Anda di halaman 1dari 24

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO

Nama Mahasiswa : Anissa Sedu


NIM : 16101105075

Program Studi : Farmasi

Judul Penelitian : Uji efek antipiretik ekstrak daun belimbing wuluh (averrhoa
bilimbi L.) pada tikus putih jantan galur wistar (Rattus
norvegicus).

Komisi Pembimbing : 1. Prof. Dr. Edwin de Queljoe, M.Sc, Sp, And (Ketua)
2. Julianri Sari Lebang S.Si.,M.Si., Apt (Anggota)
Hari/Tanggal : Senin 15 Juni 2020
Jam : 13.00 WITA
Tempat : Rumah
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FARMASI
Alamat : Kampus UNSRAT Manado 95115

FMI
Telp. 08114314386, (0431) 864386, Fax. (0431) 864386
Email: mipa@unsrat.ac.id; Laman: www.unsrat.ac.id ; www.fmipa-unsrat.com

SURAT PERSETUJUAN MEMBIMBING TUGAS AKHIR

No Nama Tanda Tangan


1 Prof. Dr. Edwin de Queljoe, M.Sc, Sp, And
(Dosen Pembimbing 1)

2 Julianri Sari Lebang S.Si.,M.Si.,Apt


(Dosen Pembimbing 2)

Bersedia membimbing mahasiswa Tugas Akhir :

Nama : Anissa Sedu

NIM : 16101105075

Bidang Ilmu : Biomedik

Manado, ………….
Menyetujui,
Koordinator Program Studi Farmasi

Paulina V.Y.Yamlean,S.Si,M.Kes,Apt
NIP.198006052009122002
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FARMASI
Alamat : Kampus UNSRAT Manado 95115
Telp. 08114314386, (0431) 864386, Fax. (0431) 864386
Email: mipa@unsrat.ac.id ; Laman: www.unsrat.ac.id : www.fmipa-unsrat.com

SURAT PERSETUJUAN SEMINAR USUL PENELITIAN

Dengan ini memberikan persetujuan untuk melaksanakan seminar usul penelitian :

Nama : Anissa Sedu

NIM : 16101105075

Pelaksanaan Seminar

Hari/Tanggal : Senin 15 Juni 2020

Pukul : 13.00 WITA

Judul : Uji efek antipiretik ekstrak daun belimbing wuluh (averrhoa


bilimbi L.) pada tikus putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus).

Yang menyetujui :

Tanda Hari,
No. Nama Dosen Jam
Tangan Tanggal
Prof. Dr. Edwin de Queljoe, M.Sc, Sp, And
1.
(Dosen Pembimbing 1)
Julianri Sari Lebang S.Si.,M.Si.,Apt
2.
(Dosen Pembimbing 2)

Prof. Fatimawali.,M.Si.,Apt
3.
(Dosen Penguji 1)
Meilani Jayanti, S.Farm.,M.Farm.,Apt
4.
(Dosen Penguji 2)
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

LEMBAR PENGESAHAN SEMINAR USUL PENELITIAN

Nama : Anissa Sedu

NIM : 16101105075

Judul : Uji efek antipiretik ekstrak daun belimbing wuluh (averrhoa bilimbi L.)
pada tikus putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus).

Yang bersangkutan telah layak untuk melaksanakan seminar usul penelitian

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Edwin de Queljoe, M.Sc, Sp, And Julianri Sari Lebang S.Si.,M.Si.,Apt
Ketua Anggota
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengobatan tradisional adalah satu upaya untuk sehat dengan cara yang
berbeda dari ilmu kedokteran, sedangkan obat tradisional merupakan suatu obat
yang di buat dari bahan –bahan yang di peroleh dari tanaman, hewan atau mineral
yang berupa zat murni yang digunakan secara turun temurun. Pilihan untuk
tanaman obat tradisional pada saat ini sangat berkembang pada kalangan
masyarakat, ini terjadi karena cara penggunaannya yang praktis, bahan yang mudah
di dapatkan, resiko efek samping yang relatif lebih kecil, harganya dapat dijangkau,
(Soesilo, 1992). Pengobatan tradisional merupakan pengobatan dengan
menggunakan bahan atau ramuan bahan yang di ambil dari bahan alam contohya
seperti tumbuhan yang dimanfaatkan untuk mengobati berbagai macam penyakit
dan di pakai secara turun temurun oleh masyarakat Indonesia (Hargono,1992).

Senyawa kimia yang memiliki efek sebagai antipiretik adalah flavonoid dan
tanin yang dapat menghambat enzim siklooksigenase yang berperan dalam
biosintesis prostaglandin sehingga demam terhambat (Robinson, 1995). Ekstrak
metanol buah belimbing wuluh diantaranya mengandung alkaloid, saponin, tanin,
flavonoid, fenol dan triterpenoid. Selain itu juga diketahui bahwa ekstrak metanol
buah belimbing wuluh memiliki aktivitas antioksidan (Hasanuzzaman.,et al. 2013).
Daun belimbing wuluh mengandung senyawa flavonoid, fenol, alkaloid, tanin dan
kumarin (Valsan dan Raphael, 2016). Menurut Harborne (1987) tanin dapat
diisolasi dari daun belimbing wuluh menggunakan metode maserasi, sedangkan
cara terbaik untuk memisahkan dan mengidentifikasi senyawa fenol adalah dengan
kromatografi lapis tipis (KLT).
Penelitian obat tradisional di Indonesia belum sepenuhnya terlaksanakan,
namun sejak dahulu masyarakat telah menggunakannya dengan berbagai indikasi.
Salah satu tumbuhan obat yang berpotensi untuk dikembangkan ke arah yang lebih
modern adalah sambiloto dan belimbing wuluh (Depkes, 2000).
Obat antipiretik adalah obat yang digunakan untuk mengatasi demam. Obat-
obat ini mudah diperoleh tanpa resep. Ketika dikgunakan pada waktu yang singkat,
obat-obat ini pada dasarnya aman dan efektif. Tetap dengan adanya berbagai
macam obat antipiretik yang tersedia di pasaran, alangkah lebih baik harus dipilih

1
obat yang paling optimal untuk pasien pada keadaan tertentu. Pada saat memilih
obat tersebut harus mempertimbangkan keaadaan pasien, penyakit yang diderita,
obat lain yang diminun pada waktu bersamaan, harga, dan respon tubuh pasien
terhadap terapi (Boediwarsono, 2006).
Banyaknya peredaran bebas obat-obatan sintetik pada masyarakat serta
banyaknya masalah-masalah yang umum terkait tentang pengonsumsian obat
analgesik dan antipiretik tersebut, tetapi harus mengikuti dosis dan anjuran.
Masalah tersebut antara lain : keracunan yang disebabkan oleh dosis obat yang di
jual bebas tersebut terlalu tinggi dan juga bisa terjadi alergi saat mengkonsumsi
obat-obatan tersebut (Nancy, 2006).
Oleh karena itu, penelitian yang mengembangkan sediaan antipiretik yang
berasal dari bahan alami perlu dilakukan.
Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan
daun belimbing wuluh yang diekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol
sebagai antipiretik.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ekstrak etanol daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)


memiliki aktivitas antipiretik pada tikus putih jantan galur wistar (Rattus
norvegicus) ?

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada pengujian aktivitas antipiretik ekstrak daun


belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada tikus putih jantan galur wistar (Rattus
norvegicus).

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol daun belimbing
wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada tikus putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus)
dapat bersifat antipiretik.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa tentang


manfaat daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) sebagai antipiretik

2
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi ilmiah kepada
masyarakat tentang manfaat daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) untuk
pengobatan antipiretik.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi daun belimbing wuluh

2.1.1 Klasifikasi

Klasifikasi tumbuhan Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) menurut


Mario (2011):
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Geraniales
Familia : Oxalidaceae
Genus : Averrhoa
Spesies : Averrhoa bilimbi L

Gambar 1 Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) (Dokumentasi


Pribadi, 2020).

3
2.1.2 Morfologi

Belimbing wuluh adalah tumbuhan yang berjenis pepohonan. Mempunyai


pohon dengan mencapai ketinggian 10 m dengan batang yang tidak terlalu besar
dan mempunyai garis tengah sekitaran 30 cm. Ditanam sebagai pohon buah, dan
juga ada yang tumbuh liar kadang ditemukan dari dataran rendah sampai 500 m.
Belimbing wuluh tumbuh di habitat yang terlindungi dan cukup lembab. Memiliki
batang kasar dan berbenjol-benjol, percabangannya sedikit, arahya ke atas, cabang
mudah berambut halus, berwarna coklat mudah. Daun berupa daun majemuk
menyirip ganjil dengan 21-45 pasang anak daun. Anak daun memiliki tangkai
pendek, bentuknya seperti melonjong, ujungnya runcing, tepi rata, panjang 2-10
cm, lebar 1-3 cm, berwarna hijau, permukaan bawah berwarna hijau mudah.
Bunganya berupa malai, berkelompok, keluar dari batang atau percabangan yang
besar, bunganya kecil berbentuk seperti bintang, berwarna ungu keerahan. Buahnya
berbentuk bulat lonjong persegi, panjang4-6 cm, berwarna hijau kekuningan,
rasanya asam (Wijayakusuma, 2006).

2.1.3 Kandungan Kimia

Ekstrak daun belimbing wuluh mengandung flavonoid, saponin, triterpenoid


dan tanin (Faharani, 2009).

2.2 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut
cair yang sesuai. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat
digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain.
Diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah
pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes RI, 2000).
Ekstraksi memiliki prinsip yaitu dengan memisahkan dua komponen atau
lebih berdasarkan perbedaan kelarutan komponen tersebut dalam pelarut ysng
digunakan. Secara umum ekstraksi dengan pelarut dapat dibedakan menjadi dua
yaitu dengan ekstraksi tunggal dan ekstraksi bertingkat. Ekstraksi tunggal yaitu
dilakukan dengan cara merendam sampel dengan satu jenis pelarut sedangkan
ekstraksi bertingkat yaitu dilakukan dengan cara merendam sampel dengan pelarut

4
berbeda-beda secara berurutan, dimulai dengan pelarut non polar, pelarut dengan
yang kepolarannya menengah kemudian pelarut polar (Harborne, 1987).

2.3 Tikus

2.3.1 Klasifikasi Tikus

Menurut Moore (2000), klasifikasi tikus putih galur wistar (Rattus


norvegicus) diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Divisi : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus L.

Gambar 2. Tikus galur wistar (Rattus norvegicus L.) (Dokumentasi pribadi, 2020)

2.3.2 Morfologi Tikus


5
Tikus wistar adalah salah satu jenis strain tikus yang hampir banyak
digunakan sebagai penelitian di laboratorium. Tikus putih juga memiliki ciri-ciri
morfologis seperti albino, memiliki kepala yang kecil, dan ekor yang lebih panjang
dibandingkan badannya, pertumbuhannya lebih cepat, temperamennya baik,
kemampuan laktasinya tinggi, serta cukup tahan terhadap perlakuan. Biasanya pada
umur empat minggu tikus putih mencapai berat 35-40 gram, dan berat dewasa rata-
rata 200-250 gram (Akbar, 2010).

2.4 Demam

Demam adalah salah satu gejala dalam timbulnya penyakit, yang paling utama
yaitu karena adanya infeksi, dan perubahan status klinis pasien. Naiknya suhu tubuh dapat
menandakan adanya gangguan metabolik (Tierny dkk, 2004).

Demam merupakan suatu keaadaan pada saat meningkatnya suhu tubuh


melebihi suhu tubuh normal. Istilah umum yang biasa digunakan pada demam
adalah pireksia atau hipertermia. Jika suhu tubuh sangat tinggi mencapai sekitar
41°C, demam disebut hiperpireksia. Seseorang yang mengalami demam bisa
dikatakan dikatakan dalam keadaan febril atau febris dan seseorang yang tidak
mengalami demam di sebut afebril atau afebris. Meningkatnya suhu tubuh 37,5-
38°C pada manusia dikatakan mengalami kenaikan suhu subfebril atau disebut
juga kenaikan suhu tubuh ringan (Tamsuri, 2006). Menurut Tierny, dkk (2004)
demam muncul karena kapasitas produksi panas lebih besar dari pada pengeluaran
panas tubuh itu sendiri. Terjadi pada saat ada stimuli pada saat monosit makrofag
yang sesuai, sel-sel ini yang menghasilkan sitokin pirogenik yang menyebabkan
peningkatan set point melalui efeknya pada hipotalamus. Sitokin-sitokin tersebut
termasuk interleukin-1, faktor nekrosis tumor, gama interferon dan interleukin-6.
Naiknya suhu tubuh menyebabkan peningkatan produksi panas yang lain seperti
menggigil atau penurunan kehilangan vasokontriksi perifer.

Demam merupakan suatu gejala klinis yang sering timbul pada berbagai
penyakit, seperti malaria, demam berdarah, dan influenza. Tubuh dianggap demam
apabila suhu tubuh mencapai 0,5°C di atas suhu normal (Toien dan Mercer, 1998).

6
Peningkatan suhu tubuh pada kondisi patologik diawali dengan pelepasan suatu zat
pirogen endogen atau sitokin interleukin-1 ( IL-1) yang memicu pelepasan
prostaglandin yang berlebihan pada daerah preoptik hipotalamus. Prostaglandin E2
terbukti dapat menimbulkan demam setelah diinfus ke ventrikel serebral atau
disuntikan ke daerah hipotalamus. Obat mirip aspirin dapat menekan efek zat
pirogen endogen dengan menghambat sintesis prostaglandin (Wilmana, 1995).
Demam bisa diatasi dengan pemberian sediaan antipiretik sintetik, seperti
parasetamol, aspirin, dan fenilbutazon. Sediaan antipiretik sintetik tersebut efektif
menurunkan suhu tubuh. Namun, memiliki efek samping yang cukup serius jika
dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama, antara lain hepatotoksik pada
pemberian parasetamol (Ozougwa dan Eyo, 2015). Iritasi lambung pada pemberian
asam asetil salisilat, dan epidermal nekrolisis pada pemberian fenilbutazon
(Caimmi et al., 2012).

2.5 Antipiretik

2.5.1 Pengertian Antipiretik

Antipiretik adalah golongan obat yang dipakai pada saat demam, guna menurunkan
suhu tubuh. Cara kerjanya adalah dengan melebarkan pembuluh darah di kulit, sehingga
terjadi pendinginan darah oleh udara luar. Obat antipiretik juga merangsang agar
berkeringat. Penguapan keringat juga turut menurunkan suhu tubuh. Sistem kerja obat
antipiretik adalah mempengaruhi bagian otak yang kerjanya mengatur suhu badan bagian
ini terletak di bagian dasar otak (Suradikosumah, 2007).

2.6 Parasetamol

Parasetamol atau asetaminofen adalah salah satu obat antipiretik dan analgetik
yang sering dipakai di seluruh dunia. Parasetamol biasa digunakan untuk mengatasi nyeri
ringan dan sedang seperti sakit kepala, mialgia dan nyeri postpartum (Katzung, 2012).

Dalam plasma, 25% parasetamol terikat pada protein plasma dan sebagian
dimetabolisme oleh enzim mikrosomal hati dan diubah menjadi sulfat dan glukuronida,
dimana secara farmakologis tidak aktif, kurang dari 5% diekskresikan dalam keadaan tidak
berubah, dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi. Waktu paruh parasetamol adalah
2-3 jam dan relatif tidak terpengaruh oleh fungsi ginjal. Dengan adanya ketoksikan dan
penyakit hati, waktu paruhnya meningkat dua kali lipat atau lebih (Katzung, 2002).

7
III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni 2020 sampai dengan selesai di
Laboratorium Penelitian Farmasi Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi, Manado.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain syringe 1 mL,
termometer digital, ayakan 200 mesh, oven, spuit pencekok/oral 3 ml, vacuum
evaporator, batang pengaduk, timbangan analitik, gelas ukur (Pyrex), beker gelas
(Pyrex), kertas saring, sarung tangan lateks dan kain, masker, botol sampel,
gunting, blender, cawan petri (Pyrex), kandang.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain tikus putih jantan
galur wistar (Rattus novergicus) 15 ekor, daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi
L.) CMC (carboxymethylcellulose), aquades, etanol 96%, pangan tikus wistar
jantan (Rattus novergicus) berupa beras jagung, parasetamol 500 mg, vaksin DPT.

3.2.3 Penyiapan Hewan Uji

8
Objek yang digunakan pada penelitian ini yaitu tikus putih jantan galur
wistar (Rattus novergicus) yang berumur 2 – 3 bulan dan berat badan 150-200 gram
dengan jumlah 15 ekor.

Pemberian dosis terlebih dahulu dikonversikan dengan menggunakan faktor


konversi untuk Manusia 70 kg BB ke Tikus 200 g BB adalah 0,018. Volume cairan
maksimal yang dapat diberikan per oral pada tikus putih adalah 5ml/100 g BB
(Imono, 1986). Jadi dalam memperkirakan dosis ekstrak daun belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) tidak boleh melebihi 5 ml/100g BB. Berdasarkan tabel
konversi Laurence (Hakim, 2002) perhitungan dan pembagian perlakuan sebagai
berikut:

a. Kelompok I : Tikus putih diberikan perlakuan CMC 1% (Kontrol


negatif).
b. Kelompok II : Tikus putih diberikan 10,8 mg parasetamol. (kontrol
positif)
c. Kelompok III : Tikus putih diberi dosis I (200 mg dikonversikan
dalam dosis tikus menjadi 3,6 mg) ekstrak daun
belimbing wuluh.
d. Kelompok IV : Tikus putih diberi dosis II (400 mg dikonversikan
dalam dosis tikus menjadi 7,2 mg) ekstrak daun
belimbing wuluh.
e. Kelompok V : Tikus putih diberi dosis III (800 mg dikonversikan
dalam dosis tikus menjadi 14,4 mg) ekstrak daun
belimbing wuluh.

3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental laboratorium


dengan menggunakan tikus putih jantan sebagai hewan percobaan. Perlakuan dibagi dalam
5 kelompok, dalam kelompok masing-masing terdiri dari 3 ekor tikus putih jantan yang
sudah diadaptasikan terlebih dahulu terhadap lingkungan kurang lebih 10 hari.

3.4 Prosedur Penelitian

9
3.4.1 Pengambilan sampel

Sampel yang akan digunakan adalah daun belimbing wuluh (Averrhoa


bilimbi L.) yang di ambil dari kota Tomohon. Daun belimbing wuluh di cuci bersih
pada air mengalir, ditiriskan, kemudian dikeringkan tanpa sinar matahari, setelah
itu dilakukan pengeringan menggunakan oven dengan suhu tidak lebih dari 50°C.
Selanjutnya, sampel yang telah kering dihaluskan menggunakan blender hingga
menjadi serbuk simplisia.

3.4.2 Identifikasi Tanaman

Identifikasi tanaman dilakukan di Bagian Taksonomi Tumbuhan, Program


Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sam
Ratulangi, Manado

3.4.3 Proses Ekstraksi

Simplisia daun belimbing wuluh selanjutnya dilakukan maserasi dengan


menggunakan pelarut etanol 96% 2.500 ml. Kemudian ekstrak didiamkan selama 5
x 24 jam dengan pengadukan setiap 1 x 24 jam. Setelah waktu tersebut
keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan luar sel
telah tercapai. Hasilnya disaring dengan kertas saring. Lalu dilakukan remaserasi
dan dibiarkan selama 2 hari. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan menggunakan
alat Vaccum Rotary Evaporator hingga diperoleh hasil berupa ekstrak kental.

3.4.4 Pembuatan Larutan CMC 1%

Ditimbang 1 g Na-CMC kemudian dimasukkan sedikit demi sedikit ke


dalam mortir yang berisi 50 ml akuades panas (suhu 70°C) dan didiamkan selama
30 menit hingga diperoleh massa yang transparan, diaduk lalu diencerkan dengan
akuades hingga 100 ml.

3.4.5 Penyiapan Suspensi Parasetamol

10
Dosis parasetamol untuk manusia adalah 500 mg, maka dosis parasetamol untuk
tikus putih adalah 500 mg x 0,018 = 9 mg (0,018 merupakan faktor konversi dosis
manusia ke tikus putih). Kemudian dilakukan uji keseragaman bobot. Tablet parasetamol
500 mg ditimbang sebanyak 20 tablet, kemudian digerus dan ditimbang berat serbuk.
Serbuk parasetamol diambil sebanyak 108 mg kemudian dimasukkan dalam mortar dan
ditambahkan dengan suspensi CMC sedikit demi sedikit sambil digerus hingga homogen,
lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Kemudian volumenya dicukupkan hingga 10
ml dengan suspensi CMC.
Uji Keseragaman Bobot
Berat 20 tablet
jumlahtablet

12000 mg
= 600 mg
20
600 mg
x 9 mg = 10,8 mg
500 mg
10,8 mg
x 10 ml = 108 mg
1 ml
Jadi dalam setiap 1 ml mengandung 10,8 mg parasetamol.

3.4.6 Pembuatan Larutan Uji

Pembuatan larutan uji diawali dengan menimbang ekstrak kental daun


belimbing wuluh sesuai dengan masing-masing dosis (3,6 mg/1 ml; 7,2 mg/1 ml;
14,4 mg/1 ml), kemudian dimasukan dalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan
larutan CMC 1% hingga 10 ml dan disonifikasi hingga homogen selama 30 menit.
Ketika homogen, masing-masing dosis ekstrak dimasukkan ke dalam botol sampel
dan diberi label.

3.5 Pemberian Vaksin DPT

Hewan uji dipuasakan terlebih dahulu selama 12 jam tapi tetap diberi
minum. Semua hewan uji diukur suhu rektal sebelum dan sesudah induksi dengan
vaksin DPT. Hewan uji diinduksi secara intramuskular (i.m.) menggunakan vaksin
DPT sebanyak 0,2 ml, Kemudian 2 jam setelah pemberian induksi, dilakukan
kembali pengukuran suhu tubuh tikus. Jika terjadi peningkatan suhu tubuh lebih

11
dari atau sama dengan 0,6°C dari suhu awal maka tikus dikatakan demam (Depkes,
1995).
3.6 Pengujian Antipiretik Pada Hewan
Untuk pengujian pada tikus putih kelompok I diberi sediaan oral dimana
kontrol negatif diberikan suspensi CMC 1%, Kelompok 2 sebagai kontrol positif
diberi parasetamol 10,8 mg. Kelompok 3 diberi perlakuan ekstrak daun belimbing
wuluh dengan dosis 3,6 mg. Kelompok 4 diberi perlakuan ekstrak daun belimbing
wuluh 7,2 mg. Kelompok 5 diberi perlakuan ekstrak daun belimbing wuluh dengan
dosis 14,4 mg. Suhu rektal hewan uji diukur setiap 30 menit hingga menit ke-180
setelah diinduksikan dengan vaksin DPT.

3.7 Analisis Data

Data dari hasil pengamatan dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk tabel,
grafik dan analisis statistik menggunakan uji One-Way Anova (Analysis Of
Variance) untuk mengetahui pengujian ekstrak etanol daun belimbing wuluh
terhadap tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus) dan menggunakan Least
Significant Difference (LSD) untuk menguji signifikansi dari perbedaan rata-rata
antar kelompok perlakuan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, B. 2010. Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang Berpotensi Sebagai
Bahan Antifertilitas. Adabia Press, Jakarta.

Boediwarsono. 2006. Analgesik Untuk Nyeri Kanker. UNAIR, Surabaya.

Caimmi, S., Franceschini, F., Caffarelli, C., Peroni, DG., Crisafulli, G., Bernardini, R.
2012. Le reazioni di ipersensibilità agli antinfiammatori antinfiammatori non
steroidei. Rivista di Immunologia e Allergologia Pediatrica 4: 4-12.
Dalimartha, S. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia,Jilid V. Permata Bunda, Jakarta.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.

Depkes RI . 2000. Inventaris Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid I. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta.
Depkes RI. 2000. Materi Medika Indonesia Jilid IV. Direktorat Jenderal POM, Jakarta.
Faharani, G., B.2009. Uji Aktifitas Antibakteri Daun Belimbing Wuluh Terhadap Bakteri
Streptococcus Aureus dan Achercia Coli secara Bioautografi. Jakarta, FMIPA UI.

13
Hasanuzzaman,M., M.R,Ali.,M,Hossain.,S,Kuri., M.S Islam. 2013. Evaluation total
phenolic content, free radical scavenging activity and phytochemical screening of
different extracts of Averrhoa bilimbi (frutis). ICPJ. 2(4):92- 96.
Hakim, L. 2002. Metode Laboratorium Dalam Toksikologi. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Harborne, J., B. 1987. Metode Fitokimia. Edisi ke-2. ITB, Bandung.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. ITB, Bandung.
Harggono, D. 1992. Tumbuhan Obat Dan Pelayanan Kesehatan. Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

Imono A.D.,Nurlaila. 1986. Obat Tradisional dan Fitoterapi Uji Toksikologi. Fakultas
Farmasi UGM, pp : 8-11, Yogyakarta.

Katzung, B. G. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. EGC, Jakarta.

Katzung, B. G., and Trevor, A. J. 2002. Drug Interactions. Sixth Edition. Lange Medical
Book/McGraw-Hill, New York.

Lestari, H. 2001. Pemanfaatan Obat Tradisional Dalam Menangani Masalah Kesehatan.


Majalah Kedokteran Indonesia 51 (4) : 139.

Mario, P. 2011. Khasiat Dan Manfaat Belimbing Wuluh,Stomata. Surabaya.


Nancy, 2006. Kandungan Analgesik Harus Ikuti Anjuran. PT Medifarma Laboratores,
Bandung.

Ozougwa. JC., dan Eyo, JE. 2015. Hepatoprotective effects of Allium cepa (onion) extracts
against paracetamol-induced liver damage in rats. African Journal of
Biotechnology 13(26): 2679-2688.
Soesilo, S. 1992. Peranan Jamu Dan Obat Tradisional Dalam Pelayanan Kesehatan
Masyarakat Dalam Antropologi Kesehatan Indonesia. Buku kedokteran EGC,
Jakarta.

Suradikosumah, E. 2007. Suplemen Antipiretik. Http://www.Republika.co.id/. [17


November 2007].
Tamsuri, A. 2006. Tanda-Tanda Vital Suhu Tubuh. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

14
Tierny., M Laurenc, dkk. 2004. Current Medical Diagnosis dan Treatment. Univercity Of
California, San Fransisco.

Toien. O., Dan Mercer JB. 1998. Thermogenic responses to body cooling during fever
induced by Staphylococcus aureus cell walls in rabbits. Journal of Comparative
Physiology 168(2): 73-80.
Townshend, A. 1995. Encyclopedia of Analytical Science, Vol. 2. London:
Academic Press Inc.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ITB, Bandung.

Valsan,A., R,K, Raphael. 2016. Pharmacognostic profile of Averrhoa bilimbi Linn.Leaves.


South Indian J Biol Sci. 2(1):75-80.
Wijayakusuma, H. 2006. Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Darah Tinggi. Penebar
Swadaya, Jakarta.

Wilmana, F. 1995. Analgesik, Antipiretik, Antiinflamasi Non-steroid dan Obat Pirai,


Farmakologi dan Terapi Edisi ke-4. Universitas Indonesia, Jakarta.

15
Lampiran 1. Perhitungan pengambilan ekstrak daun belimbing wuluh pada volume 10 ml.
3,6 mg
Dosis I x 10 ml = 36 mg
1 ml

Jadi dalam 1 mL mengandung 3,6 mg ekstrak daun belimbing wuluh


7,2mg
Dosis II x 10ml = 72 mg
1 ml

Jadi dalam 1 mL mengandung 7,2 mg ekstrak daun belimbing wuluh


14,4 mg
Dosis III x 10 ml = 144 mg
1ml

Jadi dalam 1 mL mengandung 14,4 mg ekstrak daun belimbing wuluh.

16
Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Daun Belimbing Wuluh

Daun Belimbing Wuluh

 Dicuci
 Ditiriskan
 Ditimbang berat
basahnya
 Dikeringkan

Daun Belimbing Wuluh


Kering

 Berat Kering
ditimbang
 Dihaluskan
 Diayak

Simplisia

 Ditimbang
 Dimaserasi menggunakan etanol 96%
 Didiamkan selama 5 hari
 Disaring

Filtrat 1 Residu 1

 Direndam kembali
 Filtrat 1 dan 2
 Digabungkan dengan etanol
digabungkan
96% selama 2 hari
 Diuapkan

Filtrat 2 Residu 2
Ekstrak Kental

17
Lampiran 3. Diagram Pemberian Perlakuan pada Hewan Uji

15 ekor tikus

Aklimitasi
14 hari

Kel. I Kel. II Kel. III Kel. IV Kel. V


Kontrol- Kontrol+ Dosis I Dosis 2 Dosis 3
3 ekor 3 ekor 3 ekor 3 ekor 3 ekor
tikus tikus tikus tikus tikus

Ditimbang BB
dan dipuasakan 12 jam tanpa
makanan

Diukur suhu awal


rektal

Diinduksi Vaksin DPT 0,2


secara intramuskular

2 jam setelah induksi, diukur kembali suhu rektal

Kel. III Kel. IV Kel. V


Kel. II
Kel. I Diberikan Diberikan Diberikan
Diberikan PCT
Diberikan ekstrak daun ekstrak daun ekstrak daun
10,8 mg(1 ml)
CMC 1% Belimbing Belimbing Belimbing
P.O
(1 ml) P.O wuluh 3,6 mg wuluh 7,2 mg wuluh 14,4 mg
(1 ml) P.O (1 ml) P.O (1 ml) P.O

Suhu tubuh tikus18


diukur

Analisis Data
19

Anda mungkin juga menyukai