KOLELITIASIS
Disusun Oleh :
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Batu empedu atau gallstones adalah timbunan kristal di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung
koledokolitiasis.1 Batu kandung empedu menimbulkan gejala dan keluhan bila batu
menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis
penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang
karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala
dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG,
atau saat operasi untuk tujuan yang lain. Insiden kolelitiasis atau batu kandung
empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta
maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga
moralitas.
BAB II
LAPORAN KASUS
Umur : 47 Tahun
Bangsa : WNI
Suku : Sunda
Agama : Islam
2.2 Diagnosis
Anamnesis
Auto anamnesis dilakukan di Bangsal Asoka pada tanggal 5 Agustus 2019, pukul
14.35 WIB
Seorang perempuan usia 47 tahun mengeluhkan nyeri perut kanan atas yang
posisi. Keluhan nyeri dirasakan berkurang saat pasien berbaring. Awalnya nyeri
dirasakan pada perut kanan atas sejak 1 bulan SMRS. Pasien mengatakan nyeri
perut tersebut dirasakan seperti diremas, hilang timbul, semakin terasa nyeri saat
dan setelah pasien makan serta saat pasien menarik nafas dalam. Saat mengalami
keluhan tersebut, pasien seringkali mengerok perut dan punggung pasien serta
memium obat warung “Tolak Angin” agar merasa lebih baik. Saat dan setelah
pasien makan, pasien juga mengeluhkan keringat dingin, begah, dan mual. Saat
dilakukan anamnesis keluhan tidak nafsu makan disangkal, mual (-), muntah (-),
pasien sudah bisa buang angin, sudah bisa duduk, sudah bisa berjalan. Pasien sudah
BAK sendiri ke kamar mandi dan tidak ada keluhan dalam BAK. Pasien belum
BAB.
± 3 tahun lalu pasien seringkali merasakan nyeri perut kanan saat dan
setelah pasien makan. Namun karena tidak disertai keluhan lain, pasien
hanya mengerok perut dan punggung pasien agar merasa lebih baik dan
makanan disangkal
Neurologi : Disangkal
Kardiovaskuler : Disangkal
Gastrointestinal : Disangkal
Genitourinari : Disangkal
Muskuloskeletal : Disangkal
e. Riwayat gizi : Berat badan 72 kg, tinggi badan 155 cm, IMT 29,96
Tanda-tanda Vital :
GCS: E4V5M6,
Nadi: 82x/menit
Suhu: 36,3 ºC
Pernafasan: 19 x/ menit
SpO2: 98%
STATUS GENERALIS
KEPALA
Normocephali, jejas (-)
Mata : Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-), jejas (-/-), pupil
3mm/3mm (isokor), RCL (+/+), RTCL (+/+)
Telinga : Fistula (-/-), benjolan (-/-), sekret (-/-), perdarahan (-/-), jejas (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-/-), perdarahan (-/-), jejas (-/-)
Mulut : Sianosis (-), pucat (-), jejas (-/-), mukosa bibir lembab
LEHER
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening (KGB), nyeri tekan (-
), deviasi trakea (-)
THORAKS
Diameter laterolateral > anteroposterior
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : batas jantung kanan dan kiri dalam batas normal
Auskultasi : BJ I dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, jejas (-), retraksi
(-)
Palpasi : fremitus suara simetris kanan kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : bunyi napas dasar vesikular, wheezing (-/-),
rhonki(-/-)
ABDOMEN
Inspeksi : perut tampak datar, distensi abdomen (-)
Auskultasi : bising usus (+), 6x/menit
Perkusi : timpani, nyeri ketuk (+) pada regio hipokondrika dextra
Palpasi s: supel, defense muscular (-) dan nyeri tekan (+) pada
aaaaaaaaaaaaaaaa regio hipokondrika dextra
Organ pada abdomen:
1. Limpa : tidak teraba membesar
2. Kandung empedu : tidak dilakukan pemeriksaan
3. Hati : tidak teraba membesar
Genitourinari
Ginjal : nyeri ketuk CVA (-/-), ballotement (-/-)
Kandung kemih : nyeri tekan (-), nyeri ketuk (-)
Kemaluan : sekret (-)
Ekstremitas
Atas : akral hangat, sianosis (-), edema (-), CRT <2”
Bawah : akral hangat, sianosis (-), edema (-), CRT <2”
Punggung
Lordosis (-), kifosis (-), skoliosis (-)
Refleks
Refleks fisiologi (+) dan refleks patologi (-)
STATUS LOKALIS
Regio Abdomen
Inspeksi : Massa (-), jejas (-), ulkus (-), hiperemis (-), darah(-)
Palpasi : Nyeri tekan pada region hipokondrika dextra (+), defense muscular
(-)
Diagnosis Banding
Cholecystitis
Ulkus Peptikum
Pankreatitis
Appendisitis
Hematologi
2.5 Terapi
2.6 Prognosis
Ad vitam : Ad Bonam
Ad functionam : Ad Bonam
Ad sanationam : Ad Bonam
III. 1. Definisi
(koledokolitiasis).
dimana terdapat batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang
memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering
dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita, dikarenakan
faktor risiko yang berupa: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
—-
3.2 Anatomi
Kandung empedu (vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pir yang
terletak pada permukaan visceral hepar dengan panjang berkisar antaran 6 – 9cm.
sampai 300 cc. Vesica fellea terdiri atas fundus, korpus dan kollum. Fundus
berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar yang dimana
fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan kosta
IX kanan. Korpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas,
belakang dan kiri. Kollum dilanjutkan sebagai duktus sistikus yang berjalan dalam
omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis
hati.
hepatika kanan. Vena sistika mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta.
Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan
kandung empedu.
dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi
lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus
coeliacus.
Gambar 2.1. Gambaran anatomi kandung empedu (Emedicine, 2007)
Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml.
proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling
berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel torak yang
Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri.
Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum
mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang
berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus
0
koledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang
kental ke dalam duodenum. Garam – garam empedu dalam cairan empedu penting
untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi
lemak. Proses koordinasi kedua aktivitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu:
a) Hormonal: Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan
b) Neurogen:
Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan
Air 97,5 gm % 95 gm %
1
Elektrolit - -
a. Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-
kuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90
%) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa
ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena
b. Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan
globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi
bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam
plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain
(konjugasi) yaitu 80% oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah
2
merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk
sangat banyak.
3.4 Epidemiologi
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang
dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan
angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya berkaitan erat
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan
a. Jenis Kelamin
empedu.
b. Usia
Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
3
c. Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi
untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar
kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu
d. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
e. Riwayat keluarga
f. Aktifitas fisik
berkontraksi.
untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal.
4
Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung
empedu.
3.6 Patofisiologi
a) Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa berupa
sebagai:
Batu Kombinasi
Batu Kolesterol
Batu Pigmen.
Batu Kolesterol
a. Fase Supersaturasi
tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk
5
micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya
tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam
dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio
supersaturasi.
Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan
enterohepatik).
Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu
heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel
yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal
6
kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam
empedu.
Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk
kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang
sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi
akan melekat pada inti batu tersebut. Hal ini mudah terjadi pada penderita
kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari
dipompa keluar.
a. Saturasi bilirubin
7
bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena
Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga
oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan
bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu
campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-
50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana
empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.
pembentukan batu. Kristal yang yang terbentuk terbak dalam kandung empedu,
8
kemuadian lama-kelamaan kristal tersubut bertambah ukuran,beragregasi,
melebur dan membetuk batu. Faktor motilitas kandung empedu, biliary stasis,
empedu.
tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus,
batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus
sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi
infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu
dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga
juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada
saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus
9
3.7 Manifestasi Klinis
Penderita batu kandung empedu memberi keluhan bila batu tersebut
klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena
adanya komplikasi.
kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai
di daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrika kanan, dapat teraba pembesaran
kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai
pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar
bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic.
Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri
viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu.
Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak
Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama
antara 30 – 60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri
dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan
dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia
yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis.
Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya
komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis
sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung
10
empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat
fatal.
keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan
organ tersebut.
sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan
penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain
duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di
sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan
Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa
timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE
yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat
11
Gambar 4: Manifestasi klinis yang umum terjadi
3.8 Diagnosis
3.8.1 Anamnesis
Kolelitiasis dapat dibagi menjadi beberapa stadium yaitu: asimptomatik
(adanya batu empedu tanpa gejala), simptomatik (kolik bilier), dan kompleks
Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran
terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri
lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan
bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan
12
bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Jika terjadi kolelitiasis,
keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.
seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung
menarik nafas.
Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang
teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah
kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran
a. Pemeriksaan laboratorium
batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di
13
dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga
kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi
serangan akut.
b. Pemeriksaan radiologis
TEKNIK IMAGING
Pada foto polos abdomen dapat dilihat gas atau kalsium didalam traktus
dapat diidentifikasi sebagai batu kandung empedu pada foto polos. Mungkin
traktus biliaris atau erosi batu kedalam lambung, duodenum atau kolon. Gas
secara tidak langsung usus necrosis tetapi itu dapat terjadi dengan
cholecystitis hebat.
14
Kolesistografi oral ditemukan pertama kali 70 tahun yang lalu dan
diberikan oral yang diserap didalam usus kecil, diekskresi oleh hati dan
batu kandung empedu yang tidak mengapur sebelum operasi. Dapat pula
membuat suatu pengaruh yang hebat pada diagnosa traktus biliaris. Ini telah
Ultrasonografi dapat pula untuk menemukan masa intra luminal selain dari
pada batu, seperti adenoma, polip kolestrol dan karsinoma kandung empedu.
15
dari sistem biliaris. Injeksi intravena dari technitium labeled imminodiacetic
Kolelitiasis
Batu empedu akan terlihat sebagai gambaran hiperekoik yang bebas pada
sangat membantu.
Kolesistitis akut
Tanda utama pada kolesistitis akut ialah sering ditemukan batu, penebalan
diikuti rasa nyeri pada penekanan dengan transuder yang dikenal sebagai
Kolesistitis kronik
Kandung empedu sering tidak atau sukar terlihat. Dinding menjadi sangat
tebal dan eko cairan lebih terlihat hiperekoik. Sering terdapat pada kolesistitis
Saluran empedu
Saluran empedu intra hepatik akan mudah dilihat bila terjadi pelebaran
16
karena selaluberjalan periportal anterior. Hal ini menjadi sangat penting
Bila kita ragu-ragu apakah suatu duktus koledukus melebar arau tidak, maka
Pada keadaan obstruksi duktus koledukus, maka setelah fatty meal tersebut
akan terlihat lebih lebar, sedangkan pelebaran fisiologik, misalnya pada usia
Pada dasarnya lebar saluran empedu sangat bergantung pada berat atau
ditemukan adanya saluran empedu yang melebar, maka dugaan kita beralih
maupun metastasis, yang pada umumnya dapat dibedakan dari parenkim hati
normal.
traktus biliaris. Pada saat ini kegunaan utama USG dalam pemeriksaan
17
saluran empedu adalah untuk menentukan ikterus, apakah berasal dari
demikian sampai saat ini belum ada zat kontras yang dapat digunakan seperti
membedakan pelebaran saluran empedu dari vena hepatika serta vena porta.
duktus koledokus dengan bahan kontras. Ini nilai spesial dalam mendeteksi batu
Papilotomi, biopsi, mencari keterangan batu dari duktus biliaris, striktura dilatasi
18
dan penempatan nasobiliari stent untuk membebaskan obstruksi semua mungkin
berada di dalam parenkim hati.ini penting, sama alasannya dengan ERC dan
perlu biopsi jarum (needle biopsy). Drainage dari kumpulan cairan dan
perkutan.
empedu dan sistem duktus dari pada metoda yang lain, tetapi berguna pada studi
neoplasma parenkim hati. Dalam penentuan gas di dalam vena porta lebih sensitif
dari pada foto polos. CT sensitif dalam mendeteksi kalsifikasi dan menentukan
komposisi batu.
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat
19
dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan
lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di
fleksura hepatica.
Ultrasonografi (USG)
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intra maupun
ekstra hepatik. Dengan USG dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal
karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain.
Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena
terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri
pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada palpasi biasa.
20
Gambar 6: Hasil USG pada kolelitiasis
adanya kolesistitis. 2 Pemeriksaan ini relatif sederhana, cepat dan aman bagi
pasien serta dapat dilakukan pada siapa saja termasuk wanita yang sedang
hamil. Sensitivitas USG dalam hal ini bervariasi tergantung dari operator tetapi
secara umum USG memiliki sensitivitas dan spesivisitas yang tinggi untuk
mendeteksi adanya batu empedu dengan ukuran > 2mm. USG abdomen juga
Gambaran yang didapatkan pada keadaan ini adalah adanya penebalan dinding
kandung empedu (> 5 mm), cairan perikolekistik, distensi kandung empedu > 5
mm. Ketika kandung empedu sudah dipenuhi oleh batu seluruhnya, batu-batu
tersebut dapat tidak terlihat pada gambaran USG namun masih bisa didapatkan
21
Gambaran USG kolelitiasis
Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif
murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat
dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan
ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus,
dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai
kandung empedu.
22
Kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus
batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang
disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki
23
Gambar 9: Hasil MRCP
disertai dengan perdarahan subserosa dan cairan perikolestatik. Selain itu pada
Jika disertai dengan adanya infeksi sekunder bakteri, dapat terjadi kolesisititis
Kolesistitis akut dapat bermula dengan adanya serangan kolik bilier, tapi
hal ini berlawanan dengan keadaan kolik bilier itu sendiri yaitu karena nyeri
yang timbul tidak menghilang. Nyeri tersebut terus menerus menetap selama
beberapa hari. Pasien sering kali mengalami demam dan mengeluhkan adanya
anoreksia, mual, muntah , lemas, dan apabila proses inflamasi sudah menjalar
24
ke peritoneum parietale, maka pasien akan malas untuk bergerak karena adanya
nyeri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri fokal pada abdomen kuadran
kanan atas, dan Murphy sign yang positif merupakan tanda yang khas pada
adanya peningkatan sedang dari bilirubin serum < 4mg/ml seiring dengan
menandakan adanya batu pada duktus sistikus komunis atau obstruksi pada
duktus sistikus karena inflamasi perikolestatik sebagai akibat dari impaksi batu
Pemeriksaan penunjang 2
tekan pada daerah kandun emppedu saat probe USG menekan daerah tersebut
positif). Selain USG abdomen juga dapat dilakukan CT scan abdomen dengan
keadaan ini sering juga dinamakan dengan kolik bilier. Nyeri terjadi ketika batu
25
empedu menyumbat duktus sistikus sehingga menghasilkan peningkatan
perubahan kandung empedu mulai dari keadaan yang normal dengan hanya
Manifestasi klinis 2
Keluhan utama pasien biasanya berupa nyeri terus menerus dan makin makin
dirasa nyeri selama 1 jam pertama dan biasanya berlangsung selama 1-5 jam.
Nyeri dirasakan terutama pada epigastrium atau abdomen kuadran kanan atas
dan seringkali menyebar ke punggung kanan diantara skapula. Nyeri ini bisa
sangat hebat dan muncul tiba-tiba, biasanya muncul pada malam hari atau stelah
dengan mual dan muntah. Nyeri juga dapat bersifat episodik, pasien dapat
normal tanpa gejala. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya nyeri
tekan abdomen kuadran kanan atas pada saat timbul episode nyeri. Jika pasien
sedang dalam keadaan bebas nyeri, maka pemeriksaan fisik dapat meberikan
tes fungsi hati dan leukosit yang normal pada pasien kolesistitis yang tidak
Pada keadaan ini biasanya tidak ditemukan nyeri abdomen kanan atas meskipun
terdapat batu di dalam kandung empedu nya. Jika nyeri berlangsung selama
lebih dari 24 jam, harus segera dicurigai terjadinya impaksi batu di dalam duktus
sistikus atau terjadi kolesistitis akut. Imapksi batu tersebut akan mengakibatkan
26
keadaan berikut yaitu cairan empdu diabsorbsi namun epitel kandung empedu
3.10.3 Koledokolitiasis 2
Batu pada duktus sistikus komunis dapat memiliki ukuran yang bervariasi mulai
dari ukuran kecil, besar, dengan jumlah tunggal maupun multipel dan dapat
meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Adanya batu pada duktus sistikus
Manifestasi Klinis
pankreatitis bilier. Nyeri yang ditemukan pada pasien relatif sama dengan nyeri
yang dirasakan pada keadaan kolik bilier. Pada pemeriksaan fisik bisa
didapatkan hasil yang normal namun dapat juga ditemukan adanya nyeri tekan
abdomen kuadran kanan atas atau pada daerah epigastrium disertai juga dengan
adanya ikterus. Keluhan yang dirasakan bisa hilang timbul biasanya berupa
nyeri dan ikterus hilang timbul yang diakibatkan karena adanya batu yang
yang kecil, maka batu ini dapat melewati ampulla secara spontan disertai
27
Pemeriksaan penunjang 2
pelebaran duktus sistikus komunis > 8 mm. Selain USG abdomen juga dapat
terapi.
28
Gambaran MRCP yang menunjukkan 2 buah batu pada duktus sistikus komunis.
3.10.4 Kolangitis
Kolangitis merupakan satu dari dua komplikasi utama dari batu duktus
akut merupakan suatu infeksi bakteri yang menyebar dari bawah ke atas yang
disebabkan karena adanya obstruksi parsial maupun total dari duktus biliaris. Dalam
keadaan normal, cairan empedu yang dihasilkan oleh hati bersifat steril, demikian pula
dengan kondisi steril cairan empedu yang disimpan di dalam kandung empedu
antibakterial yang terdapat di dalam cairan empedu itu sendiri berupa imunoglobulin.
Gabungan antara infeksi bakteri disertai dengan obstruksi bilier yang umumnya
disebabkan karena batu empedu merupakan faktor yang penting dalam terjadinya
fragilis.
29
Manifestasi Klinis
Kolangitis dapat bermanifestasi sebagai suatu kondisi yang bervariasi mulai dari
keadaan klinis yang ringan, sedang, dapat sembuh spontan sampai dengan suatu
keadaan berat dan mengancam jiwa seperti pada keadaan septikemia. Gejala yang
paling umum muncul adalah gejala-gejala yang dikenal sebagai Charcot triad dan
muncul pada dua pertiga dari pasien-pasien yaitu berupa demam, nyeri epigastrium atau
nyeri abdomen kuadran kanan atas, dan disertai dengan ikterus. Gejala klinis yang
muncul dapat berkembang secara progresif disertai sepsis dan keadaan ini dikenal
sebagai Reynolds pentad (adanya demam, ikterus, nyeri abdomen kuadran kanan atas,
syok septik dan perubahan status mental). Namun demikian keadaan ini juga bisa
bermanifestasi sebagai suatu keadaan yang atipikal yaitu berupa demam yang tidak
terlalu tinggi, ikterus atau nyeri abdomen kanan atas. Keadaaan ini biasanya terjadi
pada orang dewasa yang bila mengalami infeksi ini tidak memberikan gejala yang
bermakna sampai suatu saat jatuh kedalam kondisi sepsis. Pada pemeriksaan abdomen,
hasil yang ditemukan tidak dapat dibedakan dari keadaan kolesistitis akut. Sedangkan
Pemeriksaan Penunjang 2
Pemeriksaan USG abdomen berguna untuk mendeteksi adanya kolangitis apabila pada
pasien tersebut belum pernah didiagnosa memiliki batu empedu sebelumnya karena
dalam pemeriksaan akan nampak adanya batu empedu disertai dengan duktus yang
berdilatasi. Pemeriksaan radiologis definitif yang juga berguna untuk diagnosa adalah
Cholangiography (PTC). Dengan ERCP dan PTC dapat ditentukan level sereta
30
penyebab obstruksi, memungkinkan pengambilan cairan empedu untuk dikultur,
pengambilan batu empedu apabila terdapat batu empedu, dan drainase cairan empedu
dengan kateter drainase atau dengan stent. CT scan dan MRI juga dapat berguna untuk
menetukan apakah terdapat masssa periampular sebagai penyebab dari dilatasi duktus.
31
Gambaran ERCP dengan batu empedu pada duktus sistikus komunis
32
33
BAB IV
PEMBAHASAN
GCS: E4V5M6,
TD: 110/70 mmHg
Nadi: 82x/menit
Suhu: 36,3 ºC
Pernafasan: 19 x/ menit
SpO2: 98%
34
Regio Abdomen
Inspeksi : massa (-), jejas (-), hiperemis (-), distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+), 6x/menit
Perkusi : timpani, nyeri ketuk (+) pada regio hipokondrika dextra
Palpasi : supel, defense muscular (-) dan nyeri tekan (+) pada regio
hipokondrika dextra
c. Pemeriksaan Penunjang
Hematologi : Hematokrit 39,1%
Penatalaksanaan
Tatalaksana yang dilakukan dalam kasus ini ialah dengan dilakukan laparatomi
eksplorasi untuk menjangkau vesica bilairis dan mencari sumber infeksi, darah dan atau
pus akibat dari inflamasi pada vesica biliaris, selanjutnya dilakukan irigasi pada rongga
abdomen. Kemudian dilakukan cholecystectomy untuk mengeluarkan sumber infeksi
yaitu berupa vesica biliaris yang meradang karena batu empedu. Pada kasus ini batu
empedu membentuk kantong kecil pada vesica biliaris dan menyebabkan peradangan
pada kantong tersebut. Setelah itu dilakukan penjahitan pada luka bekas operasi.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunner & Suddart. 2001. Keperawatan medikal bedah vol 2. Jakarta: EGC.
2. Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana asuhan keperawatan dan dokumentasi
keperawatan, diagnosis keperawatan dan masalah kolaboratif. Edisi 2. Jakarta: EGC.
3. Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.
4. Dorland, W. 2002. Kamus kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC.
5. Husadha, Yast. 1996. Buku ajar ilmu penyakit dalam: fisiologi dan pemeriksaan
biokimiawi hati. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
6. ISFI. 2008. ISO Indonesia. Volume 43 – 2008. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
7. Lesmana, L. 2000. Batu empedu. Buku ajar penyakit dalam. Edisi 3. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
8. Mansjoer, A. 1999. Kapita selekta kedokteran. Jilid I. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Media
Aesculapius FKUI.
9. Schwartz S, Shires G, Spencer F. 2000. Prinsip-prinsip ilmu bedah (principles of
surgery). Edisi 6. Jakarta: EGC.
10. Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2005. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.
36