STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Tn S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 28 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMA
Waktu Pemeriksaan : 13 Juni 2021 Pukul 16.45
Thoraks Paru
Inspeksi : Gerak nafas simetris, penggunaan otot nafas (-)
Thoraks Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlibat
Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS 5 garis media
Midclavicular kiri
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II Reguler, Murmur (+), Gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar
Palpasi :Bising usus (+) 6-8 x/menit
Perkusi : Nyeri tekan (+), Nyeri lepas (+), di right lower
Quadrant, hepar lien tidak teraba membesar
Auskultasi : Timpani seluruh lapang abdomen
Punggung : Nyeri ketok CVA (-/-)
Genitalia : Rectal toucher tidak dilakukan
Tn S, 28 tahun pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak dua hari sebelum masuk
rumah sakit Pada awalnya nyeri dirasakan di ulu hati, kemudian berpindah diperut kanan
bawah. Nyeri dirasakan terus-menerus dan tidak menjalar, nyeri dirasakan seperti melilit
dan dirasakan semakin lama makin memberat, VAS 6-7. Satu bulan yang lalu pasien
juga mengeluhkan nyeri perut sebelah kanan bawah. Pasien mengaku tidak nafsu makan
sejak 2 hari yang lalu, mual (+), muntah (-). Pasien tidak BAB selama 2 hari, BAK
normal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang, IMT 25 kg/m 2
(Gizi Normal). Pemeriksaan abdomen terdapat Mc Burney (+), Blumberg Sign (+),
Rovsing Sign (+).
V. Diagnosa Awal
Susp Appendicitis
IX. Tatalaksana
Infus RL 20gtt/m
Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam
Inj OMZ 1 amp/12 jam
Inj. Ondansentron I amp/8 jam
Pro Appendectomy tanggal 15 Juni 2021
Puasa dari jam 07.00 sampai tanggal 15 juni 2021
Pemeriksaan laboratorium Pre Operasi
X. Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Funtionam : Bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam
XI. Follow Up
Senin, 14/06/2021
S Nyeri perut VAS 6-7, sulit berjalan
O Tekanan darah 110/80mmHg
Laju nadi 89x/menit
Laju nafas 20x/menit
Suhu 36.20C
Abdomen Bising usus (+) 6-8 x/menit, Mc
Burney (+), Blumberg Sign (+),
Rovsing Sign (+)
A Appendicitis Kronis Eksaserbasi Akut
2.1 Definisi
A. Anatomi dan Fisiologi Apendiks
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 8-10 cm
dan berpangkal pada sekum. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal dan
melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan melebar dipersambungan
dengan sekum (Humes, 2006).
Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan
berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak
adalah retrocaecal (74%), pelvic (21%), patileal (5%), paracaecal (2%), subcaecal (1,5%)
dan preleal (1%). Apendiks mendapat vaskularisasi oleh arteri apendicular yang
merupakan cabang dari arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk end arteri. Apendiks
memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju ke nodus limfe
ileocaeca (Humes, 2006).
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika
superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh
karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus (Hodge, 2021).
Mukus >>
Obstruksi
lumen
appendiks
Bendungan
mukus
Peningkatan Gangguan edema,
tekanan aliran limfe diapedesis
intraluminal bakteri, dan
ulserasi mukosa
Edema >>
Nyeri daerah
infark dinding
epigastrium
apendiks
bakteri akan
menembus dinding
apendiks.
gangren
Peradangan Appendisitis
peritoneum Supuratif akut
4. Radiologis
a. Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi (misalnya
peritonitis) tampak:
o Scoliosis ke kanan
o Psoas shadow tak tampak
o Bayangan gas usus kanan bawah tak tampak
o Garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
o 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
5. USG Abdomen
USG Abdomen perlu dilakukan untuk melihat adanya penyumbatan pada lumen
appendik, letak peradangan, apendiks yang mengalami perforasi atau kemungkinan lain
yang menimbulkan nyeri perut. (NIDDK, 2019).
Tindakan Operasi
Apendiktomi, pemotongan apendiks.
Jika apendiks mengalami perforasi, maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis dan antibiotika.
Bila terjadi abses apendiks maka terlebih dahulu diobati dengan antibiotika
IV, massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase
dalam jangka waktu beberapa hari.
(Shrock,Theodore 2009).
2.6 Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada lapisan membran serosa rongga perut dan organ
visceral di dalamnya. Peritonitis terlokalisir atau generalisata diklasifikasikan menjadi
primer, sekunder dan tersier. peritonitis spontan jarang terjadi dan bersifat
monomikrobial. peritonitis sekunder disebabkan adanya penyebaran infeksi dari organ
intraabdominal atau sebagai akibat dari bocornya saluran gastrointestinal atau
genitourinari. Peritonitis tersier mengacu pada kekambuhan atau reaktivasi peritonitis
setelah pengobatan yang memadai.
2. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
- Abdomen diinspeksi untuk mencari tanda-tanda distensi dan jejas. Perut akan
tampak distensi, seiring dengan perkembangan ileus atau asites.
-Pasien dengan peritonitis biasanya tampak berbaring tenang di tempat tidur,
telentang, dengan lutut tertekuk dan sering dengan pernapasan interkostal yang
terbatas karena gerakan apapun akan memperberat nyeri.
-Keadaan umum pasien tampak lemah.
-Suhu tubuh berkisar antara 38 ͦC - 40 ͦC, bahkan bisa mencapai 42°C.
-respirasi cepat dan dangkal.
2) Palpasi
-Denyut nadi takikardi.
- Tekanan darah turun hingga syok
-Palpasi abdomen adalah untuk mengkonfirmasi lokasi yang paling nyeri dan
tekanan dari berbagai bagian dari dinding abdomen anterior.
4) Auskultasi
-Auskultasi dilakukan untuk menentukan apakah bising usus hilang, normal, atau
meningkat.
-Bising usus yang meningkat menandakan obstruksi sebagai proses primer
penyakit atau sebagai bagian dari proses inflamasi lokal.
3. Laboratorium
Jumlah leukosit di atas 25.000/mm3 atau leukopenia dengan leukosit kurang dari
4.000/mm3 dihubungkan dengan angka mortalitas yang tinggi. Hitung jenis
menunjukkan inflamasi akut dengan menunjukkan limfopenia relatif dan sedikit
pergeseran ke kiri, meskipun jumlah leukosit normat atau subnormal. (Wittmann, 2010)
Tes laboratorium lain yang diperlukan diantaranya haematocrit, hitung sel darah,
elektrolit, albumin, urea dan kreatinin, amilase dan fungsi hati. Albuminuria berat
ditemukan pada pasien dengan sindroma nefrotik.
b) Segera
1.Oksigen aliran tinggi sangat penting untuk semua pasien syok.
2.Hipoksia dapat dipantau dengan oksimetri nadi atau pengukuran arteri gas
darah.
3.Resusitasi cairan awalnya dengan kristaloid (i.v.), volumenya tergantung pada
derajat syok dan dehidrasi.
4. Penggantian elektrolit (terutama kalium) mungkin diperlukan.
5.Pasien harus dikateterisasi untuk memantau jam keluaran urin.
6. Pemantauan tekanan vena sentral dan penggunaan inotropik mungkin tepat
pada sepsis berat atau pada pasien dengan komorbiditas.
7. Antibiotik harus berspektrum luas, mencakup aerob dan anaerob, dan diberikan
secara intravena.
8.Penggunaan antibiotik secara dini dan tepat merupakan kunci untuk menurunkan
angka kematian pada pasien syok septik berhubungan dengan peritonitis.
9.Selang nasogastrik dan aspirasi meredakan muntah dandistensi abdomen dan
mengurangi risiko aspirasi radang paru-paru.
c) Defenitif
-Laparotomi
Tujuannya adalah untuk:
• menentukan penyebab peritonitis
• mengontrol asal mula sepsis dengan membuang bagian yang meradang atau
organ iskemik (atau penutupan viskus yang berlubang)
• lakukan toilet/lavage peritoneum yang efektif.
Pasien usia 28 th datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak dua hari
Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS). Pada awalnya nyeri dirasakan di ulu hati, kemudian
berpindah diperut kanan bawah. Nyeri dirasakan terus-menerus dan tidak menjalar, nyeri
dirasakan seperti melilit dan dirasakan semakin lama makin memberat. Satu bulan yang lalu
pasien juga mengeluhkan nyeri perut sebelah kanan bawah. Pasien mengeluh mual (+),
Demam (+)
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap pasien maka
didapatkan diagnosis Appendisitis. Selama perawatan dilakukan pemeriksaan penunjang
berupa USG Abdomen terhadap pasien dengan kesan Appendisitis Kronis Eksaserbasi Akut.
Pasien dipersipkan untuk melakukan operasi Appendectomy terjadwal. Setelah mendapatkan
perawatan selama 4 hari di RS pasien sudah bisa dinyatakan untuk pulang.