Anda di halaman 1dari 33

BAB I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Annona muricata merupakan genus dari Annonaceae yang memiliki 129
spesies tersebar di daerah tropis dan subtropis seperti sebagian dari kepulauan
Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan, Afrika, Asia dan Australia. Annona
muricatamerupakan pohon dengan tinggi 8 hingga 10 meter, dengan karakteristik
daun berwarna hijau tua, bunga serta buahnya dapat muncul di bagian manapun dari
dahannya (Owolabi et al., 2013).
Secara tradisional, di daerah Amerika Tengah dan Kepulauan Karibia daun
dari pohon sirsak ini sering digunakan sebagai obat dari beberapa penyakit, antara
lain adalah sakit kepala (headaches), insomnia, sistitis, penyakit liver, diabetes
meilitus, hipertensi dan sebagai anti inflamasi, anti spasmodic, serta anti disentri.
Penduduk asli Guyana menggunakan daun atau kayu sirsak sebagai obat penenang
dan tonik jantung. Penduduk Brazil Amazon menggunakan minyak dari daun serta
buah sirsak yang belum masak dicampur dengan minyak zaitun digunakan sebagai
obat luar untuk penyakit neuralgia, reumatik, serta nyeri artritis (Suranto, 2012).
Beberapa penelitian terkini mengatakan bahwa tumbuhan sirsak ini ternyata
mampu menghilangkan sel-sel kanker berkat suatu kumpulan senyawa yang ada pada
tumbuhan tersebut yaitu Acetogenin. Annonaceous acetogeninssendiri sebenarnya
hanya dapat ditemukan pada famili Annonaceae (yang mana sirsak termasuk
didalamnya). Secara umum Annonaceous acetogenins dalam sirsak telah dilaporkan
dapat berfungsi sebagai antitumor, antiparasit, pestisida, antiprotozoa, antihelmintes
dan antimikroba (Keinan et al., 1998).
Riset yang meneliti tentang fenomena ini sudah dimulai pada tahun 1976 oleh
The National Cancer Institute di Amerika Serikat, tetapi hasil dari penelitian ini tidak
dipublikasikan. Barulah seiktar 7 tahun berikutnya,mereka menyatakan bahwa sirsak
mengandung Acetogenin yang ternyata mampu mengatasi 12 jenis sel kanker.

Kemudian pada sekitar tahun 1995 hingga 1996, Prof. Soelaksono Sastrodihardjo,
yaitu seorang entomologi dari Departemen Biologi ITB bersama Dr. Jerry Mc.
Laughlin seorang farmakolog dari Universitas Purdue, Amerika Serikat serta dibantu
oleh Feng E Wu, yaitu seorang mahasiswa Korea Selatan, melakukan penelitian
terhadap sirsak. Sampel yang diambil adalah daun, kayu, dan biji sirsak yang ada di
daerah Garut, Jawa Barat. Kemudian penelitian dilanjutkan oleh Dr. Mc. Laughlin di
Amerika.

Akhirnya

pada

tahun

1996

hingga

1998,

Dr,

Mc.Laughlin

mempublikasikan bahwa sirsak ternyata memang mengandung Acetogeninyang


terkandung dalam daun, tunas, kulit kayu, dan biji salak (Suranto, 2012).
Meskipun tidak dapat dipungkiribahwa sirsak memiliki manfaat yang sangat
banyak bagi kesehatan, ternyata beberapa penelitian telah menemukan efek samping
yang tidak sedikit.Pada tahun 2011, Arthur et al.,melakukan sebuah penelitian
tentang efek toksik ekstrak air daun sirsak (Annona muricata) pada tubuh. Pada
penelitian tersebut didapatkan hasil berupa kerusakan ginjal pada penggunaan dosis
besar atau pemberian ekstrak air tersebut. (Arthur et al,. 2011)
Tidak hanya Arthur et.al., saja yang menemukan efek samping dari Acetogenin
ini, pada tahun 2005, Champy et.al., telah menemukan bahwa pemberian ekstrak
metanol akar sirsak dapat membuat degenerasi sel neuron dopaminergik, sehingga
berpotensi menyebabkan penyakit neuronal dan gejala seperti Parkinson yang
diakibatkan oleh adanya

zat neurotoksik yang ada pada Acetogenin yaitu

Annonacin(Champy et.al.,2005).
Substantia nigra sendiri kita ketahui sebuah bagian dari otak yang sangat
berperan penting dalam pengaturan gerak sehingga kita mampu mengontrol gerakan
pada tangan dan kaki. Kerusakan yang terjadi pada sel neuron di substantia nigra
dapat mengakibatkan gangguan pada pengaturan gerak. Kerusakan yang dapat
diamati adalah adanya degenerasi sel neuron pada substantia nigra, yang ditandai oleh
adanya pembengkakan sel atau dapat pula pembengkakan nukleus (Champy
et.al.,2005)

1.2 Rumusan Masalah


Dengan melihat latar belakang, maka timbul lah beberapa pertanyaan
penelitian mengenai hal tersebut :
1. Apakah terdapat pengaruh pemberian ekstrak air daun sirsak (Annona
muricata) secara kronik terhadap rasio nukleus neuron pada subsanstia nigra
tikus (Rattus novegicus) ?
2. Apakah terdapat perbedaan rasio nukleus neuron substantia nigra tikus (rattus
norvegicus) antara kelompok kontrol dan perlakuan?
1.3 Tujuan Penelitian
Dari pertanyaan-pertanyaan penelitian yang muncul maka didapatkan tujuan
penelitan, yaitu :
1. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak air daun sirsak (Annona muricata )
secara kronik terhadap rasio nukleus pada subtantia nigra tikus (Rattus
norvegicus)
2. Mengetahui adanya perbedaan rasio nukleus neuron substantia nigra tikus
(Rattus norvegicus) antara kelompok kontrol dan perlakuan

1.4 Keaslian Penelitian


Dari

pengetahuan

penulis,

penelitian

dengan

judul

"

Gambaran

Histopatologis subtantia nigra tikus (Rattus norvegicus) dengan pemberian kronis


ekstrak air daun sirsak (Annona muricata)" adalah benar-benar baru, dan belum ada
yang meneliti sebelumnya. Tetapi ada penelitian yang menyerupai yaitu penelitian
dengan judul "Annonacin, a lipophilic inhibitor of mitochondrial complex I,induces
nigral and striatal neurodegeneration in rats: possible relevance for atypical
parkinsonism in Guadeloupe" yang ditulis oleh Champy et al., (2004). Penelitian ini
menunjukkan adanya gambaran degeneratif pada beberapa bagian otak dengan
pemberian jangka panjang Annonaceous acetogenin. Perbedaan dengan penelitian
yang penulis lakukan adalah, pada penelitian tersebut, yang digunakan adalah ekstrak

metanol akar sirsak (Annona muricata), sedangkan penelitian yang penulis lakukan
menggunakan ekstrak air daun sirsak.
Penelitian lain yang menyerupai adalah penelitian dengan judul Pengaruh
Pemberian Ekstrak Metanol Daun Sirsak (Annona muricata) Terhadap Perubahan
Ukuran Nukleus Dan Jumlah Vakuolisasi Neuron di Substantia Nigra Pars Retikulata
Tikus (Rattus norvegicus) yang ditulis oleh Anda Damayanti (2009). Perbedaan
dengan penelitan yang penulis lakukan adalah, pada penelitian tersebut digunakan
ekstrak methanol daun sirsak (Annona muricata) sedangkan peneliti menggunakan
ekstrak air daun sirsak (Annona muricata).
Penelitian yang menyerupai lainnya berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Air
Daun Sirsak (Annona muricata) Terhadap Jumlah Neuron di Substantia Nigra Tikus
Putih (Rattus norvegicus) yang ditulis oleh Aryun Desa Arthon. Perbedaan dengan
penelitian yang dilakukan penulis adalah lama penelitian berlangsung, penelitian
tersebut berlangsung selama 30 hari, sedangkan penelitian yang penulis lakukan
berlangsung selama 90 hari.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis


Mengetahui efek yang akan terjadi pada bagian substantia nigra tikus (Rattus
norvegicus) dengan pemberian kronis ekstrak daun sirsak (Annona muricata), yang
pada akhirnya mampu memberikan informasi ilmiah berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan

1.5.2 Manfaat Klinis


Dengan dilakukannya penelitiann ini, semoga masyarakat mendapatkan
informasi serta lebih waspada terhadap penggunaan obat-obatan herbal, karena
kemungkinan masih ada efek samping yang berbahaya.

1.5.3 Manfaat Bagi Penelitian Selanjutnya


Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi dan
manfaat bagi penelitian selanjutnya sehingga dapat digunakan sebagai tambahan
referensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 Annona muricata
Annona muricata atau yang kita kenal dengan sebutan sirsak merupakan
tanaman yang tumbuh subur di daerah beriklim tropis berair. Tumbuhan ini berasal
dari Amerika Tengah dan Kepulauan Karibia. Annona muricata juga dapat ditemukan
di daerah lainnya seperti Brazil, Peru, serta Negara-negara di Amerika Selatan.
Terdapat banyak sebutan untuk tanaman ini di berbagai Negara, seperti soursoup
(Inggris dan Amerika), thurian-thet (Thailand), graviola tree (Portugis), guanabana
(El-Savador), dan corossel (Vietnam). Di Indonesia sendiri sirsak mempunyai
julukan yang berbeda-beda, antara lain adalah nangka londa, nangka manila, nangka
sabrang, mulwa londa, sirsat, dan masih banyak sebutan lainnya (Suranto, 2012 ;
Owolabi et al., 2013).
Annona muricata

termasuk tanaman tahunan dengan sistematika sebagai

berikut:

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Famili

: Annonaceae

Genus

: Annona

Spesies

: Annona muricata L.

Annona muricata mempunyai karakteristik batang keras dengan tinggi mencapai


10 meter. Tanaman ini dapat tumbuh di sembarang tempat, tetapi akan tumbuh subur
di ketinggian kurang dari 1.000 meter diatas permukaan laut dan dengan tanah yang
mempunyai kadar air cukup(Suranto, 2012).

Daun tumbuhan ini sangat rimbun sehingga menyerupai tumbuhan perdu.


Ukuran daun lebar dan agak tebal dengan bentuk lonjong serta berwarna hijau tua.
Sedangkan bentuk buahnya menyerupai jantung, disertai duri duri kecil dengan warna
hijau kekuningan, daging buahnya berwarna putih(Suranto, 2012).
Pada beberapa penelitian, ditemukan Acetogenin pada setiap bagian Annona
muricata. Mulai dari daun, akar, batang, buah hingga biji. Acetogenin sendiri
merupakan kumpulan senyawa. Didalamnya terdapat beberapa senyawa yang sangat
banyak, namun sampai saat ini penelitian yang telah dilakukan menemukan senyawa
antara

lain

adalah

annocatalin,

annohexocin,

annomonicin,

annomontacin,

annomuricatin A dan B, annomuricin A-E, annomutacin, annonacin, annonacinone,


annopentocin A-C, cis-annonacin, ciscorossolone, cohibin A-D, corepoxylone,
coronin, corossolin, corossolone, donhexocin, epomuricenin A dan B, gigantetrocin,
gigantetrocin A dan B, gigantetrocinone, gigantetronenin, goniothalamicin, isoannonacin, javoricin, montanacin, montecristin, muracin A-G, muricapentocin,
muricatalicin, muricatalin, muri-catenol, muricatetrocin A dan B, muricatin D,
muricatocin A-C, muricin H, muricin I, muricoreacin, murihexocin 3, murihexocin
A-C, murihexol, murisolin, robustocin, rolliniastatin 1 dan 2, saba-delin, solamin,
uvariamicin I dan IV, dan xylomaticin.Acetogenin ini sendiri mempunyai efek yang
sangat baik bagi terapi kanker dengan cara menginhibisi kompleks I mitokondrial
(NADH-ubiquinone oxido-reductase) yang kemudian akan menghambat produksi
dari ATP dan selanjutnya akan memicu terjadinya apoptosis sel kanker(Taylor, 2005;
Alvarez et al., 2009; Liaw et al., 2010).

2.1.2. Morfologi Sel


Sel adalah unit kehidupan terkecil pada tubuh manusia. Setiap organisme
tersusun dari salah satu dari dua jenis sel yang secara struktural berbeda, yaitu sel
prokariotik atau sel eukariotik. Hanya bakteri dan arkea yang memiliki sel
prokariotik, sedangkan protista, tumbuhan, jamur, dan hewan semuanya mempunyai

sel eukariotik. Pada organisme hidup bersel banyak, seperti mamalia, sel-sel
berkontak erat satu sama lain dan dikelilingi oleh cairan tubuh serta matriks ekstrasel
yang membentuk internal milieu yang penting untuk mempertahankan fungsi sel. Selsel secara normal berada dalam homeostasis, yaitu, keseimbangan metabolik dengan
sel lain dan cairan ekstrasel yang membentuk lingkungan mikro (Damjanov &
McCue, 1999., Junqueira et al., 2007; Campbell et al., 2002).
Yang paling membedakan antara sel prokariotik dan sel eukariotik adalah
nukleus dalam sel tersebut. Hal ini dapat dilihat dari namanya. Prokariota atau
prokaryote diambil dari bahasa Yunani, pro mempunyai arti "sebelum" dan karyon
artinya kernel", atau disebut nukleus, sehingga memiliki makna bahwa sel
prokariotik merupakan sel yang tidak memiliki nukleus. Sedangkan kata eukariotik
diambil dari kata eu yang berarti "sebenarnya" dan karyon yang artinya nukleus
sehingga dapat didefinisikan menjadi sel yang memiliki nukleus (Campbell et al.,
2002).
Apabila dilihat dari ukuran sel, maka sel prokariotik memiliki ukuran lebih
kecil yaitu panjangnya 1-5 m, sedangkan sel eukariotik memiliki ukuran sel yang
lebih besar. Pada sel prokariotik juga tidak memiliki histon (protein basa spesifik)
yang terikat pada DNA, dan juga tidak memiliki organel bermembran. Sebaliknya,
pada sel eukariotik, histon berhubungan erat dengan materi genetik (DNA), serta
memiliki banyak organel berlapis membran yang berada di sitoplasma. Pada tinjauan
pustaka ini, akan dibahas khusus pada sel eukariotik yang memiliki sitoplasma dan
inti sel (nukleus) (Junqueira et al., 2007).

Masing-masing komponen sel memiliki penjelasan sebagai berikut :


1. Membran Plasma
Membran plasma merupakan bagian terluar dari sel, berbentuk barrier yang
membatasi bagian intrasel dan ekstrasel, lapisan ini membantu menstabilkan
keadaan yang konstan untuk aktifitas sel normal. Membran plasma sendiri
merupakan sawar selektif yang mengatur keluar masuknya materi pada sel.

Membran plasma juga berperan penting pada komunikasi antar sel maupun
dengan lingkungan luar sel (Tortora et.al., 2009).

2. Sitoplasma
Sitoplasma adalah seluruh daerah antara nukleus dan membran yang
membatasi sel. Sitoplasma sendiri memiliki medium semi cair yang dapat
disebut dengan sitosol, dimana di dalam sitosol tersebut terdapat organelorganel yang memiliki bentuk dan fungsi terspesialisasi, sitoskeleton, serta
deposit karbohidrat,pigmen, dan lipid (Junqueira et al., 2007; Campbell et al.,
2002).

3.Nukleus
Nukleus atau yang dapat disebut sebagai inti sel, merupakan organel paling
mencolok pada sel eukariotik, dengan rata-rata memiliki diameter 5 m.
Nukleus sendiri memiliki sebagian besar gen yang berfungsi mengontrol sel
eukariotik, dimana sebagian gen lainnya terdapat pada mitokondria dan
kloroplas. Didalam nukleus terdapat kromatin yang terdiri dari DNA dan
protein. Kromatin akan memadat serta tiap-tiap kromosom akan terlihat ketika
sel bersiap untuk membelah. Dalam nukleus terdapat pula nukleolus yang
merupakan tempat komponen ribosom di sintetis. Nukleus sendiri mempunyai
selubung yang terdiri dari dua membran yang dipisahkan ruang sempit berpori
banyak (Campbell et al., 2002).

4. Ribosom
Ribosom adalah tempat dimana sel mensintesis protein. Ribosom terletak
pada dua tempat, yaitu ribosom bebas yang terletak dalam sitosol dan ribosom
terikat yang melekat di bagian luar retikulum endoplasma (Campbell et al.,
2002).

5. Sistem endomembran
Sistem endomembran mencakup selubung nukleus, aparatus golgi, retikulum
endoplasma, lisosom, berbagai jenis vakuola, serta membran plasma.
Retikulum endoplasma merupakan jalinan dari kantung dan saluran yang
saling beranastomosis serta berhubungan, yang dibentuk oleh membran utuh.
Retikulum endoplasma terdiri atas jaringan tubula serta gelembung membran
yang disebut juga sisterna. Retikulum endoplasma sendiri terbagi menjadi dua
daerah yang memiliki fungsi dan struktur yang berbeda. Pada retikulum
endoplasma halus tidak memiliki ribosom di permukaannya tetapi memiliki
sisterna yang berbentuk tubular. Sedangkan pada retikulum endoplasma kasar
memiliki ribosom pada permukaan, serta memiliki sisterna yang membentuk
kantung pipih. Retikulum endoplasma kasar ini sering ditemukan pada sel
yang berfungsi khusus untuk mensekresi protein seperti fibroblas dan sel
plasma (Campbell et al., 2002 ;Junqueira et al., 2007).
Aparatus Golgi terdiri dari kantung membran pipih atau sisterana yang
tampak sebagai tumpukan roti yang berbentuk bulat dan datar. Aparatus ini
dapat menerima serta mengirimkan vesikula transpor dan produk yang
dikandungnya. Maka dari pada itu, materi yang diterima dari retikulum
endoplasma, dimodifikasi lalu disimpan dalam aparatus golgi, dan akhirnya
dikirim menuju permukaan sel atau tempat yang lainnya (Campbell et al.,
2002).
Lisosom merupakan tempat terjadinya proses pencernaan intrasel serta
penggantian komponen-komponen sel. Lisosom terdiri dari vesikel yang
bermembran dan mengandung berbagai macam enzim hidrolitik. Lisosom
memiliki bentuk bulat, dengan diameter 0,05 - 0,5 m serta memperlihatkan
granul yang merata. Lisosom ini akan banyak terdapat pada sel yang
mempunyai fungsi fagositik (Junqueira et al., 2007).
Vakuola merupakan kantung terikat membran yang berada dalam sel yang
memiliki fungsi bermacam - macam, seperti vakuola kontraktil, vakuola

10

makanan dan sebagainya. Pada intinya vakuola adalah komponen sebuah sel
yang memiliki fungsi sebagai tempat penyimpanan (Campbell et al., 2002).

6. Organel membran lain


Ada organel membran lain yang belum dijelaskan, yaitu mitokondria dan
peroksisom. Mitokondria adalah organel berbentuk bulat yang mempunyai
lebar 0,5 - 1 m, serta panjang dapat mencapai 10 m. Mitokondria ini
memiliki fungsi untuk mengubah energi kimiawi metabolit yang ada pada
sitoplasma menjadi energi yang mudah dimanfaatkan oleh sel (Junqueira et
al., 2007).
Peroksisom adalah ruang untuk metabolisme khusus yang dilingkupi oleh
membran tunggal, yang mengandung enzim yang dapat mentransfer hidrogen
dari berbagai substrat ke oksigen, sehingga dapat dihasilkan hidrogen
peroksida (H2O2) yang menjadi produk samping. Contohnya adalah
peroksisom yang terdapat dalam hati yang berfungsi menawarkan racun
alkohol dan berbagai senyawa yang berbahaya lainnya dengan cara
mentransfer hidrogen dari racun menuju ke oksigen (Campbell et al., 2002).

7. Sitoskeleton
Sitoskeleton merupakan jaringan yang komplek, terdiri dari mikrotubulus,
filamen aktin, serta filamen intermediat. Protein struktural ini memberi bentuk
pada sel dan juga berperan penting bagi pergerakan organel serta vesikel
intrasitoplasmanya. Sitoskeleton juga ikut serta dalam mengatur pergerakan
sel (Junqueira et al., 2007; Campbell et al., 2002).

2.1.3. Morfologi Neuron


Manusia pada dasarnya memiliki kurang lebih 100 miliar neuron. Neuron ini
berkeja pada saraf pusat sebagai penghantar impuls ke sel lainnya. Peran neuron
sangat besar pada sistem kerja otak dikarenakan neuron memiliki bagian yang

11

membantu kerja neuron. Bagian tersebut adalah dendrit, badan sel (soma atau
perikarion) dan akson (Junqueira et al., 2007 ; Bloom et.al.,2012). Berikut ini adalah
penjelasan dari bagian-bagian neuron tersebut :

1. Dendrit
Pada dasarnya, dendrit mempunyai cabang dan meluas, serta percabangan
dari dendrit ini akan diikuti oleh berkas mikrotubuli dan neurofilamen yang
secara bersamaan akan ikut meluas dalam cabang-cabang. Dendrit secara
khusus mempunyai fungsi yaitu untuk menerima stimulus dari lingkungan selsel epitel sensorik atau dari neuron lain (Junqueira et al., 2007 ; Leeson
et.al.,2012).
2. Badan sel (perikarion)
Badan sel merupakan bagian dari neuron yang mengandung inti dan
sitoplasma namun tidak mencakup cabang-cabang sel, yang merupakan pusat
trofik bagi keseluruhan sel saraf serta berfungsi untuk menerima stimulus. Pada
sitoplasma badan sel ini terdapat badan Nissl, keompleks Golgi, mitokondria,
dan neurofilamen. Badan Nissl adalah gambaran dari retikulum endoplasma
kasar dan ribosom bebas yang apabila dilihat di bawah mikroskop cahaya akan
tampak sebagai daerah yang bergranul basofilik, dimana badan Nissl merupakan
organel yang hanya terdapat pada sel-sel saraf.

12

Gambar 1. badan Nissl dengan pewarnaan toluidin blue (Junqueira et al., 2007)

3. Akson
Akson adalah suatu cabang tunggal, berbentuk silindris, timbul dari badan sel
saraf pada suatu daerah yang dapat disebut akson hilok. Akson mempunyai fungsi
khusus yaitu menghantarkan impuls saraf ke sel-sel lain seperti sel saraf, sel otot,
dan sel kelenjar

2.1.4. Respon Sel Terhadap Stres


Apabila ada perubahan pada lingkungan, yang berupa stress fisiologis
maupunpatologis, maka sel dituntut untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya
dengan melakukan mekanisme adaptasi, yang dimana pada mekanisme tersebut dapat
diikuti oleh perubahan struktur maupun fungsi dari sel tersebut. Apabila adaptasi sel
terhadap suatu stres berhasil, maka sel tersebut akan tetap normal, ini disebut juga
dengan homeostasis, dimana keadaan sel yang mampu mempertahankan fungsinya
dari berbagai ketidakseimbangan. Namun apabila proses adaptasi tersebut tidak

13

berhasil, sel akan mengalami cedera atau kematian (Kumar et al., 2007 ; Damjanov,
1999).
Perubahan struktural atau cedera yang terjadi pada sel dapat bersifat reversible
dan irreversible. Dikatakan reversibel apabila sel dapat kembali normal bila paparan
stres hilang. Namun apabila paparan stres tersebut berlangsung kronis atau sel
tersebut tidak mampu untuk melakukan mekanisme adaptasi pada paparan stres
tersebut, maka sel akan mengalami perubahan ireversibel, yaitu dapat berupa nekrosis
hingga kematian sel. Apabila cedera atau kerusakan terjadi pada membran sel, DNA,
atau mitokondria, mekanisme kematian sel yang terprogram akan terjadi, atau dapat
disebut apoptosis (Stevens et.al.,202 ; Damjanov, 1999 ; Kumar et.al.,2007)
Pada umumnya semua jaringan tubuh rentan terhadap perubahan yang
berlangsung terus-menerus, begitu pula dengan jaringan saraf. Neuron yang terpapar
stres dalam jangka waktu yang panjang akan menimbulkan suatu perubahan atau
mengalami degenerasi. Degenerasi neuron menunjukkan adanya gambaran berupa
pembesaran dan distrofi pada serabut saraf, pembengkakan nukleus, serta hilangnya
nukleus apabilia dilihat menggunakan pengecatan bodian silver. Namun pada
pengecatan cresyl violet dapat terlihat gambaran vakuolisasi sitoplasma serta
pembengkakan nukleus (Champy et al., 2004).

Gambar 2. Gambaran degenerasi neuron di substansia nigra pada pengecatan bodian


silver (ditunjukkan oleh huruf c dan e) dan pengecatan cresyl violet
(ditunjukkan oleh huruf d dan f), yang ditunjukkan dengan vakuolisasi
sitoplasma (f), pembesaran dan distrofi nukleus (e, tanda panah kecil),
distrofi serabut saraf (e, tanda panah besar) (Champy et al., 2004).
14

2.1.5 Histopatologi Neuron Otak


Beberapa gambaran histopatologi dapat terlihat akibat paparan zat asing pada
tubuh, diantaranya adalah akumulasi lipofuscin, kromatolisis, dan nekrosis
(McMartin et al., 1997).
Granula lipofuscin muncul didalam sitoplasma sel neuron atau sel glia.
Munculnya granula lipofuscin ini erat kaitannya dengan proses penuaan pada tikus
atau dapat pula akibat adanya paparan zat kimia seperti achetyl ethyl tetramethyl
tetralin( McMartinet al., 1997).
Kromatolisis terjadi apabila ada kerusakan axonal yang parah dan mendekati
bagian ujung proksimal dari axon tersebut. Sel neuron yang mengalami kromatolisis
akan tampak membesar dan nukleus terdorong ke bagian pinggir sel, sedangkan
badan Nissl nya tampak pucat (McMartin et al., 1997).

Gambar 3

Gambar 4

15

Lipofuscin (McMartin et al., 1997) Kromatolisis ( McMartinet al., 1997)

Nekrosis sel neuron akan terjadi setelah adanya paparan zat neurotoksik atau
apabila sel mengalami iskemia. Soma pada sel neuron akan tampak mengecil,
kemudian pada tahap selanjutnya, ketika karyorrhexis atau karyolysis muncul,
nekrosis pada sel neuron akan tidak dapat dibedakan dari sel lainnya pada mikroskop
(McMartin et al., 1997).
Selanjutnya adalah adanya vakuolisasi yaitu bentuk reaksi sel yang
menyebabkan adanya ruang interseluler dan ekstraseluler yang ditandai dengan inti
mendesak ke bagian tepi atau dapat tampak membesar dan menggelembung
(McMartin et.al., 1997).

Gambar 5.

Gambar 6.

Neuronal necrosis ( McMartinet al., 1997)Vakuolisasi (McMartin et.al 1997)

16

2.1.6 Substansia Nigra


Substantia Nigra merupakan nukleus motorik yang berukuran besar, terletak
pada otak tengah bagian ventral di antara red nucleus dan cerebral peduncle, serta
ditemukan di mesencephalon. Substantia nigra adalah bagian dari ganglia basal yang
mengandung neuron dopaminergik serta non-dopaminergik, yang terbagi menjadi 2
bagian, yaitu substantia nigra pars kompakta dan substantia nigra pars retikulata.
Substantia nigra pars kompakta terbagi atas bagian dorsal dan ventral, yang dimana
neuron para pars kompakta adalah neuron dopaminergik yang mengandung
neuromelamin pigmen. Sedangkan substantia nigra pars retikulata mengandung
neuron non dopaminergik yang tidak memiliki pigmen (Halliday, 2004).

Gambar 7. Gambaran potongan substansia nigra secara coronal (Tortora.2009).

Substantia nigra berfungsi mengatur tonus otot yang terhubung dengan korteks
serebri, medulla spinalis, hipotalamus, serta ganglia basal. Neuron-neuron di
substantia nigra tersebut akan mengirimkan akson-aksonnya ke striatum (neuron
SNC) serta melepaskan dopamin di ujung-ujungnya sebagai neurotransmitter, dan

17

neuron-neuron di substansia nigra tersebut akan mengirimkan akson-aksonnya ke


striatum (neuron SNC) serta melepaskan dopamin di ujung-ujungnya sebagai
neurotransmitter, dan ke talamus (neuron SNR) dengan melepaskan GABA sebagai
neurotransmitter. Adanya degenerasi pada neuron di substansia nigra akan
menyebabkan terjadinya penyakit parkinson (Snell, 2006; Halliday, 2004).

2.2. Kerangka Teori

Daun sirsak (Annona muricata)

Senyawa acetogenins

Menembus sawar darah otak


(blood brain barrier)

Penghambatan kompleks I mitokondrial

Penurunan produksi ATP

Degenerasi sel

18

Pembengkakan Sel

Perubahan rasio nukleus


Substantia Nigra
2.3. Kerangka Konsep

Ekstrak air daun sirsak


(Annona muricata)

Perubahan rasio nukleus


Degenerasi sel

Substantia Nigra

2.4. Hipotesis
1. Ada pengaruh pemberian ekstrak air daun sirsak (Annona muricata) secara kronik
terhadap rasio nukleus neuron pada substantia nigra tikus (Rattus norvegicus).
2. Ada perbedaan rasio nukleus neuron substantia nigra tikus (Rattus norvegicus)
antara kelompok kontrol dan perlakuan.

19

BAB III. METODE PENELITIAN


3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian eksperimental
dengan berbasis rancangan posttest only group design.

3.2 Populasi dan Sampel


3.2.1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah tikus (Rattus norvegicus) betina yang
diperoleh dari Laboratorium Farmasi Universitas Islam Indonesia

3.2.2. Sampel Penelitian


`Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus (Rattus norvegicus)
betina dewasa galur Sprague-Dawley yang dikembangkan oleh Laboratorium Farmasi
Universitas Islam Indonesia yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.
Kriteria inklusi antara lain adalah tikus yang sehat, tidak cacat, berumur 3
bulan, dengan berat 180-300 gram. Sedangkan kriteria ekslusi pada penelitian ini
adalah tikus yang mati pada saat, atau tikus yang sakit pada saat penelitian.
Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 10 ekor tikus, kemudian dibagi
menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang
masing-masing berjumlah 5 ekor tikus.

3.3 Variabel Penelitian


3.3.1. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian adalah gambaran histopatologi yang berupa
perubahan rasio nucleus neuron atau Substantia Nigra tikus(Rattus norvegicus).
3.3.2. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah ekstrak air daun sirsak (Annona
muricata) dengan dosis 1000mg/KgBB/Hari yang diberikan selama 90 hari
20

3.4 Definisi Operasional


1.

Ekstrak air daun sirsak (Annona muricata) merupakan ekstrak yang dibuat dari
hasil pengeringan dan penyerbukan daun sirsak yang diambil dari daun ke-4
hingga

ke-6

dalam

satu

ranting.

Dosis

yang

digunakan

adalah

1000mg/KgBB/Hari selama 90 hari.


2.

Rasio nukleus neuron substantia nigra tikus (Rattus norvegicus) merupakan


perbandingan antara diameter nukleus dengan diameter soma neuron substantia
nigra tikus (Rattus norvegicus). Diameter nukleus dan soma adalah besarnya
rata-rata dari penjumlahan antara diameter terpanjang dan terpendek baik
nukleus maupun soma yang kemudian dinyatakan dalam ukuran mikrometer.
rumusannya sebagai berikut :

Pengukuran diameter nukleus.

( diameter nukleus terpanjang + diameter nukleus terpendek )


2

Pengukuran diameter soma

( diameter soma terpanjang + diameter soma terpendek )


2
3.

Masing - masing sampel diberi pewarnaan menggunakan Hematocylin eosin


yang kemudian diambil 5 lapangan pandang dengan perbesaran 400x.
pengamatan diameter nukleus dan soma neuron menggunakan mikroskop CX 21
yang terhubung dengan kamera Optilab viewer dengan pencitraan 640x480 dan
komputer yang memiliki software image raster

3.5. Instrumen Penelitian


1. Alat penelitian
a.

kandang untuk pengelompokan tikus

b.

spuit sonde

c.

alat pemotong jaringan

d.

kaca objek
21

e.

deck glas

f.

mikroskop cahaya

g.

pencetak blok jaringan

2. Bahan penelitian
a.

Tikus betina (rattus norvegicus) galur Sprague-Dawley berumur 3


bulan dengan berat 175 - 300 gram.

b.

Bahan uji daun sirsak (Annona muricata) diperoleh dan diekstraksi di


Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu ( LPPT) Universitas
Gajah Mada.

c.

Zat pewarna HE

d.

Etanol

e.

Parafin

d.

cloral hydrat 3,5%

f.

Aquades

3.6 Tahap Penelitian

3.6.1. Koleksi Daun Sirsak (Annona muricata)


Daun sirsak yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirsak yang
diambil pada daun ke-4 sampai ke-6 tiap rantingnya

3.6.2 Pembuatan Ekstrak Air Daun Sirsak (Annona muricata)


Proses ekstraksi dilakukan di Laboratorium Pengujian LPPT-UGM. Daun
sirsak yang telah di ambil tadi dicucui bersih, kemudian dikeringkan dalam almari
pengering dengan suhu 45OC selama 48 jam. Kemudian dilakukan proses
penyerbukan, daun sirsak diserbuk menggunakan mesin penyerbuk dengan saringan
yang lubangnya berdiameter 1mm.

22

Air ditambahkan pada serbukan daun sirsak, kemudian diaduk selama 30 menit
dan didiamkan selama 24 jam, kemudian hasilnya disaring. Proses tersebut diulang 3
kali. Hasil dari penyaringan akhir didapatkan ampas dan filtrat.
Filtrat kemudian diuapkan dengan vacuum rotary evaporator pemanas water
bath pada suhu 60OC. hasil dari penguapan terbentuk ekstrak yang kental, kemudian
dituangkan dalam cawan porselin dan dikeringkan pada suhu 50O.

3.6.3. Persiapan Hewan Coba


Hewan coba menggunakan tikus (Rattus norvegicus) betina dewasa yang
berjumlah 10 ekor, kemudian dibagi menjadi kelompok kontrol yang berjumlah 5
ekor dan kelompok perlakuan dengan jumlah 5 ekor. Pembagian tikus kedalam
kelompok dilakukan secara random.
Pemeliharaan hewan coba dilakukan dalam kandang dengan ukuran 40x20x20
cm3. Suhu dalam kandang diatur sesuai suhu kamar. Pencahayaan dalam kandang
diatur menggunakan siklus gelap terang, dengan masing-masing siklus selama 12
jam. Siklus terang dimulai dari pukul 07.00 WIB dan siklus gelap dimulai pada pukul
19.00 WIB. Pemberian makan hewan coba dilakukan pada pukul 06.00 WIB
sedangkan pemberian air minum diberikan dengan caraad libitum.

3.6.4. Pemberian Ekstrak Air Daun Sirsak


Hewan coba diberi ekstrak air daun sirsak dengan dosis 1000mg/KgBB/Hari
dengan menggunakan sonde oral. Sondase dilakukan selama 90 hari.

3.6.5. Pengambilan Jaringan Otak


Pengambilan jaringan otak dilakukan pada hari ke-91. Tikus dibius terlebih
dahulu menggunakan chloral hydrat 3,5% dalam aquadest dengan dosis 1cc/100gram
BB tikus secara intraperitoneal. Setelah itu dilakukan perfusi transkardial
menggunakan 0,2% paraformaldehid dalam larutan phospate buffer (PB) 0,1 M, pH
7,4 pada suhu 37OC, dengan kecepatan antara 15-20 ml/menit sebagai pre-rinse,

23

dilanjutkan dengan larutan fiskatif 2% paraformaldehid dalam PB 0,1M. PH 7,4


dengan suhu 40C selama 20 menit dengan kecepatan yang sama.
Pembukaan rongga thorax dilakukan dengan insisi mediana pada dinding
abdomen bawah kemudian diteruskan dengan insisi sepanjang linea axillaris sampai
rongga thorax terbuka. Kanula dimasukkan hingga mencapai aorta ascenden dan
difiksasi memakai klem arteri melalui ventrikel kiri yang sebelumnya telah diinsisi.
Insisi pada atrium kanan dilakukan dengan tujuan mengeluarkan darah agar tidak
kembali ke jantung. Cairan perfusi PBS dialirkan melalui kanula selama 5 menit.
Perubahan warna darah yang keluar melalui atrium kanan menjadi jernih dan arteri
mamaria interna tampak putih karena terisi cairan merupakan tanda bahwa perfusi
telah masuk ke otak dan jaringan lainnya. Setelah berlangsung selama 5 menit, cairan
perfusi PBS diganti dengan cairan fiksatif melalui kanula yang sama selama 20
menit. Tanda keberhasilan proses fiksatif dapat diketahui melalui perubahan
ekstremitas yang menjadi kaku, arteria mamaria interna berwarna putih.
Setelah proses perfusi transkardial telah sempurna dilakukan, dilanjutkan
dengan dekapitasi dan lalu pengambilan jaringan otak tikus. Jaringan otak yang telah
diambil kemudian difiksasi dengan larutan 2% paraformaldehid dalam PB 0,1 M, pH
7,4 pada suhu 4OC selama 24 jam.

3.6.6 Proses Blok Parafin dan Sayatan Preparat


Sayatan koronal otak dengan ketebalan 5 mm didehidrasi

dengan etanol

bertingkat berturut-turut 50%, 70%, 80% dan 95%, diakhiri dengan tiga kali larutan
etanol 100%. Semua proses dehidrasi dilakukan pada suhu kamar. Setelah dehidrasi
dilakukan proses penjernihan (clearing) dalam larutan campuran silol dan etanol
100%, dan dua kali silol masing-masing selama 45 menit pada suhu kamar. Setelah
proses clearing, dilakukan proses infiltrasi dalam larutan campuran silol dan parafin
kemudian dilanjutkan dengan tiga kali larutan parafin, masing-masing 45 menit,
dengan suhu 64C. Terakhir jaringan di letakkan dalam cetakan blok kemudian di

24

siram parafin cair dan didinginkan pada suhu kamar sampai parafin membeku
menjadi blok.
Blok parafin jaringan otak disayat secara serial setebal 12 mm menggunakan
rotary microtome. Setiap serial diambil tiga sayatan dan diwarnai menggunakan
Hemaktosilin eosin untuk mengetahui melihat neuron substansia nigra dengan
mencocokkan posisi dengan gambar potongan otak pada Template Atlas of the
Primate Brain (Martin dan Bowden, 1996).

3.7 Cara Pengumpulan Data


Efek pemberian ekstrak air daun sirsak (Annona muricata) diamati dari
banyaknya sel yang mengalami vakuolisasi dan perubahan rasio sel neuron
Substantia nigra pada pengecatan hemaktosilin eosin.
Pengamatan dilakukan oleh 1 orang pembaca untuk masing-masing preparat
dengan menggunakan mikroskop cahaya Olympus CX21 yang dilakukan di
Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia.

3.8 Rencana Analisis Data


Perbandingan rasio nukleus dan soma padaSubstantia nigra antara kelompok
perlakuan dengan kelompok kontrol akan dianalisa menggunakan uji t-test.

3.9 Etika Penelitian


1. Penelitian dilakukan dengan mengajukan permohonan izin kepada Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Indonesia.
2. Penelitian dilakukan dengan mengajukan permohonan izin kepada laboratorium
yang terkait.
3. Penelitian dilakukan pada tikus yang sehat.
4. Dilakukan pembiusan sebelum dilakukan dekapitasi

25

BAB IV. HASIL PENGAMATAN


4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan dengan setiap kelompok terdiri dari 5 tikus. Tikus yang
digunakan dalam penelitian adalah tikus betina yang sehat dan tidak cacat, berumur 3
bulan dengan berat badan 175 sampai 250 gram. Penentuan tikus sehat berdasarkan
hasil laboratorium darah tikus berupa Hb. Nilai normal Hb tikus (Rattus norvegicus)
adalah 10-16,8 g/dl (Mitruka, 1987).
Berikut adalah tabel berat badan dan Hb pada tikus kontrol dan perlakuan.
Tabel 1. Berat badan subjek penelitian
Kelompok

Kontrol

Perlakuan

Subjek

Berat Badan (gram)

K1

200

K2

188

K3

178

K4

207

K5

218

P1

225

P2

208

P3

200

P4

228

P5

225

26

Tabel 2. Kadar Hemoglobin (Hb) Subjek Penelitian


Kelompok

Kontrol

Perlakuan

Subjek

Kadar Hb (gram/dl)

K1

14.9

K2

12.5

K3

12.8

K4

12.8

K5

14.9

P1

13.0

P2

14.5

P3

12.5

P4

11.2

P5

13.6

Berdasarkan hasil pemeriksaan pada tabel 1 didapatkan hasil berat badan pada
kelompok kontrol terendah 178, tertinggi 218 dan kelompok perlakuan terendah 200,
tertinggi 228. Dan hasil pemeriksaan Hb yang terdapat pada tabel 2, kadar Hb
kelompok kontrol terendah 12,5, tertinggi 14,9 sedangkan pada kelompok perlakuan
terendah 12,5, dan tertinggi 14,5 dengan rata-rata 12,92.
Berdasarkan hasil pemeriksaan berat badan pada tabel 1 dan Hb pada tabel 2
menunjukkan bahwa berat badan tikus sesuai dengan kriteria dalam penelitian dan
hasil pemeriksaan Hb dalam batas normal.

4.1.2. Hasil Pengamatan Rasio Nukleus Substantia Nigra


Rasio nukleus merupakan perbandingan diameter nukleus dan soma pada
substantia nigra yang diukur menggunakanSoftwareImage Raster.Pada pengukuran
tersebut diukur diameter terbesar dari nukleus, kemudian diukur diameter terbesar
pada soma. Hasil yang didapat kemudian dibandingkan, sehingga dapat diketahui
rasio nukleus.

27

Gambar 8. Cara Pengukuran Rasio Menggunakan Image RasterPerbesaran 100x

Rasio nukleus kemudian dimasukkan pada tabel. Hasil pengukuran rasio nukleus
pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah berikut:

Tabel 3. Hasil Pengukuran Rasio Nukleus


Kelompok

Kontrol

Subjek

Rasio Nukleus

K1

0.58

K2

0.61

K3

0.63

K4

0.58

28

Perlakuan

K5

0.44

P1

0.63

P2

0.66

P3

0.67

P4

0.66

P5

0.68

Dari data pada tabel 3 tersebut, kemudian dilakukan uji normalitas menggunakan
Software IBM SPSS ver.21 untuk menilai normalitas distribusi data yang akan
dianalisis, sebelum selanjutnya dianalisis menggunakan Uji T-Test. Dari hasil uji
normalitas didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4. Hasil Uji Normalitas.


Tests of Normality
a

KELOMPOK

Kolmogorov-Smirnov
Statistic

df

Shapiro-Wilk

Sig.

Statistic

df

Sig.

Kontrol

.364

.029

.800

.081

Perlakuan

.300

.161

.908

.453

Perbandingan
a. Lilliefors Significance Correction

Data pada tabel 4 tersebut, yang digunakan adalah bagian Shapiro-Wilk karena
data yang digunakan dalam penelitian adalah < 50, sedangkan kolom KolmogorovSmirnov digunakan apabila data yang digunakan > 50 (Sopiyudin, 2011). Pada kolom
Sig, menunjukkan angka 0.081 pada kontrol dan 0.453 pada perlakuan yang berarti
data yang digunakan memiliki distribusi yang normal ( P> 0.05).
Selanjutnya dilakukan analisis menggunakan metode Independent Sample TTest dengan tujuan untuk mengetahui adakah perbedaan mean atau rerata yang
bermakna antara 2 kelompok bebas yang berskala rasio (Sopiyudin, 2011). Hasil dari
analisis Independent-Sample T-Test rasio nukleus substantia nigra sebagai berikut :

29

Independent Samples Test


Levene's Test for

t-test for Equality of Means

Equality of
Variances
F

Sig.

df

Sig. (2-

Mean

Std. Error

95% Confidence

tailed)

Difference

Difference

Interval of the
Difference
Lower

Equal
variances

3.119

.115

Upper

.028

-.09200

.03441

-.17135

-.01265

4.501

.049

-.09200

.03441

-.18349

-.00051

2.674

assumed
Perbandingan

Equal
variances

2.674

not
assumed

Tabel 5. Hasil Independent-Sample T-Test

Dari hasil analisis diatas, dapat dilihat pada bagian Sig. (2-tailed) didapatkan angka
0.028 dimana angka tersebut < 0.05. Karena memiliki angka < 0.05, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna secara stastistika pada hasil
pengukuran rasio nukleus substantia nigra tikus (Rattus norvegicus).

4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan menggunakan metode Independent
Sample T-Testrasio nukleus substantia nigra tikus (Rattus norvegicus) pada kelompok
kontrol dan perlakuan, menunjukkan bahwa dengan pemberian 1000mg/kgBB/Hari
ekstrak air daun sirsak (Annona muricata) menyebabkan adanya pembengkakan
nukleus, yang ditunjukkan dengan perbedaan rasio yang signifikan dari kedua

30

kelompok tersebut. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pemberian ekstrak air
daun sirsak (Annona muricata) tersebut bermakna.
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain :

Asal daun sirsak yang dipakai dalam penelitian sebagai ekstrak air daun
sirsak

sangat

berpengaruh

terhadap

kadaracetogenin.

Sebagai

perbandingan, tanaman sirsak (Annona muricata L) yang tumbuh di


dataran rendah, memiliki kadar acetogenin yang lebih tinggi karena lebih
terpapar sinar matahari. Hal ini berpengaruh pada proses fotosintesisnya,
sehingga acetogenins yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan
tanaman sirsak (Annona muricata L) yang tumbuh pada dataran tinggi
(Wicaksono, 2012).

Penelitian ini menggunakan ekstrak daun sirsak, sedangkan pada


penelitian

sebelumnya,

yaitu

penelitian

Champy

et.al.,

(2004)

menggunakan akar sirsak (Annona muricata). Kemungkinan kedua hal


ini memiliki kadaracetogenins yang berbeda. Akan tetapi pada saat ini
penggunaan akar sebagai bahan penelitian sudah dihindari karena akar
sirsak (Annona muricata) memiliki kadaracetogenins yang sangat tinggi
sehingga bersifat toksik.

Cara pemberian ekstrak air daun sirsak (Annona muricata) dapat


mempengaruhi hasil. Pada penelitian ini, pemberian ekstrak air daun
sirsak (Annona muricata) dilakukan dengan cara sonde oral. Pemberian
oral

akan

mengalami

proses

metabolisme

di

hepar

sehingga

menyebabkan bioavailabilitasnya tidak maksimal di darah. Sedangkan


pada penelitian Champy et al (2004) menggunakan infus intravena
sehingga bioavailabilitas acetogenins pada tikus maksimal.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Champy et al.
(2004), dimana substantia nigra memiliki derajat degenerasi yang berat, akan tetapi
31

degenerasi tersebut ditemukan pada neuro dopaminergic. Sedangkan pada penelitian


ini, didapatkan bahwa proses degenerasi tersebut terjadi di semua sel substantia nigra
yang mengakibatkan adanya pembesaran rasio nukleus substantia nigra pada
kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol.

32

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN


5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang pengaruh pemberian
ekstrak air daun sirsak (Annona muricata) terhadap rasio nukleus substantia nigra
tikus (Rattus norvegicus), maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
1. Pemberian ekstrak air daun sirsak (Annona muricata) secara kronis
berpengaruh terhadap rasio nukleus substantia nigra tikus (Rattus norvegicus)
2. Pemberian ekstrak air daun sirsak (Annona muricata) secara kronis
menyebabkan perbedaan rasio nukleus yang bermakna pada kelompok kontrol
dan perlakuan

5.2. Saran
1. Diperlukan adanya penelitian lebih lanjut mengenai dosis ekstrak daun sirsak
serta lamanya waktu yang dapat menimbulkan degenerasi sel neuron
2. Diperlukan adanya penelitian lebih lanjut mengenai cara pemberian yang tepat
untuk menghindari efek toksik yang dapat timbul

33

Anda mungkin juga menyukai