UNDESENSUS TESTIS
Oleh
Meilisa Meita Kusdianto
(2015-83-068)
Pembimbing
dr. Helfi Nikijuluw, Sp.B, KBD
AMBON
2021
2
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. Ajis Soamole
Umur : 34 Tahun
Jenis Kelamin : Pria
Alamat : Galunggung
Tgl. MRS : 08 Februari 2021
Pengantar : Ny. Hasna
No. RM : 026408
Agama : Islam
2. ANAMNESIS
2.1. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : Adanya benjolan pada perut
Anamnesis:
Pasien dibawa ke rumah sakit Bhaktirahayu dengan keluhan adanya benjolan
pada perut. Dialami kurang lebih 4 bulan lalu, Nyeri sesekali, demam tidak ada,
pusing tidak ada, Nyeri kepala tidak ada, sedikit lemas, sesak sesekali, mual
muntah tidak ada, Nyeri ulu hati sejak mulai minum asam, bab dan bak normal.
2.2.Riwayat Penyakit Dahulu
Diabetes Melitus dan Hipertensi tidak ada, Riwayat alergi tidak ada
2.3.Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak diketahui
2.4.Riwayat Pengobatan
Pasien belum melakukan pengobatan
3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
3
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,6°C
SpO2 : 97%
Kepala : Normocephal
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Pupil isokor
THT : Otorhea (-/-), Rhinorea (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax
Pulmo : I = Jejas (-), pengembangan dada simetris
P = Krepitasi (-), fremitus taktil simetris kiri dan kanan
P = Sonor
A= Vesikuler (+/+), Rh (-/-), wheezing (-/-)
COR : Bunyi jantung I.II reguler.
Abdomen
I = Tampak cembung, NTE (-), defans muskular (-)
A = Bising usus (+) normal,
P = Nyeri perut kanan (-), nyeri uluhati (-),
P = Nyeri ketok CVA (-)
Extremitas
Superior = Akral hangat, edema (-/-), jejas (-/-), deformitas (-/-)
Inferior = Akral hangat, edema (-/-), jejas (-/-), deformitas (-/-)
Status Lokalis
Pada abdomen
• Inspeksi : Terdapat massa berukuran ± 20cm
• Auskultasi : Bising usus normal
• Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, teraba massa dan benjolan, mobile (-).
• Perkusi : timpani
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap
Pemeriks Hasil Nilai normal
aan
WBC 5,6 4,00-10,0
LYM 2,0 1,0-5,0
MON 0,4 0,1-1,0
GRA 3,2 2,0-8,0
RBC 4,69 4,00-6,20
HGB 14,3 11,0-17,0
HCT 42,2 35,0-55,0
MCU 90,0 80,0-100,0
MCH 30,5 26,0-34,0
MCHC 33,9 31,0-35,5
RDW 12,4 10,0-16,0
PLT 219 150-400
MPU 7,8 7,0-11,0
PCT 0,17 0,200-0,500
PDW 11,0 10,0-18,0
EKG
5
CT-Scan
5. Resume
Seorang laki – laki berumur 34 tahun dibawa ke RSU Bhakti Rahayu dengan
keluhan adanya benjolan pada abdomen. Benjolan sudah dirasakan sejak 4
bulan lalu, nyeri sesekali, demam tidak ada, pusing tidak ada, Nyeri kepala tidak
ada, sedikit lemas, sesak sesekali, mual muntah tidak ada, Nyeri ulu hati sejak
mulai minum asam, bab dan bak normal. Tidak ada riwayat diabetes melitus,
hipertensi dan alergi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang. Kepala, mata, leher, dan thorax dalam batas normal. Pada pemeriksaan
abdomen ditemukan massa berukuran kurang lebih 20 cm, bising usus normal,
Nyeri tekan tidak ada, teraba massa dan benjolan tetapi tidak mobile. Pada
pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan rapid test covid didapatkan hasil
non reactive, laboratorium dalam batas normal, EKG dalam batas normal, dan
ct- scan tampak masa terlihat isodens jelas berukuran besar.
6. DIAGNOSIS
Tumor Abdomen
7. PENATALAKSANAAN
Laparoskopi eksplorasi tgl 9 Januari 2021 pukul 12.00 WIT
I. PROGNOSIS
- Ad vitam : bonam
- Ad fungsionam : bonam
- Ad sanationam : bonam
8
LAPORAN OPERASI
Pada tanggal 9 Januari 2021 (12:00 -13.00WIT) telah dilakukan operasi oleh
dr. Helfi Nikijuluw, Sp.B, KBD dengan prosedur berupa:
a. Diagnosis Pre Operasi : Tumor Abdomen
b. Diagnosis Post Operasi : Undesensus testis Intra abdominal
c. Tindakan : laparotomi orchidektomi
d. Teknik Operasi :
1. Dalam stadium anastesi, antisepsis lapangan operasi
2. Insisi mid line sampai peritonium
3. Explorasi lanjut tampak tumor diameter 10cm merupakan undesensus testis
4. Lakukan orchidektomi
5. Kontrol perdarahan
6. Luka operasi ditutup lapis demi lapis
7. Operasi selesai
e. Instruksi Pasca Operasi :
Amati tanda- tanda vital
IVFD Ringer Laktat 20tpm
Injeksi ceftriaxone 1x2 g
Injeksi ketorolac 3x1 amp
Tramadol 2x1 drip
9
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi
disebut juga kriptorkidismus, merupakan tidak turunnya satu atau kedua testis
pada salah satu atau kedua scrotum tetapi masih berada pada jalur desensus
normal. 1,2
2.2 Anatomi3
Testis berjumlah 2 buah dengan bentuk ovoid, pipih dengan ketebalan ± 2,5
cm, warna putih, terletak didalam cavum skroti sisi kiri lebih rendah dari pada
sisi kanan. Ukuran testis rata–rata 4x3x2,5 cm, dengn berat ± 32 gram.
Morfologi testis, terdapat 2 permukaan datar disebut fascies lateral dan medial, 2
buah puncak yaitu pole superior dan inferior. Testis dilapisi oleh suatu kapsul
Tunika albuginea terdiri dari sejumlah besar otot polos yang terletak diantara
jaringan ikat kolagen, otot polos ini diduga berperan untuk kontraksi capsule testis
darah bagi testis. Darah dari testis akan melalui plexux pampiniformis pada
membentuk vena spermatika. Vena spermatika kanan akan menuju vena cava
11
inferior, dibawah vena renalis kanan. Vena spermatika kiri akan menuju vena
lumbal dan berakhir pada nodulus paraaortal dan vena cava inferior dibawah vena
renalis. Persarafan testis menyertai pembuluh darah arteri dan berasal plexus
UDT dapat disebabkan oleh kelainan dari kontrol hormon atau proses anatomi
yang diperlukan dalam proses penurunan testis secara normal. Kelainan hormon
androgen, MIS, atau Insl 3 jarang terjadi, tetapi telah diketahui dapat menyebabkan
UDT. Kelainan fase pertama dari penurunan testis juga jarang terjadi. Sebaliknya,
migrasi testis pada fase ke-2 dari penurunan testis adalah proses yang kompleks, diatur
oleh hormon, dan sering mengalami kelainan. Hal ini ditunjukkan dengan gagalnya
dari kelainan ini masih tidak diketahui secara pasti, namun kemungkinan disebabkan
oleh tidak baiknya fungsi plasenta sehingga menghasilkan androgen dan stimulasi
Beberapa gangguan jaringan ikat dan sistem saraf berhubungan dengan UDT,
exstrophy. Prune Belly syndrome adalah kasus yang spesial di mana terjadi
12
abdomen karena kandung kemih menjadi sangat besar. Hal ini lalu menghalangi
prosesus vaginalis membentuk kanalis inguinalis secara normal dan oleh sebab itu
testis tetap berada pada daerah intra abdomen di belakang kandung kemih yang
membesar tersebut.5
2.4 Klasifikasi
UDT dapat dibedakan menjadi palpable dan nonpalpable. UDT dapat ditemukan
sepanjang jalur penurunan testis yang normal atau di daerah lain seperti di daerah
Testis mungkin tidak teraba karena lokasinya pada intra abdomen. Nonpalpable UDT
dapat dibedakan lagi menjadi unilateral dan bilateral. Pembedaan antara palpable dan
nonpalpable UDT mungkin dikaburkan oleh fakta bahwa palpable UDT dengan open-
ring dapat menjadi nonpalpable UDT jika testis turun ke abdomen melalui annulus
Pada sebagian besar kasus UDT, testis berada pada leher skrotum atau di luar
annulus inguinalis eksternal. Testis sering berada sedikit ke lateral dari annulus
inguinalis eksternal di ruang subkutan di bawah fascia Scarpa. Posisi ini biasanya
bukan disebabkan oleh karena migrasi ectopic dari gubernakulum, melainkan oleh
karena lapisan fascia dari dinding abdomen. Bahkan testis masih berada pada sebuah
mesentery di dalam tunika vaginalis. Adanya mesentery ini berarti testis dapat
berpindah di dalam
13
Panjang spermatic cord pada bayi adalah sekitar 4-5cm dari annulus inguinalis
eksternal sampai ke puncak testis. Sebaliknya, panjang spermatic cord pada anak usia
10 tahun adalah sekitar 8-10cm. Hal ini dikarenakan oleh perubahan bentuk pelvis
bertambah. Perlunya spermatic cord untuk memanjang ini kini diketahui sebagai
kemungkinan penyebab dari acquired UDT. Sebagian besar acquired UDT ini
disebabkan oleh karena kegagalan obliterasi dari prosesus vaginalis yang menyisakan
2.6 Diagnosis5,6,7
ANAMNESIS
kembar, prematuritas.
PEMERIKSAAN FISIK
Pasien sebaiknya diperiksa dalam 2 posisi, yaitu supinasi dan duduk. Pada
posisi duduk, pasien bersandar pada kedua tangan, menekuk lutut, dan telapak
kaki saling menyentuh satu sama lain. Observasi dimulai dengan melihat ada atau
menentukan posisi testis adalah meraba daerah sepanjang kanalis inguinalis dari
14
anulus internal menuju skrotum. Selain kedua posisi tersebut, posisi jongkok juga
Saat pemeriksaan fisik kondisi pasien harus dalam keadaan relaksasi dan
posisi seperti frog-leg atau cross-legged. Pada pasien yang terlalu gemuk, dapat
inguinal dari lateral ke medial dengan tangan yang tidak dominan. Jika teraba
testis, testis dipegang dengan tangan dominan dan ditarik ke arah skrotum.
perlu dilakukan sebelum pemberian hCG sebanyak 2000 IU satu kali perhari
hari ke – 6. Jika kadar FSH meningkat pada anak laki–laki dibawah umur 9 tahun,
maka kemungkinan anak tersebut mengalami anorchia. Jika kadar LH dan FSH
testosterone yang pantas, maka kemungkinan ada jaringan testis dan pasien
testis ada dan memproduksi hormon yang sesuai. Jika adanya testis telah dapat
dilakukan. Hingga saat ini, laparoskopi masih menjadi gold standard dalam
menentukan posisi testis yang tidak teraba, dengan sesnitivitas sebesar 95% atau
lebih.
2.8. Tatalaksana5,6,7,8
TERAPI HORMONAL
infertilitas, keganasan testis, torsiotestis, trauma testis terhadap tulang pubih, dan
faktor psikologis terhadap kantong skrotum yang kosong. Terapi hormonal untuk
antara 10–50%. Tingkat kesuksesan yang lebih tinggi mungkin terjadi pada anak
yang mengalami acquired UDT. Pada anak yang mengalami kegagalan migrasi
hormon tersebut belum disetujui ole United States Food and Drug
Administration.
16
Terapi hormonal dengn hCG 2.500 unit per hari dibagi dalam 4 dosis
Jika respon tidak ada maka pemberian hormon dapat diulang 6 bulan
kemudian. Jika masih belum ada respon maka sebaiknya dilakukan terapi
b. pembesaran penis
c. ereksi
e. Gangguan emosi
intrainguinal memiliki hasil yang lebih baik, umur pasien dimana pasien dengan
usia lebih besar memiliki hasil yang lebih baik, dan kriptorkismus bilateral
TERAPI PEMBEDAHAN
diketahui terletak pada leher skrotum atau pada daerah inguinal. Jika testis terletak
dilakukan dalam satu atau dua tahap. Waktu yang optimal untuk melakukan
orchidopexy adalah saat anak berusia 3–12 bulan, dimana usia 6–12 buan adalah
berdasarkan apakah testis dapat teraba atau tidak. Kesembuhan post operasi dari
prosedur orchidopexy sangat cepat, dimana setelah beberapa hari, pasien dapat
kembali melakukan aktivitas penuh. Olahraga mungkin perlu dihindari dalam 1–2
meyakinkan bahwa atrophy tidak terjadi. Saat anak telah berumur 14 tahun,
A. PALPABLE UDT
dengan testis tetap berada di dalam skrotum dan tidak mengalami atrophy.
posisi supinasi. Insisi dilakukan sepanjang garis Langer, diatas anulus internal.
19
Aponeurosis oblique eksternal diinsisi ke arah lateral dan dari anulus eksternal
sesuai dengan arah serat–seratnya, dan dilakukan dengan hati–hati agar tidak
melukai saraf ilioinguinalis. Testis dan spermatic cord lalu dibebaskan. Vas
Prosesus vaginalis dipisahkan dari struktur cord dan diligasi di anulus internal.
Sebuah tembusan dari buat dari kanalis inguinalis ke dalam skrotum dengan
menggunakan satu jari atau sebuah clam besar. Kantong subdartos dibuat dengan
meletakkan satu jari melalui tembusan dan meregangkan kulit skrotum. Insisi
sepanjang 1–2 cm dilakukan pada kulit skrotum yang diregangkan dengan jari
tersebut. Sebuah clamp lalu diletakkan di jari operator, dan ujungnya dipandu ke
dalam kanalis inguinalis dengan menarik jari. Clam kemudian digunakan untuk
menjepit jaringan diantara testis. Clamp lalu ditarik untuk membawa testis ke
dalam kantong. Menjepit testis atau vas deferens secara langsung harus dihindari
Jika testis berada di dalam kantong, leher kantong dijahit sehingga menjadi
lebih sempt untuk mencegah testis tertarik naik kembali. Saat ini pengukuran dan
biopsi testis bisa dilakukan. Kulit skrotum lalu ditutup. Aponeurosis oblique
subkutis ditutup dengan penjahitan subkutis. Setelah beberapa minggu, luka bekas
dilakukan. Posisi dan kondisi akhir dari testis perlu diperhatikan. Walaupun
B. NONPALPABLE UDT
pembuluh–pembuluh darah testis terlihat keluar dari annulus internal, insisi pada
kanalis inguinalis, ujung dari pembuluh darah tersebut dapat diambul untuk
dilakukan pemerikaan patologis. Adanya sisa jaringan testis atau hemosiderin dan
resorption testis.
Jika melalui laparoskop diagnostik testis diketahui berada pada daerah intra
Gambar 8. Orchidopexy
prosedur ini mencapai lebih dari 90%, dengan testis tetap erada di dalam skrotum
dan tidak mengalami atrophy. Tindakan lain yang dapat dilakukan jika testis
komplikasi yang paling serius adalah atrophy testis. Hal ini terjadi pada
persentase yang kecil, yaitu sekitar 5–10%. Resiko terjadinya atrophy testis pada
testis yang tidak teraba lebih tinggi daripada pada testis yang teraba pada daerah
pangkal paha. Selain itu, resiko terjadinya atrophy testis juga lebih tinggi pada
anak dengan perkembangan testis yang abnormal di mana ukuran testis lebih kecil
a. Posisi testis yang tidak baik karena diseksi retroperitoneal yang tidak komplit
d. pasca-operasi torsio
e. epididimioorkhitis
f. pembengkakan skrotum
UDT dalam 25 tahun terakhir. Infertilitas mungkin terjadi pada 1 dari 4 laki – laki
dewasa dengan riwayat unilateral UDT. Tidak diketahui apakah prognosis akan
membaik jika orchidopexy dilakukan saat anak berusia jauh lebih muda daripada
saat anak berusia lebih lanjut. Namun, suatu meta analisis menunjukkan bahwa
orchidopexy yang dilakukan saat anak berusia lebih dari 10 tahun memiliki resiko
23
6 kali lebih tinggi untuk mengalami keganasan, dari pada orchidopexy yang
DAFTAR PUSTAKA
1. Moh. Adjie Pratignyo. 2011. Bedah Saluran Cerna Anak. Edisi 1. SAP
Publish Indonesia: Tangerang
2. Sjamjuhidayat & Wim de Jong. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 4. Jakarta :
EGC
3. Ellis, Harold. 2006. The Male Genital Organs; Clinical Anatomy, 7th edt, Pg.
116. Blackwell Publishing Ltd. Victoria, Australia.
4. Kolon. TF, Patel RP, Huff DS, Cryptorchidism: diagnosis, treatment, and long
term prognosis. Urol Clin North Am 2004; 31:7-18.
5. Hutson J. Cryptorchidism. Dalam: Puri P, Höllwarth M, penyunting. Pediatric
Surgery: Diagnosis and Management. Jerman: Springer, 2009; hal 919-926
6. Copp HL, Shortliffe LD. Undescended Testes and Testicular Tumors. Dalam:
Holcomb GW, Murphy JP, penyunting. Ashcraft’s Pediatric Surgery. Amerika
Serikat: Saunders Elesevier, 2010; hal 676-683.
7. Mouriquand, PDE. Undescended testes in children: the paediatric urologist’s
point of view. European Journal of Endocrinology. 2008;159:S83-S86.
8. Hutson JM. Orchidopexy. Dalam: Puri P, Höllwarth M, penyunting. Pediatric
Surgery. Jerman: Springer, 2006; hal 555-576.
9. Foresta C, Zucarello D, Garolla A, Garolla A, Ferlin A. Role of Hormones,
Genes,and Environment in Human Cryptorchidism. The Endocrine Society.
2008:29(5):560-580.