

Pemeriksaan Laboratorium
Pemerikasaan troponin T dan CKMB telah diterima sebagai petanda paling penting
dalam diagnosis SKA. Menurut European Society of Cardiology (ESC) dan ACC dianggap
mionekrosis bila troponin T atau I positif dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2
minggu. Resiko kematian bertambah dengan tingkat kenaikan troponin. CKMB kurang
spesifik untuk diagnosis karena juga ditemukan di tot skeletal, tapi berguna untuk diagnosis
infark akut dan akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam.1
Enzim-enzim jantung yang bermanfaat dalam diagnosis dan pemantauan MCI:5
 SGOT/ AST: Naik sekitar 6-8 jam setelah mulainya MCI dan mencapai kadar normal
pada hari ke-5. SGOT juga meninggi. SGOT juga meninggi pada penyakit hati,
nekrosis otot, ginjal, otak, dan lain-lain.5
 LDH: Kadarnya akan naik dalam waktu 24 jam setelah terjadinya MCI, mencapai kadar
tertinggi pada hari ke-4 dan menjadi normal kembali dalam waktu 8-14 hari. Isoenzim
terpenting adalah α HBDH (LDH 1). LDH juga dapat meninggi pada penyakit
parenkim hati, anemia megaloblastik, leukemia,hemolisis darah) dan lainnya.5

22
 CK/CPK: Kadar CK naik sekitar 6 jam setelah berjangkitnya MCI dan pada kasus-
kasus tanpa penyulit mencapai kadar tertinggi dalam waktu 24 jam untuk menjadi
normal kembali dalam waktu 72-96 jam.5
 Tes CKMB: CKMB adalah isoenzim CK yang spesifik untuk sel otot jantung karena itu
kenaikan aktivitas CKMB lebih mencerminkan kerusakan otot jantung. Kadar CKMB
seperti CK (total) mulai naik 6 jam setelah mulainya MCI, mencapai kadar tertinggi
lebih kurang 12 jam kemudian dan biasanya lebih cepat mencapai kadar normal
daripada CPK yaitu dalam waktu 12-48 jam. Sensitivitas tes CKMB sangat baik
(hampir 100%) dengan spesifitas agak rendah. Untuk meningkatkan ketelitian
penentuan diagnosis MCI dapat digunakan rasio antara CKMB terhadap CK total, dan
tes-tes tersebut diperiksa selama 36 jam pertama setalah onset penyakit maka diagnosis
MCI dapat dianggap pasti.5
 Troponin: Dibedakan menjadi 3 tipe yaitu C, I, dan T dimana I dan T lebih spesifik
untuk otot jantung. Troponin adalah protein spesifik berasal dari miokard (otot
jantung), kadarnya dalam darah naik bila terjadi kerusakan pada otot jantung. Kadar
troponin dalam darah mulai naik dalam waktu 4 jam setelah permulaan MCI,
selanjutnya meningkat terus dan dapat diukur satu minggu.5
No. Jenis pemeriksaan Satuan Dewasa
1. CPK/CK Ug/ml 5-35
IU/L 30-180
2. CKMB U/L 10-13
3. LDH U/L 80-240
4. SGOT U/L < 32
5. SGPT U/L < 33
6. Troponin µg/L < 0.16
Tabel 1. Nilai normal pemeriksaan enzim jantung5

23
Penatalaksanaan
Pengobatan Medikal
1. Obat anti-iskemia
a. Nitrat: vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, mengurangi preload dan
afterload sehingga mengurangi tekanan pada dinding jantung dan mengurangi
kebutuhan oksigen, vasodilatasi pembuluh darah koroner, memperbaiki aliran darah
kolateral. Pada keadaan akut diberikan nitrogliserin sublingual 0.5 mg dengan interval 5
menit, diberikan maksimum 3 dosis atau sampai gejala mereda, atau jika tidak
membaik diberikan isosorbid dinitrat infus intravena dengan dosis 10 mcg/menit (1-4
mg/jam) dan dinaikkan setiap 3-5 menit sampai iskhemia teratasi dan terjadi penurunan
tekanan darah.1
b. β-blocker: menurunkan denyut jantung dan kontraksi miokardium sehingga
menurunkan kebutuhan oksigen. Data menunjukkan bahwa penggunaan β-blocker
dapat memperbaiki morbiditas dan mortalitas pasien dengan infark miokard, dan
menurunkan risiko infark sebesar 13% pada pasien dengan angina tidak stabil. Semua
pasien dengan angina tidak stabail harus diberi β-blocker kecuali bila ada
kontraindikasi. Berbagai macam β-blocker seperti propanolol, metoprolol, atenolol,
menunjukkan aktivitas yang serupa. Kontraindikasi obat ini adalah pasien dengan asma
bronchial, PPOK, atau pasien dengan bradiaritmia.1
c. Antagonis kalsium: dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan tekanan
darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis kalsium:1
 Golongan dihidropiridin: efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat dan
penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit dan efek inotropik
negatif juga kecil (contoh: nifedipin).1
 Golongan nondihidropiridin: golongan ini dapat memperbaiki survival dan
mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi
normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload memberikan
keuntungan pada golongan nondihidropiridin pada sindrom koroner akut dengan
faal jantung normal (contoh: verapamil dan diltiazem).1

24
2. Obat anti-agregasi trombosit. Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam
pengobatan angina tidak stabil maupun infark tanpa elevasi ST segmen.1
a. Aspirin: diberikan seumur hidup dengan dosis awal 160 mg/hari dan dosis selanjutnya
80-325 mg/hari karena banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat
mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51%
sampai 72 % pada pasien dengan angina tidak stabil.1
b. Tiklopidin: merupakan obat lini kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila
pasien tidak tahan aspirin. Studi dengan tiklodipin dibandingkan placebo pada angina
tidak stabil ternyata menunjukkan bahwa kematian dan infark non fatal berkurang
46.3%. dalam pemberian tiklodipin harus diperhatikan efek samping granulositopenia,
dimana insidennya 2,4%. dengan adanya klopidogrel yang lebih aman pemakaian
tiklodipin mulai ditinggalkan.1
c. Klopidogrel: dianjurkan untuk diberikan bersama aspirin paling sedikit 1 bulan sampai
9 bulan. Dosis klopidogrel dimulai 300 mg per hari dan selanjutnya 75 mg/hari.1
d. Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa: Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada
platelet ialah ikatan terakhir pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa
menduduki reseptor tadi maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan
agregasi platelet tidak terjadi. 3 macam golongan obat yang disetujui dipakai di klinik
adalah absiksimab, epitifabatid, dan tirofiban. Obat-obat ini telah dipakai untuk
pengobatan angina tidak stabil maupun untuk obat tambahan dalam tindakan PCI
terutama pada kasus-kasus angina tak stabil. Tirofiban dan eptifibatid harus diberikan
bersama aspirin dan heparin pada pasien dengan iskhemia terus menerus atau pasien
risiko tinggi dan pasien yang direncanakan untuk tindakan PCI. Absiksimab disetujui
untuk pasien dengan angina tidak stabil dan NSTEMI yang direncanakan untuk
tindakan invasif dini di mana PCI direncanakan dalam 12 jam.1

3. Obat anti-trombin
a. Unfractionated heparin: antipembekuan, pemberian heparin bersama aspirin dapat
mengurangi risiko sebesar 33% dibandingkan dengan aspirin saja. Karena adanya
ikatan protein yang lain dan perubahan bioavailabilitas yang berubah-ubah maka pada
pemberian selalu diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan dosis
pemberian cukup efektif. Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) harus 1.5-2.5
kali kontrol dan dilakukan pemantauan tiap 6 jam setelah pemberian. Pemeriksaan

25
trombosit juga perlu untuk mendeteksi adanya kemungkinan heparin-induced
thrombocytopenia (HIT).1
b. Low Molecular Weight Heparin: yang ada di Indonesia ialah dalteparin, nadroparin,
enoksaparin, dan fondaparinux. Dalteparin sama efektifnya dengan heparin, sedangkan
enoksaparin menunjukkan berkurangnya mortalitas atau infark sebesar 20%
dibandingkan pasien yang mendapat heparin. Keuntungan pemberian LMWH karena
cara pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan secara subkutan dan tidak membutuhkan
pemeriksaan laboratorium, dan kejadian trombositopenia lebih sedikit.1
c. Direct Thrombin Inhibitors: hirudin dapat menurunkan angka kematian dan infark
miokard, tetapi komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin juga menunjukkan
efektivitas yang sama dengan efek samping perdarahan kurang dari heparin. Bivalirudin
telah disetujui untuk menggantikan heparin pada pasien dengan angina tidak stabil yang
menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan heparin bila ada efek
samping trombositopenia akibat heparin (HIT).1

Tindakan Pembedahan
Prinsipnya bertujuan untuk memberi darah yang lebih banyak kepada otot jantung dan
memperbaiki obstruksi arteri koroner. Ada 4 dasar jenis pembedahan:2
1. Ventricular aneurysmectomy : rekonstruksi terhadap kerusakan ventrikel kiri.
2. Coronary arteriotomy : memperbaiki langsung terhadap obstruksi arteri koroner.
3. Internal thoracic mammary : revaskularisasi terhadap miokard.
4. Coronary Artery Baypass Grafting (CABG) : Hasilnya cukup memuaskan dan aman
yaitu 80%-90% dapat menyembuhkan angina dan mortabilitas hanya 1 % pada kasus
tanpa kompilasi.
Metode terbaru lain di samping pembedahan adalah:2
1. Percutanecus transluminal coronary angioplasty (PCTA)
2. Percutaneous rotational coronary angioplasty (PCRA)
3. Laser angioplasty

Komplikasi
Infark miokardium (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat
kekurangan oksigen yang berkepanjangan. Hal ini adalah respon letal terakhir terhadap
iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium mulai mati setelah sekitar 20
menit mengalami kekurangan oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk

26
menghasilkan ATP secara aerob lenyap dan sel tidak memenuhi kebutuhan energinya.
Aritmia, karena insidens PJK dan hipertensi tinggi, aritmia lebih sering didapat dan dapat
berpengaruh terhadap hemodinamik. Bila curah jantung dan tekanan darah turun banyak,
berpengaruh terhadap aliran darah ke otak, dapat juga menyebabkan angina, gagal jantung.
Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrien tubuh. Gagal jantung disebabkan disfungsi
diastolik atau sistolik. Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan atau tanpa gagal jantung
sistolik. Gagal jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang lama (kronis). Disfungsi sistolik
sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera pada ventrikel, biasanya berasal dari infark
miokard. 2

Stratifikasi Risiko
Delapan puluh persen dengan angina tak stabil dapat distabilkan dalam 48 jam setelah
diberi terapi medikamentosa secara agresif. Pasien-pasien ini kemudian membutuhkan
pemeriksaan lebih lanjut dengan tread mill test atau ekokardiografi untuk menentukan apakah
pasien cukup dengan terapi medikamentosa atau pasien membutuhkan pemeriksaan
angiografi dan selanjutnya tindakan revaskularisasi.3
Pasien yang termasuk risiko rendah antara lain pasien yang tidak mempunyai angina
sebelumnya, dan sudah tidak ada serangan angina, sebelumnya tidak memakaii obat anti
angina dan ECG normal atau tidak ada perubahan dari sebelumnya; enzim jantung tidak
meningkat termasuk Troponin dan biasanya usia masih muda.3
Risiko sedang bila ada angina yang baru dan makin berat, didapatkan angina pada
waktu istirahat, tak ada perubahan segmen ST, dan enzim jantung tidak meningkat.3
Risiko tinggi bila pasien mempunyai angina waktu istirahat, angina berlangsung lama,
atau angina paska infark; sebelumnya sudah mendapat terapi yang intensive, usia lanjut,
didapatkan perubahan segmen ST yang baru, didapatkan kenaikan Troponin, dan ada keadaan
hemodinamik tidak stabil.3
Bila manifestasi iskemia datang kembali secara spontan atau pada waktu pemeriksaan,
maka pasien sebaiknya dilakukan angiografi, bila pasien tetap stabil dan termasuk risiko
rendah maka terapi medikamentosa sudah cukup. Hanya pasien dengan risiko tinggi yang
membutuhkan tindakan invasif segera, dengan kemungkinan tindakan revaskularisasi.3

27
Prognosis
Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan pembuluh darah, akan
memperburuk prognosis. Tingginya morbiditas dan mortalitas pasien hipertensi terutama
disebabkan oleh timbulnya penyakit kardiovaskular salah satunya adalah Angina pektoris.8
Umumnya pasien dengan angina pektoris dapat hidup bertahun-tahun dengan hanya sedikit
pembatasan dalam kegiatan sehari-hari. Mortalitas bervariasi dari 2% - 8% setahun. Faktor
yang mempengaruhi prognosis adalah beratnya kelainan pembuluh koroner. Pasien dengan
penyempitan di pangkal pembuluh koroner kiri mempunyai mortalitas 50% dalam lima tahun.
Hal ini jauh lebih tinggi dibandingkan pasien dengan penyempitan hanya pada salah satu
pembuluh darah lainnya. Juga faal ventrikel kiri yang buruk akan memperburuk prognosis.
Dengan pengobatan yang maksimal dan dengan bertambah majunya tindakan intervensi
dibidang kardiologi dan bedah pintas koroner, harapan hidup pasien angina pektoris menjadi
jauh lebih baik.6

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Trisnohadi BH, Muhadi. Angina pektoris tak stabil/infark miokard akut tanpa elevasi ST.
Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (Editor). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI; 2014.h.1449-54.
2. Anwar TB. Nyeri Dada. e-USU Repository FKUSU; 2004.h.4.
3. Rahman AM. Angina Pektoris Stabil. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jilid II.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2014.h.1611-17.
4. Hamm CW, Bertrand M, Braunwald E. A classification of unstable angina revisited.
Availavle from URL: http://circ.ahajournals.org/content/102/1/118.
5. Kosasih EN dan Kosasih AS. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik. Jakarta:
Karisma Publishing; 2008.h.326-8.
6. Gray, Huon H. Lecture Notes Kardiologi. Jakarta: Erlangga; 2005.

29

Anda mungkin juga menyukai