Judul Penelitian : Uji efek antipiretik ekstrak daun belimbing wuluh (averrhoa
bilimbi L.) pada tikus putih jantan galur wistar (Rattus
norvegicus).
Komisi Pembimbing : 1. Prof. Dr. Edwin de Queljoe, M.Sc, Sp, And (Ketua)
2. Julianri Sari Lebang S.Si.,M.Si., Apt (Anggota)
Hari/Tanggal : Senin 15 Juni 2020
Jam : 13.00 WITA
Tempat : Rumah
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FARMASI
Alamat : Kampus UNSRAT Manado 95115
FMI
Telp. 08114314386, (0431) 864386, Fax. (0431) 864386
Email: mipa@unsrat.ac.id; Laman: www.unsrat.ac.id ; www.fmipa-unsrat.com
NIM : 16101105075
Manado, ………….
Menyetujui,
Koordinator Program Studi Farmasi
Paulina V.Y.Yamlean,S.Si,M.Kes,Apt
NIP.198006052009122002
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FARMASI
Alamat : Kampus UNSRAT Manado 95115
Telp. 08114314386, (0431) 864386, Fax. (0431) 864386
Email: mipa@unsrat.ac.id ; Laman: www.unsrat.ac.id : www.fmipa-unsrat.com
NIM : 16101105075
Pelaksanaan Seminar
Yang menyetujui :
Tanda Hari,
No. Nama Dosen Jam
Tangan Tanggal
Prof. Dr. Edwin de Queljoe, M.Sc, Sp, And
1.
(Dosen Pembimbing 1)
Julianri Sari Lebang S.Si.,M.Si.,Apt
2.
(Dosen Pembimbing 2)
Prof. Fatimawali.,M.Si.,Apt
3.
(Dosen Penguji 1)
Meilani Jayanti, S.Farm.,M.Farm.,Apt
4.
(Dosen Penguji 2)
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
NIM : 16101105075
Judul : Uji efek antipiretik ekstrak daun belimbing wuluh (averrhoa bilimbi L.)
pada tikus putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus).
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Edwin de Queljoe, M.Sc, Sp, And Julianri Sari Lebang S.Si.,M.Si.,Apt
Ketua Anggota
I. PENDAHULUAN
Pengobatan tradisional adalah satu upaya untuk sehat dengan cara yang
berbeda dari ilmu kedokteran, sedangkan obat tradisional merupakan suatu obat
yang di buat dari bahan –bahan yang di peroleh dari tanaman, hewan atau mineral
yang berupa zat murni yang digunakan secara turun temurun. Pilihan untuk
tanaman obat tradisional pada saat ini sangat berkembang pada kalangan
masyarakat, ini terjadi karena cara penggunaannya yang praktis, bahan yang mudah
di dapatkan, resiko efek samping yang relatif lebih kecil, harganya dapat dijangkau,
(Soesilo, 1992). Pengobatan tradisional merupakan pengobatan dengan
menggunakan bahan atau ramuan bahan yang di ambil dari bahan alam contohya
seperti tumbuhan yang dimanfaatkan untuk mengobati berbagai macam penyakit
dan di pakai secara turun temurun oleh masyarakat Indonesia (Hargono,1992).
Senyawa kimia yang memiliki efek sebagai antipiretik adalah flavonoid dan
tanin yang dapat menghambat enzim siklooksigenase yang berperan dalam
biosintesis prostaglandin sehingga demam terhambat (Robinson, 1995). Ekstrak
metanol buah belimbing wuluh diantaranya mengandung alkaloid, saponin, tanin,
flavonoid, fenol dan triterpenoid. Selain itu juga diketahui bahwa ekstrak metanol
buah belimbing wuluh memiliki aktivitas antioksidan (Hasanuzzaman.,et al. 2013).
Daun belimbing wuluh mengandung senyawa flavonoid, fenol, alkaloid, tanin dan
kumarin (Valsan dan Raphael, 2016). Menurut Harborne (1987) tanin dapat
diisolasi dari daun belimbing wuluh menggunakan metode maserasi, sedangkan
cara terbaik untuk memisahkan dan mengidentifikasi senyawa fenol adalah dengan
kromatografi lapis tipis (KLT).
Penelitian obat tradisional di Indonesia belum sepenuhnya terlaksanakan,
namun sejak dahulu masyarakat telah menggunakannya dengan berbagai indikasi.
Salah satu tumbuhan obat yang berpotensi untuk dikembangkan ke arah yang lebih
modern adalah sambiloto dan belimbing wuluh (Depkes, 2000).
Obat antipiretik adalah obat yang digunakan untuk mengatasi demam. Obat-
obat ini mudah diperoleh tanpa resep. Ketika dikgunakan pada waktu yang singkat,
obat-obat ini pada dasarnya aman dan efektif. Tetap dengan adanya berbagai
macam obat antipiretik yang tersedia di pasaran, alangkah lebih baik harus dipilih
1
obat yang paling optimal untuk pasien pada keadaan tertentu. Pada saat memilih
obat tersebut harus mempertimbangkan keaadaan pasien, penyakit yang diderita,
obat lain yang diminun pada waktu bersamaan, harga, dan respon tubuh pasien
terhadap terapi (Boediwarsono, 2006).
Banyaknya peredaran bebas obat-obatan sintetik pada masyarakat serta
banyaknya masalah-masalah yang umum terkait tentang pengonsumsian obat
analgesik dan antipiretik tersebut, tetapi harus mengikuti dosis dan anjuran.
Masalah tersebut antara lain : keracunan yang disebabkan oleh dosis obat yang di
jual bebas tersebut terlalu tinggi dan juga bisa terjadi alergi saat mengkonsumsi
obat-obatan tersebut (Nancy, 2006).
Oleh karena itu, penelitian yang mengembangkan sediaan antipiretik yang
berasal dari bahan alami perlu dilakukan.
Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan
daun belimbing wuluh yang diekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol
sebagai antipiretik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol daun belimbing
wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada tikus putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus)
dapat bersifat antipiretik.
2
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi ilmiah kepada
masyarakat tentang manfaat daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) untuk
pengobatan antipiretik.
2.1.1 Klasifikasi
3
2.1.2 Morfologi
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut
cair yang sesuai. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat
digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain.
Diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah
pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes RI, 2000).
Ekstraksi memiliki prinsip yaitu dengan memisahkan dua komponen atau
lebih berdasarkan perbedaan kelarutan komponen tersebut dalam pelarut ysng
digunakan. Secara umum ekstraksi dengan pelarut dapat dibedakan menjadi dua
yaitu dengan ekstraksi tunggal dan ekstraksi bertingkat. Ekstraksi tunggal yaitu
dilakukan dengan cara merendam sampel dengan satu jenis pelarut sedangkan
ekstraksi bertingkat yaitu dilakukan dengan cara merendam sampel dengan pelarut
4
berbeda-beda secara berurutan, dimulai dengan pelarut non polar, pelarut dengan
yang kepolarannya menengah kemudian pelarut polar (Harborne, 1987).
2.3 Tikus
Kingdom : Animalia
Divisi : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Gambar 2. Tikus galur wistar (Rattus norvegicus L.) (Dokumentasi pribadi, 2020)
2.4 Demam
Demam adalah salah satu gejala dalam timbulnya penyakit, yang paling utama
yaitu karena adanya infeksi, dan perubahan status klinis pasien. Naiknya suhu tubuh dapat
menandakan adanya gangguan metabolik (Tierny dkk, 2004).
Demam merupakan suatu gejala klinis yang sering timbul pada berbagai
penyakit, seperti malaria, demam berdarah, dan influenza. Tubuh dianggap demam
apabila suhu tubuh mencapai 0,5°C di atas suhu normal (Toien dan Mercer, 1998).
6
Peningkatan suhu tubuh pada kondisi patologik diawali dengan pelepasan suatu zat
pirogen endogen atau sitokin interleukin-1 ( IL-1) yang memicu pelepasan
prostaglandin yang berlebihan pada daerah preoptik hipotalamus. Prostaglandin E2
terbukti dapat menimbulkan demam setelah diinfus ke ventrikel serebral atau
disuntikan ke daerah hipotalamus. Obat mirip aspirin dapat menekan efek zat
pirogen endogen dengan menghambat sintesis prostaglandin (Wilmana, 1995).
Demam bisa diatasi dengan pemberian sediaan antipiretik sintetik, seperti
parasetamol, aspirin, dan fenilbutazon. Sediaan antipiretik sintetik tersebut efektif
menurunkan suhu tubuh. Namun, memiliki efek samping yang cukup serius jika
dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama, antara lain hepatotoksik pada
pemberian parasetamol (Ozougwa dan Eyo, 2015). Iritasi lambung pada pemberian
asam asetil salisilat, dan epidermal nekrolisis pada pemberian fenilbutazon
(Caimmi et al., 2012).
2.5 Antipiretik
Antipiretik adalah golongan obat yang dipakai pada saat demam, guna menurunkan
suhu tubuh. Cara kerjanya adalah dengan melebarkan pembuluh darah di kulit, sehingga
terjadi pendinginan darah oleh udara luar. Obat antipiretik juga merangsang agar
berkeringat. Penguapan keringat juga turut menurunkan suhu tubuh. Sistem kerja obat
antipiretik adalah mempengaruhi bagian otak yang kerjanya mengatur suhu badan bagian
ini terletak di bagian dasar otak (Suradikosumah, 2007).
2.6 Parasetamol
Parasetamol atau asetaminofen adalah salah satu obat antipiretik dan analgetik
yang sering dipakai di seluruh dunia. Parasetamol biasa digunakan untuk mengatasi nyeri
ringan dan sedang seperti sakit kepala, mialgia dan nyeri postpartum (Katzung, 2012).
Dalam plasma, 25% parasetamol terikat pada protein plasma dan sebagian
dimetabolisme oleh enzim mikrosomal hati dan diubah menjadi sulfat dan glukuronida,
dimana secara farmakologis tidak aktif, kurang dari 5% diekskresikan dalam keadaan tidak
berubah, dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi. Waktu paruh parasetamol adalah
2-3 jam dan relatif tidak terpengaruh oleh fungsi ginjal. Dengan adanya ketoksikan dan
penyakit hati, waktu paruhnya meningkat dua kali lipat atau lebih (Katzung, 2002).
7
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni 2020 sampai dengan selesai di
Laboratorium Penelitian Farmasi Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi, Manado.
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain syringe 1 mL,
termometer digital, ayakan 200 mesh, oven, spuit pencekok/oral 3 ml, vacuum
evaporator, batang pengaduk, timbangan analitik, gelas ukur (Pyrex), beker gelas
(Pyrex), kertas saring, sarung tangan lateks dan kain, masker, botol sampel,
gunting, blender, cawan petri (Pyrex), kandang.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain tikus putih jantan
galur wistar (Rattus novergicus) 15 ekor, daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi
L.) CMC (carboxymethylcellulose), aquades, etanol 96%, pangan tikus wistar
jantan (Rattus novergicus) berupa beras jagung, parasetamol 500 mg, vaksin DPT.
8
Objek yang digunakan pada penelitian ini yaitu tikus putih jantan galur
wistar (Rattus novergicus) yang berumur 2 – 3 bulan dan berat badan 150-200 gram
dengan jumlah 15 ekor.
9
3.4.1 Pengambilan sampel
10
Dosis parasetamol untuk manusia adalah 500 mg, maka dosis parasetamol untuk
tikus putih adalah 500 mg x 0,018 = 9 mg (0,018 merupakan faktor konversi dosis
manusia ke tikus putih). Kemudian dilakukan uji keseragaman bobot. Tablet parasetamol
500 mg ditimbang sebanyak 20 tablet, kemudian digerus dan ditimbang berat serbuk.
Serbuk parasetamol diambil sebanyak 108 mg kemudian dimasukkan dalam mortar dan
ditambahkan dengan suspensi CMC sedikit demi sedikit sambil digerus hingga homogen,
lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Kemudian volumenya dicukupkan hingga 10
ml dengan suspensi CMC.
Uji Keseragaman Bobot
Berat 20 tablet
jumlahtablet
12000 mg
= 600 mg
20
600 mg
x 9 mg = 10,8 mg
500 mg
10,8 mg
x 10 ml = 108 mg
1 ml
Jadi dalam setiap 1 ml mengandung 10,8 mg parasetamol.
Hewan uji dipuasakan terlebih dahulu selama 12 jam tapi tetap diberi
minum. Semua hewan uji diukur suhu rektal sebelum dan sesudah induksi dengan
vaksin DPT. Hewan uji diinduksi secara intramuskular (i.m.) menggunakan vaksin
DPT sebanyak 0,2 ml, Kemudian 2 jam setelah pemberian induksi, dilakukan
kembali pengukuran suhu tubuh tikus. Jika terjadi peningkatan suhu tubuh lebih
11
dari atau sama dengan 0,6°C dari suhu awal maka tikus dikatakan demam (Depkes,
1995).
3.6 Pengujian Antipiretik Pada Hewan
Untuk pengujian pada tikus putih kelompok I diberi sediaan oral dimana
kontrol negatif diberikan suspensi CMC 1%, Kelompok 2 sebagai kontrol positif
diberi parasetamol 10,8 mg. Kelompok 3 diberi perlakuan ekstrak daun belimbing
wuluh dengan dosis 3,6 mg. Kelompok 4 diberi perlakuan ekstrak daun belimbing
wuluh 7,2 mg. Kelompok 5 diberi perlakuan ekstrak daun belimbing wuluh dengan
dosis 14,4 mg. Suhu rektal hewan uji diukur setiap 30 menit hingga menit ke-180
setelah diinduksikan dengan vaksin DPT.
Data dari hasil pengamatan dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk tabel,
grafik dan analisis statistik menggunakan uji One-Way Anova (Analysis Of
Variance) untuk mengetahui pengujian ekstrak etanol daun belimbing wuluh
terhadap tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus) dan menggunakan Least
Significant Difference (LSD) untuk menguji signifikansi dari perbedaan rata-rata
antar kelompok perlakuan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, B. 2010. Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang Berpotensi Sebagai
Bahan Antifertilitas. Adabia Press, Jakarta.
Caimmi, S., Franceschini, F., Caffarelli, C., Peroni, DG., Crisafulli, G., Bernardini, R.
2012. Le reazioni di ipersensibilità agli antinfiammatori antinfiammatori non
steroidei. Rivista di Immunologia e Allergologia Pediatrica 4: 4-12.
Dalimartha, S. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia,Jilid V. Permata Bunda, Jakarta.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
13
Hasanuzzaman,M., M.R,Ali.,M,Hossain.,S,Kuri., M.S Islam. 2013. Evaluation total
phenolic content, free radical scavenging activity and phytochemical screening of
different extracts of Averrhoa bilimbi (frutis). ICPJ. 2(4):92- 96.
Hakim, L. 2002. Metode Laboratorium Dalam Toksikologi. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Imono A.D.,Nurlaila. 1986. Obat Tradisional dan Fitoterapi Uji Toksikologi. Fakultas
Farmasi UGM, pp : 8-11, Yogyakarta.
Katzung, B. G. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. EGC, Jakarta.
Katzung, B. G., and Trevor, A. J. 2002. Drug Interactions. Sixth Edition. Lange Medical
Book/McGraw-Hill, New York.
Ozougwa. JC., dan Eyo, JE. 2015. Hepatoprotective effects of Allium cepa (onion) extracts
against paracetamol-induced liver damage in rats. African Journal of
Biotechnology 13(26): 2679-2688.
Soesilo, S. 1992. Peranan Jamu Dan Obat Tradisional Dalam Pelayanan Kesehatan
Masyarakat Dalam Antropologi Kesehatan Indonesia. Buku kedokteran EGC,
Jakarta.
14
Tierny., M Laurenc, dkk. 2004. Current Medical Diagnosis dan Treatment. Univercity Of
California, San Fransisco.
Toien. O., Dan Mercer JB. 1998. Thermogenic responses to body cooling during fever
induced by Staphylococcus aureus cell walls in rabbits. Journal of Comparative
Physiology 168(2): 73-80.
Townshend, A. 1995. Encyclopedia of Analytical Science, Vol. 2. London:
Academic Press Inc.
15
Lampiran 1. Perhitungan pengambilan ekstrak daun belimbing wuluh pada volume 10 ml.
3,6 mg
Dosis I x 10 ml = 36 mg
1 ml
16
Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Daun Belimbing Wuluh
Dicuci
Ditiriskan
Ditimbang berat
basahnya
Dikeringkan
Berat Kering
ditimbang
Dihaluskan
Diayak
Simplisia
Ditimbang
Dimaserasi menggunakan etanol 96%
Didiamkan selama 5 hari
Disaring
Filtrat 1 Residu 1
Direndam kembali
Filtrat 1 dan 2
Digabungkan dengan etanol
digabungkan
96% selama 2 hari
Diuapkan
Filtrat 2 Residu 2
Ekstrak Kental
17
Lampiran 3. Diagram Pemberian Perlakuan pada Hewan Uji
15 ekor tikus
Aklimitasi
14 hari
Ditimbang BB
dan dipuasakan 12 jam tanpa
makanan
Analisis Data
19