Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MAKALAH FARMAKOTERAPI INFEKSI DAN TUMOR

Tentang
TERAPI INFEKSI TBC

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3


1. LATIFATUL AKHFA (4820121010EX)
2. SRIYANTI RAHAYU (4820121018EX)
3. DEWI RESTIANA POPO (4820121020EX)
4. NURAINI (4820121036EX)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI EKSTENSI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS QAMARUL HUDA BADARUDDIN
BAGU
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha penyayang,
karena berkat rahmat dan hidayahnya, penulis bisa menyusun dan menyajikan
makalah yang berisi tentang “Terapi Infeksi TBC” Sebagai salah satu tugas mata
kuliah farmakoterapi infeksi dan tumor. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada dosen mata kuliah farmakoterapi infeksi dan tumor, yang telah memberikan
bimbingannya kepada penulis dalam proses penyusunan makalah ini. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan dorongan
dan motivasi.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna menyempurnakan makalah
ini dan dapat menjadi acuan dalam menyusun makalah-makalah atau tugas-tugas
selanjutnya.
Penulis juga memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat
kesalahan pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam
memahami maksud penulis.

Bagu, 06 Agustus 2022

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

COVER........................................................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................5
C. Tujuan Masalah.........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................6
A. Pengertian penyakit TBC...........................................................................6
B. Etiologi dan teranmisi penyakit TBC........................................................7
C. Patofisiologi penyakit TBC.......................................................................8
D. Epidemiologi penyakit TBC....................................................................10
E. Penatalaksanaan terapi penyakit TBC.....................................................11
BAB III PENUTUP..................................................................................................16
A. Kesimpulan..............................................................................................16
B. Saran........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri mycobacterium tuberculosis yang menyerang berbagai organ atau jaringan
tubuh khususnya paru-paru. penyakit ini merupakan penyebab utama kecacatan
dan kematian hampir di sebagian besar negara di seluruh dunia (Widoyono, 2011).
Tuberkulosis ini merupakan penyakit yang menjadi perhatian global. sesuai
dengan tujuan pembangunan berkelanjutan 2030, WHO menargetkan untuk
menurunkan kematian akibat tuberkulosis sebesar 90% dan menurunkan insiden
penemuan kasus tuberkulosis sebesar 80% pada tahun 2030 dibandingkan dengan
tahun 2014 (Kemenkes RI, 2016).
Tuberculosis paru adalah penykit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman Tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis) yang sebagian besar kuman
Tuberkulosis menyerang paru-paru namun dapat juga menyerang organ tubuh lainnya.
Kuman tersebut berbentuk batang yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam pada pewarnaan. Oleh karena itu, disebut juga sebagai Basil Tahan Asam (BTA)
dan cepat mati jika terpapar sinar matahari langsung namun dapat bertahan hidup
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab (Muttaqin, 2012).
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia.
Organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO)
memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfekasi mycobacterium
tuberculosis. Tuberkulosis masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama
di dunia. Setiap tahun terdapat 9 juta kasus baru dan kasus kematian hampir
mencapai 2 juta manusia. Di semua negara telah terdapat penyakit ini, tetapi yang
terbanyak di afrika sebesar 30% asia sebesar 55% dan untuk cina dan india secara
tersendiri sebesar 35% dan semua kasus tuberkulosis.

1
B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa Definisi penyakit TBC?
2. Bagaimana Etiologi penyakit TBC?
3. Bagaimana Patofisiologi penyakit TBC?
4. Bagaimana Efidemiologi penyakit TBC?
5. Bagaimana Penatalaksanaan terapi penyakit TBC?
C. Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan Penulisannya adalah sebagai berikut :
1. Untuk Mengetahui Definisi penyakit TBC
2. Untuk Mengetahui Etiologi penyakit TBC
3. Untuk Mengetahui Patofisiologi penyakit TBC
4. Untuk Mengetahui Efidemiologi penyakit TBC
5. Untuk mengetahui Penatalaksanaan terapi penyakit TBC

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penyakit TBC


Tuberculosis adalah penykit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman Tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis) yang sebagian besar kuman
Tuberkulosis menyerang paru-paru namun dapat juga menyerang organ tubuh
lainnya. Kuman tersebut berbentuk batang yang mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu, disebut juga sebagai
Basil Tahan Asam (BTA) dan cepat mati jika terpapar sinar matahari langsung
namun dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab
(Muttaqin, 2012).
Tuberculosis (TBC) adalah infeksius kronik yang biasanya mengenai
paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini
ditularkan oleh droplet nucleus, droplet yang ditularkan melalui udara
dihasilkan ketika orang terinfeksi batuk, bersin, berbicara atau bernyanyi
(Priscilla, 2012).
B. Etiologi dan Transmisi TBC
Terdapat 5 bakteri yang berkaitan erat dengan infeksi TB:
Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum,
Mycobacterium microti and Mycobacterium cannettii. M.tuberculosis (M.TB),
hingga saat ini merupakan bakteri yang paling sering ditemukan, dan menular
antar manusia melalui rute udara.
Tuberkulosis biasanya menular dari manusia ke manusia lain lewat
udara melalui percik renik atau droplet nucleus (<5 microns) yang keluar
ketika seorang yang terinfeksi TB paru atau TB laring batuk, bersin, atau
bicara. Percik renik juga dapat dikeluarkan saat pasien TB paru melalui
prosedur pemeriksaan yang menghasilkan produk aerosol seperti saat
dilakukannya induksi sputum, bronkoskopi dan juga saat dilakukannya

3
manipulasi terhadap lesi atau pengolahan jaringan di laboratorium. Percik renik,
yang merupakan partikel kecil berdiameter 1 sampai 5 μm dapat menampung 1-
5 basilli, dan bersifat sangat infeksius, dan dapat bertahan di dalam udara
sampai 4 jam. Karena ukurannya yang sangat kecil, percik renik ini memiliki
kemampuan mencapai ruang alveolar dalam paru, dimana bakteri kemudian
melakukan replikasi.
Cara penularan
 Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
 Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
 Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
 Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab.
 Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
 Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
C. Patofisiologi Tuberkulosis
Seseorang yang menghirup bakteri M. tuberculosis yang terhirup akan
menyebabkan bakteri tersebut masuk ke alveoli melalui jalan nafas, alveoli
adalah tempat bakteri berkumpul dan berkembang biak. M. tuberculosis juga
dapat masuk ke bagian tubuh lain seperti ginjal, tulang, dan korteks serebri dan
area lain dari paru-paru (lobus atas) melalui sistem limfa dan cairan tubuh.
Sistem imun dan sistem kekebalan tubuh akan merespon dengan cara

4
melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menekan bakteri, dan limfosit spesifik
tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) bakteri dan jaringan normal. Reaksi
tersebut menimbulkan penumpukan eksudat di dalam alveoli yang bisa
mengakibatkan bronchopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu
2-10 minggu setelah terpapar bakteri (Kenedyanti & Sulistyorini, 2017).
Interaksi antara M. tuberculosis dengan sistem kekebalan tubuh pada
masa awal infeksi membentuk granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan
basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag. Granulomas diubah
menjadi massa jaringan jaringan fibrosa, Bagian sentral dari massa tersebut
disebut ghon tuberculosis dan menjadi nekrotik membentuk massa seperti keju.
Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen
kemudian bakteri menjadi dorman. Setelah infeksi awal, seseorang dapat
mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon yang inadekuat dari
respon sistem imun. Penyakit dapat juga aktif dengan infeksi ulang dan aktivasi
bakteri dorman dimana bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi
aktif. Pada kasus ini, ghon tubrcle memecah sehingga menghasilkan necrotizing
caseosa di dalam bronkhus. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara,
mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang menyerah
menyembuh membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih
membengkak, menyebabkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut
(Sigalingging et al., 2019).
D. Efidemiologi tuberkulosis
Menurut WHO (World Health Organization) pada tahun 2019 sebanyak
10 juta orang penduduk dunia menderita penyakit TBC dan sebanyak 5,1
sampai 5,8 juta orang adalah laki-laki, 3 sampai 3,4 juta adalah perempuan dan
pada anak-anak 1 juta. Sebanyak 58% kasus TBC yang baru berasal dari Asia
Tenggara dan Wilayah Barat Pasifik.
Tahun 2018 tercatat jumlah populasi yang menderita TBC ialah sebesar
842.000 jiwa dari sekitar 252 juta penduduk Indonesia. Angka kematian TBC di

5
indonesia adalah 41 kasus dari 100.000 penduduk. Menurut jenis kelamin pada
kasus TBC laki-laki 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan perempuan. Menurut
kelompok umur, kasus TBC terbagi pada kelompok umur 25-34 tahun
(20,76%) umur 45-54 tahun (19,57%) dan umur 35-44 tahun (19,24%).
Faktor resiko terinfeksi TBC meningkat pada orang yang sering
mengadakan kontak langsung dengan penderita TBC, termasuk keluarga,
teman dekat dari penderita TBC, orang yang melakukan perjalanan ke daerah
yang tinggi angka kejadian TBC dan orang yang bekerja di rumah sakit atau
merawat pasien penderita TBC. Orang yang terpapar TBC dan terinfeksi
adalah orang yang memiliki daya tahan tubuh atau imunitas yang rendah
seperti:
a. Bayi atau anak-anak yang fungsi sistem imunnya belum berfungsi dengan
baik. Pada umumnya anak-anak yang berumur kurang 2 tahun mendapat
infeksi dari lingkungan rumah tinggal, ketika sering terjadi kontak dengan
penderita TBC yang se rumah
b. Orang yang menderita penyakit kronik seperti diabetes militus (DM) karena
pada penyakit ini sering terjadi penurunan produksi IFN gama, sitokin, sel T
dan penurunan fungsi kemotaktik dari neutrofil untuk mrengtasi
mycobacterium TBC yang terinfeksi.
c. Penderita HIV/AIDS dan orang yang mendapat pengobatan autoimun, hal
ini berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh untuk melawan bakteri
yang menginfeksi.
D. Penatalaksanaan Terapi TBC
1. Tujuan pengobatan TBC adalah:
a. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas
pasien
b. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
c. Mencegah kekambuhan TB
d. Mengurangi penularan TB kepada orang lain

6
e. Mencegah perkembangan dan penularan resisten obat.
2. Prinsip Pengobatan TBC :
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-
3 bulan) dan fase lanjutan selama 4 atau 7 bulan. Prinsip utama pengobatan
tuberkulosis adalah patuh untuk meminum obat selama jangka waktu yang
diberikan oleh dokter, hal ini dianjurkan agar bakteri penyebab penyakit
tuberkulosis tidak menjadi kebal terhadap obat-obatan yang diberikan.
Paduan obat yang digunakan adalah paduan obat utama dan obat tambahan.
Jenis obat utama (lini I) adalah INH, rifamfisin, pirazinamid, streptomisisin,
etambutol, sedangkan obat tambahan lainnya adalah: kanamisin, amikasin,
kuinolon (Darliana, 2011). Kualitas hidup pasien tuberkulosis yang
menjalani pengobatan dipengaruhi oleh kondisi fisik yang dialami, tekanan
emosional, dukungan sosial yang diperoleh dari keluarga maupun orang
sekitar, serta lingkungan yang mendukung pasien dalam menjalani hidup.
(Tristiana, 2019).
3. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis
and Lung Disease) me- rekomendasikan paduan OAT standar, yaitu :
Kategori 1 : Kategori 2 : Kategori 3 :
• 2HRZE/4H3R3 • 2HRZES/HRZE/5H3R3E3 • 2HRZ/4H3R3
• 2HRZE/4HR • 2HRZES/HRZE/5HRE • 2HRZ/4HR
• 2HRZE/6HE • 2HRZ/6HE
4. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
TB di Indonesia:
• Kategori 1 : 2HRZE/4(HR)3.
• Kategori 2 : 2HRZES/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan OAT Sisipan : HRZE dan
OAT Anak : 2HRZ/4HR

7
 Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori
anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT
KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas
dalam satu paket untuk satu pasien.
 Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan
pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan Obat Anti TB (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan
tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1)
pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
E. Kasus TBC
Tuan faisal adalah penderita TB putus obat dan 2 hari yang lalu datang
ke RS dengan keluhan batuk berdahak, sesak nafas, tidak nafsu makan dan
lemas. Usia yaitu 58 tahun dengan BB 45 kg, TB 160 cm, dan TD 120/70
mmHg.
Hasil laboratorium: BTA positif, Foto rontgen infiltrasi, Tes kultur
jaringan dan resistensi didapatkan kuman Mycobacterium tuberculosis, kuman
resisten terhadap golongan atibiotik rifampisin, aminoglikosida dan kuinolon
Diagnose dokter: pasien TB MDR
TB MDR (Tuberculosis Multi Drug Resistance)
 Resisten INH dan Rifampisin (HR)
 Resisten INH, Rifampisin dan Etambutol (HRE)
 Resisten INH, Rifampisin,Etambutol dan Streptomisin (HRES)

8
ANALISIS SOAP

1. Subjektif Batuk berdahak, sesak nafas, tidak nafsu makan, lemas


2. Objektif - Usia :58 tahun
- Berat Badan:45 kg
- Tinggi badan:160 cm
- Tekanan darah:120/70 mmHg
- BTA positif
- Foto rontgen infiltrate
- Tes kultur jaringan Mycobacterium tuberculosis positif
3. Asesment Ketidak patuhan pasien dalam mengkonsumsi obat, dapat
dikarenakan pasien lupa minum obat menyebabkan pasien
menjadi resisten terhadap Rifampisin dan antibiotic
golongan Kuinolon.

4. Plan  Pasien resisten terhadap Fluorokuinolon (FQ) ---pasien


diberikan panduan individual---panduan terdiri dari 3
obat grup A dan 2 grup B
 Levofloxacin, Moxifloxacin harus dimasukkan ke dalam
pengobatan pasien MDR pada panduan pengobatan
jangka panjang tidak dapat dilakukan karena pasien
resisten terhadap kuinolon
 Bedaquiline harus dimasukkan ke panduan pengobatan
TB-MDR jangka panjang untuk pasien >18 tahun
 Line zolid harus dimasukkan ke panduan pengobatan
TB-MDR jangka panjang
 Clofazimin dan Cycloserin dapat dimasukkan dalam
pengobatan pasien MDR yang menggunakan
panduanTB RO jangka panjang
 Jika panduan tidak dapat dibentuk dari obat grup A dan
B saja, maka obat grup C ditambah untuk melengkapi
panduan pengobatan
 Etambutoldapat dimasukkan ke dalam pengobatan
pasien MDR dengan panduan TB RO jangka panjang.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tuberculosis adalah penykit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman Tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis) yang sebagian besar kuman
Tuberkulosis menyerang paru-paru namun dapat juga menyerang organ tubuh
lainnya. Kuman tersebut berbentuk batang yang mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu, disebut juga sebagai Basil
Tahan Asam (BTA) dan cepat mati jika terpapar sinar matahari langsung namun
dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab (Muttaqin,
2012).
Tujuan pengobatan TBC adalah: menyembuhkan, mempertahankan
kualitas hidup dan produktivitas pasien, mencegah kematian akibat TB aktif atau
efek lanjutan, mencegah kekambuhan TB, mengurangi penularan TB kepada
orang lain, mencegah perkembangan dan penularan resisten obat.
B. Saran
Kepada para pembaca kami ucapkan selamat belajar dan manfaatkanlah
makalah ii dengan sebaik-baiknya, kami menyadari bahwa makalah ini masih
perlu di tingkatkan mutunya, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional pengendalian


tuberculosis. Jakarta :Depkes RI;2014.
Perhimpunan dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: pedoman diagnose dan
pedomanpenatalaksana di Indonesia. Jakarta :Indah Offset Citra Grafika;
2011.
Word Health Organization. WHO report. Global tuberculosis control:
surveillance, planning, financing.Genave: World Health Organization;2005
Kusuma C. Dignostik tuberculosis paru. Sari Pediatri. 2007;8(4):143-51.
World Health Organization. Global tuberculosis control-epidemiology, strategy,
financing. Geneva:WHO;2009.
Depertemen Kesehatan Republic Indonesia. Pedoman nasional tuberculosis
Jakarta: Depkes RI; 2014.
Suharyo. Determinasi penyakit tuberculosis di daerah pedesaan. Jurnal Kesehatan
Masyarakat 2013: 9(1):85-91.
World Healh Organizatio. Guidance for national tuberculosis programmes on
management of tuberculosis in children. Genave: World Health
Oganization, 2006.(WHO/HTM/TB/2006.371).
Kementrian kesehatan republic Indonesia Direktorat jendral pengendalian penyakit
dan penyehatan lingkungan 2013. Permenkes no.21 tahun 2013 tentang
penanggulangan HIV dan AIDS. Tes HIV atas inisiatif pemberian
pelayanan kesehatan dan konseling (TIPK), Jakarta:2013.
Kementrian kesehatan RI dan Ikatan Dokter Indonesia. Panduan tata laksana TB
sesuia ISTC dengan strategi DOTS untuk dokter praktik swasta (dps).
Jakarta :Ke mentrian Keshatan RI, 2014.

11

Anda mungkin juga menyukai