Diajukan Kepada :
Dr. Bondan Prasetyo, Sp.B
Disusun Oleh :
Sagita Intan
H3A019052
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RSUD TUGUREJO SEMARANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disetujui oleh dokter pembimbing
dari:
Nama : Sagita Intan
NIM : H3A019052
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Muhammadiyah Semarang
Judul : Ureterolithiasis Proximal Sinistra
Pembimbing : dr. Bondan Prasetyo, Sp.B
A. IDENTITAS
Nama : Tn. W
Umur : 37 tahun
Status : Sudah menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Amarta RT 02/III Kangkung Kendal, Kab Kendal
No. Catatan Medis : 61-62-XX
Tanggal masuk RS : 07 September 2021
Ruang rawat : Ruang Amarilis
B. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 08 September 2021.
1. Keluhan Utama
Nyeri pinggang kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang sebelah kiri sejak 1
bulan yang lalu, memberat 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri pinggang dirasakan hilang timbul, nyeri dirasakan tidak
menjalar ke kaki atau ke genetalia. Keluhan tidak disertai nyeri saat
BAK dan BAK juga tidak disertai darah. Serpihan batu bersamaan
dengan BAK juga disangkal oleh pasien.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit serupa : disangkal
b. Riwayat penyakit jantung : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat diabetes mellitus : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat penyakit yang sama : disangkal
b. Riwayat penyakit jantung : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat diabetes mellitus : disangkal
5. Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi
a. Pasien merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol.
b. Berobat dengan jaminan BPJS PBI.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda Vital
TD : 129/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
RR : 19 x/menit
Suhu : 36,5°C
4. Status Generalisata
a. Kepala : Mesocephal
b. Wajah : Kulit sama dengan sekitar
c. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pandangan
kabur (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor (+/+)
d. Hidung : Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)
e. Telinga : Sekret (-/-), darah (-/-), gangguan pendengaran (-/-)
f. Mulut : Tonsil TI – TI tenang, faring hiperemis (-)
g. Leher : JVP normal, KGB normal, trakea terletak di tengah.
h. Thorax : Bentuk normal dan gerak simetris
i. Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I – II murni reguler, murmur (-), Gallop (-)
j. Pulmo
Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Hemithoraks kanan dan kiri simetris
Perkusi : Sonor pada hemithoraks kanan dan kiri
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
k. Abdomen
Inspeksi : Perut datar, warna kulit sama dengan sekitar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
Palpasi : nyeri tekan (+) suprapubic
l. Ekstremitas
Superior Inferior
D. DIAGNOSIS SEMENTARA
Suspect ureterolithiasis
E. DIAGNOSIS BANDING
1. Nefrolithiasis
2. Vesikolithiasis
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah Lengkap (07 September 2021)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Leukosit 9.08 10^3/ul 3.8 – 10.6
Eritrosit 5.27 10^3/ul 4.4 – 5.9
Hemoglobin 15.90 g/dl 13.2 – 17.3
Hematokrit 46.40 % 40 – 52
MCV 81.70 Fl 80 – 100
MCH 28.00 Pg 26 – 34
MCHC 34.30 g/dl 32 – 36
Trombosit 282 10^3/ul 150 – 440
RDW 11.80 % 11.5 – 14.5
PLCR 22.6 %
Eosinofil absolute 0.29 10^3/ul 0.045 – 0.44
Basofil absolute 0.02 10^3/ul 0 – 0.02
Neutrofil absolute 5.15 10^3/ul 1.8 – 8
Limfosit absolute 2.95 10^3/ul 0.9 – 5.2
Monosit absolute 0.67 10^3/ul 0.16 – 1
Eosinofil 3.20 % 2–4
Basofil 0.20 % 0–1
Neutrofil 56.70 % 50 – 70
Limfosit 32.50 % 25 – 40
Monosit 7.40 % 2– 8
3. Pemeriksaan CT-Scan
Klinis: Hydronephrosis kiri
URETER KANAN: tak melebar. Tampak batu kecil pada mid ureter
setinggi diskus V.L 3-4 (CT number 221 HU, uk.+ 0,3 x 0,4)
GINJAL KIRI : bentuk dan axis normal, ukuran agak membesar (uk.
Cranio-caudal + 12,82 cm), PCS tampak melebar, tampak batu multipel
kecil kecil yang bergerombol pada lower kaliks (CT number bervariasi
251 - 579 HU, uk. terbesar + 0,6 cm)
HEPAR: Bentuk dan ukuran normal, tepi regular, densitas dan struktur
parenkim normal.
VESICA FELEA ukuran normal, dinding tak menebal, tak tampak batu
maupun sludge
LIEN : Bentuk dan ukuran normal, densitas dan struktur parenkim normal
Kesan:
G. INNITIAL PLAN
1. Diagnosis
Ureterolithiasis proximal sinistra
2. Terapi
Infus RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
Inj. Ketorolac 3 x 30 mg
Pro Extended pyelolithotomy
3. Monitoring
a. Keadaan umum
b. Tanda vital
4. Edukasi
a. Menjelaskan kepada keluarga dan pasien tentang penyakit yang
diderita dan rencana terapi yang akan dilakukan
b. Menjelaskan kepada pasien tentang komplikasi yang mungkin
terjadi
H. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : dubia ad bonam
2. Quo ad sanam : dubia ad bonam
3. Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Ginjal dilindungi oleh susunan yang komplek berupa kapsul renal yang terdiri
atas kapsul fibrosa, lemak perirenal, fascia renal, dan lemak pararenal.
Bagian dalam parenkim renal dibagi menjadi dua area utama yaitu kortek dan
medulla. Kortek memanjang ke medulla membentuk piramida ginjal. Bagian
apcks discbut papilla. Tiap papilla tersusun atas beberapa struktur kaliks minor
yang merupakan tempat menampung urin dari piramida ginjal. Beberapa kaliks
minor membentuk kaliks mayor. Kumpulan kaliks mayor membentuk pelvis
renal. Pelvis renal mengalirka urin dari ginial ke ureter.atas medial masing-
masing ginjal ditandai dengan fisura yang dalam yaitu hilum renal. Pembuluh
darah ginjal dan ureter masuk dan keluar ke ginjal melalui hilum renal.
Gambar Struktur internal ginjal
Reseptor nyeri saluran kemih atas terutama yang peka terhadap kolik renal
terletak pada submukosa pelvis renalis, kaliks renalis, kapsul renal dan ureter
proximal. Distensi akut lebih berperan terhadap munculnya renal kolik akut
spasme, iritasi lokal, maupun hiperperstaltik ureter. Stimulasi kapsul renal
peripelvic menimbulkan munculnya nyeri flank, sementara stimulasi pelvis renal
dan kaliks renal menyebabkan kolik renal
Gambar Anatomi ginjal dan letak timbulnya nyeri
Serabut nyeri renal berasal dari preganglion saraf simpatis yang menyentuh korda
spinalis setinggi T-11 hingga L-2 melalui serabut saraf dorsalis. Transmisi spinal
adanya signal nyeri renal terjadi pada awalnya melalui traktus spinotalamikus
asenden.
Pada ureter bagian bawah, nyeri renal didistribusikan melalui saraf genitofemoral
dan ilioinguinal.
Gambar distribusi nyeri ginjal
Selain persarafan, ginjal juga memiliki sistem vaskuler. Ginjal mendapat pasokan
darah dari arteri renalis, yang merupakan cabang langsung aorta abdominalis.
Aorta abdominalis terletak lebih ke kiri, sehingga arteri renalis kanan berukuran
lebih panjang dan menyilang melalui bagian posterior vena cava. Masing-masing
arteri renalis masuk ke ginjal melalui hilum renalis, lalu dibagi menjadi beberapa
segmen cabang. Cabang-cabang inilah yang memberi pasokan darah ke parenkim
renal. Cabang yang membentuk arteri interlobaris mensuplai piramida renalis, lalu
bercabang lagi membentuk arteri arcuata yang kemudian bercabang lagi
membentuk arteri interlobularis. Dari arteri interlobularis bercabang menjadi
arteriol aferen, lalu membentuk jarring-jaring kapiler glomerulus, tempat
terjadinya filtrasi. Kapiler-kapiler yang bergabung di 2/3 luar korteks menjadi
arteriol eferen, lalu membentuk jarring-jaring peritubular, mensuplai tubulus
nefron dengan oksigen dan nutrient. Bagian dalam korteks dan medulla disuplai
oleh arteri yang lurus dan panjang yaitu vasa recta. Arteri yang mendarahi ureter
adalah sebagai berikut : ujung atas oleh arteri renalis, bagian tengah oleh arteri
testikularis atau arteri ovarika, dan di dalam pelvis oleh arteri vesikalis superior.
Sistem drainase ginjal melalui vena renalis kanan dan kin. Vena-vena keluar dari
hilum melalui bagian anterior arteri renalis, lalu dikosongkan di vena cava
inferior. Vena cava terletak lebih di kanan sehingga vena renalis kiri berukuran
lebih panjang dan menyilang di sisi anterior aorta abdominalis. Darah vena arteri
dialirkan ke dalam vena yang sesuai dengan arteria.
B. FISIOLOGI GINJAL
Pada kondisi normal, ginjal memproduksi urin lebih dari 2 liter per hari untuk
mengurangi risiko terbentuknya batu ginjal. Ginjal juga mengekskresi 1 - 1,5g
kreatinin setiap hari. Olch sebab itu, anjuran terbaik untuk memenuhi kebutuhan
ginjal adalah mengonsumsi air sebanyak 2,5-3 liter per hari
1. Anamnesis
Nyeri pinggang
Tidak BAK
Nyeri akibat kolik renal dapat digolongkan dalam 3 fase yaitu : fase akut, fase
konstan, dan fase relief. Fase akut umunya terjadi pada pagi atau malam hari,
sehingga mengganggu tidur pasien. Nyeri mencapai titik maksimal dalam 30
menit. Nyeri flank yang hebat biasanya disertai radiasi nyeri ke inguinal, mual,
muntah, dan hematuria. Pada fase konstan, nyeri berada pada titik maksimal
dan bertahan dalam waktu cukup lama sehingga pasien mulai membutuhkan
pengobatan. Fase relief adalah fase berkurangnya rasa nyeri, sehingga pasien
merasa lebih baik, namun dapat sewaktu-waktu mengalami fase akut kembali.
Nyeri yang hebat terutama disebabkan oleh obstruksi akut dan komplit atau
dilatasi mendadak kapsul renal, sistem kolektivus dan vesika urinaria akibat
asupan cairan berlebih schingga menghasilkan urin dalam jumlah besar, namun
tidak dapat dialirkan. Sedangkan nyeri dirasakan minimal pada obstruksi
parsial atau obstruksi yang bertambah perlahan. Kualitas nyeri juga dapat
dipengaruhi oleh terjadinya infeksi pada kasus obstruksi. Pasien mengeluh
tidak bisa BAK, dapat disebabkan olch obstruksi komplit bilateral dan
glomenulonefritis.
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
C'T scan renal dapat dilakukan untuk memantau kondisi batu setelah
menjalani terapi, mengidentifikasi batu yang sulit diidentifikasi dengan
pemeriksaan lain, menemukan dan menghitung jumlah batu sebelum dilakukan
program pencegahan batu.
Prinsip terapi batu ureter adalah manajemen suportif dan medikasi atau
operasi. Pada kondisi kolik renal, prinsip terapi adalah hidrasi yang cukup dengan
cairan intravena, obat-obat antinyeri dan obat-obat anti muntah. Kontrol terhadap
nyeri merupakan aspek yang sangat penting karena kolik renal adalah
pengalaman nyeri yang paling hebat bagi pasien. Manajemen nyeri yang adckuat
dapat dicapai dengan narkotik dan NSAID. Sedangkan rute pemberian dapat
disesuaikan dengan kondisi pasien terkait kualitas intake oral pasien. Saat awal
mendiagnosis batu saluran kemih, harus dapat dipikirkan adanya kemungkinan
obstruksi atau infeksi. Menurut Turk dkk, penggunaan obat-obatan a blocker
(tamsulosin) dan calcium channel blocker (nifedipine) dapat membantu ekspulsi
batu saluran kemih. Pemberian obat anti nyeri dan obat--obat yang dapat
membantu mengeluarkan batu dari saluran kemih dimdikasikan untuk suatu
kondisi obstruksi. Sedangkan pada kondisi yang menunjukkan adanya tanda
infeksi, pemberian obat-obat antibiotika merupan suatu indikasi. Pada kondisi
tidak ditemukan tanda-tanda obstruksi maupun infeksi, pemberian obat dan obat-
obatan lain yang membantu mengeluarkan batu, dapat bermanfaat untuk batu
yang berukuran kurang dari 5-6mm. Sedangkan batu yang lebih besar, harus
dikeluarkan dengan cara operasi. Pilihan metode operasi diantaranya adalah
nefrostomi per kutan, Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL),
ureterorenoskopi (URS), nefrolitotomi per kutan, nefrostomi terbuka, anatrophic
nephrolithotomy. Seiring perkembangan teknologi, ditemukan suatu metode
penatalaksanaan batu yang lebih aman dan efektif. ESWL telah dikenal sejak
tahun 1981 dan menjadi pilihan utama penatalaksanaan batu, terutama untuk batu
ginjal dan batu ureter dengan ukuran S 20 mm. Batu ureter distal dapat diatasi
dengan URS maupun ESWL, karena tingkat kesuksesan kedua metode ini sama.
Batu dengan ukuran kurang dari 2 cm yang menganggu bagian atas atau
tengah kaliks dapat dikeluarkan dengan metode minimal invasive, ESWL. Namun
metode ini tidak disarankan bagi pasien hamil. Batu dengan ukuran lebih dari 2
cm yang tidak berhasil dikeluarkan dengan metode ESWL dan ureteroskopi dapat
kan tindakan nefrolitotomi dengan cara memecahkan batu men agmen-fragmen
dan membiarkan fragmen-fragmen tersebut kelua saluran kemih. Kemudian
fragmen-fragmen batu dikumpulkan untuk dilakukan analisa batu sehingga dapat
mencegah resiko terbentuknya batu berulang.
DAFTAR PUSTAKA
Ather, M Hammad. Optimal Minimally Invasive Treatment of
Ureterolithiasis. 2001. Brazillian Joumal of Urology.