Anda di halaman 1dari 49

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM

PERKEMIHAN

DISUSUN OLEH KELOMPOK IV:


1. MUNAWAR HOLIL
2. NANA TRIHANDIKA
3. NIA AYU PUSPITA
4. NURHALIMAH
5. NURUL MARWATI
6. RANI YUSTINA
7. RATRI PUSPANINGSIH
8. RIA ANICHA SYOFIA
9. ROFAATUS SA’DIYYAH
10. ROSWATI HANDAYANI
11. UMI SHOLIHAT
12. USWATUN HASANAH
13. WEGA SARI SRIMAYANTI
14. YAYAN FERRIYANA

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
SEMESTER GANJIL 2019-2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Medikal Bedah
tentang ”Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan” sesuai waktu yang telah ditentukan. Shalawat
serta salam tetap tercurah pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta sahabat dan para
pengikutnya.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan
oleh berbagai pihak, baik moril maupun materil. Dalam proses pembuatan makalah ini. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran ataupun kritik
yang membangun, sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga apa yang
disajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Jakarta, Februari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1

A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................2
C. Tujuan Masalah..................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI..........................................................................................3

A. Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan..............................................................3


B. Bagian-bagian Sistem Perkemihan....................................................................3
C. Pemeriksaan Fisik Sistem Perkemihan Secara Umum....................................15
D. Pemeriksaan Penunjang pada Sistem Perkemihan...........................................17
E. Penyakit Pada Sistem Perkemihan...................................................................25

BAB III PENUTUP.....................................................................................................41

A. Kesimpulan......................................................................................................41
B. Saran................................................................................................................41

iii
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................v

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia, seperti makhluk hidup lainnya, berusaha untuk mempertahankan
homeostasis, yang berarti keseimbangan. Otak dan organ tubuh lainnya bekerjasama
untuk mengatur suhu tubuh, keasaman darah, ketersediaan oksigen dan variabel lainnya.
Mengingat bahwa organisme hidup harus mengambil nutrisi danair, satu fungsi
homeostatis penting adalah eliminasi, atau kemampuan untuk mengeluarkan bahan
kimia dan cairan, sehingga dapat menjaga keseimbanganinternal. Sistem kemih
memainkan peran ekskretoris dan homeostatik penting. Kelangsungan hidup dan
berfungsinya sel secara normal bergantung pada pemeliharaan kosentrasi garam, asam,
dan elektrolit lain di lingkungan cairaninternal. Kelangsungan hidup sel juga bergantung
pada pengeluaran secara terus menerus zat-zat sisa metabolisme toksik dan dihasilkan
oleh sel pada saatmelakukan berbagai reaksi semi kelangsungan hidupnya. Traktus
urinarius merupakan system yang terdiri dari organ-organ danstruktur-struktur yang
menyalurkan urin dari ginjal ke luar tubuh. Ginjal berperan penting mempertahankan
homeostasis dengan mengatur konsentrasi banyak konstituen plasma, terutama elektrolit
dan air dan dengan mengeliminasi semua zat sisa metabolisme. Sistem urin adalah
bagian penting dari tubuh manusia yang terutama bertanggung jawab untuk
menyeimbangkan air dan elektrolit tertentu sepertikalium dan natrium, membantu
mengatur tekanan darah dan melepaskan produk limbah yang disebut urea dari darah.
Sistem kemih terdiri terutama pada ginjal, yang menyaring darah, sedangkan
ureter, yang bergerak urin dari ginjal ke kandung kemih, kandungkemih, yang
menyimpan urin, dan saluran kencing, urin keluar melalui tubuh. Peran dari sistem urin
dengan yang biasa bagi kebanyakan orang adalah bahwa ekskresi; melalui air seni,
manusia membebaskan diri dari air tambahandan bahan kimia dari aliran darah. Aspek
penting lain dari sistem urin adalahkemampuannya untuk membedakan antara senyawa
dalam darah yang bermanfaat untuk tubuh dan harus dijaga, seperti gula, dan senyawa
dalam darah yang beracun dan harus dihilangkan.

1
2

B. Rumusan Masalah

a. Apa anatomi fisiologi sistem perkemihan?

b. Apa saja bagian-bagian dari sistem perkemihan?

c. Bagaimana pemeriksaan fisik sistem perkemihan secara umum?

d. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada sistem perkemihan?

e. Apa saja penyakit pada sistem perkemihan?

C. Tujuan Masalah

a. Mengetahui anatomi fisiologi sistem perkemihan

b. Mengetahui bagian-bagian dari sistem perkemihan

c. Mengetahui pemeriksaan fisik sistem perkemihan secara umum

d. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada sistem perkemihan

e. Mengetahui penyakit pada sistem perkemihan


BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan


Sistem perkemihan merupakan suatu sistem ekskresi utama,dimana terjadinya
proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak
dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh.
Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa
urin (air kemih).
Susunan sistem perkemihan terdiri dari:
a. Dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin dan mengekresi urine
b. Dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih),
c. Satu vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan, dan
d. Urethra, mengalirkan urin dari vesika urinaria keluar tubuh
gambar 1.1 system perkemihan

B. Bagian-Bagian System Perkemihan


1. Ginjal
Ginjal terletak pada dinding abdomen posterior, masing-masing satu buah disisi
kiri dan kanan kolum vertebra di belakang peritoneum dan di bawah
diagfrahma.Tinggi ginjal adalah dari vertebra toraksik ke-12 sampai lumbal ke-
3
4

3,dilindungi oleh sangkar iga.Ginjal kanan biasanya sedikit lebih pendekdari ginjal
kiri,karena diatas ginjal kanan terdapat lobus hepatis dektera .Bentuk ginjal seperti
biji kacang panjangnya sekitar 11 cm,lebar 6 cm,tebal 3 cm serta beratnya 150 g
.
Gambar 1.2 bagian-bagian ginjal

Bagian Utama Ginjal dan FungsinyaUntuk mengenal belahan ginjal lebih jauh
a. Korteks(cortex)
Yang pertama ialah korteks, belahan terluar pada ginjal yang terletak antara
kapsul ginjal dan juga medula ginjal. Fungsi korteks pada ginjal ialah sebagai
pelindung ginjal itu sediri. Di dalam korteks terdapat jutaan nefron yang terdiri dari
tubuh malphigi. Sedangkan tubuh malphigi itu sendiri tersusun dari glomerulus yang
diselimuti oleh kapsula Bowman dan juga beberapa susukan yang terdiri dari tubulus
kontortus proksimal, tubulus kontortus distal dan tubulus kontortus kolektivus. Jutaan
nefron yang berada pada korteks ini menciptakan permukaan kapiler ginjal menjadi
lebih luas, dan ini mengakibatkan perembesan zat buang pada ginjal menjadi lebih
banyak.
b. Medula (medulla)

Bagian belahan ginjal dan fungsinya selanjutnya ialah medula atau sumsum
ginjal yang bentuknya renal pyramid. Medula ialah tempat berkumpulnya pembuluh
darah kapiler dan juga kapsula bowman. Di dalam belahan ginjal ini lah terdapat
proses reabsorbsi dan juga augmentasi yang dikerjakan oleh tubulus proksimal dan
5

juga tubulus destal. Selain itu ada lengkung henle yang menjadi belahan penghubung
antara tubulus proksimal dan tubulus destal.

c. Pelvis ginjal (renal pelvis)

Pelvis renalis atau rongga ginjal, yaitu belahan pada ureter yang melebar di
belahan proksimal dan terletak di belahan dalam sinus renalis yang menjadi
permukaan ureter. Pelvis sendiri ialah tempat penampungan urine dan selanjutnya
akan mengalirkan urine ke ureter. Setelah itu urine dari rongga ginjal akan menuju ke
kandung kemuh atau vesika urinaria yang dikirim dari ureter. Dan di dalam kandung
kemih, urine disimpan untuk sementara waktu sebelum karenanya urine dikeluarkan
dari tubuh melalui uretra.

Struktur Mikroskopik Ginjal

Ginjal terdiri atas sekitar 1 juta unit fungsional nefron dan sejumlah kecil ductus
kolektivus.Duktus kolektivus mengangkut urine melalui pyramid ke pelvis renal
menyebabkan pyramid ini tampak bergaris garis.Tubulus di tunjang oleh sejumlah kecil
jaringan ikat,pembuluh limfe,serta syaraf

Srtuktur mikroskopik ginjal terdiri atas:

a. Nefron

Nefron merupakan unit fungsional ginjal. Dalam setiap ginjal terdiri atas satu
juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Setiap
nefron terdiri dari Kapsula Bowman, yang mengitari rumbai kapiler glomerolus,
tubulus kontruktus proximal, lengkung henle dan tubulus konturtus distal, yang
mengosongkan diri ke duktus pengumpul. fungsi dasar nefron adalah untuk
membersihkan atau untuk menjernihkan plasma darah dari zat – zat yang tidak
dikehendaki ketika zat – zat tersebut mengalir melalui ginjal.

b. Korpuskulus ginjal
Korpuskulus ginjal terdiri dari kapsula bowman dan rumbai kapiler glomerolus.
Kapsula bowman merupakan suatu invaginasi dari tubulus proximal, terdapat ruang
yang mengandung kemih antara rumbai kapiler dan kapsula bowman dan ruang
6

yang mengandung kemih ini dekenal sebagai ruang bowman atau ruang kapsular –
kapsula bowman yang dilapisi oleh sel – sel epitel. Sel – sel epitel parietal berbentuk
gepeng dan berbentuk bagian terluar dari kapsula, sedangkan sel – sel epitel viseral
jauh lebih besar dan membentuk bagian dalam dari kapsula dan juga melapisi bagian
luar dari rumbai kapiler.
Membran basalis membentuk lapisan tengah dinding kapiler, terjepit diantara sel
– sel epitel padat pada satu sisi dan sel endotel pada sisi lain. Membran basalis
kapiler kontiniu dengan membran basalis tubulus. Sel – sel endotel membentuk
bagian terdalam dari rumbai kapiler. Sel – sel endotel, membran basalis dan sel – sel
viseralmerupakan tiga lapisan yang membentuk membran filtrasi glomerolus. Cairan
yang di filtrasikan melalui glomerolus kedalam kapsula bowman disebut dengan
filtrat glomerolus. Membran filtrasi glomerolus memungkinkan ultrafiltrasi darah
melalui pemisahan unsur – unsur darah dan molekul – molekul protein besar dari
bagian plasma lainnya dan mengalirkan bagian plasma tersebut sebagai kemih
primer kedalam ruang dari kapsula bowman.
Filtrat glomerolus memiliki komposisi yang hampir tepat sama dengan
komposisi cairan yang merembes dari ujung arteri kapiler kedalam cairan intestisial.
Filtrat tersebut tidak mengandung eritrosit dan hanya mengandung sekitar 0.03%
protein atau sekitar 1/200 protein diplasma.
Sel – sel mesangial adalah sel endotel yang membentuk suatu jalinan kontiniu
antara lengkung – lengkung kapiler glomerolus dan diduga berfungsi sebagai jalinan
penyokong dan bukan merupakan bagian dari membran filtrasi.
c. Aparatus jugstaglomerolus
Dari setiap nefron bagian pertama dari tubulus distal berasal dari medula
sehingga terletak pada sudut yang terbentuk antara anterior aferen dan eferen dari
glomerolus nefron yang bersangkutan. Pada posisi ini sel – sel jugstaglomerolus
didnding anteriol aferen mengandung glanural sekresi yang diduga mengeluarkan
renin. Renin adalah suatu enzim yang penting dalam pengaturan tekanan darah. Sel
– sel tubulus distal yang mengadakan kontaqk erat dengan sel – sel glanular tersebut
dikenel dengan nama makula densa.
Sel – sel jugstaglomerolus berfungsi sebagai baroreseptor (sensor tekanan ) yang
7

sensitif terhadap aliran darah yang melalui arteriola aferen. Penurunan tekanan
arteria akan merangsang peningkatan glanularitas sel – sel jugstaglomerolus dan
peningkatan sekresi renin. Sel – sel makula densa tubulus distal bertindak sebagai
kemoreseptor yang sensitif terhadap kadar natrium dan cairan tubulus. Peningkatan
kadar natrium dalam tubulus akan mempengaruhi makula densa sehingga akan
meningkatkan produksi renin. Selain itu, sistem saraf simpatis dan katekolamin
dapat mempengaruhi produksi renin.
d. Sisten renin – angiotensin
Pengeluaran renin dalam ginjal akan mempengaruhi pemgeluaran
angiotensinogen ( suatu glikoprotein yang diproduksi oleh hati ) menjadi
angiotensin I, kemudian dirubah menjadi angiotensin II oleh enzim konversi yang
ditemukan pada kapiler paru – paru.. angiotensin II meningkatkan tekanan darang
oleh efek vasokontriksi arteriola ferifer dan merengsang sekresi aldosteron.
Peningkatan aldosteroan akan merangsang reabsorpsi natrium dalam tubulus distal
dan duktus pengumpul. Peningkatan reabsorpsi natrium mengakibatkan peningkatan
reabsorpsi air, dengan demikian volume plasma akan meningkat.
Peningkatanvolume plasma akan berperan dalan  peningkatan tekanan darah yang
selanjutnya akan mengurangi iskemia ginjal.
Gambar 1.3

Fungsi Ginjal
8

1) Pembentukan urin,memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis


atau racun
2) Mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
3) Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan
tubuh, dan
4) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak
5) Hormonal produksi renin,angiotensin,bradiktin,prostaglandin,vit D(aktif)
Proses pembentukan urin (Tahapannya)
1) Filtrasi terjadi penyerapan darah di glomerolus.
2) Reabsorbsi terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium,
klorida fosfat, beberapa ion bikarbonat;di tubulus proximal.
3) Sekresi proses penyerapan kembali yg terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla
renalis selajutnya diteruskan ke luar

Perdarahan Ginjal
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan
arteri renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis bercabang menjadi
arteri interlobularis kemudian menjadi arteri akuarta.Arteri interlobularis yang berada
di tepi ginjal bercabang manjadi arteriole aferen glomerulus yang masuk ke
gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan gromerulus disebut arteriole eferen
gromerulus yang kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena cava inferior (Barry,
201l).

Persarafan Ginjal
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini
berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan
bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal (Barry, 2011).

2. Ureter
Ureter adalah saluran yang fungsinya menyalurkan urine dari ginjal ke kandung
9

kemih melalui kontraksi peristalsis laposan otot polos,peristalsis berasal dari suatu
pemacu yang ada di kalik minor,gelombang peristalsis terjadi beberapa kali per
menit,dimana frekuensinya meningkat seiring volume urine yang di produksi.
Ureter Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika
urinaria. Panjangnya ±23-30 cm, diameter 3 mm. Ureter sebagian terletak pada
rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang
mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih
Lapisan dinding ureter terdiri dari :
1) Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2) Lapisan tengah lapisan otot polos
3) Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
10

Gambar 1.4 ureter

3. Vesika Urinaria/kandung kemih


Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti
buah pir (kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul.
Pada wanita di bagian posterior kandungkemih di kelilingi uterus,sedangkan pada
pria dikelilingi rectum.Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti
balon karet,tergantung volume urine di dalamnya,saat mengalami distensi
kandung kemih naik ke rongga abdomen.
Dinding kandung kemih terdiri dari tiga lapisan
1) Lapisan luar jaringan ikat longgar berisi pembuluh limfe darah serta saraf
menutup permukaan atas peritoneum
2) Lapisan tengah terdiri atas massa serat otot polos yang bersatu dengan jaringan
ikat longgar otot ini di sebut otot destruksor sat berkontraksi menyebabkan
pengosongan kandung kemih
11

3) Mukosa terdiri atas epiteliumtrasisional

Gambar 1.5 kandung kemih

4. Uretra
Merupakan saluran yang memanjang dari leher kandung kemih hingga
orifisium uretra ekternal. Uretra Pada laki-laki lebih panjang dari pada wanita.
Uretra berhubungan dengan system perkemihan dan reprodusi. Untuk laki-laki
panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari :Uretra pars prostatika,Uretra pars
membranosa,Uretra pars spongiosa.
Uretra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm. sphincter uretra terletak
di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini hanya sebagai
saluran ekskresi (Panahi, 2010).
12

Gambar 1.6

5. Urin
Sifat fisis air kemih, terdiri dari:

1) Jumlah ekskresi dalam 24 jam ±1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake)


cairan dan faktor lainnya.

2) Warna bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.

3) Warna kuning tergantung dari kepekatan, diet, obat-obatan dan sebagainya.

4) Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.

5) Berat jenis 1,015-1,020.

6) Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung daripada diet
(sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein member reaksi asam).

Komposisi air kemih, terdiri dari:

1) Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.

2) Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan
kreatinin.
13

3) Elektrolit natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fosfat dan sulfat.

4) Pigmen (bilirubin dan urobilin).

5) Toksin.

6) Hormon (Velho, 2013).

Mikturisi

Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan


urin.Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu :

1) Kandung kemih terisi secara progesif hingga tegangan pada dindingnya


meningkat melampaui nilai ambang batas, keadaan ini akan mencetuskan tahap
ke-2.

2) Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan mengosongkan


kandung kemih. Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang
belakang). Sebagian besar pengosongan diluar kendali tetapi pengontrolan
dapat dipelajari “latih”. Sistem saraf simpatis : impuls menghambat vesika
urinaria dan gerak spinchter interna, sehingga otot detrusor relax dan spinchter
interna konstriksi. Sistem saraf parasimpatis : impuls menyebabkan otot
detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi terjadi mikturisi
(Roehrborn, 2009).

Ciri-Ciri Urin Normal

1) Rata-rata dalam satu hari l-2 liter tapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah
cairan yang masuk.

2) Warnanya bening tanpa ada endapan.

3) Baunya tajam.
14

4) Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6 (Velho, 2013)

Factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya proses pembentukan urin

1) Hormon Antidiuretik

Hormon antidiuretik dalam proses pembentukan urine dihasilkan oleh


kelenjar hipofisis bagian belakang. Hormon ini berfungsi sebagai alat
penyerapan darah yang nantinya akan disekresikan ke ginjal.

2) Jumlah Air yang Diminum

Jumlah air yang diminum sudah tentu mempengaruhi dalam hal proses
pembentukan urine karena apabila semakin banyak air yang diminum maka
semakin banyakpula hormon antidiuretik akan terhambat. Hal ini lah yang
akhirnya menyebabkan proses reabsorbsi terhambat yang akhirnya
menimbulkan jumlah urine yang ada bertambah.

3) Zat-zat Deuretik
Minuman kopi, teh, serta susu bersifat menghambat proses reabsorbsi ion
Na+ yang menyebabkan hormon antidiuretik akan berkurang dan membuat
volume urine meningkat.
4) Gejolak Emosi dan Stress
Apabila seseorang sedang mengalami emosi dan stress, tekanan darahnya
akan berlangsung lebih cepat sehingga semakin banyak darah yang menuju ke
ginjal, kemudian kandung kemih pun akan bereaksi yang pada akhirnya
membuat orang tersebut ingin buang air kecil.

Fungsi urin
Fungsi urine dalam tubuh adalah untuk membuang zat yang sifatnya beracun
bagi tubuh dan urine pun bisa menjadi sebuah penunjuk dehidrasi. Normalnya urine
bewarna bening seperti air namun untuk orang-orang yang mengalami dehidrasi
urine yang akan keluar dari dalam tubuhnya akan bewarna kuning.
Kelainan yang dapat menganggu system perkemihan
15

1) Infeksi saluran urogenital


Infeksi saluran urogenital umumnya disebabkan oleh bakteri Escherichia coli.
Dapat pula disebabkan oleh Proteus, Klebsiella, dan Staphylococcus terutama
bila sedang terpasang kateter. Pada saluran urogenital ini, dapat terjadi penyakit,
seperti:
1. Infeksi saluran kemih bawah
a. Sistitis adalah infeksi saluran kemih, yang juga di kenal sebagai infeksi
saluran kemih ISK bawah yang lebih banyak menyerang wanita daripada
pria, karena pada wanita muara uretra dan vagina dekat dengan daerah
anal. Faktor resiko sistitis adalah bersetubuh, kehamilan, kandung kemih
neurogenis, pemasangan kateter, keadaan-keadan obstruktif dan diabetes
mellitus. Apabila berlanjut, akan menyebakan kuman-kuman naik dari
kandung kemih ke pelvis ginjal, yang disebut dengan pielonefritis.
Penderita sistitis akan merasakan keluhan seperti disuria (nyeri saat miksi),
sering berkemih, merasa ingin berkemih terus, dan sakit di atas daerah
suprapubis.
b. Uretrtitis adalah infeksi uretra yang dapat terjadi pada pria maupun wanita
c. Prostatitis
2. Infeksi saluran kemih atas
a. Glomerulonephritis adalah inflamasi glomerulus yang mempengaruhi
ginjal untuk menyaring urine
b. Pielonefritis
Pielonefritis adalah radang pelvis ginjal. Penyebab paling sering penyakit
ini adalah kuman yang berasal dari kandung kemih yang menjalar naik ke
pelvis ginjal. Pielonefritis ada yang akut dan ada yang menahun.
Pielonefritis menahun ada dua tipe, yaitu Pielonefritis yang disebabkan
oleh Refluks vesikouretral yang dapat menyebabkan infeksi papila
senyawa perifer dan jaringan parut di kutub ginjal. Dan Pielonefritis yang
disebabkan oleh Obstruksi saluran kemih yang menimbulkan tekanan
tinggi aliran balik urine, yang menyebabkan infeksi semua papila, jaringan
parut ginjal menyebar dan penipisan lapisan korteks ginjal.
16

c. Sindrom nefrotik kerusakan signifikan pada glomerolus


d. Gagal ginjal sebagian dari nefron di kedua ginjal tidak lagi fungsional
e. Nefrolitiasis batu ginjal

C. Pemeriksaan Fisik Sistem Perkemihan Secara Umum


Pemeriksaan fisik merupakan pengkajian kesehatan yang bersifat objektif. Berikut
ini adalah pengkajian pemeriksaan fisik pada sistem perkemihan:
1. Pemeriksaan Fisik Ginjal Secara Umum
Ginjal terletak pada regio posterior, di lindungi oleh iga. Sudut costovertebral
adalah regio dimana kita menilai nyeri tekan dan nyeri ketok pada ginjal.
Pemeriksaan fisik pada ginjal yaitu tujuannya untuk mengetahui adanya kelainan
pada ginjal. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan sewaktu pemeriksaan
fisik adalah cahaya ruangan cukup baik, klien harus rileks, buka pakaian dari
prosesus xypoideus sampai simpisis pubis. Pemeriksaan fisik pada ginjal dilakukan
dengan cara inpeksi, palpasi dan perkusi. (Nuari, 2017)
a. Inspeksi
Langkah pertama pemeriksaan fisik sistem perkemihan adalah inspeksi meliputi:
(Nuari, 2017)
1) Atur posisi pasien dengan tidur terlentang.
2) Minta klien membuka pakaiannya.
3) Berdiri disisi kanan klien.
4) Perhatikan sekitar abdomen klien.
5) Lakukan inspeksi pada abdominal jika terdapat massa di abdominal atas,
massa keras dan padat kemungkinan terjadi keganasan atau infeksi
perinefritis.

b. Palpasi
17

Gambar: Palpasi pada Ginjal


1) Palpasi ginjal kanan (Nuari, 2017)
a) Letakkan tangan kiri anda di belakang penderita, parallel pada costa ke 12,
dengan ujung jari anda menyentuh sudut kostovertebral. Angkat dan cobalah
dorong ginjal kanan kedepan (anterior)
b) Letakkan tangan kanan anda dengan lembut pada kuadran kanan atas,
disebelah lateral dan sejajar terhadap otot rektus (muskulus rektus abdominis
dekstra)
c) Mintalah penderita untuk napas dalam. Pada waktu puncak inspirasi, tekanlah
tangan kanan anda dalam- dalam ke kuadran kanan atas, di bawah arcus costa,
dan cobalah untuk “menangkap” ginjal diantara kedua tangan anda.
d) Minta pasien menembuskan napas dan kemudian menahan nafas sebentar.
Secara perlahan bebaskan tekanan tangan kiri anda, pada saat yang sama
merasakan ginjal bergeser kembali ke posisi ekspirasinya. Jika ginjal teraba
uraikan ukuran, kontur dan adanya nyeri tekan.
Ginjal yang normal mungkin teraba, terutama jika kurus dan otot – otot
perutnya melemas. Perabaan mungkin menyebabkan nyeri ringan. Pasien biasanya
menyadari penangkapan dan pelepasan ginjal. Bila terjadi pembesaran ginjal
biasanya disebabkan oleh hidronefrosis, kista dan tumor. Pembesaran bilateral
mengisyaratkan penyakit ginjal polikistik.(Bickley, 2016)

2) Palpasi ginjal kiri


a) Pindahlah ke sebelah kiri penderita.
b) Gunakan tangan kanan anda untuk menyangga dari belakang.
c) Gunakan tangan kiri untuk meraba dalam di kuadran kiri atas.
18

d) Minta pasien menarik napas dalam, raba adanya massa. Ginjal kiri normal
jarang dapat diraba.
Massa di pinggang kiri mungkin merupakan suatu splenomegali yang
mencolok atau ginjal kiri yang membesar. Curiga adanya splenomegali jika teraba
takik dibatas medial tapi melewati garis tengah, perkusi redup dan jari – jari anda
dapat meraba jauh ke batas medial dan lateral tetapi tidak diantara massa dan batas
iga. Pastikan temuan ini dengan evaluasi lebih lanjut. (Bickley, 2016)

c. Perkusi

Gambar: Perkusi pada Ginjal


1) Nyeri tekan
a) Pada sudut costovertebrae dilakukan penekanan dengan ujung jari, lihat reaksi
pasien apakah ada nyeri.
Tekanan ujung jari anda mungkin sudah cukup untuk memicu nyeri, jika tidak
gunakan perkusi dengan tangan mengepal.
2) Nyeri ketok
a) Letakkan pangkal jari – jari salah satu tangan di sudut kostovertebra dan pukul
permukaan ulnar kepalan tangan anda.
b) Gunakan kekuatan yang cukup untuk menimbulkan hentakan yang dapat
dirasakan tetapi tidak menyebabkan nyeri.
Nyeri pada penekanan atau perkusi kepalan mengisyaratkan pielonefritis,
tetapi juga disebabkan oleh gangguan musculoskeletal. (Bickley, 2016)

D. Pemeriksaan Penunjang Pada Penyakit Ginjal


Pasien dengan penyakit ginjal mempunyai beberapa tanda dan gejala awal pada
19

perjalanan penyakitnya, untuk dapat mendapatkan diagnosis yang tepat perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan Fungsi Ginjal
Ginjal mempunyai banyak fungsi, diantaranya adalah filtrasi glomerulus,
reabsorbsi dan sekresi ditubulus, memekatkan dan mengencerkan urin , mengasamkan
urin, memproduksi dan mematabolisme hormone. Parameter yang paling penting untuk
menilai fungsi ginjal dan berkembangnya penyakit ginjal adalah laju filtrasi glomerulus
(LFG) dan kemampuan eksresi.
Mengukur Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)
Laju filtrasi glomerulus tidak dapat diukur secara langsung. Tetapi bervariasi pada
beberapa orang dengan penyebaran yang luas dari nilai normalnya.
Penyebab variabilitas antar pasien antara lain:
a. Ukuran tubuh: LFG konvensional merujuk pada 1,73m2
b. Jenis kelamin: LFG sekitar 8% lebih tinggi pada pria
c. Ras
d. Usia: usia berhubungan dengan penurunan LFG, 0,75-1,0 mL/menit/1,73m2
pertahun
e. Kehamilan: LFG meningkat 50% pada trimester 1, kembali kearah normal 4-8
minggu setelah persalinan
f. Asupan protein: LFG lebih tinggi pada pasien dengan diit tinggi protein
g. Variasi diurnal: nilai LFG cederung lebih tinggi 10% pada waktu siang hari dari
pada malam hari
h. Terapi anti hipertensi: sekunder dari penurunan tekanan darah, efek yang
bervariasi tidak dapat diprediksi secara langsung
i. Status yang berhubungan dengan hiperfiltrasi: diabetes, obesitas, akromegali

Klirens Ginjal adalah istilah yang digunakan untuk menilai LFG, yaitu kecepatan
substansi indikator yang dapat dipindahkan dari plasma perunit konsentrasinya.
Rumus baku untuk menilai klirens

Cz = Uz x V
20

Pz
Cz = Klirens
Uz = konsentrasi zat marker dalam urin
V = Volume urin
Pz = Konsentrasi zat marker dalam plasma
Bila substansi z bebas difiltrasi dan hanya dieksresi dengan LFG, maka: LFG = Uz x
V/Pz. Jadi, konsentrasi diplasma merupakan indikator yang berbanding terbalik
dengan LFG, dan LFG dapat dinilai dari konsentrasi plasma.

Pengukuran LFG
Pengukuran LFG dapat menggunakan petanda eksogen, petanda radiokontras dan
petanda endogen: keratinin, urea, cystatin.
Pengukuran petanda endogen untuk mengukur LFG:
Kreatinin:
a. Pria: 28,2 – 0,172 x usia
b. Wanita: 21,9 – 0,115 x usia

Urinalisis
Persiapan spesimen
Bagaimana cara urin diambil adalah penting karena dapat mempengaruhi hasil.
72 jam sebelum sampel diperiksa, pasien tidak boleh menjalani latihan fisik yang
berat. Pada wanita pemeriksaan urinalisis tidak boleh dilakukan pada waktu haid.
Setelah mencuci tangan, pasien wanita harus membersihkan labia dan pria
membersihkan kulit glans. Genitalia eksterna kemudian dicuci dan keringkan
dengan kertas toilet. Urin yang diambil adalah urin porsi tengah, yaitu setelah urin
pertama dikeluarkan. Specimen harus diperiksa dalam waktu 30-60 menit setelah
berkemih.

Parameter fisik
a. Warna Urin
Dalam kondisi normal, warna urin kuning muda dan jernih, warnanya akan lebih
21

muda bila encer dan lebih gelap saat terkonsentrasi, misalnya setelah semalaman
dilakukan pembatasan minum.
b. Kekeruhan
Urin normal biasanya transparan. Urin dapat menjadi keruh karena adanya
peningkatan konsentrasi dari setiap partikel urin. Penyebab paling sering urin
menjadi keruh adalah infeksi saluran kemih dan kontaminasi yang disebabkan
oleh cairan vagina
c. Bau
Infeksi merupakan penyebab paling sering menimbulkan bau urin yang
abnormal, disebabkan produksi amoniak oleh bakteri. Kondisi patologis lainnya
yang menyebabkan bau spesifik untuk urin misalnya: maple syrup urin disease
(bau urin seperti sirup maple), fenil ketonuria ( bau pengap atau bau tikus),
isovaleric academia (bau kaki berkeringat), dan hypermethioninemia (bau
mentega tengik atau bau amis). Keton dapat tercium seperti bau buah buahan.
d. Osmolalitas dan berat jenis
Konsentrasi gula yang tinggi secara signifikan meningkatkan osmolalitas urin
(10g/L glukosa setara dengan 55,5 mOsmol/L)

Parameter Kimia
a. PH urin
PH urin mencerminkan tingkat keasaman urin. PH urin berkisar 4,5 – 8,0,
tergantung keseimbangan asam – basa sistemik. Dalam praktek rutin, PH sering
diukur dengan alat dipstik. Dengan metode ini, penyimpangan yang disignifikan
dari PH diamati untuk nilai kurang dari 5,5 dan lebih besar dari 7,5.
b. Hemoglobin
Adanya hemoglobin menghasilkan bintik bintik hijau, yang disebabkan oleh
eritrosit utuh, atau pola homogeny difus warna hijau sebagai tanda adanya
hematuria disebabkan oleh jumlah eritrosit yang banyak menutupi seluruh
permukaan pada atau akibat lisis eritrosit, yang terjadi karena PH urin alkali
dan/atau kepadatannya relative rendah.
c. Glukosa
22

Pada pasien dengan fungsi ginjal normal, glukosuria umumnya tidak muncul
sampai pada glukosa plasma diatas 180mg/dl.
d. Protein
3 pendekatan pemeriksaan dengan metode berbeda dapat digunakan untuk
evaluasi proteinuria:
e. Dipstik
Hal ini didasarkan pada prinsip kesalahan protein: adanya protein dalam buffer
menyebabkan perubahan PH yang sebanding dengan konsentrasi protein itu
sendiri.
f. Ekskresi protein urin 24 jam
Metode ini digunakan secara universal, rata rata variasi proteinuria dipengaruhi
oleh irama sirkadian dan merupakan metode yang paling akurat untuk memantau
proteinuria selama pengobatan. Selama pengumpuln urin, urin dapat
terkontaminasi dan kesalahan preanalitik dapat terjadi (misalnya, salah
pengumpulan dan salah menghitung volume urin).
g. Rasio protein – kreatinin urin sewaktu
Sebuah tinjauan pustaka menunjukkan cukup bukti adanya korelasi kuat antara
rasio protein – kreatinin dalam sampel urin acak dan ekskresi protein 24-jam.
Bila kita mendapatkan hasil rasio protein – kreatinin normal cukup untuk
menyingkirkan adanya proteinuria patologi ( tidak perlu pemeriksaan protein
urin 24 jam) sedangkan bila rasio protein – kreatinin lebih besar dari nilai cut-
off, merupakan indikasi untuk kuantitas protein urin 24 jam.
h. Leukosit esterase
Dipstik mengevaluasi keberadaan leukosit berdasarkan aktifitas indoxyl esterase
yang terlepas dari neutrophil dan makrofag yang lisis. Hal ini menjelaskan
mengapa, dalam urin dengan PH alkali dan/atau kepadatan relatif rendah, yang
dapat menyebabkan lisisnya leukosit menghasilkan leukosit esterase positif
tetapi pada pemeriksaan mikroskopik tidak ditemukan leukosit. Sebaliknya, bila
kepadatan relatif tinggi akan mengurangi sensitivitas dipstik ini karena
mencegah lisisnya leukosit.
i. Nitrit
23

Tes dipstick ini menunjukkan adanya bakteri yang memiliki kemampuan untuk
mengurangi nitrat mejadi nitrit karena aktifitas nitrat reduktase.
j. Sedimen Urin
k. Eritrosit
Eritrosit dalam urin disebut juga hematuria.
l. Leukosit
Infeksi saluran kemih dan kontaminasi urin dari cairan vagina merupakan
kondisi yang paling sering terkait dengan leukosituria (dan bakteriuria). Namun
leukosit ini juga dapat ditemukan pada pasien dengan nefritis interstitial akut
atau kronik, glomerulonephritis, dan kelainan urologi.
m. Sel tubulus ginjal
Ditemukannya sel tubulus diurin merupakan tanda kerusakan tubulus ginjal
n. Sel uroepitelial
Sel sel ini berasal dari eksfoliasi uroepitelium saluran kemih mulai dari kalises
ginjal sampai kandung kemih pada wanita dan uretra proksimal pada pria. Sel
yang kecil berasal dari lapisan dalam sedangkan sel yang lebih besar berasal dari
lapisan superfisial.
o. Sel skuamosa
Tidak jarang sel skuamosa ditemukan dalam jumlah besar dalam kaitannya
dengan leukosit dan bakteri, menunjukkan kontaminasi urin dari cairan genital,
terjadi terutama pada wanita dengan vaginitis.
p. Lipid
Lipiduria merupakan ciri khas penyakit glumelural terkait dengan proteinuria,
biasanya ditandai dalam penampilan klinis nefrotik.
q. Cast
Dari sudut pandang diagnostik, penting untuk mengingat bahwa partikel apa
saja yang terkandung dalam cast adalah berasal dari ginjal.
r. Kristal
Kristal urin dapat diklasifikasikan sebagai umum, patologi dan Kristal yang
disebabkan oleh obat. Pengendapan Kristal akibat obat dipengaruhi oleh
beberapa factor seperti dosis obat, pemberian obat secara intavena yang terlalu
24

cepat, hipoalbuminemia, dehidrasi, atau PH urin. Kristal asam urat, Kristal


oksalat, atau kalsium fosfat diurin ditemukan sekitar 8% dari seluruh sampel
urin. Namun adanya Kristal kalsium oksalat, asam urat yang persiten harus
meningkatkan kecurigaan kemungkinan terdapat gangguan metabolic seperti
hiperkalsilia, hiperoksalia, atau hiperurikosuria. Kristaluria berkaitan juga
dengan manifestasi klinis lain seperti pembentukan batu radiolusen berulang,
gangguan ginjal akut, atau penyakit ginjal kronis.
s. Bakteri
Bakteri sering ditemukan diurin, disebabkan oleh infeksi atau kontaminasi cairan
genital.

Pemeriksaan Radiologi Pada Ginjal


Radiografi abdomen dan urografi intravena
a. Foto polos abdomen sebelumnya merupakan alat evaluasi utama untuk batu
ginjal. Merupakan pemeriksaan yang cukup bernilai untuk mengevaluasi ukuran
ginjal dan morfologi, terutama untuk mengikuti adanya batu ginjal.
b. Ultrasonografi
Gray scale US memberikan pengukuran yang akurat pada ukuran ginjal,
mengevaluasi ketebalan parenkim, mengidentifikasi hidronefrosis, dan mampu
untuk membedakan lesi solid dari kista. Ultrasonografi Doppler merupakan
bagian dari pemeriksaan gray scale US umtuk mengevaluasi aliran darah di
ginjal.
c. Computed Tomoghraphy
Computed tomoghraphy tanpa kontras merupakan pemeriksaan pilihan untuk
mendeteksi kalkuli ginjal.
d. Magnetic Resonance Imaging
MRI memberikan definisi struktur internal yang lebih superiordan karakterisasi
lesi yang lebih baik, melalui tahapan multiple pada bidang yang bervariasi
(transversal, sagittal, dan koronal), dan penggunaan kontras yang mengandung
25

gadolinium. Struktur solid (hepar, lien, pancreas, ginjal, kelenjar adrenal, uterus,
ovarium, dan prostat) menjadi lebih besar pada imaging pasca kontras dengan
MRI. Magnetic Resonance Angiography (MRA) adalah pemeriksaan yang
ditunjukkan untuk mengevaluasi mutu dan anatomi pembuluh darah, terutama
bila terdapat dugaan stenosis arteri renalis.
e. Radionuklir
f. Metode pemeriksaan ini mengevaluasi perfusi ginjal dan anatomi dan mengukur
fungsi ginjal. Indikasi radionuklir untuk ginjal adalah:
1) Menentukan LFG dan aliran plasma efektif ginjal bahkan pada gangguan
fungsi
2) Mengukur fungsi ginjal masing masing
3) Mendiagnosis hipertensi renovaskular
4) Evaluasi transplant ginjal; aliran anastomosis, obstruksi, ekstravasasi urin
5) Membedakan hidronefrosis obstruktif dari non obstruktif dengan renogram
furosemide dimana pada tipe obstruksi terjadi kelambatan eksresi
g. Renogram
Metode ini memberi informasi aliran darah, uptake ginjal, dam eksresi.
h. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal dapat memberikan gambaran dasar klasifikasi dan pengertian
penyakit ginjal baik primer maupun sekunder.
Manfaat biopsy ginjal
1) Menegakkan diagnosis baik kelainan primer atau sistemik
2) Menentukan prognosis
3) Menentukan opsi pengobatan
4) Mengetahui patofisiologi penyakit ginjal
Indikasi Biopsi
4 kelompok yang merupakan indikasi utama biopsi:
- Sindrom nefrotik
- Penyakit ginjal akibat penyakit sistemik
- Gagal ginjal akut
- Transplantasi ginjal
26

Indikasi lain adalah: proteinuria ringan, hematuria, penyakit ginjal kronik.


Kontraindikasi biopsi:
Status ginjal:
 Kista multiple
 Neuplasma ginjal
 Pielonefritis, dapat mengakibatkan abses
 Kelainan anatomis: ginjal soliter

Status pasien:

 Gangguan koagulasi dan trombo-sitopenia


 Disfungsi trombosit (kontraindikasi relatif) dapat diatasi dengan dialisi atau
desmophresin yang akan merangsang koagulasi thrombosis
 Hipertensi (kontra indikasi relative)
 Uremia
 Obesitas
 Pasien tidak kooperatif

Persiapan biopsy ginjal

USG ginjal
Tekanan diastolic < 95 mmHg
Kultur urin : steril
Status hematologi:
- aspirin/OAINS (NSAID) dihentikan 5 hari sebelum biopsi
- hitung trombosit >100.000
- PT < 1,2 x kontrol
- APTT , 1,2 x kontrol ( bila memanjang singkirkan antikoagulan lupus)
- waktu perdarahan : < 10 menit

Komplikasi

 Komplikasi biopsy ginjal antara lain nyeri, hematoma, hematuria


makroskopik, vistula arteriovena, infeksi dan pembedahan.
 Perdarahan
27

 Fistula arteriovena
 Komplikasi lain : fistula peritoneal/kalises, hematotoraks, perforasi kolon
atau page kidney dimana terjadi tamponade ginjal
 Kematian biasanya terjad karena perdarahan pada kasus risiko tinggi
terutama pada gagal ginjal akut.

E. Penyakit Pada Sistem Perkemihan


a. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Infeksi saluran kemih adalah masalah kesehatan yang serius mengenai jutaan
populasi manusia setiap tahunnya. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah jenis infeksi
yang kedua paling banyak ditemukan setelah infeksi saluran pernafasan.
1) Pemeriksaan fisik
Kandung kemih normalnya tidak dapat diperiksa kecuali jika teregang diatas
simfisis pubis. Pada palpasi, kubah kandung kemih yang teregang teraba licin
dan bulat. Periksa adanya nyeri tekan. Gunakan perkusi untuk memeriksa pekak
dan menentukan seberapa tinggi kandung kemih naik diatas simfisis pubis.
Volume kandung kemih harus 400 sampai 600 ml sebelum pekak muncul.
Distensi kandung kemih akibat obstruksi saluran keluar mungkin disebabkan
oleh striktur uretra, hyperplasia prostat atau karena obat dan gangguan
neurologic misalnya stroke atau skerosis multiple. Nyeri tekan suprapubic sering
terjadi pada infeksi kandung kemih. (Bickley, 2016)

2) Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis ISK yaitu urinalisis dengan
dipstick dan mikroskopis serta kultur urine. Urine normal biasanya
mengandung lekosit dalam jumlah sedikit (<5/lpb (400x), bila jumlahnya
lebih banyak (sebagian dengan kriteria > 5 lpb dan sebagian lain > 10/ lpb)
berarti ada inflamasi pada traktus urinarius. Kriteria untuk menegakan
diagnosis ISK dengan menggunakan bacteriuria adalah sebagaimana di
bawah ini.
28

a. Bakteriuria asimtomatis.
Perempuan:
- Biakan urine 2 x dalam waktu berbeda ≥ 105/ cfu/ ml dengan
kuman sama atau
- Biakan urine 1 x ≥ 105/ cfu/ ml dengan tes nitrit positip.
Laki – Laki:
- Biakan urine 2 x dalam waktu berbeda ≥ 104/ cfu/ ml dengan
kuman sama atau
- Biakan urine 1 x ≥ 104/ cfu/ ml dengan tes nitrit positip.
b. Bacteriuria simtomatis pada perempuan dan laki – laki (uretritis,
sistitis, pielonefritis)
1) Sindroma pyuria – dysuria
3
Biakan urine 1 x > 10 / cfu/ ml disertai piuria > 20 lekosit/
mm3.
2) Akut, infeksi tanpa penyulit
4
Biakan urine 1 x > 10 / cfu/ ml disertai piuria > 20 lekosit/
mm3.
3) Kronis, infeksi dengan penyulit
5
Biakan urine 1 x > 10 / cfu/ ml disertai piuria > 20 lekosit/
mm3.
2. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen, urografi intravena, ultrasonografi abdomen,
sistoskopi, CT scan abdomen, voiding cytourethrography.

b. Proteinuria
Proteinuria didefinisikan sebagai adanya ekskresi protein di urin >150 mg per
jam atau ekskresi albumin > 30 mg per 24 jam (albumin excretion ratio / AER > 30
mg / 24 jam) atau diperkirakan sama dengan albumin creatinineration (ACR) > 30
mg /g (>3mg / mmol). Terminologi proteinuria merujuk pada peningkatan ekskresi
albumin, protein spesifik lain, atau protein total. Albuminuria merujuk pada
peningkatan ekskresi albumin dalam urin.
29

Protein dengan kadar tinggi dapat menyebabkan kerusakan ginjal lebih lanjut
dan menyebabkan percepatan progresivitas penyakit ginjal. Proteinuria juga
merupakan faktor risiko yang kuat dan independen untuk penyakit kardiovaskuler
dan kematian, terumata pada pasien usia tua, diabetes, hipertensi, dan penyakit
ginjal kronis.
Sebagian besar penyakit glomerulus primer yang dihubungkan dengan
proteinuria (misal glomerulonefritis membranous) dan penyakit ginjal sekunder
(misal nefrotik diabetikum), sering terdapat pada pria daripada wanita. Sehingga
proteiuria persisten terdapat 2 kali lipat pada pria daripada wanita.
1) Pemeriksaan Fisik
Adanya tanda- tanda edema perifer dan asites yang memberi arti adanya
kelebihan cairan atau albumin serum yang rendah. Pada kasus proteinuria
transien, tanda dari pemeriksaan fisik mungkin ditemukan demam (suhu >38,0),
nyeri pinggang bagian dari infeksi pielonefritis, perdarahan urologi, proteiuria
ortostatik yang bersifat sementara.
Pada kasus proteinuria persisten, tanda – tanda dari pemeriksaan fisik
mungkkin bervariasi sesuai dengan penyebabnya. Adapun pemeriksaan klinis
terkait proteiura persisten lebih rinci sebagai berikut :
- Jika ada demam maka ptroteinuria persisten mungkin merupakan tanda dari
nefritis interstitial, penyakit Fabry,HUS, atau TTP.
- Jika ada edema (dalam bentuk efusi pleura, asites,atau edema perifer) munkin
proteinuria persisten ini merupakan tanda penyakit ginjal (tipe minimal
change, focal segmental) glomerulosklerosis, nefropati membranosa,
glomerulonefritismemeranoproliferative, IgA nefropati, SLE, paska infeksi
glomerulonefritis,amiloidosis, light and heavy chain deposition
diseases,fibrillary and immunotactoid glomerulopathy, light chain cast
nephropathy,HUS,TTP.
- Hipertensi sendiri dapat menyababkan proteinuria atau mungkin merupakan
tanda dari penyebab lain, termasuk HUS, TTP, skleroderma krisis ginjal,
penyakit glomerulus, IgA nefropati, SLE, glomerulonefritis paska infeksi,
amiloidosis.
30

- Kelemahan nerologis ( neurological weakness) mungkin menjadi tanda


hiperkalsiuria, keracunan logam berat, SLE, neropati diabetes, atau vaskulitis.
- Ruam kulit mungkin merupakan tanda glomerulonefritis
membranoproliferative krioglobulinemia, nefritis interstitial, HUS, TTP,
vaskulitis, keracunan logam berat, sindrom Fanconi atau SLE.
- Obesitas mungkin menjadi tanda sindrom metabolik.

2) Pemeriksaan Penunjang
Proteinuria dapat dihitung dengan beberapa cara: Metode Semi Kuantitatif dan
Kuantitatif
a. Metode semi kuntitatif
- Pemeriksaan urin dipstik disamping menghitung proteinuria dapat juga
memberi informasi untik parameter lain seperti darah urin, glukosa,keton,
Ph, gravitasi, lekosit esterase, dan tetrabromophenol blue, menyebabkan
warna yang bebeda tergantung konsentrasi albumin.
- Pemeriksaan Asam Sulfosalisilat ( Sullfosalicylic acid / SSA)
Tidak seperti pemeriksaan urin dipstik rutin , yang hanya dapat mendeteksi
albumin, SSA dapat mendeteksi semua protein, tetapi lebih sensitif terhadap
protein seperti Bence Jones. Pemeriksaan SSA positif pada dipstik yang
negatif mengindikasikan proteinuria non albumin, seperti adanya
immunoglobulin rantai ringan. Hasil pemeriksaan SSA berupa skala 0-+4,
mirip dengan pemeriksaan dipstik rutin.
- Pemeriksaan albumin
Pemeriksaan menggunakan strip yang lebih sensitif untuk albumin. Strip
yang dilengkapi dengan pemeriksaan immuno assay dapat mendeteksi
konsentrasi albumin sampai dengan 30 mg/ 24 jam, di mana dengan dipstik
biasa hanya sampai 300 mg/ 24 jam.
b. Metode Kuantitatif
- Analisa spot urine
Analisa spot urine untuk rasio protein terhadap kreatinin (UPCR) dan rasio
albumin terhadap kreatinin (UACR) lebih disukai daripada mengumpulkan
31

urin 24 jam untuk menghitung proteiuria.Pengukuran UACR dikatakan


sebaik pengumpulan urin 24 jam dalam menghing proteinuria (evidence A).
UACR digunakan untuk menilai mikroalbuminuria, sedangkan UPCR
digunakan ketika proteinuria diduga lebih dari 300 mg / hari. Pengambilan
sampel lebih disukai urin pagi hari.
- Pengumpulan urin 24 jam
Pengumpulan urin 24 jam adalah pengukuran yang paling akurat untuk
menghitung proteiuria. Tetapi pemeriksaan ini menjadi tidak akurat ketika
ada kesulitan dalam pengumpulan urin. Protein urin 24 jam lebih disukai
pada pasien yang ekskresi kreatin urin agak sulit di percaya. Pengukuran
kreatinin urin 24 jam harus di ukur pada spesimen urin yang sama

c. Hematuri
Hematuria makroskopis (gross hematuria) adalah urin berwarna merah darah
yang dibuktikan dengan adanya 2500 sel eritrosit dalam 1 ml urin atau 1 liter urin
mengandung lebih dari lcc darah. Hematuria mikroskopik menurut (The American
Urological Association) adalah urin yang mengandung sel eritrosit> 3 sel atau lebih
per bidang berdaya tinggi (per high-power field) berdasar pemeriksaan mikroskop
dan dapat dilakukan minimal 2 kali periksa berbeda hari.
Untuk doperhatikan bahwa bila dijumpai urin berwarna merah, hal tersebut
tidak selalu dikarenakan sel darah merah. Warna merah atau kemerahan Warna
coklat dapat diakibatkan oleh: Hemoglobin atau mioglobin dalam urin, Porfiria,
makanan (misalnya, bit, rhubarb, kadang-kadang pewarna makanan), Obat-obatan
(phenazopyridine, Pyridium, diphenylhydantoin, metildopa Aldomet, dan lain lain)
Faktor risiko melewatkan hematuria:
a. Usia> 40 tahun,
b. Riwayat risiko,
c. Pemaparan bahan kimia atau pewarna (benzena atau amina aromatik),
d. Riwayat gross hematuria sebelumnya,
e. Riwayat risiko urologi,
f. Riwayat infeksi saluran kemih,
32

g. Riwayat iradiasi daerah panggul,


h. Penalahgunaan minum obat analgesik,
i. Riwayat Penggunaan antara lain obat Cyclophospamide
j. Riwayat pasien baru menghabiskan waktu di daerah endemik penyakit
Schistosoma haematobium seperti di Afrika, India dan bagian dari Timur
Tengah. Parasit ini dapat melawan saluran kemih hingga menimbuilkan
hematuria.

Lakukan pemeriksaan fisik:


Dalam kasus hematuria penting sekali melakukan pemeriksaan fisik yang diminta
dengan mudah mencari penyebab hematuri pada pasien. Selama memeriksa fisik
sebagai berikut:
a) Pada sesi tanda vital perlu memperhatikan adakah demam atau hipertensi.

b) Pada pemeriksaan kepala, perlu diperiksa adakah udem palpebra, butterfly


appearnce

c) Pada pemeriksaan ekstremitas perlu dipertimbangkan adakah edema (yang


menunjukkan kemungkinan gangguan glomerulus yang menyebabkan
hemturia), ruam di kulit (yang menunjukkan vaskulitis, SLE, atau
imunoglobulin A terkait vaskulitis).

d) Pada pemeriksaan jantung, perlu dipertimbangkan adanya murmur. Adanya


murmur terkait dengan hematuria terkait dengan penyakit endokarditis.

e) Pada pemeriksaan regio abdomen, perlu diperhatikan adakah massa / tumor


yang bisa menyebabkan hematuria; atau adakah nyeri tekan di atas daerah
ginjal. Jika ditemukan tumor atau nyeri tekan maka hal besar terkait dengan
hematuria.

f) Pada kasus pasien pria, jika perlu periksa colok dubur maka pemeriksaan
prostatnya. Jika dianggap ada dugaan kuat tentang hematuria terkait dengan
pembesaran prostat.
33

Evaluasi Laboratoris Sederhana Terhadap Hematuria

Mulailah langkah-langkah sederhana yang berkaitan dengan hal-hal yang


dibutuhkan adaiah hematuria berdasarkan urinalisis urin. Ingat bahwa urin merah
tidak selalu disebabkan oleh sel-sel eritrosit. Warna merah atau kemerahan warna
coklat tersebut harus dipikirkan bebrapa kemungkinan ,warna merah disebabkan :
a) Hemoglobin (yang membawa oksigen dalam sel darah merah) dalam urin karena
kerusakan sel darah merah.

b) Protein otot (mioglobin) di dalam urin karena kerusakan sel otot.

c) Porphyria (gangguan yang disebabkan oleh kekurangan enzim yang terlibat


dalam produksi heme, suatu komposisi kimia yang mengandung zat besi dan
memberikan darah warna merah).

d) Makanan (misalnya, bit, rhubarb, dan kadang-kadang pewarna makanan).

e) Obat-obatan. Yang paling sering adalah obat seperti Phenazopyridine, Pyridium,


Metildopa, Rifampisin

f) Kontaminasi darah dari jalan peranakan pada wanita baik dari proses menstruasi,
perdarahan vagina saat berkemih urin tercampui darah tersebut. Maka dari itu,
spesimen harus diperoleh dengan kateterisasi untuk menghindari kontaminasi
oleh sumber darah nonurin.

d. Batu Ginjal
Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak
zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih
mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari
sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk
di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di
saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli
karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentuk di dalam divertikel uretra.
1) Pemeriksaan Fisik
a. Eliminasi :
34

- Hematuria : adanya darah dalam urin


- Dysuria : rasa terbakar saat miksi ( berkemih )
- Oliguria : pengurangan volume urin karena obstruksi dari buli-buli
atau uretra karna batu
b. Nyeri ( kenyamanan ) :
- Nyeri kolik
- Nyeri pada pinggang

2) Pemeriksaan Penunjang
a. Urinalisa : berwarna kuning, coklat, berdarah,menunjukan adanya sel darah
merah, sel darah putih terdapat Kristal dan serpihan, bakteri, pus, PH urine
asam.
b. Urine ( 24 jam ) : kreatinin, asam urat, kalsium,fosfat,protein dan elektrolit
meningkat
c. Kultur urine : menunjukan adanya infeksi saluran kemih
d. Darah lengkap :
- Sel darah putih menigkat
- Sel darah merah normal
e. Foto rontgen : mununjukan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada
area ginjal dan sepanjang ureter.
f. IVP : untuk mengetahui urolithiasis seperti adanya penyebab nyeri
abdominal atau panggul
g. USG ginjal : untuk meenentukan perubahan obstruksi, lokasi batu

e. Ginjal Kronis
Penyakit ginjal kronis adalah sindroma klinis karena penurunan fungsi ginjal
secara bertahap sebagai akibat kerusakan ginjal dengan atau tanpa penurunan Laju
Filtrasi Glomerulus (GFR). Dapat berupa kelainan patologi, komposisi darah atau
urine, atau kelainan radiologi.

1) Gejala klinis penyakit ginjal kronis


35

Gejala yang timbul pada PGK erat hubungannya dengan penurunan fungsi
ginjal, yaitu :
a. Kegagalan fungsi ekresi, penurunan LFG, gangguan reabsorsi dan sekresi
tubulus. Akibatnya akan terjadi penumpukan toksin uremik dan gangguan
keseimbangan cairan, elektrolit serta asam-basa tubuh
b. Kegagalan fungsi hormonal

 Penurunan eritropoetin
 Penurunan vitamin D3 aktif
 Gangguan sekresi renin

2) Evaluasi dan Tatalaksana


Apabila seseorang sudah ditetapkan ada peningkatan risiko mengalami
PGK tetapi belum mengalami PGK maka perlu evaluasi sebagaimana di bawah
ini :
1. Evaluasi klinis untuk semua pasien
 Pengukuran tekanan darah
 Kreatinin serum untuk mengukur GFR
 Rasio protein – kreatinin atau rasio albumin – kreatinin pagi hari, atau
spesimen urin sewaktu (untimed spot urine specimen)
 Pemeriksaan sedimen urin atau disptik untuk deteksi adanya sel darah
merah dan sel darah putih
2. Avaluasi klinis untuk pasien tertentu (tergantung faktor resiko)
 USG (misalnya untuk pasien dengan gejala obstruksi saluran kemih,
infeksi atau batu, riwayat keluarga penyakit ginjal polikistik)
 Elektrolit serum (Na, K, Cl, bikarbonat)
 Konsentrasi urin (berat jenis atau osmolalitas)
 Keasaman urin (pH)
Pada pasien yang sudah ditetapkan menderita PGK, harus dikembangkan suatu
clinical action plan berdasarkan stadium PGK. Pasien dengan PGK harus
dievaluasi untuk menentukan :
36

 Diagnosis (jenis penyakit ginjal)


 Kondisi komorbid
 Keparahan, melalui penentuan derajat fungsi ginjal
 Komplikasi, berhubungan dengan derajat fungsi ginjal
 Risiko hilangnya fungsi ginjal
 Risiko penyakit kardiovaskuler
KDIGO 2012 menyarankan evaluasi untuk pasien PGK meliputi :
 Evaluasi kronisitas : riwayat penyakit, hasil pemeriksaan sebelumnya
 Evaluasi penyebab : riwayat penyakit pasien dan keluarga, faktor sosial
dan lingkungan, obat, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan laboratorium,
radiologi maupun patologi
 Evaluasi GFR : sebagai langkah awal dengan perhitungan rumus
menggunakan kreatinin serum, kemudian tambahkan tes lain sepertin
Cystatin C atau pengukuran klirens kreatinin
 Evaluasi albuminaria : sebagai langkah awal bisa dilakukan pemeriksaan
urin (disarankan sampel urin pagi hari) yaitu urine albumin to creatinine
ratio(ACR), urine protein to creatinine ratio (PCR), menggunakan reagent
strip urinalysis for total protein

Tata laksana pasien PGK


Dalam praktek sehari – hari tata laksana PGK adalah sebagai berikut :
1. Pengobatan untuk initiation factor
Initiation factor adalah faktor – faktor yang dapat menyebabkan
kerusakan ginjal secara langsung. Misalnya diabetes meilitus, tekanan darah
tinggi, uropati obstruktif, keracunan obat, infeksi saluran kemih, mekanisme
yang perantarai imun, toksisitas obat secara langsung. Dan diabetes meilitus
merupakan penyebab PGK di seluruh dunia.
2. Pengendalian keseimbangan air dan garam
Pemberian cairan per 24 jam disesuaikan dengan produksi urine, yaitu
produksi urine 24 jam ditambah 500ml. Furosemide dosis tinggi masih dapat
dipakai pada awal PGK, akan tetapi pada fase lanjut tidak lagi bermanfaat
37

dan pada obstruksi merupakan kontra indikasi. Asupan garam tergantung


evaluasi elektrolit. KDIGO 2012 merekomendasikan untuk membatasi
asupan sodium < 90 mmol/hari atau < 2g/hari (setara dengan NaCl 5g) pada
orang dewasa, kecuali ada kontra indikasi. Penimbangan berat badan,
pemantauan produksi urin serta pencatatan keseimbangan akan membantu
pengelolaan keseimbangan cairan dan garam.
3. Diet rendah protein dan tinggi kalori
Asupan protein dibatasi 0,6 – 0,8 gram/kgBB/hari. Rata – rata kebutuhan
protein sehari pada penderita PGK adalah 20 – 40 gram. Kebutuhan kalori
minimal 35kcal/kgBB/hari. Diet rendah protein tinggi kalori diharapkan
dapat memperbaiki keluhan mual, menurunkan BUN dan dapat memperbaiki
gejala uremik.
4. Pengendalian gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa
Gangguan keseimbangan elektrolit yang sering dijumpai pada PGK adalah
hiperkalemia. Pengobatan konservatif hiperkalemi adalah :
a. Tahap pertama adalah menstabilkan miokardium dengan pemberian Ca
Gluconat 10% sebanyak 10ml dalam waktu lebih dari 2 menit.
b. Tahap kedua adalah usaha unrtuk mendorong perpindahan K dari CES
masuk ke CIS, sehingga K serum dapat segera diturunkan :
- Insulin : insulin diberikan 5 – 10 unit IV. Untuk mencegah terjadinya
hipoglikemia secara simultan dibrikan dextros 50% sebanyak 50ml
secara IV pelan lebih dari 5 menit. Pada pasien DM bila gula darahnya
tinggi , cukup diberikan insulin saja tanpa dextrose.
- β – Agonist : diberikan albuterol 10 – 20mg dengan NaCl 0,9% 4cc
melalui nebulizer dalam waktu lebih dari 10 menit. Onset of action
albuterol 30 menit.
- Sodium bicarbonat (nabic) : banyak penelitian melaporkan bahwa
pemberian nabic tidak atau hanya sedikit menurunkan K serum.
Diberikan bila juga didapatkan asidosos metabolik.
c. Mengeluarkan K dari tubuh dengan pemberian/tindakan :
38

- Diuretik : hanya bisa bekerja bila fungsi ginjal masih adekuat,


bermanfaat bila produksi urin masih cukup
Pottasium exchange resin
Hemodialisis : merupakan terapi definitif untuk mengeluarkan K dari
tubuh.
5. Pengelolaan hipertensi
KDIGO 2012mengusulkan/merekomendasikan pengelolaan hipertensi
sebagai berikut:
- Pada pasien DM maupun non DM dewasa disertai PGK dan eksresi
albumin urin <30mg /24 jam (atau ekivalen) dengan TDS ≤140 mmHG
atau TTD ≤ 90 mmHG.
- Pada pasien DM maupun non DM dewasa disertai PGK dan ekresi
albumin urin ≤ 30mg/ 24 jamdengan TDS > 130 mgHG atau TTD
>80mmHG,di terapi dengan obat anti hipertensi untuk memelihara TDS
≤130 mmHG atau TTD ≤ 80mmHG
- Di usulkan bahwa ARB atau ACE-I di gunakan pada pasien DM dewasa
dengan PGK dan eksresi albumin 30-300 mg/24 jam ( atau ekivalen)
- Direkomendasikan bahwa ARB atau ECE-1 di gunakan paadapasien DM
maupun non DM dewasa dengan PGK dan eksresi albumin urin >
300mm/24 jam (atau ekivalen).
- Bukti-bukti yang ada tidak cukup untuk merekomendasikan kombinasi
ACI-1 dengan ARB untuk mencegah progresi PGK
6. Pencegahan dan pengobatan metabolik bone desease
Adanya PGK berpengaruh terhadap regulasi Ca dan P,yang kemudian
akan menyebabkan hiperparatiroid sekunder dan penyakit tulang
metabolik.Pendekatan terapi yang di lakukan adalah diit rendah posphate
( 800-1000 mg /hari),pemberian suplemen vitamin D atau analog vit D, dan
bila tetap terjadi hiperparatiroid refakter dilakukan paratiroidektomi.KDIGO
2012 merekomendasikan pemeriksaan kadar Ca, P, PTH serum dan aktifitas
alkali phospatase.
7. Pengelolaan anemia
39

Anemia terjadi pada mayoritas pesien yang mengalami penurunan fungsi


ginjal, dengan penyebab : defesiensi eritrophoietin, defisiensi besi fungsional
maupun absolut, kehilangan darah, adanya inhibitor uremik, umur sel darah
merah di sirkulasi memendek, defisiensi asam folat dan vitamin B12,
kombinasi. Evaluasi anemia pada PGK adalah pemeriksaan darah lengkap,
juga dilengkapi dengan pemeriksaan serum ion (SI), total ion binding
capacity (TIBC) dan feritin serum. Terapi eritropoietin rekombinan bisa
diberikan pada penderita PGK yang menjalani HD maupun pada penderita
PGK pra-HD.
8. Deteksi dan pengobatan infeksi
Penderita PGK merupakan penderita dengan respons imun yang rendah,
sehingga kemungkinan mengalami infeksi harus selalu dipertimbangkan.
Gejala febris kadang tidak muncul karena keadaan respons imun yang
rendah ini.
9. Tata laksana pengobatan dan keselamatan pasien
Penggunaan obat nefrotoksik misalnya aminoglikosida, cotrimoksazole,
amphotericin sebaiknya dihindari dan hanya diberikan pada keadaan khusus
dan pertimbangan yang matang. KDIGO 2012 merekomendasikan untuk
menghentikan sementara obat – obat yang berpotensi nefrotoksik dan
diekskresi melalui ginjal pada GFR < 60 ml/men/1,73 m 2 pada individu
dengan penyakit serius yang meningkatkan terjadinya AKI, termasuk disini
adalah penggunaan RAAS blokers (ACE-I, ARBs, inhibitor aldosteron,
direct renin inhibitor), diuretik, NSAIDs, metformin, lithium dan digoxin.
KDIGO juga tidak merekomendasikan herbal pada pasien PGK.
10. Persiapan Dialisis dan transplantasi
Penderita PGK dan keluarganya sudah harus diberitahu sejak awal
bahwa pada suatu saat penderita akan memerlukan HD atau transplantasi
ginjal. Pembuatan akses vaskuler sebaiknya sudah dikerjakan sebelum
klirens kreatinin di bawah 15 ml/menit.
11. Terapi pengganti ginjal
Komplikasi yang merupakan indikasi untuk tindakan HD antara lain :
40

a. Ensefalopati uremik
b. Perikardiris atau pleiritis
c. Neuropati perifer progresif
d. ODK progresif
e. Hiperkalemia yang tak dapat dikendalikan dengan pengobatan
medikamentosa
f. Sindroma overload
g. Infeksi yang mengancam jiwa
h. Keadaan sosial

f. Acute Kidney Injury (AKI)


Acute Kidney Injury (AKI) Didefinisikan oleh Kidney Disease Initiative Global
Outcome (KDIGO) sebagai salah satu dari :
- Peningkatan Kreatininin Serum lebih atau sama dengan 0,3 mg/dL dalam 48
jam,
- Penigkatan kreatinin serum sampai lebih atau sama dengan 1,5 kali dari nilai
dasar sebelumnya (baseline) yang sudah diketahui sebelumnya atau diperkirakan
telah timbul dalam 7 hari sebelumnya,
- Volume urine kurang dari 0,5 mg/kgBB/jam selama 6 jam

a. Pemeriksaan Klinis
Saat pertama kali mendapatkan seorang pasien dengan penurunan fungsi
ginjal ,maka Assesment nya adalah menetukan apakah penurunan fungsi ginjal
tersebut akut atau kronik. Diantaranya adalah :
1. Oliguria, yang baru terjadi mengarahkan pada kemungkinan diagnosis AKI
2. Tanyakan adanya Uremia, kelelahan, mual, muntah, tidak nafsu makan
yang menunjukkan adanya riwayat penyakit Hipertensi, Diabetes Mellitus,
Penyakit pembuluh darah dan juga Pasien yang berusia lanjut
b. Pemeriksaan Penunjang
1. USG Ginjal
2. Pemeriksaan Urinalisis AKI Pra Renal & Renal
41

Komponen Pre Renal Renal


Perbandingan BUN : Kreatinin >20 <20
Fraksi Filtrasi Na (%)
Fraksi Ekskresi Urea (%) <1 >2
Osmolaritas Urine (mOsm/L) <35 >35
Sedimen Urine (jenis cast) >500 <400
Natrium urine (mEq/L) hyalin granular
<20 >40

g. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah salah satu jenis penyakit ginjal di mana terjadi
peradangan pada glomerulus. Glomerulus merupakan bagian ginjal yang berfungsi
sebagai penyaring dan membuang cairan serta elektrolit berlebih, juga zat sisa
(sampah) dari aliran darah. Kerusakan pada glomelurus akan menyebabkan
terbuangnya darah serta protein melalui urine.
1) Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelemahan (malaise)
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus otot
b. Sirkulasi
Tanda : hipertensi, pucat,edema.
c. Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (oliguri)
Tanda : Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
d. Makanan atau cairan
Gejala : edema, anoreksia, mual, muntah
Tanda : penurunan keluaran urine
e. Pernafasan
Gejala : nafas pendek
42

Tanda :Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman


(pernafasan kusmaul)
f. Nyeri (kenyamanan)
Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah

2) Pemeriksaan Penunjang
Hasil yang didapat Pada laboratorium :
a. Hb menurun ( 8-11 )
b. Ureum dan serum kreatinin meningkat.
- Ureum
Laki-laki : 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam
Wanita : 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam
- Serum kreatinin
Laki-laki : 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl
Wanita : 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl
c. Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
d. Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus
koligentes)
e. Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin Å, Eritrosit Å,
leukosit Å)
f. Pemeriksaan darah
- LED meningkat.
- Kadar HB menurun.
- Albumin serum menurun (++).
- Ureum & kreatinin meningkat.
- Titer anti streptolisin meningkat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan
darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih)
Antomi system perkemihan terdiri dari :
1. Ginjal
2. Uretra
3. Kandung kemih
4. Uretha

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, Kelompok merumuskan saran yang dapat


diaplikasikan dalam berbagai kalangan antara lain :

1. Perawat

Diharapkan untuk perawat memahami anatomi fisiologi sistem


perkemihan, sehingga dapat membantu klien dengan baik dalam
menghadapi proses sistem perkemihan. Perawat juga diharapkan dapat
menerapkan asuhan keperawatan sistem perkemihan dengan baik.

2. Masyarakat

Dengan mengetahui setiap individu mengenai anatomi fisologi sistem


perkemihan, diharapkan masyarakat dapat mengetahui penyakit tentang
sistem perkemihan.

41
42
DAFTAR PUSTAKA

Bickley, Lynn. (2016). Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Jakarta : EGC.
Nuari, Nian Afrian. (2017). Gangguan Pada System Perkemihan & Penatalaksanaan
Keperawatan. Yogyakarta: CV Budi Utama.
Tjokroprawiro, Askandar, dkk. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai