Karena puasa Ramadhan adalah aktivitas ibadah keagamaan, maka ijinkan kami
membahas secara syariah dan secara medis, yang insyaAllah keduanya tidak
bertentangan.
TINJAUAN SYARIAH
Dalam Al Quran, Allah Subhanahu Wa Ta’ala mewajibkan umat muslim untuk berpuasa
(Qs Al Baqarah: 183) dan menjelaskan aturan pelaksanaannya (Qs Al Baqarah:184–187),
di antaranya adalah pengecualian (baca= kemudahan) tidak berpuasa bagi orang dengan
kondisi tertentu (syarat dan ketentuan berlaku), yaitu:
1. kondisi sakit,
2. dlm perjalanan (musafir),
3. dan bagi yg merasa berat menjalankannya.
Dalil-dalil di atas menunjukkan ibu hamil lebih utama memenuhi kebutuhan nutrisi
untuk janinnya. Namun demikian, dalam kondisi tidak sakit dan tidak berasa berat
menjalankannya, boleh berpuasa dengan tetap memperhatikan kecukupan nutrisi.
TINJAUAN MEDIS
HASIL PENELITIAN
Beberapa penelitian (Petherick et al, BMC Pregnancy and Childbirth 2014; van Bilsen et al,
J Epidemiol Glob Health. 2016) melaporkan tidak ditemukan efek buruk luaran kehamilan
dari ibu hamil yang melakukan puasa Ramadhan.
Namun demikian kami menilai tidak boleh menyama-ratakan untuk semua ibu hamil
karena terdapat berbagai kondisi ibu hamil yang berbeda, sebagai berikut:
Berbagai bahan nutrisi tersebut diperlukan selama kehamilan dalam jumlah dan
proporsi tertentu yg berbeda, tergantung pada berbagai kondisi, seperti:
1) Usia kehamilan.
Tidaklah sama kebutuhan nutrisi (baik jumlah dan jenis) pada awal dan akhir kehamilan.
Pada trimester satu, ukuran embrio sangat kecil sehingga tidak diperlukan nutrisi dalam
jumlah banyak, namun lebih diutamakan kelengkapan (keragaman) zat nutrisi. Hal
tersebut karena fase ini merupakan fase penting pembentukan organ (organogenesis).
Sedangkan pada trimester 2 dan 3, jumlah kebutuhan zat nutrisi meningkat drastis
seiring bertambahnya berat dan kebutuhan janin.
Kondisi-kondisi di atas adalah faktor penting dalam menentukan strategi makan, jika ibu
hamil akan berpuasa Ramadhan.
Pada ibadah puasa Ramadhan, maka perubahan yang terjadi adalah pada JADWAL makan
dalam waktu yang cukup lama (1 bulan). Sedangkan JUMLAH dan JENIS nutrisi (terutama
nutrisi esensial) haruslah tetap sama atau mendekati sama dengan kondisi jika tidak
puasa.
Seorg ibu hamil dapat saja memanipulasi rasa lapar nya dan mengatakan kuat (tidak
berat) berpuasa, namun sesungguhnya dalam kondisi puasa tubuhnya beradaptasi
terhadap kadar gula darah yg rendah, yaitu menggunakan sumber energi cadangan
dalam tubuh: yaitu lemak dan protein.
Masalah muncul jika ibu hamil tidak memiki cukup cadangan kalori, misalnya pada ibu
dgn status malnutrisi atau status underweight. Pada kondisi tersebut maka akan
mengurangi "jatah" nutrisi ke plasenta dan janin. Dan jika ini terjadi pada waktu lama,
dapat mengganggu pertumbuhan janin, mempengaruhi kualitas anak di kemudian hari,
dan berpotensi timbulkan komplikasi persalinan.
Untuk mencegah efek buruk, maka ibu hamil yang berpuasa haruslah gunakan strategi,
agar jumlah dan jenis nutrisi ke janin tetap terpenuhi secara lengkap.
KESIMPULAN:
Ibu hamil boleh menjalankan ibadah puasa. Namun demikian syarat dan ketentuan
berlaku baik secara syariah ataupun secara medis.
Semoga bermanfaat
SELAMAT IBADAH RAMADHAN