Anda di halaman 1dari 37

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman
mikobakterium tuberkulosa. Hasil ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada
tahun 1882. Penyakit tuberkulosis sudah ada dan dikenal sejak zaman dahulu,
manusia sudah berabad-abad hidup bersama dengan kuman tuberkulosis. Hal ini
dibuktikan dengan ditemukannya lesi tuberkulosis pada penggalian tulang-tulang
kerangka di Mesir. Demikian juga di Indonesia, yang dapat kita saksikan dalam
ukiran-ukiran pada dinding candi Borobudur. ²

Diseluruh dunia tahun 1990 WHO melaporkan terdapat 3,8 juta kasus baru
TB dengan 49% kasus terjadi di Asia Tenggara. Dalam periode 1984 – 1991 tercatat
peningkatan jumlah kasus TB diseluruh dunia, kecuali Amerika dan Eropa. Di tahun
1990 diperkirakan 7,5 juta kasus TB dan 2,5 juta kematian akibat TB diseluruh
dunia.⁴

Annual Risk Infection ditahun 1980 – 1985 dinegara-negara Asia Tenggara


diperkirakan sekitar 2% yang berarti terdapat insidensi 100 kasus BTA (+) per
100.000 penduduk. Tahun 1987 di Singapura terdapat 62 kasus per 100.000
penduduk, dengan rata-rata penurunan tahunan 5,7% sejak tahun 1959. Brunei
Darussalam dengan angka kematian 8,5 kasus per 100.000 penduduk dengan insiden
BTA (+) 84 kasus per 226.000 penduduk. Sedangkan Filipina ditahun 1981 – 1983
memperkirakan prevalensi BTA (+), 0,95%. Berdasarkan data dari SEAMIC Health
Statistic tahun 1990, penyakit tuberkulosis penyebab kematian no. 10 di Thailand
tahun 1989 dan menduduki urutan ke 4 di Filipina pada tahun 1987. Menurut Global
TB – WHO, 1998 saat ini pusat dari epidemi TB berada di Asia dengan terdapat 4,5
juta dari 8 juta kasus yang diperkirakan terdapat di dunia atau 50% kasusnya di 6
2

negara yaitu India, Cina, Bangladesh, Pakistan, Indonesia dan Filipina. Indonesia
menempati urutan ke-3 sebagai penyumbang kasus terbesar di dunia setelah India dan
Cina. ³
Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen
Kesehatan RI, tahun 1972 TB menempati urutan ke-3 penyebab kematian menurut
SKRT tahun 1980 TB menempati urutan ke 4, dan menurut SKRT tahun 1992, TB
menempati urutan nomor 2 sesudah penyakit sistem sirkulasi. Pembuatan diagnosis
tuberkulosis paru kadang-kadang sulit, sebab penyakit tuberkulosis paru yang sudah
berat dan progresif, sering tidak menimbulkan gejala yang dapat dilihat/dikenal;
antara gejala dengan luasnya penyakit maupun lamanya sakit, sering tidak
mempunyai korelasi yang baik. Hal ini disebabkan oleh karena penyakit tuberkulosis
paru merupakan penyakit paru yang besar (great imitator), yang mempunyai
diagnosis banding hampir pada semua penyakit dada dan banyak penyakit lain yang
mempunyai gejala umum berupa kelelahan dan panas. ⁵

1.2 Batasan Masalah

Laporan kasus ini membahas tentang definisi, etiologi, pemeriksaan,


manifestasi klinis dan penatalaksanaan tuberkulosis paru.

1.3 Tujuan Penulisan

1. Memahami definisi, etiologi, pemeriksaan, manifestasi klinis dan penatalaksanaan


tuberkulosis paru.

2. Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di dalam bidang kedokteran.

3. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu


Paru Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara
3

BAB II

ISI

2.1. DEFINISI

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru


yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.¹

2.2. EPIDEMIOLOGI

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting


di dunia ini. Pada tahun 1992, WHO tlah mencanangkan TB sebagai Global
Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus
baru TB pada tahun 2002 dengan 3,9 juta adalah kasus BTA positif. Sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO
jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di
dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000
penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per
100.000 pendduduk.

Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta
setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat
di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi
mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.

Indonesia masih menempati urutan ke 2 di dunia untuk jumlah kasus TB


setelah India. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000
kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara
4

penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit
jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia. ⁸

Gambar 1. Perkiraan jumlah insidensi TB berdasarkan negara pada tahun 2010

2.3 ETIOLOGI

Penyebab TB adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk


batang dengan ukuran panjang 1 – 4 μm dan tebal 0,3 – 0,6 μm, tidak berspora dan
tidak berkapsul. Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (60%),
peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan juga
lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Bakteri TB ini mati pada pemanasan
100ºC selama 5-10 menit atau pada pemanasan 60ºC selama 30 menit dan dengan
alcohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara
terutama ditempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan
terhadap sinar atau aliran udara. ⁷
5

2.4 PATOGENESIS

1. Tuberculosis Primer

Penularan Tuberkulosis Paru dapat terjadi karena kuman dibatukkan atau


dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel ini dapat menetap
tergantung akan sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dan pada
suasana yang lembab dan gelap, kuman ini dapat bertahan selama berhari dan bahkan
berbulan. Jika partikel infeksi ini terhirup aka akan menempel pada saluran napas
6

atau jaringan paru. Partikel ini dapat masuk ke jaringan alveolar bila ukuran partikel
< 5 mikrometer.

Kuman yang bersarang di jaringan paru tersebut membentuk sarang tuberculosis


pneumonia kecil dan disebut sarang primer Fokus Ghon dan dapat terjadi diseluruh
bagian paru.

Pada stadium permulaan setelah pembentukan focus primer akan terjadi beberapa
kemungkinan :

- Penyebaran Bronkogen
- Penyebaran Limfogen
- Penyebaran Hematogen

Penyebaran ini dapat berhenti jika jumlah kuman yang masuk sedikit dan telah
terbentuk daya tahan tubuh yang spesifik terhadap basil tuberculosis. Jika basil
tuberculosis masuk ke saluran pernafasan cukup banyak makan akan terjadi
tuberculosis milier.

Kelanjutan dari sarang tersebut, akan timbul peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis local), pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis
regional).

Dimana : Fokus Ghon + Limfangitis Local + Limfadenitis Regional menghasilkan


Kompleks Primer (Ranke) dan Kompleks Primer ini selanjutnya dapat menjadi :

- Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat


- Sembuh dengan sedikit meninggalkan bekas berupa garis fibrotic, kalsifikasi
di hilus. Diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.
- Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya
7

b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru


sebelahnya tertelan bersama sputum dan udah sehingga menyebar ke usus.
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen dimana penyebaran ini
berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imun
yang adekuat, Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat
tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal dsb.

2. Tuberkulosis Post Primer


Kuman yang dormant pada Tuberkulosis Primer muncul setelah
beberapa lama dan berubah menjadi tuberkulosis pasca primer (tuberkulosis
sekunder). Awalnya dari adanya sarang primer yang berlokasi di jaringan paru
dan sarang ini :
a. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

b. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan


jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan
perkapuran.

c. Sarang ini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan


jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi
lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan
terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama
dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar,
sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas
adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang
diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan antara sitokin dengan
TNF-nya. ¹⁰
8

2.5 KLASIFIKASI

1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)

a. Tuberkulosis paru BTA (+)

 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA


positif
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif

b. Tuberkulosis paru BTA (-)

 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran


klinik dan kelainan rediologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta
tidak respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M. tuberculosis positif
 Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa

2. Berdasarkan tipe penderita

a. Kasus baru: penderita yang belum pernah mendapat pengobatan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan (30 dosis harian)
9

b. Kasus kambuh (relaps): penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah


mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif
atau biakan positif. Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik
sehingga dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan:

 Infeksi sekunder
 Infeksi jamur
 TB paru kambuh

c. Kasus pindahan (Transfer In): penderita yang sedang mendapatkan


pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain.
Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan / pindah

d. Kasus lalai berobat: penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan,
dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya
penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.

e. Kasus gagal: penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobtan) ATAU penderita
dengan hasil BTA negatif, gambaran radiologi positif menjadi BTA positif pada akhir
bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologi ulang hasilnya perburukan

f. Kasus kronik: penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik

g. Kasus bekas TB:

Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologi
serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT yang adekuat
akan lebih mendukung
10

Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan lesi TB aktif, namun


setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan
gambaran radiologi.

Tuberkulosis Ekstraparu

Batasan: Tuberkulosis yang menyerang organ lain selain paru, misalnya


pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll. Diagnoss sebaiknya didasarkan
atas kultur spesimen positif atau histologi atau bukti klinis kuat konsisten dengan TB
ekstraparu aktif, yang selanjutnya dipertimbangkan oleh klinisi untuk diberikan obat
anti tuberkulosis siklus penuh. TB di luar paru dibagi berdasarkan pada tingkat
keparahan penyakit, yaitu:

1. TB di luar paru ringan: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang


(kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal

2. TB di luar paru berat: meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis


eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan TB alat
kelamin. ⁸

2.6 FAKTOR RESIKO


11

 Faktor terkait karakteristik pejamu


1. Umur
Insiden tertinggi tuberculosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di
indonesia diperkirakan 75% penderita TB paru adalah kelompok usia
produktif yaitu 15-50 tahun. Pada usia tersebut merupakan masa yang paling
produktif untuk melakukan berbagai kegiatan.

2. Jenis Kelamin
Jumlah penderita pria yang lebih banyak karena diduga aktivitasnya yang
lebih tinggi dibandingkan perempuan.

3. Status Gizi
Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya
tahan tubuh dan respom imumologis terhadap penyakit.

4. Malnutrisi.
12

Penelitian telah menunjukkan bahwa malnutrisi (defisiensi mikro dan makro)


meningkatkan risiko TB karena respon imun yang terganggu. Penyakit TB
sendiri bisa menyebabkan kekurangan gizi karena menurunnya nafsu makan
dan perubahan dalam proses metabolisme.

5. Diabetes
Bukti biologis mendukung teori diabetes itu secara langsung merusak respon
imun bawaan dan adaptif, sehingga mempercepat proliferasi TB. ¹¹

6. Proksimitas
Kontak dekat kasus TB yang menular termasuk kontak dan perawatan rumah
tangga pemberi / pekerja perawatan kesehatan. beresiko tinggi menjadi
terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan perkembangannya tuberkulosis
aktif primer.

 Faktor terkait lingkungan sosial dan ekonomi


1. Kepadatan
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya,
artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal disamping menyebabkan
kurangnya konsumsi oksigen, bila salah satu anggota keluarga terkena
penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.

2. Pekerjaan dan Keadaan sosial ekonomi


Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap
individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu, paparan partikel
debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran
pernapasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan
13

morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernapasan dan


umumnya TB paru.

3. Ventilasi
Fungsi ventilasi adalah untuk mejaga agar aliran udara didalam rumah
tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan
penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan sehingga merupakan media
yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/bakteri penyebab
penyakit, misalnya kuman TB.

4. Kebiasaan Merokok

Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk


mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik
dan kanker kandung kemih. Dengan adanya kebiasaan merokok akan
mempermudah untuk terjadinya infeksi TB paru. ⁹

2.7 MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis tuberculosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu


gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkait adalah paru maka
gejala lokal adalah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).

1. Gejala respiratorik

 Batuk > 2 minggu


 Batuk darah
 Sesak napas
14

 Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien
terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat
dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk.
Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

2. Gejala sistemik
 Demam
 Malaise
 Keringat malam
 Anoreksia dan berat badan menurun⁸
2.8 DIAGNOSA
2.8.1 Anamnesis
Dari Anamnesis yang dilakukan pada pasien diduga TB paru, akan didapati
keluhan seperti batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum, sesak nafas, dan
batuk darah. Dan juga akan ditemukan keluhan lainnya seperti demam, malaise,
keringat malam serta penurunan berat badan. Dalam meng-anamnesis riwayat
penyakit terdahulu, tanyakan apakah pasien ada kontak dengan penderita TB paru?
Selain itu juga tanyakan riwayat perjalanan penyakit, riwayat penyakit
keluarga/keturunan, serta faktor yang memberatkan penyakit yang diderita pasien.

2.8.2 Pemeriksaan Fisik


a. Inspeksi
 Keadaan umum pasien, pada pasien TB paru ditemukan adanya konjungtiva
mata pucat  anemia, badan kurus  BB menurun.
 Inspeksi dada : secara umum untuk melihat bentuk dada dan tulang belakang,
gerakan dinding dada, penggunaan otot respirasi tambahan.
15

b. Palpasi
Umumnya dilakukan untuk mengetahui denyut apeks, posisi trakea,
kelenjar getah bening aksila, jumlah gerakan dinding dada, fremitus vocal.
 Pada pasien TB paru ditemukan hantaran getaran (thrill) yang lebih 4 cm ke
dalam paru.
 Pada TB paru dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi
otot-otot interkostal.
 Suhu badan demam (subfebris)

c. Perkusi
 Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah apeks. Bila ada
infiltrat yang luas maka akan dijumpai perkusi yang redup.
 Bila terdapat kavitas yang cukup besar perkusi akan akan memberikan suara
hipersonor atau timpani
 Bila TB mengenai pleura akan menyebabkan efusi pleura, perkusi akan
memberikan suara pekak.

d. Auskultasi
 Bila infiltrat luas pada auskultasi akan terdengar suara nafas bronkial
 Bila infiltrat diliputi oleh penebalan pleura maka suara nafas menjadi
vesikuler melemah
 Tetapi akan didapat juga suara tambahan seperti ronki basah, kasar dan
nyaring
 Bila terdapat kavitas yang cukup besar pada auskultasi akan memberikan
suara amforik
16

 Bila TB mengenai pleura akan menyebabkan efusi pleura pada saat auskultasi
akan memberikan suara nafas yang lemah sampai tidak terdengar sama
sekali.¹²

2.8.3 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan radiologis
Untuk menemukan lesi tuberculosis, lokasi lesi tuberculosis umumnya di
daerah apeks paru. Pada awal penyakit, gambaran radiologis berupa bercak-bercak
seperti awan dengan batas-batas yang tegas, bila lesi ini sudah diliputi jaringan ikat
maka bayangan terlihat bulatan dengan batas yang tegas, lesi ini dikenal sebagai
tuberkuloma. Gambaran lain ditemukan berupa bayangan berawan / nodular di
segmen apikal dan posterior  lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah,
Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular Bayangan bercak milier dan Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral
(jarang).¹³
17

b. Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Pada saat TB paru mulai aktif akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit
meninggi dengan hitung jenis pergesaran ke kanan. Jumlah limfosit masih dibawah
normal. Laju endap darah mulai meningkat.

Sputum
Pemeriksaan penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis
tuberculosis sudah dapat dipastikan disamping itu juga dapat memberikan evaluasi
terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Kriteria sputum BTA (+) adalah bila
sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada sediaan (5.000). Bila dua
atau lebih dari tiga spesimen tersebut terdapat BTA (+) maka dinyatakan sebagai
penderita TB paru; bila hanya satu spesimen yaitu BTA (+), maka perlu dilakukan
pemeriksaan ulang dahak S-P-S, bila hasil masih tetap sama maka dilakukan
18

pemeriksaan radiologi. Bila ketiga dahak hasilnya BTA (-) diberikan antibiotik
spektrum luas selama 1-2 minggu dan ulangi pemeriksaan dahak S-P-S dan
pemeriksaan radiologi.

Tes Tuberculin
Menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M.
tuberculosae, M.bovis, vaksinasi BCG, dan Mycobacteria patogen lainnya. Untuk
memberikan reaksi gambaran imun terhadap adanya antigen tuberculosis. ¹²

2.8.4 Pemeriksaan Bakteriologi


• Bahan pemeriksaan
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi dapat berasal dari dahak, cairan pleura,
Liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, Bronchoalveolar Lavage,
urin, feses, jaringan biopsi.
• Cara pengambilan dahak
Pengambilan dahak lakukan 3 kali yaitu Sewaktu (saat datang pertama kali) –
pagi – sewaktu ( saat mengantarkan dahak pagi) atau dikumpulkan setiap pagi
3 kali berturut-turut.
 S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
 P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada

petugas di Fasyankes.

 S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat


menyerahkan dahak pagi.
19

Pengambilan 3 spesimen dahak masih diutamakan dibanding dengan 2


spesimen dahak mengingat masih belum optimalnya fungsi sistem dan hasil
jaminan mutu eksternal pemeriksaan laboratorium. ¹⁴

• Cara pemeriksaan
Dapat dilakukan secara mikroskopik biasa, mikroskopik fluoresen atau
biakan. Biakan adalah cara yang terbaik karena dapat untuk memastikan
kuman tersebut kuman hidup, dan dapat dilakukan uji kepekaan dan
identifikasi kuman bila perlu. Pemeriksaan mikroskopik dapat dengan
pewarnaan Ziehl Neelsen atau Tan Thiam Hok (gabungan Kinyoun Gabbett),
dan biakan dengan cara sederhana.

Gambar. Alur Diagnosis TB paru pada orang dewasa


20

2.9 TATALAKSANA

Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

 Rifampisin
 INH
 Pirazinamid
 Streptomisin
 Etambutol

Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)

 Empat OAT dalam 1 tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg,
pirazinamid 400 mg, dan etambutol 275 mg, dan
 Tiga obat dalam 1 tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan
pirazinamid 400 mg

Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

 Kanamisin
 Kuinolon
 Obat lain masih dalam penelitian: makrolid, amoksilin + asam klavulanat
 Derivat rifampisin dan INH

Dosis OAT

1. Rifampisin: 10 mg/kg BB, maksimal 600 mg 2 – 3 kali/minggu atau


BB > 60 kg : 600 mg
BB 40 – 60 kg : 450 mg
BB < 40 kg : 300 mg
21

Dosis intermiten 600 mg / kali

2. INH: 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg, 10 mg/kg BB 3 kali seminggu, 15


mg/kg BB 2 kali seminggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. Intermiten:
600 mg/kali

3. Pirazinamid: fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 kali seminggu, 50


mg/kg BB 2 kali seminggu atau:
BB > 60 kg : 1500 mg
BB 40 – 60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg

4. Etambutol: fase intensif 20 mg/kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB, 30


mg/kg BB 3 kali seminggu, 45 mg/kg BB 2 kali seminggu atau:
BB > 60 kg : 1500 mg
BB 40 – 60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
Dosis intermiten 40 mg/kg BB/kali

5. Streptomisin: 15 mg/kg BB atau


BB > 60 kg : 1000 mg
BB 40 – 60 kg : 750 mg
BB < 40 kg : sesuai BB
6. Kombinasi dosis tetap
Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita hanya
minum obat 3 – 4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase
lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2 OAT seperti yang selama
ini telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan.
22

Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila
mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / fasilitas
yang mampu menanganinya.

Obat Dosis Dosis yang dianjurkan Dosis Dosis (mg/kgBB)


(mg/kgB maks
Harian Intermitten <40 40- >60
B/hari) (mg)
(mg/kgBB/hari (mg/kgBB/hari 60
) )

R 8-12 10 10 600 300 450 600

H 4-6 5 10 300 150 300 450

Z 20-30 25 35 750 1000 1500

E 15-20 15 30 750 1000 1500

S Sesuai 750 1000


15-18 15 15 1000 BB

Tabel 1. Jenis dan Dosis OAT

Panduan OAT
Pengobatan tuberculosis dibagi menjadi:
1. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Panduan obat yang dianjurkan: 2 RHZE / 4 RH

Atau 2 RHZE / 6 HE

Atau 2 RHZE / 4 R3H3

Panduan ini dianjurkan untuk:

a. TB paru BTA (+), kasus baru


23

b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh
paru). Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan
disesuaikan dengan hasil uji resistensi

2. TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal
Panduan obat yang dianjurkan: 2 RHZE / 4 RH
Atau 6 RHE

Atau 2 RHZE / 4 R3H3

3. TB paru kasus kambuh


Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan  2 RHZES / 1 RHZE. Fase
lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji 
resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan

4. TB paru kasus gagal pengobatan


Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan  obat lini 2 (contoh
paduan: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan
15-18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak
memungkinkan pada fase awal dapat diberikan  2 RHZES / 1 RHZE. Fase
lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji 
resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan. Dapat pula
dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru.

5. TB paru kasus putus berobat


Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali
sesuai dengan kriteria sebagai berikut:
a. Berobat > 4 bulan
1) BTA saat ini (-)
24

Klinis dan  radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka


pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif,
lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB
dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain.
Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang
lebih lama
2) BTA saat ini (+)
Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat
dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.

b. Berobat < 4bulan


1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
2) Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif
pengobatan diteruskan
Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap
OAT

6. TB paru kasus kronik


a. Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,
berikan RHZES.  Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan
hasil uji resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih
sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam,
makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan.
b. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
c. Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan
penyembuhan
d. Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru
25

Kategori Kasus Paduan obat yang Keterangan


diajurkan
I - TB paru BTA 2 RHZE / 4 RH atau  
+,
2 RHZE / 6 HE
BTA - , lesi
*2RHZE / 4R3H3
luas       

 
II - Kambuh -RHZES / 1RHZE / sesuai Bila
hasil uji resistensi atau streptomisin
-Gagal
2RHZES / 1RHZE / 5 alergi, dapat
pengobatan
RHE diganti
kanamisin
-3-6 kanamisin,
ofloksasin, etionamid,
sikloserin / 15-18
ofloksasin, etionamid,
sikloserin atau 2RHZES /
1RHZE / 5RHE
II - TB paru putus Sesuai lama pengobatan  
berobat sebelumnya, lama berhenti
minum obat dan keadaan
klinis, bakteriologi dan
radiologi saat ini (lihat
uraiannya) atau

*2RHZES / 1RHZE /
26

5R3H3E3
III -TB paru BTA 2 RHZE / 4 RH atau  
neg. lesi
6 RHE atau
minimal

*2RHZE /4 R3H3
 
IV - Kronik RHZES / sesuai hasil uji  
resistensi (minimal OAT
yang sensitif) + obat lini 2
(pengobatan minimal 18
bulan)
IV - MDR TB Sesuai uji resistensi +  
OAT   lini 2 atau H
 
seumur hidup
Tabel 2. Ringkasan paduan obat

Efek Samping OAT


27

Pengobatan Suportif / Simptomatik

Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila


keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat
jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau
suportif/simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi
gejala/keluhan

1. Pasien rawat jalan


a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan
vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk
pasien tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak
napas atau keluhan lain

2. Pasien rawat inap


Indikasi rawat inap:
28

 TB paru disertai keadaan / komplikasi sbb:


a. Batuk darah massif
b. Keadaan umum buruk
c. Pneumotorak
d. Empiema
e. Efusi pleura massif / bilateral
f. Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)

TB di luar paru yang mengancam jiwa


a. TB paru milier
b. Meningitis TB

Pengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan


klinis dan indikasi rawat

Terapi Pembedahan
Indikasi operasi:
1. Indikasi mutlak
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap
positif
b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat
diatasi secara konservatif

2. Indikasi Relatif
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kaviti yang menetap
29

Tindakan invasif (selain pembedahan)

1. Bronkoskopi
2. Punksi pleura
3. Pemawangan WSD (water sealed drainage)

Kriteria Sembuh

1. BTA mikroskopik negatif 2 kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
2. Pada foto thoraks, gambaran radiologik serial tetap sama / perbaikan
3. Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif

Evaluasi Pengobatan

Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek


samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat

Evaluasi Klinik

1. Pasien dievaluasi setiap 2minggu pada 1 bulan pertama pengobatan


selanjutnya setiap 1 bulan
2. Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta
ada tidaknya komplikasi penyakit
3. Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik

Evaluasi bakteriologik (0 – 2 – 6 / 9 bulan pengobatan)


1. Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
2. Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
 Sebelum pengobatan dimulai
 Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
30

 Pada akhir pengobatan


3. Bila ada fasilitas biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi

Evaluasi radiologi (0 – 2 – 6 / 9 bulan pengobatan)


1. Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan
darah lengkap
2. Fungsi hati;  SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan
gula darah , serta asam urat untukdata dasar penyakit penyerta atau efek
samping pengobatan
3. Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
4. Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila
ada keluhan)
5. Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan
audiometri (bila ada keluhan)
6. Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan
awal tersebut.  Yang paling penting adalah evaluasi klinis kemungkinan
terjadi efek samping obat.  Bila pada evaluasi klinis dicurigai terdapat
efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk
memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman

Evaluasi keteraturan obat


1. Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan
diminum / tidaknya obat tersebut.  Dalam hal ini maka sangat penting
penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat.
Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan
lingkungannya
2. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah
resistensi
31

Kriteria sembuh
1. BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensifdan akhir
pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
2. Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/ perbaikan
3. Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negative

Evaluasi pasien yang telah sembuh


Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi  minimal
dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA
dahak dan foto toraks.  Mikroskopis BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan (sesuai
indikasi/bila ada gejala)setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6,
12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh (bila ada kecurigaan TB kambuh).⁸

2.10 RESISTENSI GANDA (MULTI DRUG RESISTANCE / MDR)

Resistensi ganda menunjukkan M. tuberkuloss resisten terhadap rifampisin


dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya. Secara umum resistensi terhadap OAT
dibagi menjadi:

1. Resistensi primer: apabila penderita sebelumnya tidak pernah mendapat


pengobatan TB
2. Resistensi inisial: apabila kita tidak tahu pasti apakah penderitanya sudah
pernah ada riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak
3. Resistensi sekunder: apabila penderita telah punya riwayat pengobatan
sebelumnya

Penyebab terjadinya resistensi terhadap OAT yaitu:


32

1. Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis


2. Penggunaan panduan obat tidak adekuat, baik karena jenis obatnya yang tidak
tepat misalnya hanya memberikan INH dan etambutol pada awal pengobatan,
maupun karena di lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yag tinggi
terhadap obat yang digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja
pada daerah dengan resistensi terhadap kedua obat tersebut sudah cukup
tinggi
3. Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga
minggu lalu stop, setelah dua bulan berhenti kemudian berpindah dokter dan
mendapat obat kembali selama dua atau tiga bulan lalu stop lagi, demikian
seterusnya
4. Fenomena addition syndrome, yaitu suatu obat ditambahkan dalam suatu
panduan pengobatan yag tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena
kuman TB telah resisten pada panduan yang pertama, maka “penambahan”
satu macam obat hanya akan menambah panjangnya daftar obat yang resistem
5. Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara
baik, sehingga mengganggu bioavailabilitas obat
6. Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang obat datang ke suatu daerah
kadang terhenti pengirimannya sampai berbulan-bulan
7. Pemakaian OAT cukup lama, sehingga kadang menimbulkan kebosanan
8. Pengetahuan penderita kurang tentang penyakit TB

Pengobatan TB MDR

 Pengobatan MDR-TB hingga saat ini belum ada panduan pengobatan yang
distandarisasi untuk penderita MDR-TB. Pemberian pengobatan pada
dasarnya tailor made, bergantung dari hasil uji resstensi dengan menggunakan
minimal 2 – 3 OAT yang masih sensitif dan obat tambahan lain yang dapat
digunakan yaitu golongan fluorokuinolon (ofloksasin dan siprofloksasin),
33

aminoglikosida (amikasin, kanamisin dan kapreomisin), etionamid, sikloserin,


klofamizin, amoksilin + asam klavulanat. Saat ini panduan yang dianjurkan
OAT yang masih sensitif minimal 2 – 3 OAT dari obat lini 1 ditambah dengan
obat lain (lini 2) golongan kuinolon yaitu ciprofloksasin dosis 2 x 500 mg atau
ofloksasi 1 x 400 mg.
 Pengobatan terhadap tuberkulosis resisten ganda sangat sulit dan memerlukan
waktu yang lama yaitu minimal 12 bulan, bahkan bisa sampai 24 bulan
 Hasil pengobatan terhadap ressten ganda tuberkulosis ini kurang
menggembirakan. Pada penderita non-HIV, konversi hanya didapat sekitar
50% kasus, sedangkan response rate didapat pada 65% kasus dan
kesembuhan pada 56% kasus
 Pemberian OAT yang benar dan terawasi secara baik merupakan salah satu
kunci penting mencegah dan mengatasi masalah ressten ganda. Konsep
Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) merupakan salah satu
upaya penting dalam menjamin keteraturan berobat penderita dan
menanggulangi masalah tuberkulosis khususnya resisten ganda
 Prioritas yang dianjurkan bukan pengobatan MDR, tetapi pencegahan MDR-
TB.¹⁰

2.11 KOMPLIKASI
Tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dini antara lain dapat timbul pleuritis, efusi pleura,
empisema, laringitis, usus Poncet’s arthropathy. Sedangkan komplikasi lanjut dapat
menyebabkan obstruksi jalan nafas, kerusakan parenkim paru, kor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, dan sindrom gagal napas (sering terjadi pada TB milier
dan kavitas TB).¹⁰

2.12 PROGNOSIS
34

Secara umum angka kesembuhan dapat mencapai 96-99% dengan pengobatan


yang baik. Namun angka rekurensi tuberculosis dapat mencapai 0-14% yang biasanya
muncul 1 tahun setelah pengobatan TB selesai terutama di negara dengan insidensi
TB yang rendah. Reinfeksi lebih sering terjadi pada pasien di negara dengan insidensi
yang tinggi. Prognosis biasanya baik tergantung pada selesainya pengobatan.
Prognosis dipengaruhi oleh penyebaran infeksi apakah telah menyebar ekstra paru,
immunokompeten. Usia tua serta riwayat pengobatan sebelumnya. Indeks massa
tubuh yang melambangkan status gizi juga menjadi faktor yang mempengaruhi
prognosis.
35

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium


tuberculosis. WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam)
positif. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian
akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar
39 orang per 100.000 penduduk.
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,
tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan
panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan
lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam
mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord
factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi.
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh
mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB
dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman
36

akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus


berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi
pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi
fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer
terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah
kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang
akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan
antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan
saluran limfe yang meradang (limfangitis).

Tujuan utama pengobatan pasien TB adalah menurunkan angka kematian dan


kesakitan serta mencegah penularan dengan cara menyembuhkan pasien.
Penatalaksanaan penyakit TB merupakan bagian dari surveilans penyakit; tidak
sekedar memastikan pasien menelan obat sampai dinyatakan sembuh, tetapi juga
berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang dibutuhkan, petugas yang terkait,
pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak lanjutnya.
Penatalaksanaan TB dimulai dari penemuan pasien TB yang terdiri dari
penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Setelah
pasien masuk dalam klasifikasi yang telah ditentukan, barulah pengobatan yang tepat
dapat dilaksanakan. Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip OAT
harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan
obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
37

seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap,


yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
1. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
2. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
3. Kategori Anak: 2HRZ/4HR

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa
obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini
disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi
2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Pada kasus-kasus tertentu, terkadang terjadi Multy Drugs Resistence. Untuk
menangani kasus ini dapat maka dapat digunakan OAT lini ke-2. Saat ini paduan
yang dianjurkan ialah OAT yang masih sensitif minimal 2 –3 OAT lini 1 ditambah
dengan obat lini 2, yaitu Ciprofloksasin dengan dosis 1000 – 1500 mg atau ofloksasin
600 – 800 mg (obat dapat diberikan single dose atau 2 kali sehari). Pengobatan
terhadap tuberkulosis resisten ganda sangat sulit dan memerlukan waktu yang lama
yaitu minimal 12 bulan, bahkan bisa sampai 24 bulan.

Anda mungkin juga menyukai