Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

TUMOR VESIKA URINARIA

Disusun Oleh :

Maharani Simanjuntak 130112190716

Preseptor
dr. Neng Sari, SpB

KEPANITERAAN KLINIK SMF BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
RSUD DR. SLAMET GARUT
2021
BAB I
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien


Nama : Tn. WS
Usia : 62 tahun
Jenis kelamin : Laki- Laki
Alamat : Sirnagalih, RT/RW 001/014, Sukagalih, Garut.
Pekerjaan : Buruh bangunan
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Status : Menikah
Masuk rumah sakit : 7 Desember 2021
Tanggal pemeriksaan : 8 Desember 2021
2.2. Anamnesis
Keluhan Utama: Kencing berdarah
Pasien datang ke IGD rumah sakit dr. Slamet Garut dengan keluhan
kencing berdarah yang disertai rasa nyeri saat berkemih sejak ±2 minggu SMRS.
Kencing bercampur darah pada seluruh waktu berkemih dan di akhir berkemih
keluar gumpalan darah yang berwarna merah gelap dan berbentuk tidak beraturan.
Nyeri dirasakan hilang timbul, yang muncul sesaat sebelum memulai berkemih
dan akhir berkemih. Nyeri hilang satelah gumpalan darah keluar dari saluran
kemih. Keluhan juga disertai dengan nyeri pada perut bagian bawah dan
penurunan berat badan kurang lebih 5 kg dalam 5 bulan terakhir dan lemas badan
sehingga pasien cenderung tidur dan menggunakan popok maupun pispot untuk
berkemih. Sebelumnya, pasien sempat menggunakan kateter urin di IGD dan
nyeri dirasa bertambah berat sehingga menolak untuk menggunakan kateter.
Keluhan BAK berdarah pertama kali dirasakan sejak 5 bulan SMRS,
muncul sedikit- sedikit, pada awalnya hilang timbul tanpa disertai nyeri, oleh
karenanya pasien tidak memeriksakan diri ke dokter. Keluhan memberat hingga 2
minggu terakhir, BAK berdarah terus menerus dan dirasa kurang lancar, banyak
BAK ± seperempat gelas aqua, disertai nyeri saat BAK (+), sulit menahan BAK

2
(+) dan berkemih menjadi lebih sering. Untuk keluhannya saat ini pasien sudah
berobat ke Rumah Sakit Madina dan kemudian di rujuk ke RSUD Garut. Pasien
menyangkal adanya benjolan pada perut bagian bawah, mapun benjolan lain pada
bagian tubuh lain. Riwayat menunggu lama saat BAK (-), BAK dirasa tidak puas
(-), BAK terputus (-).
Tidak ada gangguan BAB. Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan
tertentu. Tidak dalam pengobatan 6 bulan. Tidak ada riwayat trauma maupun
prosedur medis pada area saluran kemih. Tidak ada riwayat kencing dengan nanah.
Tidak ada riwayat kencing keluar batu maupun bercampur pasir.

Dokumentasi blood clotting pada urin pasien

Riwayat penyakit dahulu


o Riwayat hipertensi disangkal
o Riwayat DM disangkal
o Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien
Riwayat kebiasaan
Pasien mengaku kurang mengkonsumsi air putih sehari-hari. Pasien
merokok sejak 45 tahun sebanyak 1 bungkus perhari. Pasien juga

3
diketahui mengkonsumsi kopi sebanyak 2 gelas sehari selama 40 tahun
terakhir.

2.3. Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan Umum : tampak sakit berat, Skala Nyeri Numerik:
7-8
b. Kesadaran : Kompos mentis; GCS: 15 (E:4 M:6 V:5)
c. Tanda vital :
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 104x/menit
Respirasi : 24x/menit
Suhu : 36,7oC
Saturasi O2 : 98% udara ruangan
d. Kepala dan leher
o Kepala : bentuk simetris, tidak ada trauma maupun memar
o Mata : Konjungtiva anemis (+), Sklera ikterik (-) edema
palplebra (-/-)
o Hidung : napas cuping hidung (-), epistaksis (-), deviasi
septum (-)
o Mulut : bentuk normal, bibir kering (-), bibir sianosis (-)
o Telinga : bentuk normal, deformitas (-), sekret (-)
o Leher : pembesaran KGB, pembesaran tiroid (-)
e. Thoraks
Paru
o Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, pergerakan dada
simetris, retraksi dinding dada (-), sikatriks
(-)
o Palpasi : Fremitus dada kanan = kiri, nyeri tekan (-/-)
o Perkusi : sonor pada kedua paru
o Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, Ronkhi (-/-),
Wheezing (-/-)
Jantung

4
o Inspeksi : iktus kordis terlihat
o Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V line
midclavicular
o Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternalis
sinistra
Batas bawah : ICS V linea midclabicularis
sinistra
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis
sinistra
o Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
f. Abdomen
Inspeksi : Datar, striae (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : datar lembut (+), hepar dan lien tidak teraba,
teraba massa di
Suprapubik , ballottement ginjal (-/-), nyeri tekan (+) di suprasimfisis
Perkusi : Timpani di seluruh lapangan abdomen
g. Ekstremitas
Superior : Akral hangat, edema (-/-), CRT <2detik
Inferior : Akral hangat, edema (-/-), CRT <2 detik
h. Status Lokalis
Regio Flank dextra et sinistra:
Inspeksi : Bulging (-)
Palpasi : Ballotement (-), nyeri tekan (+/-)
Perkusi : Nyeri ketok +/-
Vesika Urinaria:
Inspeksi : Bulging (-), benjolan (-)
Palpasi : teraba massa pada simfisis bagian kiri, nyeri tekan
(+)
Regio Genitalia Eksterna :
Inspeksi : bloody discharge (-),sudah di sirkumsisi (+)

5
Palpasi : edema (-), hangat, nyeri (-), jaringan keras di
korpus Spongiosum (-), stenosis pada MUE (-), batu
(-)

2.4. Diagnosis Sementara


Anemia e.c Gross Hematuria susp. Tumor buli
2.5. Diagnosa banding
- Anemia e.c Gross Hematuria + susp. Vesikolitiasis
- Anemia e.c Gross Hematuria + susp. Tumor Prostat
2.6. Usulan Pemeriksaan Penunjang
- Lab darah ( hematologi rutin, kimia klinik)
- Urinalisis
- Foto Abdomen 1 posisi
- USG Abdomen
- Sistoskopi
- CT Scan
2.7. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium 7 Desember 2021

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hematologi Rutin
Darah Rutin
Hemoglobin 4.8 13.0-18.0 g/dL
Hematokrit 17 40 – 52 %
Lekosit 13,560/mm3 3,800-
10,600/mm3
Trombosit 427,000/mm3 150,000-
440,000/mm3
Entrosit 2.33 juta/mm3 3.5- 6.9
Hitung Jenis Lekosit
Basofil 0 0-1
Eosinofl 4 1-6
Batang 0 3-3
Netrofil 72 30-70
Limfosit 17 30 - 45
Monosit 7 2 – 10
Kimia Klinik
Ureum 42 15-50

6
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Kreatinin 1,4 0.7 - 1.3
Glukosa Darah 89 < 140
Sewaktu
Elektrolit
Natrium (Na) 136 135 -145
Kalium (K) 4.6 3.6 - 3.3
Klorida (CI) 94 98-108

Foto BNO 7 Desember 2021


Ekspertise:
Preperitoneal fat jelas
Psoas line jelas
Kontur kedua ginjal tertutup
bayangan udara usus
Tampak distribusi udara usus
normal
Distensi usus tidak ada
Tidak tampak air fluid level
Tidak tampak bayangan opak
pada traktus urinarius

Kesan: tidak tampak batu


radioopak pada saluran
kemih.

USG Abdomen
Kesan: Massa vesika urinaria dengan tanda tanda bendungan pada
kedua ginjal
USG hepar, kandung kemih, kndung empedu, pankreas dan lien
masih tampak dalam batas normal.

7
Hepar:
Ukuran tidak membesar permukaan reguler, tekstur parenkim
homogen,tidak tampak bayangan masa. kapsul tidak menebal. Vena
porta dan vena hepatik tidak melebar. Tidak tampak koleksi cairan di
sekitarnya
Kandung empedu:
Besar normal, dinding tidak menebal, tidak tampak bayangan
hiperekoim dengan acoustic shadow.
Duktus biliaris intra/ ekstrahepatal: tidak melebar, tidak tampak
bayangan hiperekoik dengan acoustic shadows.
Spleen:
Ukuran tidak membesar, tekstur parenkim homogen halus, tidak
tampak nodul / massa, vena renalis tidak melebar.
Pankreas
Besar dan ekhogenitas normal, duktus pankreatikus tidak melebar

Ginjal kanan dan kiri:


Ukuran ginjal tampak normal, echogenisitas normal, batas tekstur
parenkim echocomplex jelas, tidak tampak bayangan hiperekoik
dengan acoustic shadows. Sistem pelvocalices dan ureter bilateral

8
tampak melebar.
Vesika urinaria:
Terisi penuh, dinding tidak menebal, tampak bayangan massa batas
tegas, tepi ireguler pada dinding lateral caudal kiri.

2.8. Diagnosa Kerja


Anemia ec Gross Hematuria + Tumor Vesika Urinaria susp. Ca Vesika
urinaria
2.9. Penatalaksaanaan
- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
- Transfusi darah (WBC) hingga Hb >= 10 mg/dL
- Ketorolac 3 x 30 mg IV
- Ranitidine 2 x 150 mg IV
- R/ operatif TURBC + PA
2.10. Prognosis
- Ad vitam dubia ad bonam
- Ad functionam dubia ad malam
- Ad Sanationam dubia ad malam

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Kandung Kemih

3.1.1. Anatomi Kandung Kemih

Kandung kemih atau buli-buli merupakan suatu organ berongga yang


tersusun atas otot-otot yang dapat diregangkan yang berfungsi sebagai tempat
penampungan sementara urin. Kandung kemih orang dewasa umumnya memiliki
kapasitas penampungan urin sebesar 400-500 mL. Pada saat tidak terisi, kandung
kemih pada orang dewasa terletak pada bagian posterior dari simfisis pubis dan
merupakan organ pelvis sedangkan pada anak-anak, kandung kemih terletak lebih
tinggi. Pada saat terisi penuh, kandung kemih dapat mengembang sampai di atas
simfisis dan dapat dengan mudah dipalpasi ataupun diperkusi. Pada keadaan
tertentu, seperti pada retensi urin baik akut maupun kronik, terjadi peregangan
yang berlebihan pada kandung kemih sehingga dapat dijumpai tonjolan pada
bagian bawah abdomen yang kasat mata.

Potongan median pada rongga pelvis perempuan

10
Pada laki-laki, kandung kemih terletak di belakang vesikel seminalis, vas
deferens, ureter dan rektum, vasa deferentia, ureters, and rectum. Pada perempuan,
terdapat uterus dan vagina diantar vesika dan rectum. Bagian kubah dan
permukaan posterior tertutup peritoneum, sehingga, pada area ini, kandung kemih
berdekatan dengan usus halus dan kolon sigmoid.

Tampilan lateral kanan Tampilan lateral Tampilan anterior

Kandung kemih yang kosong berbentuk seperti piramida segitiga yang


memiliki bagian apeks, basis, permukaan superior, dan dua permukaan
inferolateral. Pada bagian apeks, terdapat ligamentum umbilicale medianum
(merupakan sisa dari urachus embrional) yang akan terus bergerak secara superior
dan melekat pada dinding abdomen anterior ke umbilikus. Bagian basis dari
kandung kemih berbentuk seperti segitiga terbalik dan mengarah ke bagian
posteroinferior. Kedua ureter masuk ke kandung kemih pada bagian superior basis
dan kemudian urin dialirkan melalui urethra yang terletak pada bagian inferior
basis. Pada daerah diantara kedua ureter dan urethra didapati permukaan mukosa
yang halus dan melekat erat dengan struktur otot polos di bawahnya yang dikenal
sebagai trigone. Pada bagian inferolateral terdapat musculus levator ani dan
musculus obturatorius internus.

11
Persarafan dan aliran limfatik kandung kemih

Untuk vaskularisasi, kandung kemih diperdarahi oleh arteriae vesicales


superiores, media, dan inferior yang merupakan percabangan dari arteria iliaca
interna dan cabang kecil dari arteria obturatoria dan arteria gluteal inferior. Pada
wanita, arteri yang memperdarahi uterus dan vagina juga membentuk percabangan
untuk memperdarahi kandung kemih. Untuk sistem vena, kandung kemih
dikelilingi oleh pleksus vena yang pada akhirnya akan mengalir ke vena iliaca
interna. Kandung kemih dipersarafi oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis.
Sistem limfatik pada kandung kemih akan dialirkan ke nodi lymphoidei iliaci
interna.

3.1.1. Histologi kandung kemih

Secara histologi, kandung kemih memiliki dinding berotot yang tebal.


Dinding ini mirip dengan yang terdapat di sepertiga bawah ureter, namun dengan
ketebalan yang berbeda. Di dinding ini ditemukan tiga lapisan otot polos yang
tersusun longgar, yaitu lapisan longitudinal dalam, sirkular tengah, dan
longitudinal luar. Akan tetapi, sama seperti dengan ureter, ketiga lapisan otot

12
tersebut sulit dibedakan. Ketiga lapisan tersebut membentuk anastomosis berkas
otot polos dan terdapat jaringan ikat interstisium diantaranya. Mesotelium
menutupi jaringan ikat serosa dan merupakan lapisan terluar. Serosa melapisi
permukaan superior kandung kemih, sedangkan permukaan inferiornya ditutupi
oleh jaringan ikat adventisia, yang menyatu dengan jaringan ikat di sekitarnya.

Pada saat kosong, dapat ditemukan banyak lipatan mukosa pada kandung
kemih yang akan menghilang sewaktu kandung kemih meregang. Epitel penyusun
mukosa kandung kemih adalah epitel transisional yang sama seperti pada ureter,
tetapi lebih tebal dan memiliki sekitar lima hingga tujuh lapis sel. Di bagian
bawah epitel dapat ditemukan lamina propria yang lebih lebar daripada di ureter.
Pada bagian yang lebih dalam mengandung jaringan ikat dengan lebih banyak
serat elastik. Dapat ditemukan banyak pembuluh darah pada bagian serosa,
diantara berkas otot polos, dan di lamina propria.

Di bawah mikroskop terdapat 4 lapisan pada dinding kandung kemih,


yaitu lapisan yang paling dalam disusun oleh mukosa dengan urotelium (U) dan
lamina propia (LP), lapisan kedua disusun oleh lapisan submukosa yang tipis (S),
lapisan ketiga disusun oleh tiga lapisan otot polos (IL, ML, dan OL), dan lapisan
yang paling luar disusun oleh adventisia (A)

13
Pada saat kandung kemih kosong, lapisan mukosa kandung kemih terlihat
lipatan-lipatan mukosa yang sangat banyak dan urotelium yang memiliki bulbous
umbrella cells. Pada saat kandung kemih terisi, kandung kemih akan teregang,
sehingga lipatan mukosa akan berkurang dan umbrella cells akan menjadi lebih
pipih.

(a) Pada daerah leher, dinding kandung kemih (b) Ketika kandung kemih (c) Ketika kandung kemih
menunjukkan 4 lapisan: mukosa dengan kosong, maka mukosa akan terisi penuh, maka mukosa
uretelium (U) dan lamina propria (LP), cenderung melipat dan sel akan teregang dan sel
submucosa yang tipis (S), lapisan otot polos umbrella uretelium (U) umbrella akan memipih.
luar, tengah dan dalam (IL, ML, and OL); dan akan lebih bulat (bulbous).
adventitia (A)

3.1.2. Fisiologi kandung kemih


Fungsi utama dari kandung kemih adalah sebagai tempat penampungan
urin sementara dan berperan dalam proses miksi atau berkemih. Urin yang
dihasilkan oleh ginjal akan dialirkan oleh ureter ke kandung kemih oleh karena
adanya gaya gravitasi dan gerakan peristaltik yang teratur, berkisar 1-5 kontraksi
per menit oleh otot polos sepanjang pelvis renalis dan ureter. Ureter akan bergerak
secara oblik dan menembus dinding kandung kemih. Pergerakan ureter secara
oblik ini akan mencegah aliran balik urin ke ginjal saat terjadi peningkatan
tekanan di dalam kandung kemih.

14
Bagan proses Miksi (berkemih)

Miksi atau berkemih merupakan proses pengosongan kandung kemih yang


diatur oleh dua mekanisme, yaitu refleks berkemih dan kontrol volunter. Refleks
berkemih yang secara keseluruhan merupakan refleks spinal akan terpicu saat
adanya rangsangan pada reseptor regang di dalam dinding kandung kemih. Pada
orang dewasa, reseptor regang ini akan teraktivasi apabila kandung kemih telah
terisi urin sebanyak 200-400 mL. Semakin besar tegangan melebihi ukuran ini,
semakin besar tingkat pengaktifan reseptor. Serabut saraf aferen akan membawa
impuls dari reseptor regang menuju ke medulla spinalis dan akhirnya, melalui
antar neuron, akan merangsang saraf parasimpatis untuk kandung kemih dan
menghambat neuron motorik ke sfingter eksternus. Stimulasi saraf parasimpatis
akan menyebabkan kontraksi kandung kemih. Kontraksi kandung kemih ini secara

15
otomatis akan menyebabkan terbukanya sfingter uretra internus secara mekanis
sedangkan sfingter eksternus akan melemas karena neuron motoriknya dihambat.
Setelah kedua sfinger uretra terbuka, maka urin akan terdorong keluar oleh
kontraksi kandung kemih.
Selain memicu refleks berkemih, pengisian kandung kemih akan
menimbulkan kesadaran seseorang dan memicu keinginan untuk berkemih.
Persepsi penuhnya kandung kemih muncul sebelum sfingter eksternus secara
refleks melemas, memberi peringatan bahwa miksi akan segera terjadi. Dengan
toilet training pada masa anak-anak, kontrol volunter berkemih dapat
mengalahkan refleks berkemih sehingga pengosongan kandung kemih dapat
terjadi sesuai keinginan orang yang bersangkutan. Pada saat seseorang menahan
berkemih, impuls eksitatorik volunter dari korteks serebri mengalahkan sinyal
inhibitorik refleks dari reseptor regang ke neuron motorik yang terlibat sehingga
otot-otot ini akan tetap berkontraksi dan tidak ada urin yang keluar. Akan tetapi,
berkemih tidak dapat ditahan selamanya. Karena kandung kemih terus terisi urin,
maka sinyal, selain memicu refleks berkemih, pengisian kandung kemih akan
refleks dari reseptor regang akan meningkat seiring waktu. Akibatnya, sinyal
inhibitorik refleks ke neuron motorik sfingter eksternus menjadi sedemikian kuat
sehingga tidak dapat lagi diatasi oleh sinyal eksitatorik volunter sehingga sfingter
melemas dan kandung kemih secara tak terkontrol mengosongkan isinya.
Berkemih juga dapat dilakukan dengan sengaja, meskipun kandung kemih
sedang tidak dalam kondisi teregang, yaitu dengan secara sengaja melemaskan
sfingter eksternus dan diafragma pelvis. Turunnya dasar panggul memungkinkan
kandung kemih turun, yang secara simultan menarik terbuka sfingter uretra
internus dan meregangkan dinding kandung kemih. Akibatnya, terjadi pengaktifan
reseptor regang yang kemudian akan menyebabkan kontraksi kandung kemih
melalui refleks berkemih. Pengosongan kandung kemih secara sengaja ini juga
dapat dibantu oleh kontraksi dinding abdomen dan diafragma pernafasan, yang
akan menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang kemudian akan
menekan kandung kemih dan menyebabkan pengeluaran urin.

16
3.2. Hematuria
3.2.1. Definisi
Hematuria adalah didapakannya sel darah merah di dalam urine.
Hematuria ini penting untuk dibedakan dengan bloody urethral
dischare atau perdarahan per uretram, yaitu keluarnya dari dari
meatus externa tanpa melalui proses miksi. Hematuria juga harus
dibedakan dengan kondisi psedohematura atau false hematuria,
yaitu urine yang berwarna meraha atau kecoklatan yang
disebabkan bukan oleh sel darah merah, melainkan zat lain yang
mewarnai urin. Zat yang dimaksud seperti hemoglobin, mioglobin,
asam uraat, zat dari makanan atau minuman maupun obat-obatan
tertentu (fenotiazina, piridium, porfirin, rifampisin dan
fenolftalein).
3.2.2. Etiologi Hematuria
Kelainan yang berasal dari sistem urogenitalia antara lain adalah:
• lnfeksi/inflamasi antara lain pielonefritis, glomerulonefritis,
ureteritis, sistitis, dan uretritis
• Tumor jinak atau tumor ganas yaitu: tumor Wilm, tumor
Grawitz, tumor pielum, tumor ureter, tumor buli-buli, tumor
prostat, dan hiperplasia prostat jinak.
• Kelainan bawaan sistem urogenitalia, antara lain : kista ginjal
dan ren mobilis
• Trauma yang mencederai sistem urogenitalia.
• Batu saluran kemih.
3.2.3. Klasifikasi dan waktu hematuria
Hematuria secara visual dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
hematuria makrokspik dan mikroskopik
o Hematuria makroskopis, disebut juga dengan gross hematuria
yang dapat terlihat. Semakin meningkatnya keparahan
hematuria, begitu pula lesi yang ditemukan akan semakin
signifikan selama evaluasi. Pasien yang mengalami gross
hematuria tanpa disertai riwayat trauma atau infeksi saluran

17
kemih sebelumnya harus menjalani evaluasi dengan
pemeriksaan sitologi urin, sitoksopi dan pencitraan saluran
kemih atas, disarankan CT Scan Urogram. Hematuria
makroskopik yang berlangsung terus menerus dapat
mengancam jiwa karena menimbulkan beberapa penyulit
berupa: terbentuknya gumpalan darah yang dapat menyumbat
aliran urine, eksanguinasi sehingga menimbilkan syok
hipovolemik/anemia dan menimbulkan urosepsis.
o Hematuria mikroskopis, hematuria yang secara kasat mata
tidak dapat dilihatsebagai urine yang berwarna merah tetapi
pada pemeriksaan mikroskopik diketemukan lebih dari 2 sel
darah merah per lapangan pandang. American Urological
Association (AUA) mendefinisikan hematuria mikroskopis
klinis yangsignifikan karena terdapat lebih dari 3 sel darah
merah (sel darah merah) padalapangan pandang besar pada 2
dari 3 spesimen urin dikumpulkan dengan selama 2 sampai 3
minggu.

3.2.4. Evaluasi hematuria


3.2.4.1. Anamnesis
Dalam melakukan evaluasi hematuria, perlu dipastikan
terlebih dahulu bahwa keluhan yang dirasakan pasien
memang hematuria atau suatu pseudo/flase hematuria.
Pseudo atau false hematuria adalah urine yang berwarna
merah atau kecoklatan yang bukan disebabkan sel-sel darah
merah. Hemoglobinuria tanpa hematuria dapat disebabkan
oleh adanya hemolisis. Mioglobinuria tanpa hematuria
terjadi pada sindrom rabdiomiolisis setelah cedera otot
rangka dan disertai peningkatan sebanyak lima kali pada
kadar kreatin kinase plasma. Rabdomiolisis dapat terjadi
secara sekunder akibat miositis viral, luka remuk,
abnormalitas elektrolit berat (hipernatremia,

18
hipofosfatemia), hipotensi, koagulasi intravaskulas
terdisseminasi (DIC), toksin (obat, racun), dan kejang
berkepanjangan.
Urin tanpa heme dapat terlihat merah, coklat kola, atau
merah keunguan akibat konsumsi berbagai jenis obat,
makanan atau pewarna makanan. Urin dapat berwarna
coklat kehitaman atau hitam jika terdapat berbagai kelainan
metabolit urin.
data yang yang perlu di gali dalam mengevaluasi episode
hematuria, antara lain:
• Bagaimanakah warna urine yang keluar?
Kualitas warna urine dapat juga memperkirakan
sumber hematuria. Darah baru yang berasal dari
buli-buli, prostat, dan uretra berwarna merah segar
sedangkan darah lama atau yang berasal dari
glomerulus berwarna lebih coklat dengan bentuk
seperti cacing (vermiform).
• Apakah diikuti dengan keluarnya bekuan darah?
• Di bagian manakah pada saat miksi urine berwarna
merah?
Karakteristik hematuria (berkaitan dengan porsi
hematuria) dapat memperkirakan lokasi kelainan
dalam saluran kemih.
• Apakah diikuti dengan perasaan sakit ?
Nyeri yang menyertai hematuria dapat berasal dari
nyeri di saluran kemih bagian atas berupa kolik atau
gejala iritasi dari saluran kemih bagian bawah
berupa disuria atau stranguria.

19
Inisial Terminal Total
Porsi Hematuria Hematuria Hematuria terjadi di
hematuria Awal Akhir berkemih sepanjang proses
berkemih berkemih.
Lokasi Uretra Kandung kemih Kandung kemih
kelainan atau saluran
kemih lebih atas

Beberapa faktor risiko untuk kanker urothelial yang perlu digali pada
hematuria mikroskopis
o Riwayat merokok
o Kerja paparan bahan kimia atau pewarna (benzenes atau aromatic amine)
o Riwayat gross hematuria sebelumnya
o Usia di atas 40 tahun
o Riwayat gangguan berkemih, nyeri saat berkemih, dan infeksi saluran
kemih
o Penyalahgunaan analgetik
o Riwayat radiasi panggul
3.2.4.2. Pemeriksaan fisik
• Hematuria yang terjadi secara terus menerus akan menyebabkan
pucat pada kulit dan konjungtiva.
• Periorbital, skrotum, dan edema perifer, mungkin menunjukkan
hipoalbuminemia dari glomerulus atau penyakit ginjal.
• Nyeri tekan dari sudut kostovertebral, dapat disebabkan oleh
pielonefritis atau dengan perbesaran massa seperti tumor ginjal.
Ballotement (+), NT CVA (+)
• Nyeri suprapubik sistitis, baik yang disebabkan oleh infeksi,
radiasi, atau obat sitotoksik.
• Kandung kemih tidak teraba ketika didekompresi, kandung
kemih diisi dengan 200 mL urin percussible. Dalam retensi urin
akut, biasanya terlihat dalam kasus-kasus BPH atau obstruksi

20
oleh bekuan, kandung kemih bisa diraba dan dapat dirasakan
hingga tingkat umbilikus.
• Palpasi bimanual pada ginjal perlu diperhatikan adanya
pembesaran ginjal akibat tumor, obstruksi, ataupun infeksi ginjal.
Massa pada suprasimfisis mungkin disebabkan karena retensi
bekuan darah pada buli-buli.
• Pada colok dubur, ukuran, bentuk dan konsistensi prostat dinilai
mengetahui adanya pembesaran prostat benigna maupun
karsinoma prostat. Setelah prostatektomi, enukleasi maupun
endoskopik, sampai prostat dibiarkan sehingga pada colok dubur
memberikan kesan prostat masih membesar. Lobus medial
prostat yang mungkin menonjol ke kandung kemih umumnya
tidak dapat dicapai dengan jari. Karsinoma prostat menyebabkan
asimetri dan perubahan konsistensi setempat.
3.2.4.3. Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan darah: penentuan kadar kreatinin, ureum dan
elektrolit untuk mengetahui faal ginjal; fosfatase asam yang
mungkin meningkat pada metastase prostat, dan fosfatase alkali
yang dapat meningkat pada setiap jenis metastase tulang.
• Pemeriksaan urine dilakukan untuk pemeriksaan mikroskopik,
bakteriologik dan sitologik. Pemeriksaan urinalisis dapat
mengarah kepada hematuria yang disebabkan oleh faktor
glomeruler ataupun non glomeruler. Pada pemeriksaan pH urine
yang sangat alkalis menandakan adanya infeksi organisme
pemecah urea di dalam saluran kemih, sedangkan pH urine yang
sangat asam mungkin berhubungan dengan batu asam urat.
• Sitologi urine diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya
keganasan sel- sel urotelial.IVP (Intravenous Pyelogram )
adalah pemeriksaan rutin yang dianjurkan pada setiap kasus
hematuria & sering digunakan untuk menentukan fungsi
ekskresi ginjal. Umumnya, menghasilkan gambaran tentang
saluran kemih dari ginjal sampai dengan kandung kemih, asal

21
faal ginjal memuaskan. Pemeriksaan ini dapat menilai adanya
batu saluran kemih, kelainan bawaan saluran kemih, tumor
urotelium, trauma saluran kemih, serta beberapa penyakit infeksi
saluran kemih.
• USG berguna untuk menetukan letak dan sifat massa ginjal dan
prostat (padat atau kista), adanya batu atau lebarnya lumen
pyelum, penyakit kistik, hidronefrosis, atau urolitiasis ureter,
kandung kemih dan uretra, bekuan darah pada buli-buli/pielum,
dan untuk mengetahui adanya metastasis tumor di hepar.
Ultrasonografi dari saluran kemih sangat berguna pada pasien
dengan hematuria berat, nyeri abdomen, nyeri pinggang, atau
trauma. Jika hasil penelitian awal ini tetap normal, disarankan
dilakukan pemeriksaan kreatinin dan elektrolit
serum.Endoultrasonografi, yaitu ekografi transurethral sangat
berguna untuk pemeriksaan prostat dan buli-buliArteriografi
dilakukan bila ditemukan tumor ginjal nonkista untuk menilai
vaskularisasinya walaupun sering digunakan CT-Scan karena
lebih aman dan informative. Bagian atas saluran kemih dapat
dilihat dengan cara uretrografi retrograd atau punksi perkutan.
• Payaran radionuklir digunakan untuk menilai faal ginjal,
misalnya setelah obstruksi dihilangkanPemeriksaan endoskopi
uretra dan kandung kemih memberikan gambaran jelas dan
kesempatan untuk mengadakan biopsySistometrografi biasanya
digunakan untuk menentukan perbandingan antara isi dan
tekanan di buli-buliSistoskopi atau sisto-uretero-renoskopi (URS)
dikerjakan jika pemeriksaan penunjang di atas belum dapat
menyimpulkan penyebab hematuria

3.3. Kanker kandung kemih


3.3.1. Definisi dan Epidemiologi
Tumor buli -buli atau juga juga dikenal dikenali sebagai
sebagai karsinoma buli-buli merupakan suatu suatu tumor yang

22
berasal dari jaringan jaringan pada buli-buli. buli-buli. Tumor atau
karsinoma karsinoma buli merupakan merupakan 2% dari
keganasan dan merupakan merupakan keganasan kedua terbanyak
pada sistem urogenitalia setelah karsinoma prostat. Di Indonesia,
kanker atau karsinoma buli buli berada di urutan ke-13 kanker
terbanyak dari seluruh kanker dan merupakan kanker terbanyak
kedua di struktur saluran kemih, setelah kanker prostat.
3.3.2. Faktor risiko
Kejadian kanker kandung kemih berkaitan erat dengan faktor
lingkungan. Faktor tersebut adalah:
Merokok
Merokok adalah faktor risiko terbesar untuk kanker kandung kemih,
yang menyebabkan 50-65 % kasus pada laki-laki dan 20-30 %
kasus pada perempuan. Asap rokok mengandung bahan karsinogen
berupa amino aromatik dan hidrokarbon aromatik polisiklik yang
disekresikan melalui ginjal.
Pajanan Bahan Kimia
Merupakan faktor risiko kedua paling penting untuk terjadinya
kanker kandung kemih. Beberapa zat yang telah diketahui sebagai
karsinogen adalah amino aromatik, hidrokarbon aromatik polisiklik
dan hidrokarbon yang diklorinasi. Bahan-bahan ini erat kaitannya
dengan zat pewarna, industri karet, tekstil, cat, logam dan
penyamakan kulit.
Radiasi
Radiasi ion, external beam radiotherapy (EBRT), dan
brachytherapy pada keganasan ginekologi dan prostat
meningkatkan risiko kejadian kanker kandung kemih. Penurunan
risiko dapat dilakukan dengan cara teknik penyinaran intensity-
modulated radiotherapy (IMRT). Mengingat risiko ini, maka pada
pasien-pasien ini memerlukan pemantauan jangka Panjang
Infeksi dan Iritasi Kronis Kandung Kemih

23
Insidensi kanker kandung kemih meningkat pada pasien dengan
infeksi berulang, infeksi schistosomiasis dan iritasi kronis oleh batu
dengan ukuran yang besar.
Kemoterapi
Penggunaan siklofosfamid, agen alkylating yang digunakan untuk
mengobati penyakit limfoproliferatif dan penyakit nonneoplastik
lainnya, berhubungan dengan terjadinya KKKIO/MIBC, dengan
periode laten 6 - 13 tahun. Akrolein adalah metabolit siklofosfamid
yang bertanggung jawab dalam peningkatan kejadian kanker
kandung kemih
3.3.3. Klasifikasi
3.3.3.1. Bentuk tumor
Tumor kandung kemih dapat berbentuk papiler, tumor non
invasif (in situ), noduler (infiltratif) atau campuran antara
bentuk papiler dan infiltratif.

Bentuk-bentuk tumor kandung kemih

3.3.3.2. Perjalanan penyakit tumor


Karsinoma buli-buli yang masih dini merupakan tumor
superfisial. Tumor ini lama kelamaan dapat mengadakan
infiltrasi ke lamina propria, otot, dan lemak perivesika yang
kemudian menyebar langsung ke jaringan sekitarnya.
Disamping itu tumor dapat menyebar secara limfogen
maupun hemotogen. Penyebaran limfogen menuju kelenjar
limfe perivesika, obturator, iliaka eksterna, dan iliaka
komunis; sedangkan penyebaran hematogen paling sering
ke hepar, paru-paru, dan tulang

24
3.3.3.3. Histopatologi
Sebagian besar (90%) tumor buli-buli adalah karsinoma sel
transisional.Tumor ini bersifat multifokol yaitu dapat
terjadi di saluran kemih yang epitelnya terdiri atas sel
transisional yaitu di pielum, ureter, atau uretra posterior;
sedangkan jenis yang lainnya adalah karsinoma sel
skuamosa ( 10%) dan adenokarsinoma ( 2%).
Adenokarsinoma
Terdapat 3 grup adenokarsinoma pada buli-buli, di
antaranya adalah:
Primer terdapat di buli-buli, dan biasanya terdapat di dasar
dan di fundus kandung kemih. Pada beberapa kasus sistitrs
glandularis kronis dan ekstrofia vesiko pada perjalannya
lebih lanjut dapat mengalami degenerasi menjadi
adenokarsinoma buli-buli. Urakhus persisten (yaitu
merupakan sisa duktus urakhus) yang mengalami
degenerasi maligna menjadi adenokarsinoma. Tumor
sekunder yang berasal dari fokus metastasis dari organ lain,
diantaranya adalah: prostat, rektum, ovarium, lambung,
mamma, dan endometrium. Prognosis adenokarsinoma ini
sangat buruk.
Karsinoma sel skuamosa
Karsinoma sel skuamosa terjadi karena rangsangan kronis
pada kandung kemih sehingga sel epitelnya mengalami
metaplasia berubah menjadi ganas. Rangsangan kronis itu
dapat terjadi karena: infeksi saluran kemih kronis, batu
kandung kemih, kateter menetap yang dipasang dalam
jangka waktu lama, infestasi cacing Schistosomiasis pada
buli-buli, dan pemakaian obat-obatan siklofosfamid secara
intravesika.
3.3.4. Staging dan grading kanker kandung kemih
Klasifikasi TNM (Tumor, Node, Metastasis)

25
Klasifikasi ini adalah metode yang paling banyak
digunakan untuk mengklasifikasikan tingkat penyebaran tumor.

26
T - Tumor primer
TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ditemukan tumor primer
Ta Karsinoma papilari non-invasif
Tis” Karsinoma in situ: “tumor sel datar
T1 Tumor menginvasi jaringan ikat
subepitel
T2 Tumor mengivasi otot
T2a Tumor menginvasi otot superfisial
(1/2 luar)
T2b Tumor menginvasi otot dalam (1/2
dalam)
T3 Tumor menginvasi jaringan
perivesika
T3a Secara mikroskopis
N - Kelenjar limfe T3b Secara makroskopis (massa
ekstravesika)
NX Kelenjar linfa regional tidak T4 Tumor menginvasi salah satu dari:
dapat dinilai prostat, uterus, vagina, dinding
pelvis, dinding abdomen
N0 Tidak ditemukan metastasis T4a Tumor menginvasi prostat, uterus,
kelenjar limfe regional atau vagina
N1 Metastasis ke satu kelenjar T4b Tumor menginvasi dinding pelvik
limfe regional di true pelvis atau dinding abdomen
(hipogastrik, obturator, iliaka
eksternal, atau presakral
N2 Metastasis ke kelenjar limfe
regional multipel (hipogastrik,
obturator, iliaka eksternal,
atau presakral
N3 Metastasis ke kelenjar limfe di
iliaka komunis
M – Metastasis
MX Metastasis tidak dapat dinilai
M0 Tidak ada metastasis
M1 Ditemukan metastasis

Grading WHO
Klasifikasi baru tumor urotelial non-invasif diusulkan dan
diterbitkan oleh International Society of Urological Pathology
(ISUP) dan WHO pada tahun 2004.
Grading WHO tahun 1973
Papiloma urotelial / (urothelial papiloma)
Grade 1: differensiasi baik / (well differentiated)

27
Grade 2: differensiasi sedang / (moderately differentiated)
Grade 3: differensiasi buruk / (poorly difefrenciated)
Grading WHO tahun 2004
Lesi datar / Flat lesions
Hiperplasia (lesi datar tanpa atipia atau aspek papilari)
Atipia reaktif (lesi datar dengan atipia)
Atipia dengan signifikansi yang tidak jelas
Displasia urotelial
CIS urotelial
Lesi papiler
Papiloma urotelial (lesi jinak total)
Neoplasma urotelial papilari dengan potensi keganasan rendah /
Papillary urothelial neoplasm of low malignant potetntial
(PUNLMP)
Karsinoma urotelial papiler grade rendah
Karsinoma urotelial papiler grade tinggi

3.3.5. Diagnosis
Diagnositk kanker kandung kemih ditegakkan berdasarkan
gejala dan keluhan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
sistoskopi, biopsi dan diagnosis pasti berdasarkan pemeriksaan
Patologi Anatomi.
Gejala
o Hematuria tanpa nyeri adalah gejala tersering. Terutama
pada hematuria yang bersifat: (1)tanpa disertai rasa nyeri
(painless), (2) kambuhan (intermittent), dan (3) terjadi pada
seluruh proses miksi (hemoturio total). Meskipun seringkali
karsinoma kandung kemih tanpa disertai gejala disuri, tetapi
pada karsinoma in situ atau karsinoma yang sudah
mengadakan infiltrasi luas tidak jarang menunjukkan gejala
iritasi kandung kemih.
o Gejala iritatif pada Lower Urinary Tract Symptoms/ LUTS
yang menonjol dan tidak hilang dengan terapi simtomatik
dapat merupakan gejala dari karsinoma insitu (carcinoma in
situ/ CIS).

28
o Hematuria dapat menimbulkan retensi bekuan darah sehingga
pasien datang meminta pertolongan karena tidak dapat miksi.
o Keluhan akibat penyakit yang telah lanjut berupa nyeri pinggul,
gejala obstruksi saluran kemih bagian atas atau edema tungkai.
Edema tungkai ini disebabkan karena adanya penekanan aliran
limfe oleh massa tumor atau oleh kelenjar limfe yang
membesar di daerah pelvis.
Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan colok dubur dan Palpasi bimanual dikerjakan
dengan narkose umum (supaya otot buli-buli relaks) pada saat
sebelum dan sesudah reseksi tumor TUR Buli-buli.
Cara: Jari telunjuk kanan melakukan colok dubur atau colok
vagina sedangkan tangan kiri melakukan palpasi buli-buli di
daerah suprasimfisis untuk memperkirakan luas infiltrasitumor
(T).
- Palpasi kandung kemih
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Sitologi/ Penanda Molekuler
Untuk mencari adanya sel ganas pada urin dapat
dilakukan pemeriksaan penanda molekuler seperti, Bladder
Tumor Antigen (BTA) stat, Nuclear Matrix Protein (NMP)22,
sitokeartin dan lain-lain.
• Ultrasonografi
Digunakan untuk melihat massa intravesika,
mendeteksi adanya bekuan darah, dan melihat adanya
obstruksi pada traktus urinarius bagian atas. USG juga
berperan dalam pemantauan pasien kanker kandung kemih
pasca terapi.
• Intravenous Urography (IVU), Computed Tomography
(CT), Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Foto
Toraks

29
IVU digunakan untuk mendeteksi tumor kandung
kemih (berupa space occupying lession (SOL), menentukan
fungsi ginjal dan adanya bendungan saluran kemih bagian atas
gambar.

Hasil Intravenous Urography (IVU) menunjukkan adanya filling


defect pada kandung kemih

CT scan dengan kontras (CT urografi) memberikan


informasi yang lebih baik dari IVU karena dapat mengetahui
derajat invasi tumor dan digunakan untuk mendeteksi adanya
pembesaran kelenjar getah bening regional serta dapat
mendeteksi adanya metastasis ke hati..
• Sistoskopi
Harus dikerjakan pada pasien dengan kecurigaan
kanker kandung kemih. Dengan sistoskopi, dapat diketahui
lokasi, ukuran, jumlah dan bentuk dari kanker, juga untuk
evaluasi bekuan darah jika terjadi retensi urin akibat bekuan
darah.

30
Penatalaksanaan definitif kanker kandung kemih
dilakukan berdasarkan hasil sistoskopi dan patologi anatomi.
Biopsi acak dikerjakan pada pasien dengan sitologi/penanda
molekular urin positif namun tidak terlihat adanya massa
tumor. Biopsi uretra pars prostatika dikerjakan bila massa
tumor terdapar pada daerah leher kandung kemih.
• Reseksi Tumor Kandung Kemih Transuretra (TUR-BT)
TUR-BT Kanker Kandung Kemih Non Invasif Otot
(KKKNI/NMIBC) dan Kanker Kandung Kemih Invasif Otot
(KKKI/NMIBC) memiliki tujuan yang berbeda. Pada
KKKNIO, TUR-BT dimaksudkan untuk menegaskan diagnosis
dan tatalaksana kuratif dengan menghilangkan seluruh tumor
yang terlihat. Sedangkan pada KKKIO/MIBC, TUR-BT hanya
bertujuan untuk penentuan diagnosis hostopatologi dan staging
yang harus melibatkan lapisan otot pada saat pengambilan
jaringan. Reseksi kedua dapat dikerjakan 2-6 minggu setelag
reseksi awal tidak lengkap, tidak didapatkan spesimen otot,
tumot T1, dan kanker dengan diferensiasi derajat tinggi.
• Patologi Anatomi
Pemeriksaan patologi anatomi merupakan alat baku
emas untuk menentukan diagnosis pasti, jenis, derajat
diferensiasi dan derajat invasi (keterlibatan lapisan otot
kandung kemih, papakah sudah atau belum mengenai lapisan
otot kandung kemih), adanya carsinoma in situ (CIS) dan
invasi limfovaskuler. Spesimen biopsi dasar tumor diperlukan
untuk mengetahui adanya invasi tumor pada lapisan otot.
3.3.6. Tata laksana kanker kandung kemih
3.3.6.1. Tata laksana Kanker Kandung Kemih Non Invasif Otot
(KKKNIO/NMIBC)
1. Instilasi Kemotrapi Intravesika
Meskipun TUR-BT dapat mengeradikasi tumor secara
komplit, tumor ini dapat mengalami rekurensi yang tinggi

31
dan berprogresi menjadi KKKIO/MIBC. Oleh karena itu,
perlu untuk mempertimbangkan terapu adjuvan pada semua
pasien.
1.1.Instilasi Kemotrapi Pasca Operasi
Instilasi ulangan dapat mengurangi rekurensi yang
berasal dari implantasi tumor dan harus dimulai dalam
jam-jam awal (24 jam atau bahkan sedini langsung, yaitu
di ruang pemulihan atau di ruang operasi) setelah TUR-
BT. Kontraindikasi: kasus dengan atau dicurigai
perforasi intra atau ekstraperitoneal dan perdarahan yang
membutuhkan irigasi kandung kemih.
1.2.Instilasi Kemoterapi Intravesika Lanjutan
Kebutuhan ini tergantung pada statifikasi risiko pasien.
Pada pasien berisiko rendah dapat dilakukan instilasi
langsung tunggal setelah dilakukan TUR-BT dapat
dilakukan instilasi langsung 1 kali, dan untuk risiko
menengah sampai 8 kali yang diberikan setiap minggu.
2. Immunoterapi Intravesika Bacillus Calmette-Guerin
(BCG)
Dilakukan setelah TUR-BT untuk pencegahan
rekurensi tumor dan menunda progresi tumor. Terapi BCG
intravesika menyebabkan efek samping lebih signifikan.
Pemberian BCG intravesika baru boleh diberikan 2 minggu
pasca TUR-BT untuk menghindari terjadinya efek samping
lokal dan sistematik.
3. Sistektomi Radikal untuk KKKNIO/NMIBC
Sistektomi radikal dapat diusulkan kepada pasien
dengan KKKNIO/ NMIBC yang berisiko tinggi mengalami
progresi, seperti:
1) Tumor multipel dan atau besar (> 3 cm) T1, derajat
tinggi (G3);

32
2) T1, derajat tinggi (G3), dan juga terdapat CIS di kandung
kemih atau uretra prostatika
3) T1, G3 rekuren;
4) Varian mikropapiler dari karsinoma urothelia

Rekomendasi pengobatan tumor T1Ta


sesuai dengan stratifikasi risiko

4. Pemantauan
Rekurensi dan progresi pada pasien dengan tumor kandung
kemih perlu ditindaklanjuti. Selain itu, frekuensi dan jangka
waktu sistoskopi dan pencitraan harus mencerminkan tingkat
risiko pasien secara perorangan.

33
3.3.6.2. Tatalaksana kanker Kandung Kemih Invasif Otot
(KKKIO/MIBC)
Kanker tipe ini merupakan keadaan yang
memerlukan tatalaksana multimodalitas, multidisiplin serta
pemantauan jangka panjang. KKKIO memiliki angka
morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan KKKNIO. Hal-hal yang harus didiskusikan dengan
pasien sebelum ditentukan tindakan definitif adalah angka
harapan hidup, kondisi kesehatan, kesiapan mental pasien
untuk diberikan terapi, preferensi pasien, efek samping
tindakan, dan pengaruh tindakan terhadap kualitas hidup.
1. Sistektomi Radikal
Indikasinya adalah
• KKKIO/ MIBC T2-T4a, N0-Nx, M0
• KKKNIO/NMIBC yang berulang dengan risiko
tinggi, resisten BCG, Tis, T1G3
• Penyakit papiler ekstensif yang tidak dapat
dikontrol dengan TUR-BT dan terapi
kemoterapi intravesika..

Pada sistektomi radikal juga dilakukan diseksi


KGB regional. Saat ini, telah dibuat kategori luas

34
diseksi KGB pada pasien kanker kandung kemih
(standard dan extended). Diseksi KGB standard
dilakukan dengan mengangkat seluruh jaringan KGB
sampai / termasuk bifurkasio iliaka komunis (dengan
ureter sebagai batas medial), iliaka interna, presakral
dan iliaka eksterna. Diseksi KGB extended meliputi
diseksi KGB standard ditambah diseksi seluruh KGB
pada regio bifurkasio aorta dan iliaka komunis medial
dari persilangan dengan ureter dengan batas lateral
adalah saraf genitofemoral, kaudal dari vena
sirkumfleksus iliaka, ligamentum lacuna dan KGB
Cloquet.
2. Diversi Urin
Diversi urin atau pengalihan aliran diperlukan
setelah tindakan sistektomi. Dari sudut pandang anatomi,
terdapat tiga alternatif organ atau sistem yang digunakan
untuk pengalihan urin :
1) Abdominal diversion : ureterocutaneostomy, ileal
atau colonic conduit.
2) Urethral diversion : orthotopic urinary diversion
( neobladder, orthotopic- -bladder substitution).
3) Rectosigmoid diversion : uretero (ileo-)
rectostomy
3. Kemoterapi Neo Ajuvan
Indikasi: T2-T4a cN0. Kontraindikasi: gangguan
fungsi ginjal dan kondisi yang tidak baik (PS > 2.
Pemberian kemoterapi neo ajuvan dapat mengeradikasi
mikro metastasis dan menurunkan staging tumor.
Namun, apabila terjadi progresi kanker kandung kemih
dalam pemberian kemoterapi neo ajuvan, maka
kemoterapi harus dihentikan.
4. Sitektomi Parsial

35
Indikasi:
• Lesi soliter dengan batas yang jelas, dapat
dilakukan eksisi dengan tepi bebas tumor 2 cm,
pada pasien tanpa keterlibatan CIS. Oleh karena
itu, sistektomi parsial umumnya
direkomendasikan pada lesi di daerah dome
(atap) kandung kemih.
Kontraindikasi: Tumor yang tumbuh pada
daerah trigonum atau leher kandung kemih langsung.
5. Bladder Sparing Treatment
Penatalaksanaan ini ditujukan pada kasus pasien yang
menolak atau tidak cocok dilakukan radikal sistektomi.
Penatalaksanaan ini bersifat multimodalitas yang terdiri
dari TUR-BT, radioterapi dan kemoterapi. TUR-BT
bertujuan untuk menghilangkan massa tumor sampai
tumor tidak terlihat. Radioterapi yang diberikan bersifat
kuratif, yaitu 60-66 Gy. Kemoterapi yang diberikan
dapat berupa regimen MVAC atau GemCis
(Gemcitabin – Cisplatin).
6. Pemantauan
Pasca Sistektomi Radikal :
1. Pemeriksaan elektrolit setiap 3 - 6 bulan selama dua
tahun dan selanjutnya sesuai gejala klinis.
2. Pemeriksaan radiologi thoraks, abdomen dan pelvis
setiap 3 - 12 bulan selama dua tahun.
3. Jika menggunakan diversi urin dengan segmen usus
halus, dilakukan monitoring defisiensi B12 dilakukan
per tahun.
Pasca Bladder Sparing Treatment :
Sama dengan pasca sistektomi radikal ditambah :
sistoskopi dan sitologi urin dan/ atau biopsi acak setiap

36
tiga sampai enam bulan selama 2 tahun selanjutnya
dilakukan pemantauan setiap 6-12 bulan
7. Prognosis kanker kandung kemih
Komorbiditas
Evaluasi komorbiditas dapat menjadi indikator harapan
hidup dan prognostik pada pasien KKKIO/MIBC.
Terdapat beberapa penilaian komorbiditas, salah
satunya adalah Indeks Komorbiditas Charlson yang
digunakan secara luas pada pasien kanker kandung
kemih invasif.

Interpretasi :
1. Hitung Skor Charlson atau Indeks = i
Jumlahkan semua point = i
2. Hitung Probabilitas Charlson
a. Hitung Y=10(i x 0.9)
b. Hitung ᵶ = 0.983Y (ᵶ = angka harapan hidup 10
tahun)

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Moore KL, Dalley AF. Clinically Oriented Anatomy.7th edition.


Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2016
2. Mescher A. Junqueira's basic histology: text and atlas. 14th edition.
Philadelphia: McGraw-Hill Education. 2016
3. Hall JE. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 13th ed.
Philadelphia (PA): Elsevier, Inc.; 2016.
4. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.
5. Tanagho EA. General Urology. 18th ed. San Fransisco. McGraw-Hill.
2013.
6. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi. 2nd ed. Jakarta: CV. Sagung Seto;
2003
7. Basuki B. Purnomo. Dasar-Dasar Urologi. 3rd ed. Jakarta: CV. Sagung
Seto, 2016.
8. Bolenz C, Schröppel B, Eisenhardt A, Schmitz-Dräger BJ, Grimm MO.
The Investigation of Hematuria. Dtsch Arztebl Int. 2018;115(48):801-807.
doi:10.3238/arztebl.2018.0801
9. Groninger H, Phillips JM. Gross Hematuria: Assessment and Management
at the End of Life. J Hosp Palliat Nurs. 2012;14(3):184-188.
doi:10.1097/NJH.0b013e31824fc169
10. Saleem MO, Hamawy K. Hematuria. [Updated 2021 Aug 11]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534213/
11. Rainy Umbas, Ferry Safriadi, Chaidir A. Mochtar, Wahjoe Djatisoesanto,
Agus Rizal A.H. Hamid, Urologic cancer in Indonesia, Japanese Journal of
Clinical Oncology, Volume 45, Issue 8, August 2015, Pages 708–712,
https://doi.org/10.1093/jjco/hyv066
12. GLOBOCAN (2020). Incidence, Mortality, and Prevalence by Cancer Site
Indonesian in

38
2020 .https://gco.iarc.fr/today/data/factsheets/populations/360-indonesia-
fact-sheets.pdf) Diakses pada 22 Desember 2021
13. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Pedoman Penanganan Kanker Kandung
Kemih Tipe Urotelial. IAUI. 2014.
14. Liang MK. Schwartz’s Principles of Surgery, 10th ed, Mc Graw Hill
education, New York, United Stated. 2015.
15. Lumley, J.S.P., D’Cruz, A.K., Hoballah, J.J., & Scott-Conner, C.E.H.
(Eds.). (2016). Hamilton Bailey’s Demonstrations of Physical Signs in
Clinical Surgery (19th ed.). CRC Press.
https://doi.org/10.1201/9780429154331
16. Kaseb H, Aeddula NR. Bladder Cancer. [Updated 2021 Jun 20]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536923/

39

Anda mungkin juga menyukai