Anda di halaman 1dari 49

KONSEP SISTEM PENCERNAAN

DISUSUN OLEH :
Adelia Rimba Alamsyah Danny Agus Wahyudi
Anis Ma’rifah Dara Cynthia Mukti
Anisa Fitriani Destyana Wahyuwantari
Apriwan Septa Nursyfa Andryessi
Azis Prasetyo Septiana Arliasari
Chika Indah Putri Vega Almaniar
Citra Ayu Ekywati Yopita Sari

KELAS : TRANSFER 2B

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
SEMESTER GENAP 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Konsep Sistem
Pencernaan” yang penulis sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Wassalamu’alaikum wr.wb.

Jakarta , Februari 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................3
A. LATAR BELAKANG.................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH............................................................................3
C. TUJUAN........................................................................................................3
BAB II KONSEP TEORITIS....................................................................................5
A. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN............................5
B. PEMERIKSAAN FISIK..........................................................................23
C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK..........................................................37
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................41
A. KESIMPULAN..........................................................................................44
B. SARAN.........................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................44

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Semua makhluk hidup khususnya manusia membutuhkan makanan untuk
mendapatkan energi. Energi tersebut didapatkan dari proses penguraian bahan
makanan ke dalam zat-zat makanan yang terjadi di dalam saluran pencernaan.
Saluran pencernaan merupakan suatu saluran yang mirip tabung dengan panjang
sekitar 9m (30 kaki) yang memanjag dari mulut sampai anus dengan jaringan
yang tersusun atas empat lapis yaitu mukosa, submukosa, otot, dan serosa.
Saluran pencernaan dikendalikan oleh saraf simpatis melalui susunan saraf
otonom dan para simpatis. Saraf simpatis bersifat menghambat (inhibisi) dan saraf
parasimpatis bersifat merangsang (eksitasi) (Diyono, 2016). Kumpulan dari
beberapa organ yang mendukung saluran pencernaan diatas membentuk suatu
sistem,yaitu sistem pencernaan.

Sistem pencernaan memiliki aktivitas yang dikelompokan menjadi lima,


yakni ingesti, propulsi, digesti, absorpsi, dan eliminasi. Ingesti merupakan proes
memasukan makanan ke dalam saluran cerna (misal makan dan minum). Propulsi
yaitu mencampurkan makanan dan memindahkan sari makanan ke dalam saluran
cerna. Digesti (mencerna) terdiri atas penghancuran makanan secara mekanik
(misal mengunyah) dan pencernaan makanan secara kimia dengan enzim.
Absorpsi yaitu proses penyerapan makanan yang dicerna ke dalam dinding organ
saluran cerna. Dan eliminasi (defekasi) yaitu proses pengeluaran substansi
makanan yang tidak dapat dicerna dan diabsorpsi di saluran cerna dalam bentuk
feses.

Sistem pencernaan jika ditelaah lebih dalam sangatlah luas. Untuk itu, perlu
diupayakan kita sebagai perawat memiliki konsep pemahaman yang baik tentang
sistem pencernaan dikala dalam melakukan asuhan keperawatan. Makalah ini
dibuat oleh penulis berisi tentang anatomi fisiologi sistem pencernaan,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik pada sistem pencernaan.

1
B. RUMUSAN MASALAH
Uraian latar belakang di atas, dapat di ambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa itu sistem pencernaan?
2. Bagaimana anatomi fisiologi sistem pencernaan dan proses pencernaan pada
manusia?
3. Bagaimana pemeriksaan fisik pada sistem pencernaan?
4. Apa saja pemeriksaan penunjang dalam sistem pencernaan?

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Penulisan makalah ini agar mahasiswa mampu memahami konsep dasar sistem
pencernaan pada manusia.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami pengertian sistem pencernaan
b. Menjabarkan anatamomi fisiologi sistem pencernaan
c. Mendemonstrasikan dan menerapkan pemeriksaan fisik sistem pencernaan
d. Mengidentifikasi pemeriksaan penunjang pada sistem pencernaan

2
BAB II
KONSEP TEORITIS

A. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN


Saluran pencernaan merupakan suatu saluran yang mirip tabung dengan
panjang sekitar 9m (30 kaki) yang memanjag dari mulut sampai anus dengan
jaringan yang tersusun atas empat lapis yaitu mukosa, submukosa, otot, dan
serosa. Saluran pencernaan dikendalikan oleh saraf simpatis melalui susunan saraf
otonom dan para simpatis. Saraf simpatis bersifat menghambat (inhibisi) dan saraf
parasimpatis bersifat merangsang (eksitasi) (Diyono, 2016).
Sistem Gastrointestinal diperdarahi sekitar 25-30% dari COP. Saluran
pencernaan bagian atas (esofagus-lambung) diperdarahi oleh a. Splanica. Usus
halus diperdarahi oleh a. Mesenterica superior, dan usus besar diperdarahi oleh a.
Mesenterica superior dan inferior (Diyono, 2016).
Dalam Hurst (2015) saluran
Gastrointestinal (GI) adalah jalur yang
memanjang dimulai dari mulut melalui
esofagus, lambung, dan usus sampai
anus. Organ primer sistem
gastrointestinal meliputi rongga oral
(mulut), tenggorokan (faring),
esofagus, lambung, usus halus, usus
besar, rektum, dan anus.
Serta terdapat organ aksesoris
pencernaan yang terdiri dari hati,
kandung empedu, dan pankreas.

3
1. Fungsi Sistem Gastrointestinal

4
Secara spesifik, fungsi dari sistem gastrointestinal diantaranya :
a. Membantu mencerna, mengunyah, dan salivasi makanan di dalam rongga
mulut
b. Mengangkat dan mencerna bahan makanan dari rongga oral melalui
esofagus ke lambung dan usus halus
c. Mengabsorpsi nutrien di dalam usus halus yag diangkut oleh aliran darah ke
hati untuk metabolisme
d. Mereabsorpsi air dari makanan yang dicerna dan menghilangkan bahan
yang tidak dapat dicerna (kimus) di dalam usus besar
e. Menyimpan kimus di dalam rektum untuk defekasi melalui saluran anus

2. Proses Pencernaan
Proses pencernaan terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu :
a. Ingesti dan Propulsi
Ingesti atau propulsi adalah proses memasukkan makanan ke dalam
mulut dan menelannya ke dalam lambung. Proses ingesti ini dikendalikan
oleh kondisi lapar atau napsu makan (appetite). Pusat sensasi lapar ini
terletak di hipotalamus. Secara fisiologis rasa lapar akan uncul terstimulasi
oleh keadaan hipoglikemia, lambung yang kosong, dan suhu yang dingin.
Termasuk dalam proses ingesti ini adalah proses menelan (swallowing,
deglutition) yaitu proses makanan masuk ke dalam lambung melalui
esofagus. Proses ingesti terjadi pada organ mulut, faring, dan esofagus.
b. Menelan
Menelan merupakan rangkaian gerakan otot yang sangat terkoordinasi
dimulai dari pergerakan volunter lidah dan diakhiri dengan refleks dalam
faring dan esofagus sehingga makanan dapat mengalir dari rongga mulut
masuk ke dalam lambung. Pusat kontrol menelan terletak pada medula
oblongata yang dengan melalui saraf cranial V,X, dan XII (Diyono, 2016).
Fase menelan dibagi atas tiga tahap yaitu:
1) Fase Oral
Pada fase ini makanan yang sudah dikuyah didorong ke belakang
sampai pada posterior faring oleh gerakan lidah, yang mengakibatkan
munculnya refleks menelan.

5
2) Fase Farengeal
Pada fase ini palatum mole dan uvula secara refleks menutup
orofaring, laring terangkat dan menutup glotis sehingga makanan tidak
masuk ke dalam trakea. Kontraksi otot konstriktor faringeus mendorong
lobus melewati epiglotis dan masuk ke faring dan dialirkan ke esofagus.
Pada waktu tersebut, bila mulut terbuka sering menyebabkan rangsangan
pernapasan dan glotis terbuka sehingga makanan dapat masuk ke saluran
pernapasan, namun secara refleks biasanya glotis akan berusaha
menutup dan mendorong makanan keluar yang diistilahkan dengan
tersedak.
3) Fase Esofageal
Proses ini berjalan dalam tempo 5-15 detik. Fase ini adalah proses
makanan melewati esofagus sampai kardia lambung, akibat gerakan
peristaltik otot esofagus dan relaksasi dari otot krikofarengus.
c. Digesti dan Absorpsi
Digesti adalah proses mencerna makanan untuk mengubah bentuk
fisik dan kimiawi zat makanan yang pada umumnya sudah melibatkan
enzim dan hormon.
d. Eliminasi
Menurut Rani, dkk (2011) proses eliminasi dimulai dengan
pembentukan feses. Feses terbentuk dari sisa nutrisi yang belum diserap.
Sisa makanan yang ada dalam kolon difermentasi oleh bakteri dari kolon
menjadi feses. Feses terdorong ke bawah oleh gerakan peristaltik sampai ke
rektum. Rektum yang sudah penuh, meregang sehingga menimbulkan
rangsangan untuk BAB. Disinilah pentingnya konsumsi sayur dan buah
tertentu, terutama untuk memberikan volume feses. Karena, dengan volume
yang besar maka rangsangannya menjadi lebih kuat. Keinginan untuk BAB
masih dapat ditunda tergantung pada susunan syaraf pusat melalui otot
panggul. Proses ini timbul atas pengaruh peristaltik, otot panggul, dan otot
elevator ani. Selain itu, proses ini dipengaruhi oleh emulsi, misalnya bila
kita ingin BAB tetapi kondisi kamar mandi kotor, maka keinginan untuk
BAB akan hilang.
3. Struktur Dasar Saluran Cerna

6
Dinding saluran cerna tersusun dari empat lapisan jaringan, yaitu
adventisia atau serosa, lapisan otot, submukosa, dan mukosa (Elly dan Rida,
2011).
a. Adventisia atau serosa
Lapisan yang terluar dalam saluran cerna. Lapisan ini berupa jaringan
fibrosa longgar, sedangkan di dalam abdomen lapisan ini berupa
membrane yang menutupi rongga abdomen, yang disebut peritoneum.
b. Lapisan otot
Saluran cerna dilapisi oleh otot polos (involunter). Serat otot polos
terluar disusun secara longitudinal dan lapisan tersusun secara sirkular di
dalam dinding saluran cerna. Kontraksi dan relaksasi lapisan otot ini
terjadi dalam bentuk gelombang, yang mendorong isi saluran ke atas. Jenis
kontraksi otot polos disebut peristalsis. Gerakan ke atas isi saluran cerna
dikendalikan oleh sfingter, yang memiliki cincin otot sirkular yang tebal.
Sfingter juga berfungsi sebagai katup untuk mencegah aliran balik ke
dalam saluran cerna.
c. Submukosa
Lapisan ini terdiri atas kolagen jaringan ikat longgar dan sebagian
serat elastis. Di dalamnya terdaat pleksus pembuluh darah dan saraf,
pembuluh limfe, serta banyak jaringan limfoid.
d. Mukosa
Mukosa terdiri atas tiga lapisan jaringan yaitu membrane mukosa,
lamina propia, dan mukosa muskularis.

7
4. Saraf Saluran Pencernaan
a. Saraf parasimpatik
Sepasang saraf
kranial, saraf vagus,
mempersarafi saluran
cerna dan organ
aksesorius. Saraf sacral
mempersarafi bagian
saluran cerna paling
distal. Efek stimulasi
parasimpatik adalah
meningkatkan aktivitas
muscular, khususnya
peristalsis, melalui
aktivitas pleksus
mientrik, dan meningkatkan sekresi kelenjar melalui aktivitas pleksus
submukosa.
b. Saraf simpatik
Saraf ini berasal dari medulla spinalis di region lumbal dan toraks.
Saraf-saraf ini membentuk pleksus di toraks, abdomen, dan pelvis yang
mempersarafi saluran cerna. Efek stimulasi simpatik adalah menurunkan
aktivitas muscular (peristalsis), karena kurangnya stimulasi pleksus
mientrik dan menurunkan sekresi kelenjar karena kurangnya stimulasi
pleksus submukosa.

5. Organ Pencernaan
Menurut Diyono (2016) organ-organ yang
berperan dalam sistem pencernaan terbagi
menjadi:
a. Mulut

8
Rongga mulut merupakan suatu ruang yang berbentuk dari mulut, langit-
lagit, dan orofring. Dalam rongga mulut terdapat beberapa komponen,
yaitu :
1) Gigi
Menurut Syaifuddin (2013) gigi merupakan alat bantu yang berfungsi
untuk proses mastikasi (chewing) yaitu mengunyah makanan menjadi
lebih lembut atau halus yang disebut dengan bolus dan untuk berbicara.
Gigi terdiri dari 2 jenis, yaitu:
a) Gigi sulung (gigi susu)
Gigi ini tumbuh sejak usia 6-8 bulan dan akan lengkap pada umur
2,5 tahun. Gigi sulung ini terdiri dari :
 Gigi seri (dens insisivus) : bentuknya seperti pahat dan berguna
untuk memotong.
 Gigi taring (dens kaninus) : bentuknya panjang dan kuat, berguna
untuk merobek.
 Gigi geraham (dens molare) : berguna untuk menggiling dan
menghancurkan makanan.
b) Gigi permanen (gigi tetap)
Gigi ini tumbuh pada usia 6-18 tahun dan berjumlah 32 buah.
Susunannya sama seperti gigi susu, tetapi gigi permanen ini
merupakan penyempurnaan dari gigi susu.
2) Lidah
Lidah dan mukosa berperan dalam memberikan sensasi rasa. Menurut
Syaifuddin (2013) lidah terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
a) Pangkal lidah (radiks lingua)
Pada pangkal lidah terdapat epiglotis yang berfungsi untuk
menutup jalan pernafasan pada waktu menelan. Sehingga, makanan
tidak masuk ke saluran pernafasan.
b) Badan lidah (dorsum lingua)
Pada badan lidah terdapat puting-puting pengecap untuk
menentukan rasa makanan (asam, manis, pahit, dan asin).
c) Ujung lidah (apeks lingua)

9
Bagian ini berfungsi untuk membantu membalikan makanan,
proses berbicara, merasakan makanan, dan membantu menelan.

3) Kelenjar ludah
Kelenjar ludah berfungsi untuk menghasilkan air ludah atau air liur
yang nantinya akan membantu proses mastikasi. Air ludah terdiri atas air
(99,5%) dengan pH sekitar 6,8 yang berguna sebagai pelumas rongga
mulut, melunakkan makanan padat sebelum ditelan. Didalam air ludah
mengandung enzim amilase (ptyalin) yang dapat menghidrosis amilum
menjadi maltosa dan enzim lipase yang memecah lemak menjadi asam
lemak dan diasilgliserol. Menurut Syaifuddin (2013) kelenjar ludah
terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu kelenjar submaksilaris (bawah
rahang), kelenjar sublingualis (bawah lidah), dan kelenjar parotis.

b. Faring
Faring merupakan saluran
membran berotot mulai dari bawah
mulut sampai esofagus, panjangnya
±12 cm. Faring terbentuk oleh
jaringan yang kuat dan jaringan otot
yang melingkar. Organ paling
penting yang berada didalam faring
adalah tonsil, yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung
limfosit untuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi, menyaring, dan
mematikan mikroorganisme yang masuk melalui saluran pencernaan dan
pernafasan. Faring teridiri atas nasofaring, orofaring, dan laringofaringeal
(Syaifuddin, 2013).

c. Esofagus
Esofagus terletak di medistinum
rongga torakal, anterior terhadap
tulang punggung dan posterior
terhadap trakea dan jantung. Selang

10
yang dapat mengempis ini, panjangnya kurang lebih 25cm (10inch),
menjadi distensi bila makanan melewatinya (Smeltzer, 2001).
Fungsi utama esofagus adalah mengantarkan makanan dari rongga mulut ke
dalam lambung. Esofagus terdiri atas otot rangka pada lima persen bagian
atas dan otot polos pada bagian bawah, lapisan luar esofagus merupakan
jaringan ikat jarang, tidak dilapisi lapisan serosa atau peritoneum seperti
pada saluran pencernaan yang lain. Kondisi ini mengakibatkan bila ada
kanker pada esofagus akan sangat cepat metastasis (Diyono, 2016).

d. Lambung
Lambung adalah suatu kantung yang dapat berdistensi dengan
kapasitas kira-kira 1500 ml. Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan dan
menyilang di abdomen tepat dibawah diafragma. Secara anatomis lambung
terbagi atas fundus, korpus, dan antrum
pyloricum atau pilorus. Sebelah kanan atas
lambung terdapat cekungan kurvatura minor,
dan bagian kiri lambung terdapat kurvatura
mayor. Sfringter pada kedua ujung lambung
mengatur pengeluaran dan pemasukan.
1) Lapisan Lambung
Menurut Syaifuddin (2013) lapisan
lambung terbagi menjadi beberapa bagian,
yaitu :
a) Lapisan selaput lendir (mukosa) : bila
lambung dalam keadaan kosong, lapisan
ini akan berlipat-lipat. Biasanya disebut
sebagai rugae
b) Lapisan otot melingkat (muskular aurikularis) : lapisan ini terdiri dari
jaringan otot yang kuat
c) Lapisan otot miring (muskulus obligue) : lapisan ini memiliki otot
bergaris miring
d) Lapisan otot memanjang (muskulus longitudinal) : lapisan ini terdiri
dari susunan otot lambung yang panjang.

11
e) Jaringan ikat (peritoneum atau serosa) : jaringan ini berfungsi untuk
melapisi lambung bagian luar.
2) Fungsi lambung :
a) Fungsi motorik
 Fungsi Reservoir : menyimpan makanan sampai makanan
tersebut sedikit demi sedikit dicernakan dan bergerak pada
saluran cerna.
 Fungsi mencampur : memecahkan makanan menjadi partikel-
partikel kecil dan mencampurnya dengan getah lambung melalui
kontraksi otot yang mengelilingi lambung.
 Fungsi pengosongan lambung : diatur oleh pembukaan sfingter
pilorus yang dipengaruhi oleh viskositas, volume keasaman,
aktivitas osmotik, keadaan fisik, emosi, obat-obatann, dan kerja.
b) Fungsi pencernaan dan sekresi
 Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL : pencernaan
karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung
kecil peranannya.
 Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang
dimakan, peregangan antrum, alkalinasi antrum, dan rangsangan
vagus.
 Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorpsi vit B12 dari usus
halus bagian distal.
3) Sekresi getah lambung
Menurut Syaifuddin (2013) sekresi getah lambung mulai terjadi pada
saat orang makan. Apabila melihat, mencium, dan merasakan makanan
maka sekresi lambung akan terangsang karena pengaruh saraf. Sehingga,
menimbulkan rangsangan kimiawi yang menyebabkan dinding lambung
melepaskan hormon yang disebut sebagai sekresi getah lambung. Sekresi
ini terbagi menjadi 3 fase, yaitu :
a) Fase serebral
Rangsangan dari makanan menyebabkan stimulus dari otak sampai
ke nervus vagus yang merupakan kelenjar yang terstimulasi untuk
menyekresi hormon gastrin.

12
b) Fase gastrik
Pada fase gastrik ini, gastrin akan lebih banyak diproduksi.
c) Fase intestinal
Fase ini terjadi ketika darah masuk kedalam intestinum, sehingga
menyebabkan sekresi getah lambung membentuk lebih banyak
gastrin.
4) Nutrien didalam Tubuh
Menurut LeMone, dkk (2017) nutrien
didalam tubuh terbagi menjadi :
a) Karbohidrat
Sumber utama karbohidrat, yaitu
gula dan tepung yang terdapat
pada tanaman padi-padian.
Monosakarida dan disakarida
berasal dari susu, gula halus, gula
merah, madu, dan buah-buahan.
Polisakarida berasal dari padi, biji-bijian, dan sayuran berakar.
Melalui proses makan atau ingesti, cerna, dan metabolisme,
karbohidrat akan diubah menjadi glukosa. Glukosa ini berfungsi
untuk membentuk ATP. Kadar glukosa yang berlebih didalam tubuh
orang sehat akan diubah menjadi glikogen atau lemak. Glikogen ini
akan disimpan di hati dan otot. Sedangkan lemak akan disimpan di
jaringan adiposa. Kelebihan asupan karbohidrat sepanjang waktu
dapat menyebabkan obesitas, karies gigi, dan peningkatan kadar
gliserida dalam plasma.
b) Protein
Protein terbagi menjadi protein
lengkap dan tidak lengkap. Protein
lengkap ditemukan pada produk
hewani seperti telur, susu, produk
susu, dan daging. Jenis protein ini
mengandung asam amino dalam
jumlah banyak dan memenuhi

13
kebutuhan tubuh untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan.
Sedangkan, protein tidak lengkap ditemukan pada biji-bijian, kacang,
tepung, sereal, dan sayuran. Sumber ini rendah pada satu atau lebih
asam amino esensial untuk membentuk protein lengkap. Tubuh
menggunakan protein untuk membangun banyak struktur berbeda,
seperti keratin kulit, kolagen, elastin pada jaringan otot dan ikat,
pembentukan enzim, hemoglobin, protein plasma, dan beberapa
hormon.
c) Lemak
Lemak atau lipid meliputi fosfolipid,
steroid (seperti kolesterol), dan lemak
netral (trigliserida). Triglierida
merupakan lemak yang banyak terdapat
didalam makanan. Lemak ini dapat
menjadi lemak jenuh dan tak jenuh.
Lemak jenuh ditemukan pada produk
hewani (susu dan daging) dan beberapa ada pada produk nabati,
seperti kelapa. Sedangkan, lemak tak jenuh ditemukan pada biji-
bijian, kacang, dan kebanyakan minyak sayur. Sumber kolesterol
meliputi daging, produk susu, dan kuning telur. Ketika seseorang
mengkonsumsi lemak melebihi kebutuhan tubuh, kelebihan ini akan
disimpan di jaringan adiposa yang meningkatkan resiko obesitas dan
penyakit kronis lainnya. Sedangkan, kekurangan lemak dapat
menyebabkan penurunan berat badan berlebihan dan lesi kulit.
d) Vitamin
Vitamin adalah senyawa organik yang memfasilitasi enggunaan
karbohidrat, protein, dan lemak oleh tubuh. Semua vitamin, kecuali
vitamin D dan K harus dimakan dalam makanan atau diminum
sebagai suplemen. Vitamin D terbentuk melalui radiasi ultraviolet
terhadap molekul kolesterol dalam kulit dan vitamin K disintesis oleh
bakteria dalam usus. Vitamin digolongkan kedalam vitamin larut
dalam lemak (A,D,E,K) dan vitamin larut dalam air (B kompleks dan
C). Vitamin larut lemak disimpan di tubuh dan bila kondisinya

14
berlebihan dapat menyebabkan toksisistas. Sedangkan, bila vitamin
larut dalam air kadarnya berlebih, akan dikeluarkan melalui urine.
e) Mineral
Mineral bekerja dengan nutrien lain untuk mempertahankan struktur
dan fungsi tubuh. Suplai kalsium, fosfor, kalium, sulfur, natrium,
klorida, dan magnesium yang adekuat diperlukan untuk kesehatan.
Kebanyakan mineral dalam tubuh ditemukan dalam cairan tubuh atau
berikatan dengan senyawa organik. Sumber mineral terbaik, yaitu
sayuran, kacang-kacangan, susu, dan beberapa daging.

e. Usus Halus
Usus halus adalah segmen paling panjang dari saluran Gastrointestinal.
Dalam proses pencernaan usus hakus (± 6 m) merupakan bagian yang paling
banyak berfungsi dalam menyerap bahan makanan yang sudah di proses
oleh enzim.
1) Struktur usus halus
Struktur usus halus terdiri dari
beberapa bagian, seperti :
a) Duodenum (usus 12 jari)
Panjang duodenum sekitar 25cm,
berbentuk melengkung ke kiri seperti
sepatu kuda. Pada cekungannya
terdapat pankreas. Duodenum
merupakan tempat yang paling dekat dengan lambung namun harus
netral dari asam lambung. Karena itu dalam duodenum menjadi
muara dari empedu dan getah pankreas yang bersifat alkali sehingga
dapat menetralisasi asam lambung yang sampai ke duodenum.
b) Jejunum
Jejunum merupakan 2/5 bagian usus halus yang terletak di bagian
atas. Jejunum merupakan tempat utama proses absorpsi.
c) Ileum
Ileum merupakan 3/5 bagian usus halus. Di dalam Ileum didapatkan
proses absorpsi yang paling besar.

15
2) Fungsi Usus Halus :
a) Menerima zat-zat makanan yang telah dicerna lalu diserap melalui
kapiler saluran limfe.
b) Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
c) Menyerap karbohidrat dalam bentuk monosakarida.
d) Menyerap lemak dalam bentuk asam lemak.
3) Absorpsi usus halus
Menurut Syaifuddin (2013) absorpsi usus halus terbagi menjadi :
a) Absorpsi karbohidrat
Hasil akhir dari absorpsi karbohidrat adalah glukosa, galaktosa, dan
fruktosa. Absorpsi glukosa bersamaan dengan transport aktif ion Na
dan memerlukan insulin. Laju absorpsi glukosa ±120 gram/jam.
b) Absorpsi protein
Hasil akhir dari absorpsi protein adalah asam amino. Asam amino
akan terkumpul di sel mukosa dan kembali berdifusi kedalam darah.
Absorpsi ini berlangsung cepat di duodenum dan jejenum, tetapi
berlangsung lambat di ileum.
c) Absorpsi lemak
Hasil akhir dari absorpsi lemak adalah asam lemak, gliserol, dan
monogliserida.
d) Absorpsi air dan elektrolit
Air dalam usus halus berasal dari zat makanan atau minuman dengan
jumlah ±2000 ml sehari dan air liur pencernaan 7000 ml sehari. 90%
dari cairan ini akan diserap, sehingga yang keluar bersama feses
hanya 200 ml.
e) Absorpsi vitamin dan mineral
Vitamin yang larut dalam air akan lebih cepat diabsorpsi
dibandingkan dengan yang larut didalam lemak.

f. Usus Besar
Pertemuan antara usus halus dan usus besar terletak dibagian bawah
kanan duodenum yang disebut sekum. Usus besar terdiri dari segmen
asenden pada sisi kanan abdomen, transversum yang memanjang dari

16
abdomen atas kanan ke kiri, dan desenden pada sisi kiri abdomen. Bagian
ujung dari usus besar terdiri dari dua bagian : kolon sigmoid dan rektum lalu
berlanjut ke anus (Smeltzer,2001).
Usus besar atau Kolon mensekresi
mukus yang berfungsi melicinkan
jalannya sisa makanan yang akan
dibuan lewat anus. Fungsi kolon
adalah menyerap kembali air dan
garam-garam amoniak yang masih
dibutuhkan oleh tubuh.

g. Anus
Menurut Syaifuddin (2013) anus merupakan bagian dari saluran
pencernaan yang berhubungan dengan dunia luar dan terletak didasar pelvis.
Dindingnya diperkuat oleh sfringter ani yang terdiri dari :
1) Sfringter ani internus
Sfringter ini terletak di bagian dalam dan bekerja tidak berdasarkan
kehendak.
2) Sfringter levator ani
Sfringter ini terletak di bagian tengah dan bekerja tidak berdasarkan
kehendak.
3) Sfringter ani eksternus
Sfringter ini terletak di bagian luar dan bekerja berdasarkan kehendak.

h. Hati
Menurut Syaifuddin (2013) hati merupakan aksesoris terbesar dalam
tubuh yang berwarna coklat dengan berat 1000-1800 gram. Hati terletak
dalam rongga perut sebelah kanan atas, dibawah diafargam. Pada orang
dewasa yang kurus, tepi bawah hati mungkin akan teraba satu jari dibawah
kosta.
1) Fungsi hati
a) Fungsi metabolik
Pengaturan glukosa dalam darah, metabolism protein serta

17
pembentukan albumin, globulin, asam lemak, lipid, dan
fosfolipid terjadi di hati.
b) Fungsi ekskretori
Produksi emmpedu oleh sel hati sehingga menghasilkan biliribun,
garam empedu, dan kolesterol.
c) Fungsi pertahanan tubuh
Detoksikasi racun untuk dikeluarkan melalui fagositosis terhada
benda asing. Untuk itu, bila hati rusak, berbagai racun akan dapat
meracuni tubuh kita.
d) Pengaturan dalam peredaran darah
Berperan membentuk darah, heparin, dan mengalirkan darah ke
jantung. Dalam hati, sel darah merah akan rusak karena terdapat sel-
sel Retikulo Endotelium Sistem (RES). Perusakan ini juga terjadi
didalam limfa dan sum-sum tulang.
e) Membentuk asam empedu
Hati membentuk asam empedu dari kolesterol dan hasil perusakan
hemoglobin.
2) Peranan Hati dalam Metabolisme Lemak
Menurut Syaifuddin (2013) kebutuhan tubuh diberi sinyal oleh
hormon dan enzim untuk mengatur metabolisme lemak. Didalam hati,
asam lemak disintesis melalui proses lipogenesis (proses pembentukan
lemak) membentuk trigliserida baru. Bahan ini kemudian dikeluarkan
dari hari dengan bantuan lipoprotein dan membawanya ke jaringan
adiposa untuk disimpan, kecuali bila diperlukan. Karbohidrat berfungsi
seperti lemak, yaitu bahan penunjang untuk terjadinya lipogenesis
seperti asam lemak dan gliserol disintesis dari karbohidrat yang
mengikuti jalur seperti trigliserida yag secara langsung disintesis dari
penceraan lipid. Proses ini menyebabkan terjadinya kelebihan kalori
yang berasal dari karbohidrat.
Proses lipolisis (pemecahan lemak) terjadi didalam hati pada waktu
yang sama seperti trigliserida untuk membentuk asam lemak dan
gliserol. Reaksi trigliserida merupakan reaksi bolak-balik yang terjadi
akibat kebutuhan oleh organisme. Jika suplai lemak berlebihan dalam

18
hati, maka proses lipogenesis akan mengubah lemak tersebut menjadi
bentuk yan dapat ditranspor dan disimpan. Sedangkan, jika organisme
memerlukan energi yang berasal dari lemak, maka proses lipolisis akan
terjadi.
3) Metabolisme Bilirubin
Menurut Oktaviyanti (2013) Proses metabolisme pemecahan heme
sangatlah kompleks. Setelah kurang lebih 120 hari, eritrosit diambil dan
didegradasi oleh sistem RES terutama di hati dan limpa. Sekitar 85%
heme yang didegradasi berasal dari eritrosit dan 15% berasal dari
jaringan ekstraeritroid. Bilirubin terbentuk akibat terbukannya cincin
karbon dari heme yang berasal dari eritrosit maupun ekstraeritroid.
Tahap awal proses degradasi heme dikatalisis oleh enzim heme
oksigenase mikrosom di dalam sel RE. Dengan adanya NADPH dan
O2, enzim ini akan menambahkan gugus hidroksil ke jembatan metenil
diantara dua cincin pirol, bersamaan dengan oksidasi ion ferro (Fe+2)
menjadi Fe+3 (ferri). Oksidasi selanjutnya oleh enzim yang
menyebabkan pemecahan cincin porfirin. Ion ferri dan dan CO di
lepaskan, sehingga menyebabkan pembentukan biliverdin yang
berpigmen hijau. Biliverdin kemudian direduksi sehingga membentuk
bilirubin yang bewarna merah jingga. Bilirubin dan turunannya
bersama-sama disebut pigmen empedu.
Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma, sehingga diangkut ke
hati dengan berikatan dengan protein albumin secara nonkovalen.
Bilirubin teruarai dari molekul pembawa albumin dan masuk ke dalam
hepatosit, tempat bilirubin akan berikatan dengan protein intrasel,
terutama protein liganin. Di dalam hepatosit, kelarutan bilirubin
meningkat karena penambahan dua molekul asam glukoronat. Reaksi
ini dikatalisis oleh bilirubin glukoniltransferase dengan menggunakan
asam glukoronat UDP sebagai donor glukoronat. Bilirubin diglukoronid
ditransport secara aktif dengan melawan gradien konsentrasi ke dalam
kanalikuli biliaris dan kemudian ke dalam empedu. Proses ini
memerlukan energi, merupakan tahapan yang membatasi laju dan

19
rentan mengalami gangguan pada penyakit hepar. Bilirubin yang tidak
terkonjugasi normalnya diekskresikan.
Bilirubin diglukoronid dihidrolisis dan direduksi oleh bakteri di usus
untuk menghasilkan urobilinogen, senyawa yang tidak bernyawa.
Sebagian besar urobilinogen dioksidasi oleh bakteri usus menjadi
sterkobilin, memberi warna coklat pada feses. Namun, beberapa
urobilinogen direabsorbsi oleh usus dan masuk ke dalam sirkulasi
portal. Sebagian urobilinogen ini berperan dalam siklus urobilinogen
intrahepatik yang akan di uptake oleh hepar kemudian diekskresikan
kembali ke dalam empedu. Sisa urobilinogen diangkut oleh darah ke
dalam ginjal, tempat urobilinigen diubah menjadi urobilin yang
berwarna kuning dan diekskresikan sehingga memberikan warna yang
khas pada urin.

i. Kandung Empedu
Menurut Syaifuddin (2013) kandung empedu (vesika fellea) adalah
kantong berbentuk buah pir dan berwarna hijau dengan panjang 10 cm.
Kapasitas total kandug empedu, yaitu 30-60 ml.
1) Fungsi kandung empedu
a) Menyimpan cairan empedu yang secara terus menerus di sekresi
oleh hati sampai diperlukan oleh duodenum.
b) Mengonsentrasi cairan dengan cara mereabsorpsi air dan elektrolit.
c) Absorpsi lemak
d) Mengemulsi lemak
e) Mengeluarkan kolesterol dari tubuh
2) Cairan Empedu
Cairan empedu merupakan cairan kental berwarna kuning keemasan
(kuning kehijauan) yang dihasilkan secara terus menerus oleh hepar
±500-1000 ml sehari. Empedu merupakan zat esensial yang diperlukan
dalam pencernaan dan penyerapan lemak. Fungsi garam empedu dalam
usus halus, yaitu :
a) Emulsi lemak
Garam empedu mengemulsi globulus lemak besar dalam usus

20
halus yang kemudian menghasilkan globules (protein larut dalam
lemak) yang lebih kecil dan area permukaan yang lebih luas untuk
kerja enzim.
b) Absorpsi lemak
Garam empedu membantu absorpsi zat yang terlarut dalam lemak
dengan cara memfasilitasi jalurnya untuk menembus membran.
c) Pengeluaran kolesterol dari tubuh
Garam empedu berkaitan dengan kolesterol dan lesitin untuk
membentuk agregasi (kelompok lemak) kecil yang disebut micelle
yang akan dibuang melalui feses.

j. Pankreas
Menurut Syaifuddin (2013) pankreas merupakan organ lunak yang terletak
di belakang lambung dan terbentang dari duodenum sampai limpa. Pankreas
merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Dikatakan kelenjar eksokrin
karena menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat
menghidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat. Sedangkan, dikatakan
kelenjar endokrin karena menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang
memegang peranan penting pada metabolisme karbohidrat. Seperti yang
sudah diketahui, hormon insulin berperan untuk menyimpan kelebihan
glukosa yang berada didalam tubuh dalam bentuk glikogen dan disimpan
pada otot. Sedangkan hormon glukagon merupakan hormon yang berperan
untuk mengubah glikogen yang disimpan pada otot menjadi glukosa.

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pengertian
Pemeriksaan fisik adalah tindakan keperawatan untuk mengkaji bagian
tubuh pasien baik secara local atau head to toe, guna memperoleh
informasi/data dari keadaan pasien secara komphrehensif untuk menegakkan
suatu diagnose keperawatan maupun kedokteran.

21
2. Tujuan Pemeriksaan Fisik :
a. Tujuan Umum
1) Untuk mencari masalah keperawatan.
2) Untuk mnegakkan atau merumuskan diagnosa keperawatan atau
kedokteran.
3) Untuk membeantu proses rencana keperawatan dan pegobatan.
b. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui lokasi penyakit, nyeri, luka, perdarahan.
2) Untuk mengetahui intensitas dan kualitas sakit.
c. Tujuan Khusus untuk Pemeriksaan Fisik Abdomen
1) Untuk mengetahui bentuk dan gerakan-gerakan perut.
2) Untuk mendengarkan bunyi peristaltic usus.
3) Untuk mengetahui espon nyeri tekan pada organ dalam abdomen.

3. Pemeriksaan Fisik Pencernaan (Abdomen)


Kontrak dengan pasien (maksud dan tujuan, waktu yang diperlukan dan
terminasi atau mengakhiri). Langkah-langkahnya terdiri dari inspeksi,
auskultasi, palpasi, dan perkusi.

4. Teknik Pemeriksaan Fisik


Teknik dari pemeriksaan fisik, yaitu :
a. Cahaya ruangan cukup baik.
b. Pasien harus rileks.
c. Pakaian harus terbuka dari processus xyphoideus sampai supmphisis pubis.

5. Metode untuk Relaksasi


Untuk mendapatkan relaksasi dari pasien, terdapat beberapa cara yang bisa
dilakukan, yaitu :
a. Vesica urinaria harus dikosongkan lebih dahulu.
b. Pasien dalam posisi tidur dengan bantal dibawah kepala dan lutut pada
posisi fleksi (bila diperlukan).
c. Kedua tangan disampping atau dilipat diatas dada, bila tangan diatas kepala
aka menarik dan menegangkan otot perut.

22
d. Lakukan pemeriksaan perlahan-lahan, hindari gerakan yang cepat dan tidak
diinginkan.
e. Telapak tangan pemeriksa harus cukup hangat, stetoskop juga cukup
hangat, dan kuku harus pendek. Dengan jalan menggesek-gesekkan tangan
akan membuat telapak tangan jadi hangat.
f. Suruh pasien menunjukkan tempat/area yang sakit, dan periksa area ini
paling terakhir.
g. Lakukan pemeriksaan perlahan-lahan, hindari gerakan yang cepat dan tidak
diinginkan
h. Jika perlu ajak pasien berbicara sehingga pasien akan rileks.
i. Jika pasien sangat sensitive dan penggeli mulailah palpasi dengan tangan
pasien sendirir dibawah tangan pemeriksa kemudian secara perlahan-lahan
tangan pmeriksa menggantikan tangan pasien.
j. Perhatikan hasil pemeriksaan dengan memperhatikan rawut uka dan emosi
pasien.
k. Mengangkat kepala dan bahu dalam posisi tiduran.
l. Untuk memudahkan keterangan abdomen umumnya dibagi dalam 4
(empat) kuadaran, 9 regio.

23
6. Metode Kuadran
Metode kuadran dibagi menjadi 4 bagian, yaitu :
a. Kuadran kanan atas kuadran kiri atas
Kuadran kiri atas terdiri dari hepar, vesica fellea, pylorus, duodenum, caput
pancreas, fleksura hepatica colon, sebagian kolon asenden, kolon
tranversum, lobus kiri dari hepar, lambung, corpus pancreas, fleksura
lienalis kolon, sebagan dari kolon, tranversum, dan kolon desenden.
b. Kuadran kanan bawah kuadran kiri bawah
Kuadran kanan bawah dan kiri bawah terdiri dari cecum dan appendiks.,
sebagian kolon acenden, kolon sigmoid, sebagian kolon desenden.
c. Kuadran 1
Kuadran 1 terdiri dari :
1) Hepar: hepar di abdomen hanya terlihat sedikit.
2) Splain: tempat pembongkaran sel darah merah. Penyakit yang
menyerang splain meliputi: DB, Malaria, pada splenomegali terjadi pada
cirosis hepatika, anemia, trombositopeni, leukemia.     
3) Kolon
4) Lambung
d. Kuadran 2
Kuadran 2 terdiri dari bagian lambung, pancreas, limfe, kolon desenden, dan
ileum.
e. Kuadran 3
Kuadran 3 terdiri dari kolon desenden dan kolon sigmoid.
f. Kuadran 4 terdiri dari appendix.

7. Metode 9 Regio Abdomen


a. Hipochondrium kanan epigastrika hypochodrium kiri : lobus hepar kanan,
vesika felea, pylorus dan gaster, duodenum, pancreas, bagian dari hepar
lobus kiri, gaster, ekor pancreas, fleksura lienalis, kolon
b. Lumbal kanan : bagian duodenum dan bagian jejenum.
c. Umbilikal : Omentum, mesenterium dan bagian distal duodenum.

24
d. Lumbal kiri : kolon desenden, bagian distal duodenum, dan jejenum.
e. Inguinal kanan suprapubik/hypogastrik inguinal kiri : Caecum, appendik,
bagian distal, ileum, vesica urinaria.
f. Colon sigmoid.

8. Pemeriksaan Fisik Abdomen


Pemeriksaan fisik abdomen, terdiri dari :
a. Inspeksi
1) Pasien berbaring terlentang dengan kedua tangan disisi tubuh.
2) Inspeksi cavum oris, lidah untuk melihat ada tidakya kelainan.
3) Letakkan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala untuk
melemaskan/relaksaki otot-otot abdomen.
4) Perhatikan ada tidaknya penegangan abdomen.
5) Pemeriksa berdiriah pada sisi kanan pasien dan perhatikan kulit dan
warna abdomen, bentuk perut, simetrisit, jaringan parut, luka, pola vena,
striae serta bayangan vena, dilatasi vena, ruam, ekimosis dan
pergerakkan abnormal. Vena-vena yan melebar dapat mengisyaratkan
sirosis hati atau obstruksi vena kava inferior.
6) Perhatikan posisi, bentuk, warna, dan inflamasi dari umbilicus, amati
kontur dan lokasinya serta peradangan atau tonjolan yang
mengisyaratkan hernia ventralis.
7) Perhatikan pula gerakan permukaan, massa, pembesaran area antara iga-
iga dan panggul, tanyakan kepaada pasien apakah abdomen terasa lebih
tegang dari biasanya.
8) Kontur abdomen, apakah datar, membulat, menonjol, atau apakah ada
penonjolan local, juga amati daerah inguinal dan femoral. Apakah ada
organ atau massa yang terlihat, carilah adanya pembesaran hati atau
limpa yang telah turun melewati sangkar iga.

b. Auskultasi
1) Pasien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi.
2) Letakkan bantal kecil dibawah lutut dan dielakang kepala.

25
3) Letakkan kepala tetoskop sisi diafagma di daerah kuadran kiri bawah.
Berikan tekanan ringan, minta pasien agar tidak berbicara. Bila mungkin
diperlukan 5 menit terus menerus untuk mendengar sebelum
pemeriksaan menentukan tidak adanya bising usus.
4) Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada
bisisng usus dan perhatikan frekuensi/karakternya.
5) Bila bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan
sistematis dan dengarkan tiap kuadran abdomen.
6) Kemudian gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi
desiran diagian epigastrik dan pada tiap kuadran diatas arteri aortik,
ginjal, iliaka, femoral dan aorta torakal. Pada orang kurus mungkindapat
teriat gerakan peristaltic usus dan denyutan aorta.
7) Auskultasi memberikan informasi penting tentang motilitas usus.
8) Bising usus normal terdiri dari klik dan gemericik (gargle), yang terjadi
dengan frekuensi sekitar 5-34 per menit. Kadang anda mungkin
mendengar borborygmi, gargle yang memanjang pada hiperperistaltik,
yaitu “suara perut keroncongan” yang biasa. Karena bising usus
tersalurkan secara luas melalui abdomen maka mendengarkan di satu
titik, misalnya kuadran kanan bawah, biasanya sudah memadai.
9) Bruit abdomen dan friction rub. Jika pasien mengidap hipertensi,
dengarkan pada epigastrium dan masing-masing kuadran atas untuk
bruit. Pada akhir pemeriksaan, ketika pasien duduk, dengarkanjuga
sudut kostovertebra. Bruit epigastrium yang terbatas di systole adalah
normal. Bruit mengisyaratkan penyakit askular oklusif.
10) Bruit dengan komponen sistolik dan diastolic mengisyaratkan turbulensi
aliran darah akibat penyakit arteri aterosklerotik.
11) Friction rub terdapat pada hepatoma, infeksi gonokokus di sekitar hati,
infark limpa, dan karsinoma pankreas.

c. Perkusi
1) Perkusi membantu menilai jumlah dan distribusi gas di abdomen,
kemungkinan massa yang padat atau terisi cairan, dan ukuran hati dan
limpa.

26
2) Lakukan perkusi abdomen secara lembut di keempat kuadra untuk
meilai distribusi timpani dan peka. Timpani biasanya mendominasi
karena gas saluran cerna, tetapi biasanya juga ditemukan daerah-daerah
redup akibat cairan dan tinja yang tersebar.
3) Perhatikan setiap daerah pekak yang luas menunjukkan adanya
massa atau pembesaran organ di bawahnya. Pengamatan ini akan
menuntun palpasi anda.
4) Di masing-masing sisi abdomen yang menonjol, perhatikan di mana
perkusi timpani abdomen berubah menjadi pekak karena struktur
posterior yang solid.
5) Secara singkat lakukan perkusi dada anterior bawah di atas batas iga. Di
kanan, pemeriksa biasanya akan menemukan pekak hati, di kiri, timpani
yang berada di atas gelembung udara lambung dan fleksura lienalis
kolon.

d. Palpasi
1) Posisi pasien berbaring terlentang dan pemeriksa disebelah kanannya.
2) Lakukan palpasi ringan di tiap kuadran abdomen dan hindari area yang
telah diketahui sebelumnya sebagai titik bermasalah, seperti apendisitis.
3) Tempatkan tangan pemeriksa diatas abdomen secara datar, dengan jari-
jari ekstensi dan berhimpitan serta pertahankan sejajar permukaan
abdomen.
4) Palpasi ringan. Palpasi lembut dimulai perlahan-lahan dan hati-hati dari
superfisial sedalam 1 cm untuk mendeteksi area nyeri, penegangan
abnormal, resistensi otot, beberapa organ atau adanya massa superfisial.

27
5) Bila otot sudah lemas dapat dilakukan palpasi sedalam 2,5-7,5 cm, untuk
mengetahui keadaan organ dan mendeteksi adanya massa yang kurang
jelas teraba selama palpasi.
6) Dengan menjaga tangan dan lengan bawah pemeriksa berada dalam
bidang horizontal, dengan jari-jari merapat dan datar di dinding
abdomen, lakukan palpasi abdomen dengan gerakan menekan yang
lembut dan ringan. Sewaktu anda menggerakkan tangan anda ke berbagai
kuadran, angkat sedikit di atas kulit. Dengan berpindah secara lancar,
lakukan palpasi di keempat kuadran.
7) Identifikasi setiap organ atau massa superfisia dan setiap daerah nyeri
tekan atau peningkatan resistensi terhadap tangan anda. Jika ditemukan
resistensi, cobalah bedakan defans volunteer dari spasme otot involunter.
8) Perhatikan karakteristik dari setiap massa pada lokasi yang dalam,
meliputi ukuran, lokasi, bentuk, konsistensi, nyeri, denyutan dan gerakan.
9) Perhatikan wajah pasien selama palpasi untuk melihat adanya tanda/rasa
tidak nyaman.
10) Bila ditemukan rasa nyeri, uji akan adanya lepas, tekan dalam kemudian
lepas dengan cepat untuk mendeteksi apakah nyeri timbul dengan
melepaskan tekanan.
11) Minta pasien mengangkat kepala dari meja periksa untuk elihat kontraksi
otot-otot abdominal.
12) Palpasi dalam hal ini biasanya diperlukan untuk mengetahui batas-batas
suatu massa abdomen. Kembali gunakan permukaan palmar jari-jari
anda, tekan ke bawah di semua kuadran. Identifikasi setiap massa;
perhatikan lokasi, ukuran, bentuk, konsistensi, nyeri tekan, denyut dan
setiap mobilitas bersama respirasi atau tekanan dari tangan pemeriksa.
Hubungkan temuan –temuan palpasi anda dengan nada
perkusi.Memeriksa kemungkinan peritonitis. Peradangan perineum
parietal, atau peritonitis, menandakan suatu abdomen akut. Tanda-tanda
peritonitis mencakup tes batuk positif, defans guarding), rigiditas, nyeri
lepas (rebound tenderness), dan nyeri ketuk (percussion tenderness).
Bahkan sebelum palpasi, minta pasien untuk batuk dan identifikasi
tempat batuk menyebabkan nyeri. Lalu lakukan plpasi lembut yang

28
dimulai dengan satu jari lalu dengan tangan anda, untuk mengetahui
lokasi nyeri. Sewaktu melakukan palpasi, periksa ada tidaknya defans,
rigiditas, and nyeri lepas. Defans adalah kontraksi volunteer dinding
perut, sering disertai meringis yang mungkin menghilang jika pasien
dialihkan perhatiannya. Rigiditas adalah kontraksi reflex involunteer
dinding abdomen yang menetap setelah beberapa kalipemeriksaan. Nilai
ada tidaknya nyeri lepas, tanyakan pasien “ Mana yang lebih sakit<
ketika saya menekan atau melepas tangan saya?” Tekan ke bawah
dengan jari-jari anda secara perlahan dan mantap, lalu tarik tangan anda
dengan cepat. Tindakan ii positif jika penarikan menimbulkan nyeri.
Lakukan perkusi dengan lembut untuk mengetahui nyeri ketuk.

9. Pemeriksaan Hepar
Pemeriksaan hepar terbagi menjadi :
a. Perkusi
1) Pasien posisi tidur terlentang.
2) Ukurlah tinggi pekak hati di garis midklavikula kanan, lalu tentukan
lokasi garis midklavikula secara cermat untuk menghindari kesalahan
pengukuran
3) Gunakan ketukan perkusi yang ringan sampai sedang, karena pemeriksa
dengan ketukan yang lebih kuat menyebabkan perkiraan ukuran hati
yang lebih kecil daripada sebenarnya. Dimulai di level umbilicus di
kuadran kanan bawah (disuatu daerah timpani, bukan pekak), lakukan
perkusi kea rah hati. Identifikasi batas bawah pekak hati di garis
midklavikula.

29
4) Identifikasi batas atas pekak hati di garis midklavikula, mulai dari garis
putting, lakukan perkusi ringan dari paru paru yang sonor turun kea rah
pekak hati. Secara lembut geser payudara wanitabsesuai keperluan untuk
memastikan bahwa anda mulai dari daerah yang sonor.
b. Palpasi
1) Pasien posisi tidur terlentang.
2) Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
3) Letakkan tangan kiri pemeriksa dibawah torak/dada kaka posterior
pasien pada iga kesebelas dan kedua belas dan tekanlah kearah atas.

4) Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke


kepala atau superior pasien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari
terletak di garis klavikular di bawah batas bawah hati.

5) Kemudian tekanlah dengan lembut ke dalam dan ke atas.


6) Minta pasien menarik napas dan cobalah meraba tepi hati saat abdomen
mengempis.

30
10. Pemeriksaan Kandung Empedu
Pemeriksaan pada kandung empedu terdiri dari :
a. Palpasi
1) Posisi pasien tidur terlentang.
2) Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
3) Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa dibawah dada kanan
posterior pasien pada iga XI dan XII dan tekanlah kea rah atas.
4) Letakkan telapak tangan kanan di ats abdomen, jari-jari mengarah ke
kepala/superior pasien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari
terletak di garis klavikular di bawah batas bawah hati.
5) Kemudian tekan lembut ke dalam dan ke atas.
6) Mintalah pasien menarik napas dan coba meraba tepi hati saat
abdomen mengempis.
7) Palpasi di bawah tepi hati pada sisi lateral dari oto rektus.
8) Bila diduga ada penyakit kandung empedu, minta pasien untuk
menarik napas dalam selama palpasi.

11. Pemeriksaan Limpa


Pemeriksaan pada limpa terdiri dari :
a. Perkusi
1) Pasien posisi tidur terlentang.
2) Perkusi dinding dada anterior bawah kira-kira dari batas pekak
jantung si sela iga ke-6 hingga garis aksilaris anterior dan turun ke
batas iga, suatu daerah yang dinamai ruang traube. Suaktu anda

31
melakukan perfusi sepanjang rute yang ditunjukan oleh tanda panah
yang digambar berikut

3) Periksa ada tidaknya tanda perkusi limpa. Lakukan perkusi di sela iga
terbawah digaris aksilaris anterior kiri, seperti diperlihatkan di halaman
berikut. Daerah ini biasanya berbunyi timpani. Lalu minta pasien menarik
nafas dalam dan lakukan kembali perkusi, jika urutan limpa normal, nada
perkusi biasanya tetap tipani.
b. Palpasi
1) Posisi pasien tidur terlentang.
2) Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
3) Letakkan secara menyilang telapak tangan kiri pemeriksa di bawah
pinggang kiri pasien dan tekanlah keatas.
4) Letakkan telapak tangan kanan dengan jari-jari ekstensi diatas abdomen
dibawah tepi kiri kostal.
5) Tekanlah ujung jari kearah limpa kemudian minta paien untuk menarik
napas dalam.
6) Palpasilah tepi limpa sat limpa bergerak ke bawah kea rah tangan
pemeriksa.
7) Apabila dalam posisi terlentang tidak bisa diraba, maka posisi pasien
berbaring miring ke kanan dengan kedua tungkai bawah direfleksikan.
8) Pada keadaan tertentu diperlukan Schuffner test.

32
12. Pemeriksaan Aorta
Pemeriksaan aorta terdiri dari :
a. Palpasi
1) Posisi pasien tidur terlentang.
2) Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
3) Pergunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan.
4) Palpasilah dengan perlahan namun dalam ke arah abdomen bagian
atas tepat garis tengah, dan temukan denyut aorta . pada orang berusia
lebih dari 50 tahun, periksa lebar aorta dengan menekan dalam-dalam
abdomen atas dengan satu tangan di masing-masing sisi aorta.

13. Pemeriksaan Asites


Memeriksa kemungkinan acites, abdomen membuncit dengan pinggang
menonjol mengisyaratkan kemungkinan adanya asites. Karena cairan asites
biasanya mengendap karena gravitasi, sementara lengkung usus yang berisi
gas akan naik, perkusi menghasilkan nada redup dibagian-bagian dependen

33
abdomen. Carila pola semacam ini dengan melakukan perkusi kea rah luar
dibeberapa arah dari bagian tengah daerah timpani. Petakan batas antara
timpani dan redup.

Dua teknik tambahan yang dapat membantu memastikan asites, meskipun


kedua tanda ini dapat pula menyesatkan
a. Tes untuk redup uang bergeser (shifting sullness)
Setelah melakukan perkusi batas timpani dan redup dengan pasien
terlentang, minta pasien berputar ke satu sisi. Lakukan perkusi dan tandai
batas-batas nya. Pada orang tanpa asites batas antara timpani dan redup
biasanya relatif tidak berubah.

b. Tes untuk gelombang cairan


Minta pasien atau seorang asisten menekan tepi-tepi kedua tangan ke
garis tengah abdomen. Tekanan ini membantu menghentikan penyaluran
gelombang melalui lemak. Sementara anda mengetuk satu pinggang
dengan ujung jari-jari tangan anda, rasakan dipinggang kontralateral
adanya gelombang yang disalurkan melalui cairan. Tanda ini sering

34
negative sampai asites jelas terlihat, dan kadang positif pada pasien yang
tanpa asites.

c. Mengidentifikasi organ atau massa pada abdomen dengan asites


Lakukanlah ballottement terhadap organ atau massa, yang disini
dicontohkan oleh hati yang membesar. Luruskan, kakukan, dan rapatkan
jari-jari satu tangan letakan dipermukaan abdomen da lakukan gerakan
menyodok singkat langsung kea rah struktur yang diperiksa.gerakan cepat
ini sering menggeser cairan sehingga ujung jari tangan anda dapat secara
singkat menyentuh permukaan struktur melalui dinding abdomen.

d. Palpasi
1) Posisi pasien tidur terlentang.
2) Pemeriksa disamping kanan menghadap pasien.
3) Prosedur ini memerlukan tiga tangan.

35
4) Minta pasien atau asisten untuk menekan perut pasien dengan sisi
ulnar tangan dan lengan atas tepat disepanjang garis tengah dengan
arah vertikal.
5) Letakkan tangan pemeriksa dikedua sisi abdomen dan ketuklah
dengan tajam salah satu sisi dengan ujung-ujung jari pemeriksa.
6) Rasakan impuls atau getaran gelombang cairan dengan ujung jari
tangan yang satunya atau dapat juga menggunakan sisi luar dari
tangan untuk merasakan getaran gelombang cairan.

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Hematologi
Bertujuan untuk mengetahui profil darah dan adanya kelainan seperti
infeksi, anemia, dehidrasi, malnutrisi, dan alergi. Secara umum pemeriksaan
dibedakan menjadi pemeriksaan darah rutin seperti leukosit, Hb, trombosit,
hematokrit, serta pemeriksaan darah lengkap dengan ditambah pemeriksaan
hitung jenis leukosit atau pemeriksaan khusus seperti kimia darah,
seroimmunologi, dan sebagainya.

2. Pemeriksaan Radiologi
a. Barium Meal
Pengambilan gambar kontras pada gster dan usus halus meliputi
ukuran, bentuk, dan letaknya. Sehingga dapat diketahui kelainan – kelainan
yang terjadi pada gaster dan usus halus.
b. Barium Enema
Suatu cara pengambilan gambar kontras pada kolon, meliputi ukuran,
bentuk, dan letak kolon sehingga dapat diketahui kelainan – kelainan yang
terjadi di kolon.
c. Barium Swallow
Suatu teknik radiografik kontras untuk memvisualisasikan esofagus
sehingga dapat diketahui kelainan pada esofagus. Prosedur pemeriksaan
hampir sama dengan barium meal, hanya saja perbedaannya yaitu barium
yang digunakan lebih pekat.
d. Pemeriksaan Otot Polos Abdomen

36
Foto rontgen standar untuk perut, yang tidak memerlukan persiapan
khusus.
e. Cholecystografi
Pengambilan gambar x-ray dari kandung empedu
f. Ultrasonografi (USG)
Prosedur noninvasif yang menggunakan gelombang suara untuk
melihat struktur jaringan tubuh.
3. Pemeriksaan Endoskopi
Suatu cara untuk melihat secara langsung (visualisasi) organ – organ
dalam tubuh, sehingga dapat dilihat sejelas – jelasnya setiap kelainan yang
ada pada organ yang diperiksa dan dapat langsung dapat melihat pada layar
monitor (skop evis), sehingga kelainan yang terdapat pada organ
tersebutdapat dilihat dengan jelas. Diameter endoskopi berkisar 0.6 cm – 1.25
cm dan panjangnya berkisar 30 cm – 150 cm.

4. Tes Feses
Dalam melakukan tes feses terdapat tujuannya yaitu:
a. Melihat ada atau tidaknya darah
Pemeriksaan ini menggunakan kertas tes Guaiac, sering disebut tes Guaiac
b. Analisa produk diet dan sekresi saluran cerna
Fese mengandung banyak lemak: steatorrhea, kemungkinan ada masalah
dalam penyerapan lemak di usus halus
Bila ditemukan kadar empedu rendah, kemungkinan terjadi obstruksi pada
hati dan kandung empedu
c. Mengetahui adanya telur cacing atau cacing dalam tinja
Pemeriksaan telur – telur cacing dari tinja terdiri dari dua macam cara
pemeriksaan, yaitu secara kualitatif (metode natif, metode apung, dan
metode harada mori) dan kuantitatif (metode kato)

5. Contoh Hasil Pemeriksaan Lab Darah (Diare)

37
6. Contoh Hasil Pemeriksaan Radiologi (Batu Empedu)

7. Contoh Hasil Pemeriksaan Endoskopi (Tukak Usus 12 Jari)

38
8. Contoh Hasil Pemeriksaan Feses (Disentri Amuba)

39
D. Asuha
n Keperawatan pada Sistem Pencernaan
Asuhan keperawatan pada sistem pencernaan terdiri dari :
1. Pengkajian
Menurut LeMone, dkk (2017) pengkajian pada sistem pencernaan meliputi :
a. Wawancara
Hal-hal yang termasuk kedalam sesi wawancara, yaitu :
1) Penatalaksanaan Kesehatan atau Persepsi Kesehatan
2) Nutrisi atau Metabolik
3) Eliminasi
4) Aktifitas Latihan
5) Istirahat dan Tidur
6) Kognitif dan Persepsi
7) Konsep Diri
8) Peran Hubungan
9) Seksualitas
10) Koping Stress
11) Nilai dan Keyakinan
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada sistem pencernaan sudah di bahas pada point B.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada sistem pencernaan sudah dibahas pada point

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada sistem pencernaan, yaitu :

40
a. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
b. Ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh
c. Gangguan pola eliminasi : diare
d. Gangguan pola eliminasi : konstipasi
e. Nyeri Akut

3. Intervensi
Menurut Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018) intervensi keperawatan sesuai
dengan diagnosa diatas, yaitu :
a. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Monitor asupan makanan
5) Monitor berat badan
6) Monitor adanya mual muntah
7) Hidangkan makanan secara menarik
8) Informasikan makanan yang diperbolehkan dan dilarang
9) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (misal. Pereda nyeri,
antiemetik) jika perlu
10) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
b. Ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh
1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2) Jelaskan hubungan asupan makanan, latihan, peningkatan dan penurunan
berat badan
3) Jelaskan risiko kondisi kegemukan (overweight) dan kurus (underweight
4) Anjurkan melakukan olahraga sesuai toleransi
5) Jelaskan tujuan kepatuhan diet terhadap kesehatan
6) Anjurkan mengganti bahan makanan sesuai dengan diet yang
diprogramkan
7) Timbang berat badan
8) Jelaskan tujuan dari pemantauan nutrisi

41
9) Rekomendasikan resep makanan yang sesuai dengan diet, jika perlu
kolaborasi
10) Rujuk ke ahli gizi dan sertakan keluarga
c. Gangguan pola eliminasi : diare
1) Identifikasi penyebab diare
2) Monitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi feses
3) Anjurkan makan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap
4) Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
5) Monitor berat badan
6) Monitor tekanan darah
7) Monitor elastisitas atau turgor kulit
8) Monitor hasil pemeriksaan serum (misal. Osmolaritas serum, hematokrit,
natrium, kalium, BUN)
9) Monitor intake dan output cairan
10) Berikan air hangat setelah makan
11) Anjurkan meningkatkan asupan cairan, jika tidak ada kontraindikasi
12) Kolaborasi pemberian obat suposutoria anal, bila perlu
d. Gangguan pola eliminasi : konstipasi
1) Identifikasi faktor resiko konstipasi (misal. Obat-obatan, tirah baring, dan
diet rendah serat)
2) Anjurkan peningkatan asupan cairan, jika tidak ada kontraindikasi
3) Monitor buang air besar (misal. Warna, frekuensi, konsistensi, volume)
4) Monitor tanda dan gejala konstipasi
5) Berikan air hangat setelah makan
6) Sediakan makanan tinggi serat
7) Lakukan massage abdomen
8) Konsultasi dengan tim medis tentang penurunan/peningkatan frekuensi
suara usus
9) Kolaborasi penggunaan obat pencahar, jika perlu
e. Nyeri Akut
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas
nyeri
2) Identifikasi skala nyeri

42
3) Berikan teknik nonfarmakologis untuk menguangi rasa nyeri (misal.
Hipnosis, akupresur, terapi musik, terapi pijat, aromaterapi, kompres
hangat/dingin)
4) Anjurkan teknik distraksi dengan menonton tv dan membaca buku
5) Anjurkan teknik relaksasi dengan menggunakan pakaian longgar
6) Anjurkan posisi nyaman
7) Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan
dan suhu ruangan yang nyaman
8) Kolaborasi pemberian analgetik
4. Implementasi
Menurut Asmadi (2008) implementasi adalah tahap ketika perawat
mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi
keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Implementasi
keperawatan terbagi menjadi 3 tahap, yaitu :
a. Fase pertama yang merupakan fase persiapan dan mencakup pengetahuan
tentang validasi rencana, implementasi, persiapan klien, dan keluarga.
b. Fase kedua dimana merupakan fase puncak implementasi keperawatan
yang berorientasi pada tujuan. Pada fase ini data yang sudah dikumpulkan
akan disimpulkan dan dihubungkan dengan reaksi klien.
c. Fase ketiga merupakan terminasi antara perawat dengan klien
Implementasi tindakan keperawatan terbagi menjadi :
a. Independen
Kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk dari dokter atau
tenaga kesehatan lainnya.
b. Interdependen
Kegiatan yang memerlukan kerja sama dari tenaga kesehatan lain.
c. Dependen
Berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis atau instruksi
dari tenaga medis.

5. Evaluasi
Menurut Asmadi (2008) evaluasi adalah tahap akhir dari proses
keperawatan. Evaluasi terbagi menjadi 2, yaitu :

43
a. Evaluasi Formatif
Meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah SOAP yakni subjektif,
objektif, analisa data, dan perencanaan.
b. Evaluasi Sumatif
Dilakukan setelah seluruh aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan.
Bertujuan untuk menilai dan memonitor kualitas pelayanan asuhan
keperawatan.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Organ sistem pencernaan terdiri dari saluran cerna atau saluran
gastrointestinal dan organ aksesori. saluran Gastrointestinal (GI) adalah jalur
yang memanjang dimulai dari mulut melalui esofagus, lambung, dan usus
sampai anus. Organ primer sistem gastrointestinal meliputi rongga oral (mulut),
tenggorokan (faring), esofagus, lambung, usus halus, usus besar, rektum, dan
anus. kemudian organ aksesoris pencernaan yang terdiri dari hati, kandung
empedu, dan pankreas. Fungsi utama sistem pencernaan adalah menyediakan
makanan, air, dan elektrolit bagi tubuh dari nutrient yang dicerna sehingga siap
diabsorpsi.
Untuk mengkaji dalam mendapatkan data hasil interpretasi sistem pencernaan
dapat dilakukan beberapa pemeriksaan, yakni pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik adalah tindakan keperawatan untuk
mengkaji bagian tubuh pasien terutama pada sistem pencernaan dengan teknik
inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi. Pada pemeriksaan penunjang dapat
dilihat dari hasil pemeriksaan hematologi, radiologi, endoskopi, analisis
lambung, dan pemeriksaan feses. Kedua pemeriksaan tersebut dilakukan
bertujuan untuk mengetahui batasan-batasan organ normal dan yang mengalami
gangguan.

B. SARAN
Dalam pemberian asuhan keperawatan secara komprehensif kepada pasien
yang mengalami masalah pada sistem pencernaan hendaknya perawat
memahami lebih mendalam tentang konsep teori tentang sistem pencernaan.

44
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Bickley, Lynn S. (2015). Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Ed.
11. Jakarta : EGC.

Deden, D & Rahayuningsih, T. (2010). Keperawatan Medikal Bedah Sistem


Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Diyono dan Sri Mulyanti. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Sistem
Pencernaan (Dilengkapi Contoh Studi Kasus dengan Aplikasi NNN (NANDA
NOC NIC). Jakarta: Kencana

Hurst, Marlene. 2015. Belajar Mudah Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

LeMone, Priscilla dkk. (2017). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. (Bhetsy
Angelina, dkk Penerjemah). Jakarta: EGC.

Rani, A Aziz dkk. (2011). Buku Ajar Gastrointestinal. Jakarta: Interna


Publishing.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC

Syaifuddin. (2013). Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika.

.(2013). Fisiologi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:


Salemba Medika.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tjokroprawiro, Askandar, dkk. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. 2.
Surabaya : Airlangga University Press.

45
Oktaviyanti, Nur Ade. (2013). Perbedaan Rerata Kadar Bilirubun pada Neonatus
yang Mendapat ASI Eksklusif dan Tidak ASI Ekslusif.
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.undip.ad.ic

46

Anda mungkin juga menyukai