Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PHEIC

TUBERKULOSIS PARU

Oleh

Muhammad Fahri Hamzah (71200891022)

Muhammad Fahrizal Fahmi Harahap (71200891011)

Deasy Putri Sahbana Nasution (71200891008)

Rizky Aulia S Meliala (71200891031)

Pembimbing
dr. Bambang Susanto, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN

2022
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Public
Health Universitas Islam Sumatera Utara dengan Judul “TUBERKULOSIS
PARU”
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar –
besarnya kepada dr. Bambang Susanto, M.Kes, yang telah memberikan bimbingan
dan arahannya selama mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di bagian PH (
Public Health ) dalam membantu menyusun makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini memiliki banyak
kekurangan baik dari kelengkapan teori maupun penuturan bahasa, karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan
menambah pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan
ilmu kedokteran dalam praktek di masyarakat.

Medan, Mei 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 2
2.1 Tuberkulosis Paru ...................................................................................... 2
2.1.1 Konsep Dasar Penyakit TB Paru.........................................................2
2.1.1.1 Definisi dan Morfologi.........................................................2
2.1.1.2 Epidemiologi........................................................................2
2.1.1.3 Patogenesis...........................................................................3
2.1.1.4 Klasifikasi Tuberkulosis.......................................................4
2.1.1.5 Diagnosis..............................................................................6
2.1.1.6 Pengobatan Tuberkulosis.....................................................7
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Salah satu faktor risiko terbanyak dari
penyakit ini adalah melemahnya sistem imunitas tubuh yang disebabkan oleh
beberapa penyakit seperti HIV/AIDS dan malnutrisi. Faktor lingkungan yang
buruk serta kebiasaan yang kurang baik bisa meningkatkan risiko terjadinya
penyakit tuberkulosis. Petugas kesehatan yang bekerja di pusat kesehatan juga
memiliki risiko tinggi untuk tertular dari pasien tuberkulosis (Kemenkes RI,
2018).
Negara kita Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki insiden
penyakit tuberkulosis terbanyak di dunia selain negara China, Pakistan, India,
Filipina, Afrika Selatan, dan Nigeria. Penyakit (TB) tuberkulosis yang paling
banyak di Indonesia yaitu TB paru. Untuk Indonesia sendiri, perkiraan jumlah
kasus TB telah mencapai 842,000 kasus dan jumlah kasus TB di Indonesia sampai
menempati urutan ketiga di dunia setelah negara India dan China (Kemenkes RI,
2019).
Dari beberapa survei, jumlah kasus baru penyakit TB pada jenis kelamin
1.4 kali lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan. Dan, ada survei
yang ditemukan bahwa prevalensi penyakit TB 3 kali lebih tinggi pada laki-laki
dibandingkan pada perempuan. Hal ini terjadi kemungkinan terjadi karena adanya
pola hidup untuk kebiasaan merokok pada laki-laki yang merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya penyakit TB dan ketidakpatuhan meminum obat yang
diberikan oleh dokter (Kemenkes RI, 2018).
Di Indonesia, untuk jumlah total kasus baru TB paru berjumlah total
255.812 kasus yang didominasi oleh jenis kelamin laki-laki yaitu 153.904 kasus
kemudian diikuti oleh jenis kelamin perempuan yaitu 101.908 kasus. (Kemenkes
RI, 2019). Penyakit TB masih menjadi salah satu penyakit mematikan nomor 10
di dunia. Semua orang bisa terkena penyakit ini baik anak-anak maupun orang
dewasa. Namun, orang dewasa yang lebih sering terkena TB (WHO, 2020).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis Paru


2.1.1 Konsep Dasar Penyakit TB Paru
2.1.1.1 Definisi dan Morfologi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis complex. Sebagian bakteri ini menyerang
paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya.
Kuman ini berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,
tidak berspora dan tidak berkapsul. Berukuran lebar 0,3 – 0,6 µm dan
panjang 1-4 µm. Memiliki dinding sangat kompleks, terdiri dari lapisan
lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding kuman ini adalah
asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat
yang disebut “cord factor”, dan mycobacterial sulfolipids yang
berperan dalam virulensi. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel
bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan
arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut
menyebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis bersifat tahan asam,
yaitu apabila sekali diwarnai, tahan terhadap upaya penghilangan zat
warna tersebut dengan larutan asam-alkohol.1

2.1.1.2 Epidemiologi
Pada tahun 2020, Tuberkulosis merupakan peringkat ke 13
penyebab utama kematian di dunia. Sebanyak 1,5 juta kematian
penduduk di dunia disebabkan oleh tuberculosis. Tuberkulosis terjadi
pada setiap bagian di dunia. Sebanyak 25% populasi penduduk di dunia
pernah terinfeksi bakteri tuberculosis. Pada tahun 2020 kasus
tuberculosis tertinggi terdapat di asia tenggara dengan 43% kasus baru.,
diikuti wilayah afrika dengan 25% kasus baru. 2
Penyakit tuberculosis di Indonesia pada tahun 2021 menempati
peringkat ketiga setelah India dan China dengan jumlah kasus 824.000
dan kematian 93.000 per tahunnya atau setara dengan 11 kematian per
jam. Menurut laporan WHO, kasus tuberculosis mengalami

2
peningkatan yang sebelumnya pada tahun 2018 sebanyak 316 per
100.000 penduduk. Sebanyak 91% kasus tuberculosis di Indonesia
adalah tuberculosis yang berpotensi menularkan kepada orang yang
sehat disekitarnya. Saat ini, penemuan kasus tuberculosis paling banyak
terdapat di pulau jawa, seperti DKI Jakarta, Jawa barat, Jawa timur, dan
Jawa tengah. Beban penyakit tuberculosis tertinggi diperkirakan berada
pada kelompok usia produktif (25-34 tahun) dengan prevalensi 753 per
100.000 penduduk.3,4

2.1.1.3 Patogenesis
2.1.1.2.1 Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan
bersarang pada jaringan paru dan akan membentuk suatu sarang
pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang
primer ini mungkin timbul dibagian mana saja dalam paru, berbeda
dengan sarang reaktivasi. Kompleks primer ini akan mengalami salah
satu nasib sebagai berikut : 1
a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution
ad integrum).
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus).
c. Menyebar dengan cara :
• Perkontinuitatum menyebar ke sekitarnya
• Penyebaran secara bronkogen
• Penyebaran secara hematogen dan limfogen

2.1.1.2.2 Tuberkulosis Post-Primer


Dimulai dari tuberkulosis primer yang akan muncul
bertahun-tahun kemudian menjadi tuberkulosis post-primer,
biasanya pada usia 15-40 tahun. Sarang dini ini awalnya berbentuk
suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan
mengikuti salah satu jalan sebagi berikut: Diresopsi kembali, dan
sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat.

3
Gambar 2.1 Skema perkembangan sarang tuberkulosis post primer dan perjalanan
penyembuhannya 1.

2.1.1.4 Klasifikasi Tuberkulosis


A. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
paru, tidak termasuk pleura (selaput paru).
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
• Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan
hasil BTA positif.
• Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif.
• Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan biakan positif.
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
• Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan
tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan pemberian
antibiotik spektrum luas.

4
• Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan Mycobacterium tuberculosis positif.
• Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum
diperiksa.
2. Berdasarkan Tipe Penderita
a. Kasus baru
Penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT (Obat Anti Tuberkulosis) atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
b. Kasus kambuh (relaps)
Penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan
hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Penderita yang sedang mendapatkan pengobatan disuatu
kabupaten dan kemudian dan kemudian pindah berobat ke
kabupaten lain.
d. Kasus lalai berobat
Penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan
berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat.
e. Kasus gagal
f. Kasus kronik
Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif setelah
selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang
baik.
g. Kasus bekas TB

B. Tuberkulosis Ekstra Paru


Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, dan alat kelamin.
a. TB di luar paru ringan

5
Misalnya : TB kelenjar limfe.
b. TB di luar paru berat
Misalnya : meningitis, pericarditis, TB usus.

Gambar 2.2 Skema Klasifikasi Tuberkulosis 1

2.1.1.5 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik, dan
pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Gejala Klinik
a. Gejala respiratorik
• Batuk ≥ 3 minggu
• Batuk darah
• Sesak napas
• Nyeri dada

6
b. Gejala sistemik
• Demam
• Gejala sistemik lain : malaise, keringat malam, anoreksia,
berat badan menurun.
2. Pemeriksaan Jasmani
3. Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan pemeriksaan
Berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi
(termasuk biopsi jarum halus/BJH).
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut.
4. Pemeriksaan Radiologik
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Polymerase chain reaction (PCR)
b. Pemeriksaan serologi
c. Pemeriksaan darah
d. Uji tuberkulin

2.1.1.6 Pengobatan Tuberkulosis


Pengobatan TB Paru bertujuan untuk menyembuhkan penderita,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan,
dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis
(OAT).
A. Prinsip pengobatan Tuberkulosis sebagai berikut :
1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) harus diberikan dalam bentuk
kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis
tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
2. Untuk menjamin kepatuhan penderita menalan obat, dilakukan
pengawas langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang pengawas menelan obat (PMO)).

7
3. Pengobatan TB Paru dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap
Intensif dan Lanjutan :
a.Tahap Intensif ( 2-3 bulan)
- Penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
- Bila pengobatan tahap intensif diberikan secara tepat, biasanya
penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu.
- Sebagian besar pendeita TB Paru Basil Tahan Asam (BTA)
Positif (Konvensi) dalam 2 bulan.
b.Tahap Lanjutan (4 atau 7 bulan)
- Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama.
-Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
B. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
1. Jenis obat utama (lini 1)
• Rifampisin
• INH
• Pirazinamid
• Streptomisin
• Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination)
• Empat obat anti tuberkulosis dalam satu tablet, yaitu
rifampisin
• 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg, dan etambutol
275 mg.
• Tiga obat anti tuberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin
150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg.
3. Jenis obat tambahan lainnya ( lini 2 )
• Kanamisin
• Kuinolon

8
• Obat lain masih dalam penelitian : makrolid, amoksilin +
asam klavulanat
• Derivat rifampisin dan INH

Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan


tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek
samping. Oleh sebab itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek
samping dari mengonsumsi Obat Anti Tuberkulosis ( OAT ) harus
dilakukan selama pengobatan.
Resistensi terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) terutama
terjadi karena mutasi pada gen Mycobacterium tuberculosis.
Mutasi sering disebabkan oleh inadekuatnya kadar terapeutik obat,
terutama akibat ketidakpatuhan dalam proses mengkonsumsi obat,
terjadi karena penggunaan obat yang tidak tepat dan tidak teratur,
sehingga menimbulkan mutasi pada gen yang mengkode target
OAT seperti gen KatG untuk isoniazid.
Didapati bahwa terhadap OAT adalah karena mutasi genomik
tertentu pada beberapa gen spesifik Mycobacterium tuberculosis.
Sampai saat ini didapat sembilan mutasi gen yang diketahui terkait
dengan resistensi terhadap OAT lini pertama. KatG, InhA, AphC,
dan KasA untuk resistensi isoniazid; RpoB untuk resistensi
rifampisin; RpsL dan Rss untuk resistensi streptomisin; EmbB
untuk resistensi etambutol; dan PncA untuk resistensi pirazinamid.
MDR-TB adalah akibat akumulasi dari mutasi-mutasi tersebut 5.

Tabel 2.1 Dosis Obat Anti Tuberkulosis Lini Pertama

Dikutip : Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis Tahun 2016

9
Tabel 2.2 Efek Samping Ringan dari Obat Anti Tuberkulosis ( OAT)

Efek Samping Penyebab Penanganan

Tidak nafsu makan, Rifampisin Obat diminum malam


mual, sakit perut sebelum tidur

Nyeri sendi Pirazinamid Beri aspirin/allopurinol

Kesemutan sampai INH Beri vitamin B6


dengan rasa terbakar (piridoksin) 100 mg
pada kaki perhari

Warna kemerahan pada Rifampisin Beri penjelasan, tidak


air seni perlu diberi apa-apa

Tabel 2.3 Efek Samping Berat dari Obat Anti Tuberkulosis ( OAT )

Efek Samping Penyebab Penanganan


Gatal dan kemerahan pada Semua jenis OAT Beri antihistamin dan
kulit dievaluasi ketat

Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan

Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan

Ikterik Hampir semua OAT Hentikan semua OAT


sampai ikterik
menghilang

10
Bingung dan muntah- Hampir semua OAT Hentikan semua OAT
muntah dan lakukan uji fungsi
hati

Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol

Purpura dan renjatan Rifampisin Hentikan rifampisin


(syok)

11
BAB III
KESIMPULAN

Tuberkulosis merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh


bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Salah satu faktor risiko terbanyak dari
penyakit ini adalah melemahnya sistem imunitas tubuh yang disebabkan oleh
beberapa penyakit seperti HIV/AIDS dan malnutrisi.

Pada tahun 2020, Tuberkulosis merupakan peringkat ke 13 penyebab


utama kematian di dunia. Sebanyak 1,5 juta kematian penduduk di dunia
disebabkan oleh tuberculosis. Tuberkulosis terjadi pada setiap bagian di dunia.
Sebanyak 25% populasi penduduk di dunia pernah terinfeksi bakteri tuberculosis.
Pada tahun 2020 kasus tuberculosis tertinggi terdapat di asia tenggara dengan 43%
kasus baru., diikuti wilayah afrika dengan 25% kasus baru.

Negara kita Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki insiden
penyakit tuberkulosis terbanyak di dunia selain negara China, Pakistan, India,
Filipina, Afrika Selatan, dan Nigeria. Penyakit (TB) tuberkulosis yang paling
banyak di Indonesia yaitu TB paru. Untuk Indonesia sendiri, perkiraan jumlah
kasus TB telah mencapai 842,000 kasus dan jumlah kasus TB di Indonesia sampai
menempati urutan ketiga di dunia setelah negara India dan China.

Penyakit TB masih menjadi salah satu penyakit mematikan nomor 10 di


dunia. Semua orang bisa terkena penyakit ini baik anak-anak maupun orang
dewasa. Namun, orang dewasa yang lebih sering terkena TB.

12
DAFTAR PUSAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018.


Jakarta: Kemenkes RI; 2018.
2. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018.
Jakarta: Kemenkes RI; 2019.
3. World Health Organization . Tuberculosis. Available from:
https://www.who.int/health-topics/tuberculosis#tab=tab_1. 2022
4. PDPI. Pedoman diagnosa dan pelaksanaan tuberkulosis di Indonesia.
(2016).
5. World Health Organization. Tuberculosis. World Health Organization
(2021). Available at: https://www.who.int/news-room/fact-
sheet/detail/tuberculosis.
6. Rokom. Tahun ini, Kemenkes rencanakan skrinning TBC besar-besaran.
Sehat Negeriku (2022). Available at:
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-
media/20200322/4239560/tahun-ini-kemenkes-rencanakan-skrinning-tbc-
besar-besaran/.
7. Kemenkes RI. Strategi nasional penanggulangan tuberkulosis di Indonesia
2020-2024. Kemenkes RI (2020).
8. Siregar, M. I. T. Mekanisme Resistensi Isoniazid & Mutasi Gen KatG
Ser315Thr ( G944C ) Mycobacterium tuberculosis Sebagai Penyebab
Tersering Resistensi Isoniazid. Jambi Med. J. 3, 119–131 (2015).

13

Anda mungkin juga menyukai