Nama: NOVITA
NPM: 2143700376
FAKULTAS FARMASI
TAHUN 2022
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................................................ii
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................ii
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................iv
1.3 Tujuan.........................................................................................................................................v
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................................1
2.1. Definisi Tuberkulosis (TB)................................................................................................................1
2.2. Cara Penularan.................................................................................................................................1
2.3. Gejala Klinis Pasien Tuberkulosis.....................................................................................................2
2.4. Diagnosis Tuberkulosis....................................................................................................................4
2.6. Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien................................................................................................5
2.7. Pengobatan Tuberkulosis................................................................................................................7
2.8 pengobatan penyakit TB di Puskesmas Kecamatan Kelapa Gading.................................................9
2.9 Jenis DRP menurut PCNE...........................................................................................................11
BAB III PEMBAHASAN ANALISA.....................................................................................................17
III. 1 PENGGUNAAN OBAT.............................................................................................................17
III.2 Identifikasi Drug Related Problems (DRPs)..............................................................................18
III.3 Drug Related Problems OAT.......................................................................................................19
111.4 Rekomendasi Obat.....................................................................................................................19
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................................................20
IV.1 Kesimpulan..................................................................................................................................20
IV.2 Saran............................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................21
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
TBC adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Myobacterium tuberculosis. Bakteri tersebut dikenal sebagai Bakteri
Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Myobacterium selain
Myobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada
saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Myobacterium Other Than
Tuberculosi) yang terkadang bisa mengganggu diagnosis dan pengobatan
tuberkulosis. Gejala utama pasien tuberkulosis paru yaitu batuk berdahak
selama 2 minggu lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, berkeringat pada malam hari,dan
meriang selamasatu bulan(Kemenkes RI, 2018).
1.2Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan TBC (Tuberkulosis ) ?
v
2. Apa saja gejala klinik dari TBC ?
3. Apa tipe penderita TBC ?
4. Apa klasifikasi pengobatan TBC ?
5. Bagaimana pengananan DRP berdasarkan pemberian obat TBC ?
1.3Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan TBC ( Tuberkulosis )
2. Untuk mengetahui gejala klinik dari TBC
3. Untuk mengetahui tipe penderita TBC
4. Untuk Mengetahui klasifikasi pengobatan TBC
5. Untuk mengetahui DRP berdasarkan pemberian obat TBC
vi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Tuberkulosis (TB)
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Penyakit ini paling sering menyerang
paru-paru walaupun pada sepertiga kasus menyerang organ tubuh lain dan
ditularkan orang ke orang. Ini juga salah satu penyakit tertua yang diketahui
menyerang manusia. TB merupakan penyebab paling umum dari infeksi kematian
terkait penyakit di seluruh dunia. Meskipun tingkat TB menurun, penyakit ini
menjadi lebih umum di banyak bagian dunia. Selain itu, prevalensi TB yang
resistan terhadap obat meningkat di seluruh dunia. Mycobacterium tuberculosis,
suatu basil tuberkel, adalah agen penyebab TB. Bakteri ini termasuk dalam
kelompok organisme yang berkaitan erat dengan M africanum, M bovis, dan M-
microti di kompleks TB M.
1
2.3. Gejala Klinis Pasien Tuberkulosis
Gejala klinis yang biasa ditemui pada pasien TB paru adalah batuk-batuk
selama 2-3 minggu atau lebih. Selain batuk pasien juga mengeluhkan dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun,
berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, dan
demam meriang lebih dari satu bulan (Aditama, 2002).
Gejala-gejala diatas tidak hanya ditemukan pada pasien TB paru saja namun
dapat dijumpai pada pasien bronkiektasis, bronkiolitis, bronkitis kronik, asma,
kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini
masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK)
dengan gejala tersebut diatas dianggap sebagai seorang tersangka (suspek)
penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
langsung. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan
yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) (Depkes RI, 2007).
2
Pada anak-anak gejala TB terbagi 2, yakni gejala umum dan gejala khusus.
Gejala umum, meliputi :
Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan
tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang
baik.
Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria
atau infeksi saluran nafas akut) dapat disertai dengan keringat malam.
Gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lebih dari 30 hari (setelah
disingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan di dada dan nyeri dada.
Gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh
dengan peng
3
2.4. Diagnosis Tuberkulosis
Pemerintah melalui gerakan terpadu nasional, memiliki upaya untuk
meningkatkan kemampuan Puskesmas untuk melakukan diagnosis TB berdasarkan
pemeriksaan BTA ini. Pemeriksaan dahak dilakukan sedikitnya 3 kali, yaitu
pengambilan dahak sewaktu penderita datang berobat dan dicurigai menderita TB,
kemudian pemeriksaan kedua dilakukan keesokan harinya, yang diambil adalah
dahak pagi. Sedangkan pemeriksaan ketiga adalah dahak ketika penderita
memeriksakan dirinya sambil membawa dahak pagi. Oleh sebab itu, disebut
pemeriksaan SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu).
4
2.6. Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu
”definisi kasus” yang meliputi empat hal yaitu:
Organ tubuh yang sakit: paru, atau ekstra paru,
5
Beberapa istilah dalam definisi kasus:
Kasus TB : pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau di
diagnosis oleh dokter,
6
Pindahan (Transfer In) adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan
di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini.
Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan / pindah.
7
Pengobatan TB diberikan dalam dua (2) tahap, yaitu tahap awal dan lanjutan.
Tahap awal (intesif) adalah tahap pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila
pengobatan tahap intesif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu minggu. Sebagian besar
pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam dua (2) bulan.
Tahap lanjutan adalah saat pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama, tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Jenis OAT SIFAT Dosis yang
direkomendasikan
Mg/kg
Harian 3kali
seminggu
8
2.8 pengobatan penyakit TB di Puskesmas Kecamatan Kelapa Gading
Dewasa :
Pengobatan tahap intensif/ Awal Dewasa : berisi RHZE (Rifampicin
150 mg , Isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg, dan Etambuthol 274
mg) sebanyak 6 blister untuk digunakan selama 2 bulan dan diminum
setiap hari , cara minumnya 1 hari 3 kaplet . waktu minumnya pagi hari
sebelum makan .
Pengobatan tahap lanjutan: berisi tablet RH ( Rifampicin 150 mg dan
Isoniazid 150 mg ) sebanyak 6 blister digunakan selama 4 bulan. Cara
minumnya 3 kali seminggu 3tablet jadi diminum dihari senin, rabu, dan
jumat. Waktu minumnya di pagi hari sebelum makan.
Anak:
Pengobatan tahap intensif / Awal anak : berisi RHZ (Rifampicin 75
mg, isoniazid 50 mg, pyrazinamide 150 mg ) sebanyak 6 blister
untuk digunakan selama 2 bulan dan diminum setiap hari, cara
minumnya 1 hari 3 kaplet, waktu minumnya pagi hari sebelum
makan .
Pengobatan tahap lanjutan : berisi tablet RH ( Rifampicin 150 mg,
Isoniazid 150 mg ) sebanyak 6 blister untuk digunakan selama 4
bulan. cara minumnya diminum setiap harinya sebelum makan di
pagi hari.
9
Tata laksana terlewat minum obat.
o Kurang dari dua hari dari jadwal rutin mingguan : segera minum oabat dihari
tersebut : contoh : jadwal minum dihari senin, terlewat minum dihari senin,
teringat dihari selasa atau rabu , maka segera minum dihari selasa atau rabu.
Kemudian lanjutkan meminum obat dihari senin.
o Lebih dari 2 hari : lewatkan tidak perlu minum obat diminggu itu dan
minum kembali diminggu selanjutnya sesuai jadwal.
Contoh : jadwal minum hari senin terlewat minum, teringat dihari kamis
/jumat/ sabtu/ minggu maka tidak perlu meminum obat diminggu tersebut.
Obat diminum kembali saat jadwal hari senin minggu selanjutnya
penambahan durasi menjadi 3 bulan + 1 minggu.
o Lebih dari 2 hari : segera minum dihari itu, dan menjadikan hari itu sebagai
jadwal baru
Contoh : jadwal minum dihari senin , teringat di hari sabtu maka jadwal baru
minum obat yaitu setiap hari sabtu.
10
2.9 Jenis DRP menurut PCNE
Drug related problems adalah suatu peristiwa atau keadaan melibatkan
terapi obat yang benar-benar atau berpotensi mengganggu hasil kesehatan
11
yang diinginkan. Klasifikasi DRPs menurut Pharmaceutical Care Network
Europe (PCNE) seperti pada gambar dibawah ini:
12
Mekanisme kerja obat
a. Isoniazid
Isoniazid merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati
semua tipe Tuberkulosis (TB). Mekanisme kerja isoniazid yaitu
berpengaruh terhadap proses biosintesis lipid, protein, asam nukleat dan
glikolisis. Aksi utama isoniazid menghambat biosintesis asam mikolat
yang mempunyai konstituen penting dalam dinding sel mikrobakteri.
Perubahan pada biosintesis senyawa-senyawa di atas karena terbentuk
komplek enzim obat yang tidak aktif. Inaktifitas enzim ini terjadi melalui
mekanisme perubahan kotinamida dalam enzim oleh isoniazid. Isoniazid
dapat diserap dengan baik melalui saluran pencernaan dengan pemakaian
oral yang kadar puncak dicapai dalam 1-2 jam setelah pemberian oral.
Kontraindikasi isoniazid yaitu dengan penyakit hati yang
hipersensitifitas terhadap isoniazid. Efek samping isoniazid yaitu mual,
muntah, neuritisperifer, neuritis optic, kejang, demam, hiperglikemia,
dan ginekomastia. Dosis pemberian isoniazid yaitu Dengan tablet 50,
100, 300, dan 400mg, serta sirup10 mg/ml, diberikan dosis tunggal per
oral setiap hari dengan dosis 5mg/kgBB maksimum 300 mg/hari, anak
<4 tahun 10mg/kg BB/hari dapat diberikansecara intermitten 2x
seminggu dengan dosis15mg/kg BB/hari dan diberikan bersama
piridoksin 10 mg/hari (Saad dkk, 2006).
b. Rifampisin
Rifampisin merupakan suatu kompleks antibiotik makrosiklik yang
menghambat sintesis asam ribonukleat dalam spektrum luas terhadap
kuman patogen. Memiliki aktivitas bakterisidal dan efek sterilisasi yang
poten melawan baksil tuberkel baik pada lokasi lokal maupun
13
ekstraseluler.
Mekanisme rifampisin yaitu menghambat mekanisme kerja RNA-
polimerase yang tergantung pada DNA dari mikrobakteri dan beberapa
mikroorganisme. Penggunaan pada konsentrasi tinggi untuk
menginhibisi enzim bakteri dapat pula sekaligus menginhibisi sintesis
RNA dalam mitokondria mamalia (Wattimena dkk, 1991).
Kontraindikasi rifampisin yaitu tidak boleh digunakan pada keadaan
sirosis, insufisiensi hati, pecandu alkohol dan pada kehamilan muda.
Efek samping pada rifampisin adalah gangguan saluran cerna, terjadi
sindrom, influenza, gangguan respirasi, udem, kelemahan otot, gangguan
menstruasi, dan warna kemerahan pada urin. Rifampisin sebaiknya
diberikan paling sedikit30 menit sebelum makan, karena absorbsinya
akan berkurang jika diberikan bersama dengan makanan. Dewasa dan
anak diberikan 10mg/kg (maksimum600 mg) setiap hari atau tiga kali
seminggu (Anonim, 1996).
c. Etambutol
Etambutol merupakan suatu turunan sintetik dari 1,2-ethanediamine
yang umumnya memiliki sifat bakteriostatik jika diberikan sesuai
dengan dosis dianjurkan. Etambutol diberikan dalam bentuk kombinasi
dengan obat anti tuberkulosis lain untuk mencegah atau menghambat
resisten.
Mekanisme kerja etambutol yaitu menghambat sintesis metabolit sel
sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati, dapat timbul resistensi
bila digunakan tunggal, bersifat tuberkulostatik (hanya aktif terhadap sel
yang sedang tumbuh) dan menekan pertumbuhan kuman TB yang
resisten terhadap isoniazid dan streptomisin. Kontraindikasi etambutol
14
yaitu diketahui adanya hipersesitivitas, kreatinin klereance kurang dari
50 ml/menit dan pada anak dibawah 6 tahun, neuritis optic, gangguan
visual. Efek samping etambutol adalah neuritis optik, buta warna
merah/hijau, neuritis primer. Dosis pemberian untuk etambutol yaitu
Untuk dewasa 25 mg/kg setiap hari selama tidak lebih dari 2 bulan, lalu
dosisnya diturunkan menjadi 15 mg/kg setiap hari atau 40 mg/kg tiga
kali seminggu sedangkan dosis untuk anak-anak yaitu 15 mg/kg setiap
hari. Dosis etambutol harus dihitung dengan cermat berdasarkan berat
badan untuk mencegah intoksikan, dan pada pasien yang menderita
gannguan fungsi ginjal dosisnya harus dikurangi (Anonim,
1996).
d. Streptomisin
Streptomisin merupakan golongan aminoglikosida yang merupakan
derivat dari streptomyces griseus, digunakan dalam pengobatan terhadap
tuberkulosis dan infeksi kuman gram negatif yang sensitif dan sebagai
obat TB pertama yang dinilai efektif, tidak ideal sebagai obat tunggal
(Anonim1996).
Mekanisme kerja dari streptomisin yang pemberiannya melalui
intramuskular yaitu absorpsi dari tempat suntikan, hampir semua berada
dalam plasma, hanya sedikit yang masuk ke eritrosit terdistribusi ke
seluruh cairan ekstrasel, sukar berdifusi ke cairan intrasel dapat
mencapai kavitas 1/3 streptomisin yang berada dalam plasma berikatan
dengan protein plasma waktu paruh 2-3 jam, memanjang pada gagal
ginjal sehingga menimbulkan efek samping ekskresi melalui filtrasi
glomerulus 50-60% diekskresi utuh dalam24jam (sebagian besar dalam
12 jam).
15
e. Pirazinamid
Pirazinamid merupakan suatu bakterisidik, terutama untuk basil
tuberkelintraseluler dimana obat ini efektif untuk tuberkulosis yang
merupakan infeksi intraseluler. Obat ini aktif terhadap M. Tuberculosis
yang telah resistenterhadap streptomosin dan isoniazid tetapi resisten
terhadap Pirazinamidsendiri dapat berkembang pesat selama pemberian.
Kontraindikasi pada Pirazinamid yaitu mutlak tidak diberikan kepada
penderita dengan ganguan hati. Indikasi Pirazinamid yaitu obat pilihan
kedua bagi pengobatan TB, dan hanya digunakan bila penyakit akan
lebih parah tanpa penggunaan obat ini dibandingkan akibat potensi
toksisitasnya hanya untuk jangka pendek pada resisten terhadap
isoniazid. Efek sampingnya yaitu gangguan hati, antara lain ikterus,
nekrosis hati, peningkatanSGOTdan SGPT menghambat ekskresi asam
urat (pirai) arthralgia, anoreksia, mual, muntah, disuria, malaise, dan
demam. Pirazinamid diberikan secara oral dalam bentuk sediaan tablet
yang lazimnya mengandung 500 mg/tablet. Dosis untuk orang dewasa
diberikansehari 20-30 mg/kg berat badan dalam dosis tunggal atau
ganda,maksimum3kali sehari. Pada anak-anak dianjurkan pemakainya
tidak ada dosis tertentu yang ditetapkan (Wattimena dkk, 1991).
16
BAB III
PEMBAHASAN ANALISA
III. 1 PENGGUNAAN OBAT
17
B6 diberikan bersama dengan isoniazid untuk mencegah kerusakan
saraf (neuropati).
18
III.3 Drug Related Problems OAT
Mekanisme interaksi OAT Rifampicin + isoniazid yaitu isoniazid dengan
meningkatkan metabolisme , rifampicin meningkatkan metabolisme
isoniazid menjadi metabolisme hepatoktosik. Rifampicin + phyrazinamide
yaitu meningkatkan toksisitas yang lain dengan sinergisme
farmakodinamik, hepatotoksisitas aditif. Isoniazid + phyrazinamide
meningkatkan toksisitas yang lain dengan sinergisme farmakodinamik.
Pasien berusia diatas 60 tahun tidak dapat metolenrasi lebih dari 500-700
mg perhari, beberapa pedoman merekomendasikan dosis 10 mg/kg BB pada
pasien kelompok usia ini. Pasien dengan berat badan 50 kg tidak dapat
metoleransi dosis lebih dari 500-750 mg perhari.
Semua pasien yang belum pernah diobati sebelumnya dan tidak memiliki
faktor resiko untuk resistensi obat harus mendapatkan pengobatan lini
pertama yang sudah disetujui WHO dengan menggunakan obat yang
terjamin kualitasnya. Fase insentif harus mencangkup dua bulan pengobatan
dengan mengguakan isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol.
19
BAB IV
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
IV.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisa Drug Related Problems yang telah dilakukan
terhadap pasien TB yaitu INH dan rifmpisin efek samping yang terjadi
yaitu kelainan kulit yang bervariasi antara lain gatal-gatal, Pada makanan
seperti keju dapat menurunkan konsentrasi INH sehingga dapat
menyebabkan rea Yang harus diperhatikan pada pasien TB pada saat
minum OAT yaitu waktu minum, dosis, regimen, dan tingkat kepatuhan
pasien meminum obat.
IV.2 Saran
Secara keseluruhan terdapat beberapa hal yang perlu disarankan agar
analisa DRPs pada pasien memperoleh hasil yang optimal yaitu:
1. Perlu dilakukan penggalian informasi lebih lanjut mengenai gejala yang
dialami pasien serta alasan dokter memilih terapi tersebut.
20
2. Perlu dilakukan monitoring terhadap kondisi pasien setelah
menggunakan obat
21
DAFTAR PUSTAKA
Aditama T. Y. 2022. Managemen administrasi rumah sakit . Edisi kedua . Jakarta:
UI. Press
22