Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

APENDISITIS AKUT

Oleh :

dr. Hessty Rochendah Onjiah

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

ANGKATAN II

RS. MITRA SEHAT SITUBONDO

2021

1
BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. Fi
No.CM : 085668
Usia : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal MRS : 29 September 2021
Tanggal KRS : 31 September 2021

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah

Riwayat Penyakit Sekarang :

Nyeri perut kanan bawah sejak tadi 1 hari yang lalu, nyeri terus
menerus. Sejak ± 1 minggu yang lalu pasien tidak bisa BAB. Nyeri juga
tidak dipengaruhi dengan makanan. Disertai demam sejak kemarin, terus
menerus. Mual dan muntah disangkal, nafsu makan menurun sejak 2 hari
ini. Riwayat trauma di daerah perut disangkal, BAK normal. Riwayat
menstruasi rutin, pasien mengaku ± 1 minggu yang lalu baru saja
menstruasi, nyeri berlebih saat menstruasi disangkal, siklus
menstruasinya juga rutin.

Riwayat Penyakit Dahulu : DM -, HT-, Asma -

Riwayat Alergi Obat : Disangkal

2
Riwayat Pengobatan : Disangkal

Riwayat Trauma Pada Perut : Disangkal

Riwayat operasi sebelumnya : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal

PEMERIKSAAN FISIK (dilakukan pada tanggal 29 September 2021 )


Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mm/Hg
Nadi : 119 x/menit
Respirasi : 21 x/menit
Suhu : 36.9 °C
GCS : E4 V5 M6
VAS :6
Antropometris
Berat Badan (BB) : 48 kg
Tinggi Badan(TB) : 155 cm
BMI : 19.9 kg/m2
Status Gizi : Normoweight

Status Generalis

Kepala : Normocephalic, Rambut bewarna hitam,


tidak mudah rontok, A/I/C/D -/-/-/-,
Pupil bulat isokor 3mm/3mm, Refleks
cahaya D/I (+/+), hidung dan telinga
dbn

Leher : Trakea berada di tengah dan tidak


terdapat deviasi. Tak tampak adanya

3
pembesaran KGB, tak tampak adanya
pembesaran tyroid.

Thorax

Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat, pergerakan


dada simetris, efloresensi yang
bermakna (-).

Palpasi : Ictus cordis teraba di midclavicular ICS


V

Perkusi : Batas jantung kanan di parasternal ICS


III-IV dextra, batas jantung kiri ICS III
sternalis dan di midclavicular ICS IV
sinistra

Auskultasi: Bunyi jantung I &II reguler, murmur


(-), gallop (-).

Paru Inspeksi : Pergerakan dada simetris, retraksi (-)

Palpasi : Pergerakan dada saat bernafas baik,


vokal fremitus simetris kanan dan kiri

Perkusi : Suara sonor di kedua lapang paru,

Auskultasi: Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-,


wheezing -/-.

Abdomen Inspeksi : Sedikit buncit, tidak ada discoloring


yang bermakna

Auskultasi: Bising usus (+) normal 8x/ menit

Perkusi : Timpani +

4
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (+) McBurney,
Rovsing Sign (-), Psoas Sign (+),
Obturator (+), Defans muscular (-)

Ekstremitas Inspeksi : Simetris, palmar eritem (-)

Palpasi : Akral teraba hangat kering merah


+/+/+/+, oedem -/-/-/, CRT <2dtk

INITIAL DIAGNOSA
Akut Abdomen
DIAGNOSIS BANDING

- Appendicitis Akut
- Kista Ovarium
- Endometriosis

PLANNING DIAGNOSIS
- Darah lengkap
- BOF
- USG Abdomen
- GDA
- BT/ CT
- Swab Antigen

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DARAH LENGKAP (29 September 2021)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Darah lengkap
Leukosit 11.85 Ribu/uL 3,80 – 10,6
Basophil 0,2 % 0–1
Neutrophil 77.1 % 39,3 – 73,7
Limfosit 13.9 % 25 – 40
Eosinophil 2,0 % 2–4

5
Monosit 5,0 % 2–8
Eritrosit 4,99 Juta/ uL 4,40 – 5,90
Haemoglobin 12.1 g/dL 13,2 – 17,3
Hematokrit 40,1 % 40 – 52
Indeks eritrosit
MCV 73.3 fL 80 – 100
MCH 23.6 Pg 26,0 – 34,0
MCHC 33,3 % 32 – 36
RDW-CV 12,9 % 11,5 – 14,5
Trombosit 339 Ribu/uL 150 – 440
KESAN :
Leukositosis dengan shift to the left curiga suatu infeksi akut

Table 2. The Modified Alvarado Score Skor


Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati ke 1
perut kanan bawah
Mual-Muntah 0
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5 ° C 0
Pemeriksaan Lab Leukositosis 2
Hitung jenis leukosit shift to the left 1
Total 8

Interpretasi dari Modified Alvarado Score:

5-7 : mungkin apendisitis akut

8- 10 : sangat mungkin apendisitis akut

>9 : pasti apendisitis akut

6
Pemeriksaan USG Abdomen

7
Kesimpulan :

- Hepar/ Gall Bladder/ Pancreas/ Lien/ Ren D-S/ Vesica Urinaria/ Uterus
dan Adnexa D-S dalam batas Normal
- Tak tampak Appendic Edematous Antececal, Kemungkinan adanya
appendicitis Retrocecal atau ileittis terminal belum dapat disingkirkan

DIAGNOSIS KERJA

Appendicitis Akut

TINDAKAN

- Pro Appendiectomy dr Sp.B


- Inf. Asering 14 tpm
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram
- Inj. Ketorolac 3x 30 mg
- Inj. Omeprazol 2x 40 mg

8
FOLLOW UP

Tanggal S Nyeri perut +, mual muntah +, demam +


29-09-
2021 O KU : sakit sedang, GCS 456 (CM)
TD 140/100 mmHg
RR 20 x/menit
N 84 x/menit
S 36,2◦C

A  Appendicitis Akut

P - Appendiectomy
- Inf RL 16 tpm
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram

9
- Tab Paracetamol 3x 500 mg k/p nyeri

Tanggal S Mual +
30-10-
2021 O KU : Tampak Baik, GCS 456 (CM)
TD 130/100 mmHg
RR 22 x/menit
N 88 x/menit
S 36,4◦C

A  Appendicitis Akut Post Appediectomy

P - Sadar baik  minum sedikit sedikit


- Inf RL 1000cc / 24 jam
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram
- Inj. Ketorolac 3 x 30 mg
- Inj. Ondancentron 3 x 4 mg

Tanggal S Tidak ada keluhan, masih belum BAB tapi


31-10- sudah kentut
2021
O KU : Tampak Baik, GCS 456 (CM)
TD 110/80 mmHg
RR 20 x/menit
N 92 x/menit
S 36,7◦C

A  Appendicitis Akut Post Appediectomy

P - KRS
- Cefixim 2x 100 mg
- Asam Mefenamat 3x 500 mg

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI APPENDIKS VERMIFORMIS

10
Apendiks, disebut juga apendiks vermiformis pada manusia merupakan
struktur tubular yang rudimenter dan tanpa fungsi yang jelas dengan panjang
bervariasi rata-rata antara 6-10 cm dan diameter sekitar 0,5-0,8 cm. Apendiks
mempunyai otot serta terdapat jaringan limfoid pada dindingnya. Letak
apendiks sekitar satu inci (2,5 cm) di bawah junctura ileocaecalis dan melekat
pada permukaan posteromedial caecum. Hampir seluruh permukaan apendiks
dikelilingi oleh peritoneum, dan mesoapendiks (mesenter dari apendiks) yang
merupakan lipatan peritoneum berjalan kontinyu disepanjang apendiks dan
berakhir di ujung apendiks.

Apendiks terletak di fossa iliaca dextra, dan dalam hubungannya


dengan dinding anterior abdomen, pangkalnya terletak sepertiga ke atas di
garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior dan umbilikus.
Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam
sekum. Karena pengosongannya tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks
cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi yang biasa
disebut apendisitis.

Gambar 1. Anatomi dari appendiks.

Vaskularisasi dari apendiks berjalan sepanjang mesoapendiks kecuali


di ujung dari apendiks dimana tidak terdapat mesoapendiks. Arteri
apendikular, derivat cabang inferior dari arteri iliocoli yang merupakan
cabang trunkus mesenterik superior. Selain arteri apendikular yang
memperdarahi hampir seluruh apendiks, juga terdapat kontribusi dari arteri

11
asesorius. Untuk aliran balik, vena apendiseal cabang dari vena ileocoli
berjalan ke vena mesenterik superior dan kemudian masuk ke sirkulasi portal.
Drainase limfatik berjalan ke nodus limfe regional seperti nodus limfatik
ileocoli. Persarafan parasimpatis apendiks merupakan cabang dari nervus
vagus Yang mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan
persarafan simpatis dari pleksus mesenterik superior yang berasal dari nervus
vertebra thorakalis sepuluh. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis
bermula di sekitar umbilikus.

B. EMBRIOLOGI APENDIKS VERMIFORMIS

Apendiks vermiformis berasal dari struktur primordial yakni


divertikulum sekal yang muncul pada janin saat berusia 6 minggu. Bagian
proksimal dari divertikulum ini membentuk sekum sedangkan bagian distal
atau apeks terus memanjang membentuk apendiks. Pada anak-anak peralihan
antara sekum dan apendiks tidak sejelas pada orang dewasa, dan apendiks
tampak di sebelah inferior dari sekum, berbeda dengan pada orang dewasa
dimana peralihan lebih jelas dan apendiks berada di sisi posteromedial dari
sekum. Perkembangan embriologis yang abnormal dapat mengakibatkan
agenesis, hipoplasia, duplifikasi atau bahkan triplikasi dari apendiks.
Duplifikasi dari apendiks sering diasosiasikan dengan anomali kongenital lain
yang mengancam jiwa.

C. HISTOLOGI APENDIKS VERMIFORMIS

Komposisi histologis dari apendiks serupa dengan usus besar, terdiri


dari empat lapisan yakni mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan
lapisan serosa. Mukosa apendiks terdiri dari selapis epitel di permukaan. Pada
epitel ini terdapat sel-sel absorbtif, sel-sel goblet, sel-sel neuro endokrin, dan
beberapa sel paneth. Lamina propria dari mukosa adalah lapisan selular
dengan banyak komponen selsel migratori, dan aggregasi limfoid. Berbeda
dengan di usus besar dimana limfoid folikel tersebar, pada apendiks folikel
limfoid ini sangat banyak dijumpai terutama pada apendiks individu berusia
muda. Seringkali, folikel limfoid ini mengubah kontur lumen dari apendiks.

12
Lapisan terluar dari mukosa adalah muskularis mukosa, yang merupakan
lapisan fibromuskular yang kurang berkembang pada apendiks.

Lapisan submukosa memisahkan mukosa dengan muskularis eksterna.


Lapisan ini tersusun longgar oleh jaringan serat kolagen dan elastin, serta
fibroblas. Lapisan submukosa juga dapat mengandung sel-sel migratori
seperti makrofag, sel-sel limfoid, sel-sel plasma, serta sel mast. Pembuluh
darah dan limfe merupakan komponen yang dominan pada lapisan ini.
Pembuluh limfatik terdapat jelas dibawah dasar dari folikel limfoid. Di
lapisan ini juga terdapat struktur neural berupa pleksus Meissner. Pleksus
saraf ini terdiri dari ganglia, selsel ganglion, kumpulan neuron dengan
prosesusnya, dan sel Schwann yang saling berinterkoneksi membentuk
jaringan saraf di lapisan submukosa.

Lapisan otot polos yang tebal berada diantara submukosa dan serosa,
merupakan lapisan muskularis eksterna dari apendiks. Lapisan ini terpisah
menjadi 2 bagian, yakni lapisan sirkular di dalam dan lapisan longitudinal di
sebelah luar. Pada lapisan ini sering terlihat degenerasi granular sitoplasmik
eosinofilik terutama pada lapisan sirkular. Di antara dua lapisan otot ini
terdapat pleksus myenterik atau pleksus Auerbach, yang serupa secara
morfologi dan fungsi dengan pleksus Meissner di lapisan submukosa. Sebagai
tambahan, pembuluh limfatik dan pembuluh darah juga terdapat pada lapisan
ini. Lapisan terluar dari apendiks adalah lapisan serosa, Diantara lapisan
serosa dan muskularis eksterna terdapat regio subserosal, yang terdiri dari
jaringan penyambung longgar, pembuluh darah, limfe, dan saraf. Lapisan
serosa sendiri merupakan selapis sel-sel mesotelial kuboidal, yang terdapat
pada lapisan tipis jaringan fibrosa.

13
Gambar 2. Histologi appendiks verniformis.

D. FISIOLOGI APENDIKS VERMIFORMIS

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya


dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam
apendiks bersifat basa mengandung amilase dan musin. Immunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue)
yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA.

Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap


infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem
imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh.

Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur


kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya
cenderung kecil, maka apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama
rentan terhadap infeksi.

14
E. APENDISITIS
1.1 Definisi

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks


vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.
Apendisitis akut menjadi salah satu pertimbangan pada pasien yang mengeluh
nyeri perut atau pasien yang menunjukkan gejala iritasi peritoneal.
Apendisitis akut adalah frekuensi terbanyak penyebab persisten, progressive
abdominal pain pada remaja. Belakangan ini gejalanya kadang-kadang
dibingungkan karena akut abdomen dapat menyerang semua usia. Tidak ada
jalan untuk mencegah perkembangan dari apendisitis. Cara untuk
menurunkan morbiditas dan mencegah mortalitas adalah apendiktomi
sebelum perforasi ataupun gangrene.

Gambar 3. Appendiks yang inflamasi.

1.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat setiap tahunnya terdapat 250.000 kasus


apendisitis. Insiden apendisitis paling tinggi pada usia 20-30 tahun, dan
jarang ditemukan pada anak usia kurang dari satu tahun. Setelah usia 30
tahun insiden apendisitis menurun, tapi apendisitis bisa terjadi pada setiap
umur individu. Sekitar 20-30% kasus apendisitis perforasi terjadi di Afrika,
sedangkan di Amerika sebanyak 38,7% insidensi apendisitis perforasi terjadi
pada laki-laki dan 23,5% pada wanita.

15
Satu orang dari 15 orang pernah menderita apendisitis dalam
hidupnya. Insidens tertingginya terdapat pada laki-laki usia 10-14 tahun, dan
wanita yang berusia 15-19. Laki-laki lebih banyak menderita apendisitis
daripada wanita pada usia pubertas dan pada usia 25 tahun. Apendisitis ini
jarang terjadi pada bayi dan anak-anak dibawah 2 tahun.

1.3 Etiologi

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan


sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor
yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfoid
(khususnya terjadi sekunder akibat infeksi virus), Batu (fecalith), tumor
apendiks, mukus (paling sering terjadi pada kistik fibrosis), apendiks yang
terangulasi, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab
lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa
apendiks karena parasit seperti E. histolytica.

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan


makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya
apendisitis akut.

1.4 Patofisiologi

Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang


disebabkan oleh feses yang terlibat atau fecalith. Penjelasan ini sesuai dengan
pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan
serat dalam makanan yang rendah.

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks


oleh hiperplasia folikel limfoid, fecalith, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.

16
Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Peningkatan tekanan tersebut menyebabkan adanya
kontinuitas aliran sekresi cairan dan mukus dari mukosa dan stagnasi dari
material tersebut. Konsekuensinya, terjadi iskemia dinding apendiks, yang
menyebabkan hilangnya keutuhan epitel dan invasi bakteri ke dinding
apendiks. Bakteri intestinal yang ada di dalam apendiks bermultiplikasi, hal
ini menyebabkan rekruitmen dari leukosit, pembentukan pus dan tekanan
intraluminal yang tinggi. Dalam 24-36 jam, kondisi ini dapat semakin parah
karena trombosis dari arteri maupun vena apendiks menyebabkan perforasi
dan gangren apendiks.

Jika inflamasi dan infeksi menyebar ke dinding apendiks, apendiks


dapat ruptur. Setelah ruptur terjadi, infeksi akan menyebar ke abdomen dan
menginfeksi periteoneum sehingga mengakibatkan peritonitis. Bila semua
proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut
infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi
abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan
apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut
ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi
karena telah ada gangguan pembuluh darah.

Apendiks vermiformis yang pernah meradang tidak akan sembuh


sempurna tetapi membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut
kanan bawah. Sehingga suatu saat, organ ini dapat mengalami peradangan
akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.

1.5 Manifestasi Klinis

Secara klasik, appendisitis memberikan manifestasi klinis seperti :

17
- Nyeri, pertama pada epigastrium,kemudian secara bertahap berpindah
ke region umbilical, dan akhirnya setelah 1-12 jam menyebar ke
kuadran kanan bawah atau ke titik McBurney. Nyeri bersifat viseral,
berasal dari kontraksi appendiceal atau distensi dari lumen. Biasaanya
disertai dengan adanya rasa ingin defekasi atau flatus. Nyeri biasanya
ringan, biasanya berkisar selama 4-6 jam. Selama inflamasi menyebar
di permukaan parietal peritonel, nyeri menjadi somatic, berlokasi di
kuadran kanan bawah. Gejala ini ditemukan pada 80% kasus.
Biasanya pasien berbaring, melakukan fleksi pada pinggang, serta
mengangkat lututnya untuk mengurangi pergerakan dan menghindari
nyeri yang semakin parah.
- Anoreksia sering terjadi. Mual dan muntah terjadi pada 50-60% kasus,
tetapi muntah biasanya self-limited.
- Abdominal tenderness, khususnya pada regio apendiks. Sebanyak
96% terdapat pada kuadran kanan bawah akan tetapi ini merupakan
gejala nonspesifik. Nyeri pada kuadran kiri bawah ditemukan pada
pasien dengan situs inversus atau yang memiliki apendiks panjang.
Gejala ini tidak ditemukan apabila terdapat apendiks retrosekal atau
apendiks pelvis, dimana pada pemeriksaan fisiknya ditemukan
tenderness pada panggul atau rectal atau pelvis. Kekakuan dan
tenderness dapat menjadi tanda adanya perforasi dan peritonitis
terlokasir atau difus

Table 1. Gambaran klinis apendisitis akut


- Tanda awal  nyeri mulai di epigastrium atau region
umbilikalis disertai mual dan anoreksia
- Nyeri pindah ke kanan bawah menunjukkan tanda
rangsangan peritoneum local dititik McBurney
• Nyeri tekan
• Nyeri lepas
• Defans muskuler
- Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
• Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (rovsing sign)
• Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri

18
dilepaskan (Blumberg sign)
• Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti
bernafas dalam, berjalan, batuk, mengedan

1.6 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik ditentukan terutama oleh posisi anatomis apendiks
vermiformis yang mengalami inflamasi, serta organ yang telah mengalami
ruptur ketika pasien pertama kali diperiksa dan tergantung dari tahapan
penyakit.

- Suhu dan nadi sedikit lebih tinggi pada awal penyakit. Suhu yang
lebih tinggi mengindikasikan adanya komplikasi seperti perforasi
maupun abses.
- Nyeri pada palpasi titik McBurney (dua pertiga jarak dari umbilicus
ke spina iliaca anterior) ditemukan bila lokasi apendiks terletak di
anterior. Jika lokasi apendiks pada pelvis, pemeriksaan fisik abdomen
sedikit ditemukan kelainan, dan hanya pemeriksaan rectal toucher
ditemukan gejala significant.
- Tahanan otot dinding perut dan rebound tenderness mencerminkan
tahap perkembangan penyakit karena berhubungan dengan iritasi
peritoneum.
- Beberapa tanda, jika ada dapat membantu dalam menegakkan
diagnosis appendicitis diantaranya adalah (table 1) :

Table 1. Manuver Khusus Untuk Pemeriksaan Apendisitis

Mc Burney’s Sign Melakukan


penekanan terhadap titik
McBurney (McBurney's
point) yang terdapat di
2/3 antara umbilikus dan
anteriot superior iliac
spine (ASIS).

19
Positif jika terdapat
nyeri tekan pada
McBurney's point.

Rovsing’s sign Positif jika dilakukan


palpasi dengan tekanan
pada kuadran kiri bawah
dan timbul nyeri pada sisi
kanan.

Blumberg sign Disebut juga dengan


nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah
kemudian dilepaskan
tiba-tiba

Psoas sign atau Obraztsova’s Pasien dibaringkan


sign pada sisi kiri, kemudian
dilakukan ekstensi dari
panggul kanan. Positif
jika timbul nyeri pada
kanan bawah.

Obturator sign Pada pasien


dilakukan fleksi panggul
dan dilakukan rotasi
internal pada panggul.
Positif jika timbul nyeri
pada hipogastrium atau
vagina.

Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri


dengan melakukan
palpasi ringan dengan
menggunakan jari pada
segitiga petit (petit
triangle) kanan (akan
positif Shchetkin-

20
Bloomberg’s sign)

Dunphy’s sign Pertambahan nyeri


pada tertis kanan bawah
dengan batuk

Ten Horn sign Nyeri yang timbul


saat dilakukan traksi
lembut pada korda
spermatic kanan

Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya


pada daerah epigastrium
atau sekitar pusat,
kemudian berpindah ke
kuadran kanan bawah.

Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign Nyeri yang semakin


bertambah pada perut
kuadran kanan bawah
saat pasien dibaringkan
pada sisi kiri

Bartomier-Michelson’s sign Nyeri yang semakin


bertambah pada kuadran
kanan bawah pada pasien
dibaringkan pada sisi kiri
dibandingkan dengan
posisi terlentang

Pasien dengan apendisitis biasanya berbaring dengan terlentang,


karena gerakan apa saja dapat meningkatkan rasa sakit. Jika diminta untuk
menggerakkan paha terutama paha kanan pasien akan melakukan dengan
perlahan-lahan dan hati-hati. Ketika peradangan apendiks vermiformis telah
mencapai panggul, nyeri perut kemungkinan tidak ditemukan sama sekali,
yaitu misalnya pada apendisitis pelvika. Sehingga dibutuhkan pemeriksaan
colok dubur. Dengan melakukan pemeriksaan colok dubur nyeri akan
dirasakan pada daerah lokal suprapubik dan rektum. Tanda – tanda iritasi
lokal otot pelvis juga dapat dirasakan penderita.

21
1.7 Diagnosis

Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut.


Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada
seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut.
Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus. Obstipasi karena
penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul
komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-
38,5 oC. Tetapi jika suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi perforasi.
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan
membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi
perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler
abses.
Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung.
Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan,
dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri kemudian ke status lokalis
abdomen kuadran kanan bawah. Dapat juga dilakukan manuvers untuk
pemeriksaan appendicitis untuk lebih menengakkan diagnosis.
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat
peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu
dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis
maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur
(Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12.
Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor
Alvarado (table 2):

Table 2. The Modified Alvarado Score Skor


Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati ke 1
perut kanan bawah
Mual-Muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5 ° C 1

22
Pemeriksaan Leukositosis 2
Laboratorium
Hitung jenis leukosit shift to the left 1
Total 10

Interpretasi :
1-4 : Sangat mungkin bukan appendisitis
5-7 : Sangat mungkin appendisitis
8-10 : Pasti appendisitis

1.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Darah Lengkap

Jumlah leukosit darah biasanya meningkat pada kasus


apendisitis. Peningkatan jumlah leukosit berhubungan dengan
peradangan mural dari apendiks vermiformis, yang merupakan tanda
khas pada apendisitis secara dini. Leukositosis ringan, mulai dari
10.000 - 18.000 sel/mm3, biasanya terdapat pada pasien apendisitis
akut. Namun, peningkatan jumlah leukosit darah berbeda pada setiap
pasien apendisitis. Beberapa pustaka lain menyebutkan bahwa leukosit
darah yang meningkat >12.000 sel/mm3 pada sekitar tiga-perempat
dari pasien dengan apendisitis akut. Apabila jumlah leukosit darah
meningkat >18.000 sel/mm3 menyebabkan kemungkinan terjadinya
komplikasi berupa perforasi.

23
C-reactive protein (CRP) adalah reaktan fase akut yang
disintesis oleh hati sebagai respons terhadap infeksi atau peradangan
dan meningkat dengan cepat dalam 12 jam pertama. Namun, tidak
memiliki spesifisitas dan tidak dapat digunakan untuk membedakan
antara situs infeksi. Kadar CRP lebih besar dari 1 mg / dL umumnya
dilaporkan pada pasien appendisitis, tetapi kadar CRP yang sangat
tinggi pada pasien dengan appendisitis menunjukkan evolusi gangren
penyakit, terutama jika dikaitkan dengan leukositosis dan neutrofilia.
Namun, normalisasi CRP terjadi 12 jam setelah timbulnya gejala.
Beberapa studi prospektif menunjukkan bahwa, pada orang dewasa
yang memiliki gejala lebih dari 24 jam, kadar CRP normal memiliki
nilai prediksi negatif 97-100% untuk appendicitis.

Urine Lengkap

Sekitar 10% pasien dengan nyeri perut memiliki penyakit


saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium urin dapat mengkonfirmasi
atau menyingkirkan penyebab urologi yang menyebabkan nyeri perut.
Meskipun proses inflamasi apendisitis akut dapat menyebabkan piuria,
hematuria, atau bakteriuria sebanyak 40% pasien, jumlah eritrosit pada
urinalisis yang melebihi 30 sel per lapangan pandang atau jumlah
leukosit yang melebihi 20 sel per lapangan pandang menunjukkan
terdapatnya gangguan saluran kemih.

Menurut sebuah laporan oleh Bolandparvaz et al, pengukuran


kadar asam 5-hidroksiindoleasetat (U-5-HIAA) urine bisa menjadi
penanda awal apendisitis. Alasan pengukuran tersebut terkait dengan
jumlah besar sel yang mensekresi serotonin dalam appendiks. Para
peneliti mencatat bahwa kadar U-5-HIAA meningkat secara signifikan
pada apendisitis akut, menurun ketika peradangan bergeser ke nekrosis

24
pada apendiks. Oleh karena itu, penurunan tersebut bisa menjadi tanda
peringatan awal perforasi apendiks.

Radiografi

Foto Polos Abdomen

Pada foto polos abdomen, meskipun sering digunakan sebagai


bagian dari pemeriksaan umum pada pasien dengan abdomen akut,
jarang membantu dalam mendiagnosis apendisitis akut. Pasien dengan
apendisitis akut, sering terdapat gambaran gas usus abnormal yang non
spesifik. Pemeriksaan tambahan radiografi lainnya yaitu pemeriksaan
barium enema dan scan leukosit berlabel radioaktif. Jika barium enema
mengisi pada apendiks vermiformis, diagnosis apendisitis ditiadakan.
Namun, appendiks tidak dapat divisualisasikan pada 50% orang sehat;
oleh karena itu, barium enema kurang dapat diandalkan.

Gambar 4. Pemeriksaan barium enema pada normal appendiks, tampak kontras


mengisis seluruh lumen appendiks.

Ultrasonografi

Ultrasonografi berguna dalam memberikan diferensiasi


penyebab nyeri abdomen akut ginekologi, misalnya dalam mendeteksi
massa ovarium. Ultrasonografi juga dapat membantu dalam
mendiagnosis apendisitis perforasi dengan adanya abses. Apendisitis
akut ditandai dengan: (1) adanya perbedaan densitas pada lapisan

25
apendiks vermiformis / hilangnya lapisan normal (target sign); (2)
penebalan dinding apendiks vermiformis; (3) hilangnya
kompresibilitas dari apendiks vermiformis ; (4) peningkatan
ekogenitas lemak sekitar (5) adanya penimbunan cairan.

Gambar 5. USG transabdominal. Perhatikan penampilan “target sign” karena


dinding yang menebal dan pengumpulan cairan di sekitarnya

Keadaan apendisitis dengan perforasi ditandai dengan (1) tebal


dinding apendiks vermiformis yang asimetris ; (2) cairan bebas
intraperitonial, dan (3) abses tunggal atau multiple.

CT-Scan dan MRI

Scanning computed tomography (CT-Scan) dengan media


kontras oral atau rektal Gastrografin enema telah menjadi studi
pencitraan yang paling penting dalam evaluasi pasien dengan
presentasi apendisitis atipikal. Kontras intravena biasanya tidak
diperlukan.

CT scan digunakan dalam kasus-kasus di mana ultrasonogram


negatif atau tidak meyakinkan. Untuk skrining pasien anak (≤18 tahun)
dengan dugaan apendisitis maka disarankankan untuk konsultasi bedah
pediatrik mengingat paparan radiasi yang akan didapat.

26
Gambar 6. CT scan menampilkan appendiks yang diperbesar dengan dinding
menebal, yang tidak terisi agen kontras, terletak berdekatan dengan otot psoas kanan.

Magnetic Resonance Imaging (MRI) memiliki peran yang


relatif terbatas dalam evaluasi apendisitis karena biayanya yang tinggi,
waktu pemindaian yang lama, dan ketersediaan yang terbatas. Namun,
kurangnya radiasi pengion membuatnya menjadi modalitas yang
menarik pada pasien hamil. MRI jauh lebih unggul daripada
ultrasonografi transabdominal dalam mengevaluasi pasien hamil
dengan dugaan apendisitis. Selain itu, sensitivitas dan spesifisitas MRI
untuk apendisitis tampaknya serupa dengan CT-Scan.

1.9 Diagnosa Banding

Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan


sebagai diagnosis banding, seperti:
• Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa
sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis
sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan
dengan apendisitis akut.
• Demam Dengue
Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini
didapatkan hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan
hematokrit meningkat.
• Kelainan ovulasi

27
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan
nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi.
• Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis
akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut
bagian bawah perut lebih difus.
• Kehamilan di luar kandungan
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang
tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim
dengan pendarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah
pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.
• Kista ovarium terpuntir
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba
massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau
colok rektal.
• Endometriosis ovarium eksterna
Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di
tempat endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat
itu karena tidak ada jalan keluar.
• Urolitiasis pielum/ ureter kanan
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke
inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering
ditemukan.
• Penyakit saluran cerna lainnya
Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan di
perut, seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau
lambung, kolesistitis akut, pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi
usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan
mukokel apendiks.

Table 3. Appendicitis Mimic.

28
1.10 Penatalaksanaan

1.10.1 Apendiktomi adalah terapi utama.


Apendiktomi dapat dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara
laparoskopi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada
pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita. Pada apendiktomi
terbuka, incise McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah.
Teknik Apendiktomi Mcburney :

29
- Pasien berbaring terlentang dalam anastesi umum ataupun regional.
Kemudian dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah perut
kanan bawah.
- Dibuat sayatan menurut Mc Burney sepanjang kurang lebih 10 cm dan
otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya,
berturut-turut m. oblikus abdominis eksternus, m. abdominis internus,
m. transverses abdominis, sampai akhirnya tampak peritoneum.
- Peritoneum disayat sehingga cukup lebar untuk eksplorasi. Sekum
beserta apendiks diluksasi keluar.
- Mesoapendiks dibebaskan dann dipotong dari apendiks secara biasa,
dari puncak kearah basis (Semua perdarahan dirawat)
- Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan sutra, basis
apendiks kemudian dijahit dengan catgut
- Dilakukan pemotongan apendiks apical dari jahitan tersebut. Kemudian
Puntung apendiks diolesi betadine
- Jahitan tabac sac disimpulkan dan puntung dikuburkan dalam simpul
tersebut. Mesoapendiks diikat dengan sutra.
- Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat-alat
didalamnya, semua perdarahan dirawat. Lalu sekum dikembalikan ke
abdomen.
- Sebelum ditutup, peritoneum dijepit dengan minimal 4 klem dan
didekatkan untuk memudahkan penutupannya. Peritoneum ini dijahit
jelujur dengan chromic catgut dan otot-otot dikembalikan.

Tabel 4. Macam-Macam Insisi Untuk Apendektomi

Insisi Grid Iron (McBurney


Incision)

Insisi Grid iron pada titik


McBurney. Garis insisi parallel
dengan otot oblikus eksternal,
melewati titik McBurney yaitu  

30
1/3 lateral garis yang
menghubungkan spina liaka
anterior superior kanan dan
mbilicus.

Lanz transverse incision

Insisi dilakukan pada


2 cm di bawah pusat, insisi
transversal pada garis
miklavikula-midinguinal.
Mempunyai keuntungan
kosmetik yang lebih baik dari
 
pada insisi grid iron.

Rutherford Morisson’s
incision (insisi suprainguinal)

Merupakan insisi perluasan


dari insisi McBurney.
Dilakukan jika apendiks
terletak di parasekal atau
retrosekal dan terfiksir
 

Low Midline Incision

Dilakukan jika apendisitis


sudah terjadi perforasi dan
terjadi peritonitis umum

Insisi paramedian kanan


bawah

Insisi vertikal paralel dengan


midline, 2,5 cm di bawah
umbilikus sampai di atas pubis.

31
1.10.2 Antibiotic pada apendisitis digunakan sebagai:
- Preoperative, antibiotik broad spectrum intravena diindikasikan untuk
mengurangi kejadian infeksi pasca pembedahan.
- Post operatif, antibiotic diteruskan selama 24 jam pada pasien tanpa
komplikasi apendisitis.
o Antibiotic diteruskan sampai 5-7 hari post operatif untuk kasus
apendisitis ruptur atau dengan abses.
o Antibiotic diteruskan sampai hari 7-10 hari pada kasus apendisitis
rupture dengan peritonitis diffuse.

1.11 Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi :

o Perforasi. Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting


terjadinya perforasi. Perforasi appendix akan mengakibatkan peritonitis
purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat
meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri
tekan dan defans muskuler di seluruh perut, peristaltik usus menurun
sampai menghilang karena ileus paralitik.

o Peritonitis. Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang


dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya
terjadi akibat penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang
menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan
timbulnya peritonitis generalisata. Dengan begitu, aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni
dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus
menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin
syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah, Abdomen
tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang.
o Massa Periapendikuler. Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi pendindingan oleh omentum. Umumnya massa
apendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak
terjadi peritonitis generalisata. Massa apendix dengan proses radang yang

32
masih aktif ditandai dengan keadaan umum masih terlihat sakit, suhu
masih tinggi, terdapat tanda-tanda peritonitis, lekositosis, dan pergeseran
ke kiri. Massa apendix dengan proses meradang telah mereda ditandai
dengan keadaan umum telah membaik, suhu tidak tinggi lagi, tidak ada
tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas dengan nyeri tekan ringan,
lekosit dan netrofil normal.
o Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan
komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur
intra-abdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti:
infeksi luka, abses residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula
tinja eksternal, fistula tinja internal, dan perdarahan dari mesenterium
apendiks.

1.12 Prognosis

Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan


tanpa penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda
atau telah terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan
lambatnya penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung dari usia
pasien, kondisi, keadaan umum pasien, penyakit penyerta misalnya diabetes
mellitus, komplikasi dan keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10
sampai 28 hari.
Alasan adanya kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan peritonitis di
dalam rongga perut ini menyebabkan operasi usus buntu akut/emergensi perlu
dilakukan secepatnya. Kematian pasien dan komplikasi hebat jarang terjadi
karena usus buntu akut. Namun hal ini bisa terjadi bila peritonitis dibiarkan
dan tidak diobati secara benar.

DAFTAR PUSTAKA

Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. Shwartz’s Principles of Surgery.
9thEd. USA: McGrawHill Companies. 2010.

33
Dumas RP, Subramanian M, Hodgman E, et al. Laparoscopic appendectomy: a
report on 1164 operations at a single-institution, safety-net hospital. Am
Surg. 2018 Jun 1. 84(6):1110-6.
Howell JM, Eddy OL, Lukens TW, Thiessen ME, Weingart SD, Decker WW.
Clinical policy: Critical issues in the evaluation and management of
emergency department patients with suspected appendicitis. Ann Emerg
Med. 2010 Jan. 55(1):71-116.
Loftus TJ, Raymond SL, Sarosi GA Jr, et al. Predicting appendiceal tumors
among patients with appendicitis. J Trauma Acute Care Surg. 2017 Apr.
82(4):771-5.
Poletti PA, Botsikas D, Becker M, et al. Suspicion of appendicitis in pregnant
women: emergency evaluation by sonography and low-dose CT with oral
contrast. Eur Radiol. 2018 Jun 15.

Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan
Anorektum”, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta,
2015,hlm.639-645.

Williams B A, Schizas A M P, Management of Complex Appendicitis. Elsevier.


2010. Surgery 28:11. p544048.
Wiyono, Mellisa Handoko. 2011. Aplikasi Skor Alvarado pada Penatalaksanaan
Apendisitis. Available from: htpps://download.portalgaruda.org
Yu YR, Sola R Jr, Mohammed S, et al. Foley catheters are not routinely necessary
in children treated with patient-controlled analgesia following perforated
appendicitis. J Pediatr Surg. 2018 Apr 4.

34

Anda mungkin juga menyukai