Disusun Oleh :
Hansen Ferdinan Panjaitan
1261050169
Pembimbing :
dr. Keswari Aji Patriawati, Sp. A, MSc
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan Referat berjudul “Autism Spectrum D isorder”
dengan tepat waktu. Referat ini disusun guna memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan
Anak di RSU UKI.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Keswari Aji Patriawati, Sp. A, MSc yang telah
membimbing penulis dalam mengerjakan referat ini, serta kepada rekan-rekan dokter yang telah
membimbing penulis selama di kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSU UKI. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan di kepaniteraan ini, serta kepada
semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Dengan penuh kesadaran, meskipun penulis sudah berupaya semaksimal mungkin untuk
menyelesaikan referat ini, namun masih terdapat beberapa kesalahan maupun kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Akhir kata, penulis
berharap semoga referat ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi pembaca.
Dalam dunia medis dan psikiatris, gangguan autisme atau biasa disebut ASD (Autistic
Spectrum Disorder) merupakan gangguan perkembangan fungsi otak yang kompleks dan
komunikasi, interaksi, perilaku, emosi dan sensoris. Dari data para ahli diketahui penyandang
ASD anak lelaki empat kali lebih banyak dibanding penyandang ASD anak.1
Sampai saat ini, belum ada data pasti mengenai jumlah penyandang autisme di
Indonesia. Dari catatan praktek dokter diketahui, dokter menangani 3-5 pasien autisme per
tahun tahun 1980. Data yang akurat dari autisme ini sukar didapatkan, hal ini disebabkan
karena orang tua anak yang dicurigai mengindap autisme seringkali tidak menyadari gejala-
gejala autisme pada anak. Anak autisme sering dianggap sebagai anak dengan gangguan jiwa.
Bahkan, banyak orangtua yang malu dan menyembunyikan anaknya. Ketidaksiapan orangtua
menerima kondisi anak apa adanya itu terjadi pada semua kelompok masyarakat, termasuk
mereka yang berpendidikan dan berpenghasilan tinggi. Hal ini akan memperberat penanganan
A. DEFINISI
gangguan perkembangan pervasif termasuk gangguan autistik, sindrom rett, gangguan Asperger,
gangguan disintegratif masa kanak-kanak dan gangguan perkembangan pervasif lainnya. Gangguan
ini ditandai dengan gangguan kualitatif dalam interaksi sosial, terkait dengan berbagai tingkat
ditandai dengan gangguan dalam komunikasi dan perilaku repetitif. Untuk mendiagnosis ASD
dibutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif, sistematis, dan terstruktur. World Health
childhood autism sebagai adanya keabnormalan dan atau gangguan perkembangan yangmuncul
sebelum usia tiga tahun dengan tipe karakteristik tidak normalnya tiga bidang yaitu interaksi sosial,
Kelompok gangguan ini ditandai oleh adanya abnormalitas kualitatif dalam interaksi sosial
dan pola komunikasi disertai minat dan gerakan yang terbatas stereotipik dan berulang. Pervasif
berarti bahwa gangguan tersebut sangat berat dan luas yang mempengaruhi fungsi individu secara
mendalam dalam segala situasi. Pada kebanyakan kasus, terdapat riwayat perkembangan abnormal
sejak masa bayi dan biasanya telah muncul dalam 5 tahun pertama. Diagnosis autisme sendiri
ditegakkan bedasrkan observasi klinis ditemukannya sejumlah gejala seperti yang tercantum dalam
B. EPIDEMIOLOGI
Studi epidemiologi pernah dilakukan di autisme oleh Victor Lotter pada 1960-an. Di
negara Inggris pernah dilakukan ditahun 1990-an dimana diperkiraan prevalensi gangguan
autis berkisar 10 sampai 16 per 10.000 penduduk, sedangkan tingkat diperkirakan saat ini
adalah Sekitar 60 / 10,000. Terjadi peningkatan hampir 10 kali lipat dibandingkan dengan
laporan sebelumnya dalam literatur. Prevalensi saat ini untuk gangguan perkembangan pervasif di
perkirakan berjumlah 3 / 1.000 penduduk, lalu gangguan autis diperkirakan 2/1000 penduduk,
penduduk. Data ini di dapatkan dari sebuah studi terbaru oleh Centers for Disease Prevention
Saat ini hanya empat studi menyajikan data epidemiologi dari negara Amerika Latin yang telah
di terbitkan. Di Brazil, Sebuah studi tentang prevalensi ASD dilakukan di wilayah administratif
lokal di negara bagian Sao Paulo. Penelitian ini melibatkan 1.470 anak-anak berusia 7 sampai
12 tahun dan didasarkan sesuai dengan penilaian klinis menggunakan kriteria DSM-IV. Survei
ini di dapatkan prevalensi 0,3% yang mengalami ASD dari 1.470 anak. Prevalensi ganggunan
ASD menjadi salah satu gangguan perkembangan saraf yang paling sering, mewakili masalah
C. ETIOLOGI
1. Genetik
Autisme yang diturunkan dari orangtua adalah salah satu etiologi awal yang paling banyak
untuk autisme. Penelitian terhadap etiologi ini menunjukkan bahwa anak-anak autis yang
lahir dari orang tua yang tidak sesuai dengan pola kepribadian autistik, serta orang tua yang
cocok dengan gambaran kepribadian autistik, dimana didapatkan orang tua yang tidak
Meskipun beberapa situs web dan berbagai penulis publikasi non-peer review dan laporan
kasus tunggal tampaknya mendukung infeksi yeast, intoleransi makanan, dan Leaky Gut
Syndrome sebagai etiologi yang mungkin untuk autisme. sebagian besar penelitian
menunjukkan tidak ada faktor penyebab makanan / infeksi yeast / diet yang konkret. Saat ini
dianggap tidak mungkin bahwa masalah terkait makanan / pencernaan bersifat etiologi untuk
autisme.5
3. Kejang, Epilepsi
Ada penelitian untuk mendukung peran kejang / epilepsi dan hubungan dengan autisme.
Satu penelitian mencatat bahwa tingkat epilepsi tinggi berhubung dengan autisme sering
dilaporkan dalam literatur. Namun, prevalensi hingga saat ini dapat bervariasi sebanyak 5%
hingga 46% tergantung pada populasi yang diteliti. Hal ni menunjukkan bahwa autisme
bahwa hubungan kausal mungkin ada; perdebatan di antara para ilmuwan di bidang ini terus
berlanjut. Namun demikian diakui; bahwa mereka yang menderita ASD dan epilepsi dan
mereka yang hanya dengan ASD berbeda dalam beberapa hal penting termasuk bahwa
kelompok ASD dan epilepsi menunjukkan jumlah wanita yang lebih besar dan lebih mungkin
untuk menerima diagnosis ASD di lain waktu. Orang-orang ini juga mengalami lebih banyak
4. Cedera Otak
arsenik, polychlorinated biphenyls) sebagai etiologi anomali perkembangan saraf, hal ini
menyebabkan autisme mungkin disebabkan oleh cedera pada korteks serebral. Dari
beberapa pasien ASD didapatkan beberapa perilaku visual yang terkait dengan autisme.
memainkan peran. Penelitian lain telah mencatat bahwa peningkatan total otak, lobus
parieto-temporal, dan volume hemisfer serebelum sering terlihat pada autisme dan bahwa
5. Teori Psikososial.
sebagai akibat dari hubungan yang dingin/tidak akrab antara orang tua ibu dan anak.
Demikian juga orang yang mengasuh dengan emosional kaku, obsesif tidak hangat bahkan
Keracunan logam berat dapat terjadi pada anak yang tinggal dekat tambang batu bara,
emas dsb. Keracunan logam berat pada makanan yang dikonsumsi ibu yangsedang hamil,
misalnya ikan dengan kandungan logam berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam
tubuh anak-anak penderita autism terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang
relatif tinggi.2
D. JENIS GANGGUAN
1. Gangguan Autistik
Gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku yang terbatas dan berulang
(Stereotipik), yang muncul sebelum usia 3 tahun. Gangguan ini dijumpai 3-4 kali lebih banyak
Suatu bentuk kelainan progresif yang sejauh ini hanya dilaporkan terjadi pada anak
perempuan. Onset terjadinya gangguan ini pada usia 7-24 bulan, sebelumnya terlihat
perkembangan yang normal, lalu terjadi terjadi kemunduran berupa hilangnya kemampuan
gerakan tangan yang bertujuan dan keterampilan motorik yang telah terlatih. Disertai
kehilangan atau hambatan seluruh atau sebagian kemampuan berbahasa, gerakan seperti
mencuci tangan yang stretopik, dengan fleksi lengan di depan dada atau dagu, membasahi
tangan secara stereotipik dengan saliva, hambatan dalam fungsi mengunyah makanan.4
3. Sindrom Asperger
komunikasi,kognisi, sensasi, disertai pola perilaku ber-ulang serta minat terbatas. Gejala SA
tidak jelas sampai berusia 4 tahun atau lebih. Diagnosis biasanya ditegakkan saat usia
sekolah.4,6
Ditandai adanya periode perkembangan normal sebelum onset penyakit atau minimal
dalam 2 tahun pertama kehidupan, disusul hilangnya keterampilan terlatih pada beberapa
bidang perkembangan setelah beberapa bulan gangguan berlangsung. Juga disertai adanya
gangguan berlangsung. Juga disertai adanya gangguan yang khas dari fungsi sosial,
komunikasi dan perilaku. Pada beberapa kasus hilangnya keterampilan terjadi secara
progresif dan menetap. Prognosis biasanya amat buruk, dan sebagian penderita akan
mengalami retradasi mental berat. Terdapat ketidak pastian tentang arah perluasan kondisi
Ditandai dengan tidak terpenuhinya kriteria diagnostik yang spesifik, namun terdapat
gangguan berat dan pervasif pada perilakunya. Penderita memiliki gejala-gejala autisme,
namun berbeda dengan jenis autisme lainnya. IQ penderita ini rendah. 2,4
E. KLASIFIKASI
a. Autisme infantil: istilah ini digunakan untuk menyebut anak autis yang kelainannya
b. Autisme fiksasi: adalah anak autis yang pada waktu lahir kondisinya normal, tanda-
tanda autisnya muncul kemudian setelah berumur dua atau tiga tahun
b. Autis dengan keterbelakangan mental ringan (IQ 50-70) Prevalensi 20% dari anak
autis
a. Kelompok yang menyendiri; banyak terlihat pada anak yang menarik diri, acuh tak
acuh dan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta menunjukkan perilaku dan
b. Kelompok yang pasif, dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak
c. Kelompok yang aktif tapi aneh : secara spontan akan mendekati anak yang lain,
c. Prognosis baik; mempunyai kehidupan sosial yang normal atau hampir normal dan
berfungsi dengan baik di sekolah ataupun ditempat kerja. (1/10 dari penyandang autis)
F. PATOFISIOLOGI
penyebab ASD, khususnya ADHD, sepertiab normalitas sistem saraf pusat (SSP) dan/atau
abnormalitas sistem metabolik. ASD, seperti ADHD, terjadi karena beberapa faktor,
seperti kondisi autoimun, disfungsi plasenta pada saat kehamilan, infeksi maternal, stres
yang meningkat, serta peningkatan reactive oxygen species (ROS), dan bawaan genetik
Kondisi ini meningkatkan aktivasi sel mastosit. Selain kondisi prematur, beberapa
faktor lain juga berkontribusi ter jadinya peningkatan aktivasi sel mastosit, seperti stres
pada periode neonatus, infeksi, toksin logam berat (seperti merkuri), antibodi di otak, dan
reaksi alergi yang disebabkan oleh peningkatan IgE. Peningkatan aktivasi sel mastosit
berdampak pada gangguan sawar darah otak dan saluran pencernaan yang difasilitasi oleh
peningkatan sitokin stres, seperti IL-6 (interleukin-6) dan TNF (tumor necrosis factor).
Gangguan sawar darah otak ini menyebabkan terjadinya inflamasi di otak yang
Berdasarkan hipotesis abnormalitas pada SSP, gejala klinis autis disebabkan oleh:7
– Inflamasi otak.
3. Perkembangan prematur.
– Gangguan pada lobus frontalis dan temporalis, sehingga berdampak pada gangguan
menyebabkan:
– Hiperaktif.
kontroversial.
G. GEJALA KLINIS
1. Gangguan Fisik
a. Kegagalan lateralisasi karena kegagalan atau kelainan maturasi otak sehingga terjadi
dominasi serebral
c. Insiden yang tinggi terhadap infeksi saluran nafas bagian atas, infeksi telinga, sendawa
2. Gangguan Perilaku
anak tidak mampu berhubungan secara normal baik dengan orang tua maupun orang lain.
Anak tidak bereaksi bila dipanggil, tidak suka atau menolak bila dipeluk atau disayang.
Anak lebih senang menyendiri dan tidak responsif terhadap senyuman ataupun sentuhan.8
b. Gangguan komunikasi dan bahasa:
kemampuan komunikasi dan bahasa sangat lambat dan bahkan tidak ada sama sekali.
Mengeluarkan gumaman kata-kata yang tidak bermakna, suka membeo dan mengulang
ulang. Mereka tidak menunjukkan atau memakai gerakan tubuhnya, tetapi menarik tangan
terdapat gerakan yang stereotipik seperti bertepuk tangan, duduk sambil mengayun-
rutinitas, terjadi hiperaktifitas atau justru sangat pasif, agresif dan kadang mengamuk tanpa
sebab.8
Rasa takut yang tiba-tiba muncul terhadap objek yang tidak menakutkan. Seringkali timbul
perubahan perasaan secara tiba- tiba seperti tertawa tanpa sebab atau mendadak menangis.8
seperti suka mencium atau menjilat benda, tidak merasa sakit bila terluka atau terbentur dan
sebagai nya.8
H. DIAGNOSIS
Diagnosis Autisme Untuk menetapkan diagnosis gangguan autisme para klinisi sering
menggunakan pedoman DSM IV (Diagnostic and Statistic Manual IV), ICD 10 (International
bahasa Indonesia yang sederhana isi DSM IV dan ICD 10 adalah sebagai berikut: Harus ada
total 6 gejala dari tiga gejala pertama, dengan minimal dua gejala dari gelaja kesatu dan
(1) Gangguan kualitatif dalam interaksi social timbal balik (minimal 2):
(a) Gangguan yang nyata dalam berbagai tingkah laku non verbal seperti kontak mata,
(b) Kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya sesuai dengan tingkat
perkembangan;
(c) Kurangnya spontanitas dalam berbagi kesenangan, minat atau prestasi dengan orang lain;
dan
(d) Kurang mampu melakukan hubungan sosial atau emosional timbal balik.
(b) Pada individu yang mampu berbicara, terdapat gangguan pada kemampuan memulai
(3) Pola-pola repetitif dan stereotip yang kaku pada tingkah laku, minat dan aktivitas
(minimal1):
(a) Mempertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan, baik
Seorang anak dapat didiagnosis memiliki gangguan autistik bila simtom-simtom di atas
2) M-CHAT:
Modified Checklist for Autism in Toddlers (M-CHAT) Modified Checklist for Autism in
Toddlers (M-CHAT) dapat digunakan oleh dokter umum atau spesialias anak untuk skrining GSA
dengan memberikan lembar isian pada orang tua, dan hanya memerlukan 5-10 menit. Instrumen ini
merupakan revisi CHAT karena mempunyai nilai sensitifitas sangat rendah yaitu 0,18-0,38 pada
sampel masyarakat dan 0,65 pada sampel klinis. Sensitifitas M-CHAT di Amerika dilaporkan sebesar
0,85 pada sampel populasi dan klinis, dan sensitifitas sebesar 0,93-1,0. 11
Modified Checklist for Autism in Toddlers (M-CHAT) merupakan alat skrining GSA level 1,
digunakan untuk usia 16-48 bulan, terdiri atas 23 pertanyaan dimana 6 pertanyaan adalah item kritits.
Anak dikatakan gagal M-CHAT jika terdapat 2 atau lebih pertanyaan kritis dengan jawaban tidak,
atau gagal menjawab benar pada 3 pertanyaan apa saja dari 23 pertanyaan ya atau tidak. Jawaban ya
atau tidak tersebut menggambarkan respon lulus atau gagal. Anak yang gagal M-CHAT tidak semua
memenuhi kriteria diagnosis ASD. Anak yang gagal M-CHAT harus dievaluasi lebih mendalam oleh
dokter atau dirujuk ke spesialis anak untuk evaluasi perkembangan lebih lanjut. 11
I. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Perilaku
perilaku-perilaku yang tidak wajar dan menggantikannya denganperilaku yang bisa diterima
dalam masyarakat. Terapi perilaku ini merupakan dasar bagi anak-anak autis yang belum
patuh (belum bisa kontak mata dan duduk mandiri) karena program dasar/kunci terapi
perilaku adalah melatih kepatuhan, dan kepatuhan ini sangat dibutuhkan saat anak-anak
akan mengikuti terapi-terapi lainnya seperti terapi wicara, terapi okupasi, fisioterapi, karena
tanpa kepatuhan ini, terapi yang diikuti tidak akan pernah berhasil. Terapi perilaku yang
dikenal di seluruh dunia adalah Applied Behavioral Analysis (ABA) yang diciptakan oleh
Dalam terapi perilaku, fokus penanganan terletak pada pemberian reinforcement positif
setiap kali anak berespons benar sesuai instruksi yang diberikan. Tidak ada hukuman
(punishment) dalam terapi ini, akan tetapi bila anak berespons negatif (salah/tidak tepat)
atau tidak berespons sama sekali maka ia tidak mendapatkan reinforcement positif yang ia
sukai tersebut. Perlakuan ini diharapkan meningkatkan kemungkinan anak untuk berespons
positif dan mengurangi kemungkinan ia berespons negatif (atau tidak berespons) terhadap
Secara lebih teoritis, prinsip dasar terapi ini dapat dijabarkan sebagai A-B-C; yakni A
Antecedent (hal yang mendahului terjadinya perilaku) berupa instruksi yang diberikan oleh
seseorang kepada anak autis. Melalui gaya pengajarannya yang terstruktur, anak autis
kemudian memahami Behavior (perilaku) apa yang diharapkan dilakukan olehnya sesudah
instruksi tersebut diberikan, dan perilaku tersebut diharapkan cenderung terjadi lagi bila
yang menyenangkan.2
Methoda lain dari terapi perilaku ini adalah terapi bermain Son rise. Son rise adalah
program terapi berbasis rumah untuk anak-anak dengan yang mengalami gangguan
komunikasi dan interaksi sosial. Program ini dapat membantu meningkatkan kontak mata,
menerima keberadaan orang lain. Dan yang lebih penting, program ini, tidak memberikan
punishment berupa kekerasan kepada anak. Proses ini dilakukan dengan harapan, anak
mereka dapat ”berubah” dan menjadi kondisi yang lebih baik. Metode ini tidak bisa
diterapkan/diimplementasikan pada semua kasus, terutama kasus autis yang masih berada
pada tahap kurikulum awal. Kemampuan perkembangan bermain, merupakan hal yang
penting dalam program ini, selain juga kemampuan komunikasi dan sosialisasi. Program
son rise, menyatakan bahwa, jika kita mengadakan pendekatan ke anak secara positif,
dengan rasa cinta, akan membuat anak menjalin interaksi dengan kita, dibandingan bila kita
bertingkah laku sesuai dengan tuntutan masyarakat serta menentukan kemandirian dan
kesiapan anak dalam mengikuti proses belajar di sekolah. Kekuatan dasar ini sangat
menentukan kemampuan perilaku adaptif anak, yang dalam pengertian lebih sempit
diartikan sebagai perilaku yang sesuai dengan kebiasaan yang dapat diterima secara sosial.
Penekanan pada aspek sosial ini sangat penting mengingat manusia, termasuk anak autis
adalah makhluk sosial dan mempunyai kebutuhan untuk melakukan interaksi sosial. Oleh
ini.2
2. Terapi Nutrisi
Terapi yang dianjurkan yaitu makanan bebas gluten. Gluten adalah cadangan protein
utama pada gandum dan sereal sejenis. Gluten yang utama adalah α/β-gliadin, γ-gliadin, ω-
gliadin, dan glutenin. Sensitivitas terhadap gluten adalah sebagai peningkatan reaksi sistem
imun terhadap protein gluten, disertai peningkatan kadar antibodi. Peningkatan reaksi sistem
imun terhadap gluten dipahami dengan baik pada celiac disease, sebuah penyakit autoimun
yang terutama menyerang usus kecil. Pola makan menghindari kandungan gluten makin
Sebuah penelitian menilai efek reaksi imun sistem terhadap gluten pada pasien anak
dengan autisme dan juga kemungkinan adanya hubungan antara autisme dan celiac disease.
Studi ini diikuti 140 pasien anak dengan 3 kelompok: 37 anak autis yang terdiagnosis
yang tidak autis (kelompok autis dan unaffected sibling), dan 76 pasien anak sehat dengan
usia setara (kontrol). Serum darah mereka diuji untuk antibodi terhadap gliadin dan juga gen
3. Terapi Obat
Pada sekelompok anak autisik dengan gejala sperti temper, melukai diri sendiri.
Hiperaktivitas. Pemberian obat-obatan yang sesuai dapat merupakan salah satu bagian dari
program terapi yang komprehensif. Juga sering dipakai untuk mengobati kondisi yang
terkait seperti depresi, cemas, perilaku obsesif komplusif, membantu mencegah self injury
dan perilaku lain yang menimbulkan masalah Risperidone efektif untuk terapi anak autistik
yang disertai dengan tantrums, agresivitas, dan perilaku yang membahayakan diri sendiri,
efek positif namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut. Olanzapine: penelitian pada
anak autistik usia 6-16 tahun dengan menggunakan olanzapine menunjukkkan perbaikan
depresi, cemas, dan obsesif perilaku. Juga meningkatkan perilaku secara umum menjadi
lebih terkendali, interest yang terbatas, inanteensi hiperaktif, labilitas mood, proses belajar,
KESIMPULAN
Autism Spectrum Disorder adalah adanya keabnormalan dan atau gangguan perkembangan
yangmuncul sebelum usia tiga tahun dengan tipe karakteristik tidak normalnya tiga bidang
yaitu interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang diulang-ulang. Pada pasien Autisme
banyak dianggap remeh oleh khayalak orang. Banyak orangtua yang malu dan
menyembunyikan anaknya. Ketidaksiapan orangtua menerima kondisi anak apa adanya itu
terjadi pada semua kelompok masyarakat, termasuk mereka yang berpendidikan dan
berpenghasilan tinggi. Hal ini akan memperberat penanganan penyandang autisme mencapai
kemandiriannya
DAFTAR PUSTAKA
1. Aprilia A, Johan Ashar. Sistem Pakar Diagnosa Autisme Pada Anak. Jakarta: Jurnal
2. YPAC, Buku Pedoman Penanganan dan Pendidikan Autisme. Jakarta: 2011 Dikutip dari
http://ypacnasional.org/ebook/BUKU%20PENANGANAN%20dan%20Pendidikan%20A
utis%20di%20YPAC%207April.pdf (03-08-2018)
Universitas
5. Maino DM, Viola, SG, Donati R. The Etiology of Autism. Optom Vis Dev
2009:(40)3:150-156.
https://www.researchgate.net/publication/313383189_Syndrome_Asperger (03-08-2018)
7. Rahardja M. Tatalaksana Nutrisi Untuk Pasien Autis. CDK-232/ vol. 42 no. 9, th. 2015
Dikutip dari
http://www.kalbemed.com/Portals/6/22_232OpiniTatalaksana%20Nutrisi%20untuk%20Pa
sien%20Autis.pdf (03-08-2018)
Universitas Gadjah Mada Volume 20, No. 1-2, 2012: 9 – 17 Dikutip dari
https://jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/viewFile/11944/8798 (03-08-2018)
9. Aprilia D, Johar A, Hartuti. Sistem Pakar Diagnosa Autisme Pada Anak. Jurnal Rekursif,
Https://Ejournal.Unib.Ac.Id/Index.Php/Rekursif/Article/310/269.pdf (03-08-2018)
10. Kurdi F. Strategi Dan Teknik Pembelajaran Pada Anak Dengan Autisme. Forum
http://forumkependidikan.unsri.ac.id/userfiles/Artikel%20Fauziah%20Nuraini-UNSRI-
OK%20PRINT.pdf (03-08-2018)
11. Soetjiningsih. Deteksi Dini Dan Diagnosis Gangguan Spektrum Autisme (Gsa). Bagian/Smf