Abstrak
Pada reviu naratif kali ini, kami akan membahas tentang penggunaan beberapa
digunakan (secara khusus: litium, yang telah menjadis satu penanganan standar).
Untuk membandingkannya, kami pun mereviu beberapa bukti yang ada tentang
kekambuhan gangguan bipolar lah yang memiliki tingkat implikasi terhadap fungsi
jangka panjang, dan hal ini menempati urutan keempat sebagai penyebab tahun
hidup tuna upaya pada mereka yang berusia 10-24 tahun (Gore dkk, 2011).
Reviu/ peninjauan yang dilakukan secara cermat dalam hal laju penyakit di era pra-
medikasi dan pasca-medikasi telah menunjukkan bahwa kekambuhan lah yang harus
yang dimulai dari episode pertama sampai periode berikutnya (Gignac dkk, 2015).
bagian yang penting di dalam penanganan. Mengingat akan lebih tingginya proporsi
hipomania (Judd dkk, 2002), maka selain pada periode mania, tingkat efikasi
Obat-obatan yang ada saat ini (yang sudah diizinkan oleh FDA) untuk terapi
juga diberikan pada risperidone (injeksi aksi lama) sebagai terapi-tunggal ataupun
sebagai terapi penyerta, dan juga aripiprazole (injeksi aksi lama) untuk terapi-tunggal
hal ini karena lithium diketahui memiliki pengaruh profilaktik (menurut laporan
pantulan (Suppes dkk, 1991) pun telah dikaji pada beberapa penelitian berikutnya,
pencegahan terjadinya episode manik (RR=0,66), namun demikian, hal ini tidaklah
penelitian yang disertakan di dalam meta-analisis – yang paling lama adalah 2 tahun,
namun semua penelitian (kecuali satu penelitian) hanyalah menyertakan para subjek
yang menderita gangguan Bipolar 1 saja (Severus dkk, 2014). Lithium diketahui juga
Beberapa efek terhadap fungsi kognitif adalah bersifat heterogen, dengan sedikit
gangguan pada kemampuan bicara dan memori, dan walaupun tidak terdapat efek
terhadap domain seperti fungsi eksekutif atau kecepatan pemrosesan, namun seiring
dengan berjalannya waktu, para subjek diketahui dapat mengalami pemburukan/
Resiko dari penggunaan lithium sudahlah dipahami secara jelas, yang dimana hal ini
mencakup efek samping penanganan (Shine dkk, 2015) dan mania pantulan ketika
penggunaan medikasi dihentikan (Suppes dkk, 1991). Pada reviu sebelumnya, para
peneliti pun mengkaji data-data dari hasil pemeriksaan laboratorium pada para pasien
yang diberikan lithium (yang dibandingkan dengan data para subjek kendali), yang
penggunaan lithium yang diambil dari area (yang ditentukan secara epidemiologis)
selama periode 48 tahun, telah menunjukkan bahwa 54% dari seluruh pasien
efek samping (62%), yang dimana efek samping yang paling umum adalah berupa
penyakit ginjal, diare, dan tremor. Beberapa alasan psikiatrik diketahui telah
menyebabkan diskontinuasi medikasi pada 44% subjek, yang dimana alasan yang
paling umum adalah ketidakpatuhan dan karena mereka merasa bahwa lithium
an, yang utamanya dilakukan pada fase akut, yang dibandingkan dengan plasebo
(Klein dan Oaks, 1967) dan lithium pada mania akut (Prien dkk, 1972), dan juga
pada psikosis fungsional (Johnstone dkk, 1988). Penelitian yang dilakukan oleh Prien
dkk menemukan bahwa lithium memiliki efikasi yang sama dengan antipsikotik pada
mania akut, selain itu, pimozide diketahui memiliki pengaruh/ efek yang signifikan
efikasi antipsikotik pada kasus mania akut sudahlah diketahui, dan bukti dari meta
analisis telah menunjukkan bahwa haloperidol adalah memiliki tingkat efikasi yang
lebih tinggi daripada lithium (SMD 0,19), dengan heterogenitas antara kedua
diketahui memiliki tingkat efikasi yang paling tinggi (Cipriani dkk, 2011).
digunakan bagi para subjek yang kondisi gangguan mood nya sulit ditangani (Zarate
dkk, 1995). Kelebihan dari beberapa antipsikotik generasi kedua (SGAs/ second-
secara statistik signifikan pada diskinesia tardif antara kedua kelas (sekitar 20% vs
30%), dengan tingkat prevalensi yang lebih rendah pada para subjek yang tidak
Beberapa efek samping lain, seperti contohnya efek-efek metabolik diketahui lebih
jelas signifikan pada SGAs (lihat bagian bawah). Satu reviu sistemik di tahun 2017
dan meta analisis yang mengkaji tentang penggunaan SGAs di dalam penanganan
sampai 2 tahun), selain itu, satu penelitian observasional pun dilakukan selama 4
tahun untuk mengkaji tentang hal ini (Lindstrom dkk, 2017). Penelitian diatas
mengkaji tentang terapi tunggal dan terapi penyerta lithium, sodium valproate, atau
individu yang telah dapat merespon penanganan akut, maka aripiprazole (RR 0,65,
injection) pada subjek penderita gangguan Bipolar I dan 4 atau mereka yang
mengalami jumlah episode yang lebih sering di tahun sebelumnya, diketahui tidaklah
secara statistik signifikan pada meta analisis untuk kekambuhan mania atau depresi,
walaupun demikian, injeksi risperidone aksi lama (sebagai terapi penyerta) diketahui
dapat memberikan manfaat pada follow up minggu ke-52 jika dibandingkan dengan
plasebo, dimana hal ini dapat menurunkan resiko kekambuhan episode mood
(setingkat 2,3 kali lipat) (Macfaden dkk, 2009). Penanganan penyerta dengan
manik (RR 0,39, CI 95% 0,30-0,52; 2 penelitian) dan depresi (RR 0,38, CI 95%
rancangan yang diperkaya/ dimodifikasi, yaitu para pasien diberikan obat sebelum
randomisasi/ pengacakan, dan hal ini merupakan satu bentuk bias pemilihan subjek.
Dua dari seluruh RCT menyertakan para subjek yang menderita gangguan Bipolar 2
(Tabel 1).
Tingkat diskontinuasi pengkonsumsian obat penyerta pun beragam, dari rasio hazard
0,66 (ziprasidone) menjadi 0,89 (aripiprazole), dan penambahan berat badan para
subjek (didefinisikan sebagai peningkatan >7%) diketahui terjadi ketika para peneliti
Antipsikotik yang tidak dikaji pada reviu kali ini adalah lurasidone (yang memiliki
izin penggunaannya dari FDA sebagai terapi tunggal dan penanganan penyerta
lithium dan divalproex untuk penanganan akut depresi bipolar) dan asenapine (yang
untuk mendapatkan lurasidone (6 bulan) sebagai terapi tunggal atau terapi penyerta.
Walaupun bukan sebagai outcome primer, mania yang dipicu karena penanganan
diketahui terjadi pada 1,3% dari seluruh subjek di kelompok terapi tunggal, dan 3,8%
up, 10,2% dari seluruh subjek diketahui memenuhi kriteria post hoc untuk
itu, 10,2% dari seluruh subjek diketahui memenuhi kriteria kekambuhan di kelompok
terapi penyerta. Sifat dari penelitian ini membuat para peneliti mengalami kesulitan
penanganan lain, namun, para peneliti juga dapat mengidentifikasi terjadinya sedikit
kekambuhan episode mood (manik atau depresi), HR = 0,16 untuk episode manik,
HR = 0,35 untuk episode depresif, walaupun hal ini tidaklah berlaku untuk episode-
episode campuran. Dan walaupun validitas penelitian ini tidaklah memiliki kekuatan
yang tinggi, hasil dari penelitian ini pun menjadi analisis post hoc (Szegedi dkk,
2018).
Tabel 1. Polaritas, afinitas-afinitas reseptor dan beberapa efek samping antipsikotik
a
Berdasarkan pada bukti dari RCT dan meta analisis
b
Diadaptasi dari Pedoman Pemberian Obat Psikosis Maudsley
c
Efektif pada penanganan depresi yang dikombinasikan dengan fluoxetine
manfaat di dalam penanganan penyakit Bipolar 1, dengan rasio hazard 0,45 dalam
hal kekambuhan semua episode mood, utama nya pada episode manik, dan
aripiprazole injeksi aksi lama diketahui memiliki tingkat efikasi/ kemanjuran yang
sama dengan aripiprazole oral (Calabrese dkk, 2017). Menurut dua penelitian yang
dilakukan dengan durasi masing-masing 18 dan 24 bulan, tingkat efikasi yang sama
juga terlihat pada risperidone (LAI) (jika dibandingkan dengan plasebo) di dalam
mencegah kekambuhan (Quiroz dkk, 2010; Vieta dkk, 2012), dengan rasio resiko
gabungan 0,42 untuk gejala manik, hipomanik, atau gabungan, namun demikian, hal
ini tidaklah berlaku untuk kekambuhan depresi. Satu reviu yang meringkas tiga
dapat didapat oleh para subjek dengan penyakit yang bersiklus cepat (Kishi dkk,
2016).
Hal ini mencakup penanganan penyerta label terbuka selama 6-12 minggu, yang
dosisnya disesuaikan secara buta ganda dalam periode 4 minggu, dan terapi tunggal
buta ganda selama 48 minggu. Diketahui bahwa tidaklah terdapat inferioritas yang
dimiliki oleh olanzapine untuk outcome primer dan perawatan di rumah sakit yang
dikarenakan semua episode mood (Tohen dkk, 2005). Satu meta analisis pun
dilakukan oleh Miura dkk pada tahun 2014 untuk mengkaji tentang efikasi dan
quetiapine, dan risperidone LAI. Diketahui bahwa semua intervensi adalah lebih
aripiprazole yang tidak disertakan. Hanya lithium dan quetiapine yang diketahui
depresi. Kualitas bukti pun beragam, dimana bukti yang paling kuat adalah dalam
sosial). Hal ini membuat para peneliti menyimpulkan bahwa lithium harus tetap
menjadi terapi pilihan pertama untuk penanganan pemeliharaan (Miura dkk, 2014).
Yang cukup menonjol pada meta analisis ini adalah tingkat kesamaan pengaruh yang
terlihat pada penanganan akut yang dilakukan oleh Taylor, yang mana beliau
menemukan adanya hubungan erat antara estimat terbaik pengaruh versus plasebo
yang dilaporkan pada meta-meta analisis jaringan lain (hubungan untuk episode
manik atau episode campuran, r=-0,91, p=0,01) dan kecenderungan yang sama untuk
episode-episode depresi (r=-0,79, p=0,06) (Taylor 2014). Hal ini menunjukkan satu
pengaruh nyata, yang bertentangan dengan artefak statistik, dan juga menunjukkan
bahwa penanganan-penanganan yang efektif secara akut dapat lah efektif untuk
profilaksis. Belum lama ini, hal ini pun ditemukan pada satu meta analisis yang
dilakukan oleh peneliti yang sama, yang menunjukkan bahwa lithium memiliki efek
digunakan di Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk pencegahan kekambuhan depresi
pada para pasien penderita penyakit bipolar 1 dengan episode depresi (Goodwin dkk,
yang dilakukan oleh Miura (Miura dkk, 2014), diketahui bahwa ukuran pengaruh
untuk lamotrigine adalah 0,69 (CI 95% 0,5-0,94) untuk episode depresi dan
(CI 95% 0,57-1,12), 0,48 untuk quetiapine (CI 95% 0,34-0,67), 1,32 untuk
risperidone LAI (CI 95% 0,84-2,09), dan 0,76 untuk lithium (CI 95% 0,61-0,93).
pemeliharaan lain, yang diantaranya mencakup antipsikotik, dan yang menjadi satu
kontribusi yang penting untuk literatur adalah penelitian CEQUEL (Geddes dkk,
2016). RCT buta ganda yang menggunakan plasebo sebagai kendali ini pun
melibatkan para subjek yang baru mengalami episode depresi untuk mendapatkan
(QIDS-SR) pada minggu ke-12 dan minggu ke-52 (yang mana hasil pengukuran
yang dilakukan di minggu ke-52 adalah secara statistik signifikan, -2,69, CI 95% -
4,89 menjadi -0,49]; p=0,017), dimana tingkat pemulihan tertinggi diketahui terjadi
penanganan pemeliharaan pada pasca episode mania pertama pun dilakukan dengan
merekrut 61 individu yang mengalami episode pertama psikosis manik (yang gejala-
gejala psikosisnya dapat merespon terhadap quetiapine dan lithium), dan para
peneliti pun merandomisasi para subjek untuk mendapatkan quetiapine (dosis rerata
437,5 mg) atau lithium (kadar rata-rata 0,6 mM). Dengan menggunakan model
gabungan dan rancangan pengukuran ulang, para peneliti menemukan bahwa lithium
impresi/ kesan umum klinis), dan pemfungsian (Berk dkk, 2017; Geddes dkk, 2016).
penanganan pemeliharaan dengan gambaran klinis akan BD, Popovic dkk (2012) pun
depresi (<1) dan mania (>1). Beberapa contoh mencakup 4,38 untuk aripiprazole dan
0,4 untuk lamotrigine. Hal ini secara intuitif cukuplah menarik, walaupun untuk
obat-obatan dengan efikasi yang sama (contohnya lithium 1,39 dan quetiapine 1,14),
Untuk tingkat efektifitas, satu penelitian cacah nasional terbaru (Finlandia) pun
dilakukan untuk mengkaji tentang tingkat perawatan ulang di rumah sakit pada para
subjek penderita gangguan bipolar, untuk rerata sekitar 7 tahun. Diketahui bahwa
risperidone LAI (HR 0,58 [CI 95% 0,34-1,00]), gabapentin (HR 0,58 [CI 95% 0,44-
0,77]), perphenazine injeksi aksi lama (HR 0,60 [CI 95% 0,41-0,88]) dan lithium
karbonat (HR 0,67 [CI 95% 0,60-0,73]) diketahui memiliki hubungan dengan tingkat
terendah resiko perawatan ulang pasien psikiatrik di rumah sakit. Para peneliti pun
memahami akan beberapa potensi variabel pengganggu, yang semuanya disesuaikan
pengendalinya (Lahteenvuo dkk, 2018; Popovic dkk, 2012; Berk dkk, 2017).
Penggunaan LAI cukuplah menarik, hal ini karena mengingat akan tingkat
ketidakpatuhan pasien terhadap penggunaan medikasi yang cukup tinggi pada kasus
BD (20-66%) (Lingam dan Scott, 2002), walaupun literatur yang dibangun dari hasil
perbedaan antara penggunaan obat dalam formula injeksi aksi lama vs. oral dalam
Inggris dari sekitar 500 pasien penderita BD, dimana para peneliti meneliti
medikasi, dan mereka menemukan bahwa lithium membutuhkan waktu 2,05 tahun
(paling lama) sampai terjadinya kegagalan (CI 95% 1,63-2,51), sedangkan waktu
yang dibutuhkan quetiapine adalah 0,76 tahun (CI 95% 0,64-0,84), 0,98 tahun untuk
valproate (CI 95% 0,84-1,18), dan 1,13 tahun untuk olanzapine (CI 95% 1,00-1,31)
(Hayes dkk, 2016). Para peneliti pun mampu mengendalikan sejumlah faktor-faktor
atau depresi.
Beberapa efek samping antipsikotik
lebih parah dari FGAs) (Young dkk, 2015). Ketika mempertimbangkan beberapa
bersifat heterogen antar obat (Leucht dkk, 2013), dan intervensi-intervensi muncul
untuk memperkuat efek samping, seperti contohnya penambahan berat badan (Young
dkk, 2015; Maayan dkk, 2010). Analisis yang menggunakan dataset Inggris yang
sama di atas telah menemukan adanya peningkatan tingkat resiko hipertensi, dan
penambahan berat badan setingkat 15%, dibandingkan dengan lithium (HR valproate
Ketika menilai beberapa RCT yang mengkaji tentang penanganan pemeliharaan pada
kasus BD, perlu diketahui bahwa tingkat follow up hanyalah 10% pada beberapa
kasus, dimana tidak sedikit para subjek yang dikeluarkan dari penelitian setelah
mengetahui ada tidaknya atau besar kecilnya manfaat yang didapat dari penanganan.
Satu masalah yang memiliki hubungan adalah pendeteksian efek/ pengaruh terhadap
adalah episode awal mania, dan karena polaritas awal dapat digunakan untuk
disebabkan karena kekuatan statistik yang lemah (walaupun efek quetiapine terhadap
dengan antipsikotik sebelum proses randomisasi, dan hal ini dapat merefleksikan
praktek klinis. Perlu diingat bahwa para pasien yang dilibatkan di dalam penelitian-
penelitian ini umumnya memiliki respon yang lemah terhadap lithium atau valproate
pengganggu dan juga bias pemilihan subjek. Dengan demikian, adalah berguna untuk
Dari bukti yang dijelaskan sebelumnya, adalah jelas bahwa respon terhadap
memiliki efek anti bunuh diri. Pemahaman tentang farmakologi dan neurobiologi
pemeliharaan.
Berbagai hipotesis pun muncul tentang respon lithium, dan dapat dikelompokkan
kedalam respon yang meregulasi sifat membran sel, transport membran sel dan
distribusi ion, regulasi neurotransmiter, dan penyinalan intraselular, yang terkait pada
berbagai tingkatan. Satu contoh untuk hal ini adalah pengaruhnya terhadap
GSKβ melalui lintasan yang dimediasi oleh saluran Ca2+, dengan penyekatan
fosforilasi AKT dan berbagai efek penyinalan menghilir (Alda, 2015). Hal serupa,
pengaruh terhadap sistem dopamin adalah terjadi secara menghilir pada reseptor-
antipsikotik yang diketahui tidak menyebabkan katalepsi pada tikus, dan juga
terhadap gangguan gerakan yang secara klinis signifikan (Grunder dkk, 2009).
Antipsikotik ini secara umum memiliki tingkat afinitas yang lebih rendah untuk
haloperidol), namun demikian, antipsikotik ini diketahui memiliki afinitas yang lebih
amisulprida), dan kita belumlah memahami tentang hubungan antara hal ini dengan
5HT2). Mengingat terdapat pengaruh di dalam depresi bipolar akut, maka perlu juga
Nomenklatur ini, dengan fokus pada afinitas reseptor dan selektivitas, diketahui telah
memberikan tanda untuk moda aksi farmakologi yang dibutuhkan untuk mencegah
mania dan juga depresi. Pada penelitian neurobiologis, untuk mania, jumlah
penelitian in vivo nya tidaklah banyak, dan terdapat satu penelitian yang
kendali (Yatham dkk, 2002), walaupun untuk kasus mania dengan gejala-gejala
psikotik, peningkatan kapasitas sintesis dopamin dapatlah terjadi (Jauhar dkk, 2017).
NMDA yang menjelaskan manfaat ketamine pada depresi bipolar [Bauer dkk, 2018],
(https://www.allergan.com/news/news/thomson-reuters/allergan-announces-fda-
acceptance-of-supplemental).
Hampir dari seluruh pedoman nasional terus mendukung penggunaan lithium sebagai
terapi lini pertama pada penanganan pemeliharaan gangguan bipolar [e.g., NICE
(https://www.nice-org.uk/guidance/cg185/chapter/key-priorities-for-
dengan berdasarkan pada tingkat efikasi dan tolerabilitasnya; dan hal ini tidaklah
Biologis Dunia (WFSBP) (Grunze dkk, 2013) atau pedoman dari Royal Australian
and New Zealand College of Pshyciatrists (Malhi dkk, 2015). Pedoman dari
depresi yang pradominan terjadi atau jika tidak ada polaritas yang bersifat
untuk Penanganan Mood dan Anksietas (CANMAT) dan pedoman dari Himpunan
penderita gangguan bipolar juga lebih inklusif jika dibandingkan dengan obat-obatan
lain, yang dimana hal ini menganjurkan untuk terus melakukan penanganan pada
episode akut. Obat yang direkomendasikan untuk digunakan sebagai lini pertama
pedoman menganjurkan penggunaan olanzapine sebagai terapi lini kedua, hal ini
untuk digunakan sebagai terapi penyerta selama periode waktu yang singkat (Yatham
dkk, 2018).
first episode psychosis) (Jauhar dkk, 2019). Famakoterapi lini pertama akanlah selalu
berupa SGA, yang akan diteruskan selama minimal satu tahun sampai 18 bulan, dan
kemudian diteruskan atau dihentikan. Penanganan dengan SGA pada kohort ini
diketahui memiliki hubungan dengan beberapa efek metabolik dan peningkatan berat
badan yang lebih jelas atau signifikan, yang dimana hal ini akan memberikan
menurunkan tingkat kepatuhan terhadap penanganan) (Whale dkk, 2016). Hal ini
(Ziprusky dkk, 2014), dengan kekambuhan mania pada FEP yang memiliki
konsekuensi yang lebih signifikan dalam hal perawatan di rumah sakit jika
(Chang dkk, 2016). Sampai saat ini, jumlah data tentang penggunaan lithium atau
penstabil mood lainnya dalam jangka panjang tidaklah banyak, dan perihal tentang
apakah hal ini memiliki pengaruh atau tidak terhadap tingkat kepatuhan pasien di
Mengingat bahwa lithium adalah obat yang digunakan sebagai standar emas, dan
juga mengingat bahwa antipsikotik memiliki efek yang berbeda pada berbagai kutub
penyakit, maka pertanyaan pun muncul: kapankah terapi tunggal antipsikotik harus
diperuntukkan bagi mereka yang tidak dapat mentoleransi lithium, atau tidak
memiliki respon yang baik terhadap lithium (atau tidak menginginkan untuk
menggunakannya). Terapi tunggal dengan LAI dapatlah dipertimbangkan untuk
penanganan.
dapat meningkatkan beban efek samping, selain itu, hal ini akan memberikan tingkat
efikasi yang rendah pada mereka yang mengalami psikosis (yang resisten terhadap
Pada kasus ini, penggunaan aripiprazole ajunktif (sebagai penyerta) adalah hal yang
dibenarkan, yang dimana hal ini didasari oleh bukti dari hasil penelitian
(Raghuthaman dkk, 2015) dan pedoman-pedoman yang ada untuk pemberian obat
Terdapat sedikit bukti untuk memandu pengambilan keputusan dalam hal durasi
terapi kombinasi (contohnya lithium), hal ini pun tergantung pada penggunaan awal
penggunaan lithium (dalam hal lamanya penanganan dengan pemonitoran yang tepat
untuk penanganan pemeliharaan pada kasus gangguan bipolar, baik sebagai terapi
tunggal atau terapi penyerta. Walaupun dapat dikatakan sebagai anggota dalam satu
kelas obat, namun sifat farmakologisnya, tingkat efikasi dan tolerabilitasnya pada
akan tidak terlalu tinggi (kecuali untuk penggunaan quetiapine, dan mungkin
asenapine serta lurasidone). Bagi mereka yang tidak dapat mentoleransi lithium (atau
teknologi-teknologi digital yang lebih baru untuk tujuan pemonitoran dan untuk
tentang neurobiologi respon penanganan pada depresi bipolar, dan kita juga
obat-obatan yang beragam, yang berfokus pada penanganan yang beraksi pada