Anda di halaman 1dari 34

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK KOMPREHENSIF

PRESENTASI KASUS BANGSAL

“BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA”

Pembimbing :
dr. Dian Kurniasari, Sp.U

Disusun Oleh :
Maulita Zulfiani G4A020015

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
KEPANITERAAN KLINIK KOMPREHENSIF
RST TK III 04.06.01 WIJAYAKUSUMA
PURWOKERTO

2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS BANGSAL


“Benign Prostatic Hyperplasia”

Disusun oleh :
Maulita Zulfiani G4A020015

Presentasi kasus bangsal ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu
prasyarat mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik
Bagian Stase Komprehensif
RST Tk III 04.06.01 Wijayakusuma

Purwokerto, Februari 2021


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Dian Kurniasari, Sp.U

2
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. K
Umur : 66 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan Terakhir : SD
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Alamat : Sirampog, Kab. Brebes
Tanggal masuk RS : 26 Januari 2021
Tanggal periksa : 26 Januari 2021
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
BAK tidak lancar
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Urologi RSWK pada tanggal 26 Januari 2021
dengan keluhan BAK tidak lancar. Keluhan tersebut sudah dirasakan
sekitar 2 bulan SMRS. Dalam sehari pasien BAK sekitar 10 kali dan sering
terbangun saat tidur untuk BAK sebanyak 1-3 kali setiap malam. Pasien
menunggu dan harus mengejan untuk mengeluarkan urin dan hanya keluar
sedikit sehingga terasa tidak tuntas. Sebelumnya pasien telah berobat ke
poli urologi RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu dan dirujuk ke
RSWK. Pasien dirawat inap pada tanggal 13 Januari 2021 dan dijadwalkan
untuk operasi prostat pada tanggal 15 Januari 2021 namun dibatalkan
karena pasien tidak puasa dan pasien dipulangkan. Pasien datang kembali
ke poli urologi RSWK pada tanggal 26 Januari 2021. Keluhan BAK tidak
lancar disertai nyeri, urin menetes di akhir kencing, dan tidak dapat
menahan kencing. Keluhan kecing berwarna merah, keluar batu dari

3
saluran kencing, pancaran kencing bercabang disangkal. Pasien juga
mengeluhkan batuk dan sudah berobat.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat alergi : disangkal
c. Riwayat kencing manis : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat penyakit paru : ya, PPOK
f. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat hipertensi : disangkal
c. Riwayat kencing manis : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
6. Riwayat Konsumsi Obat
Pasien sedang dalam pengobatan PPOK
7. Riwayat Diet
Pasien makan 2x sehari dengan nasi dan lauk pauk. Pasien mengaku sehari
minum air teh tua sebanyak 3 gelas besar ±1200 ml / hari. Pasien sangat
jarang minum air putih.
8. Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai petani. Kebutuhan hidup sehari-hari diakui
tercukupi oleh penghasilan sendiri. Pasien berobat ke RST Wijayakusuma
dengan menggunakan BPJS KELAS III.
9. International Prostate Symtoms Score (IPSS)

3
5

25

4
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : baik
2. Kesadaran : composmentis, GCS E4M6V5
3. Vital sign :
tekanan darah : 100/70 mmHg
nadi : 78 x/menit
laju pernapasan : 20 x/menit
suhu tubuh : 36,5 C
4. Antropometri
a. Berat badan : 48 kg
b. Tinggi badan : 158 cm
c. Indeks massa tubuh : 19,22 kg/ m2 (normal)
5. Status generalis
Kepala : Mesochepal, simetris
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-), discharge (-)
Telinga : Simetris, sekret (-), discharge (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-),
Tenggorokan : T1 – T1 tenang, tidak hiperemis
Leher : Deviasi trakhea (-), pembesaran KGB (-)
Thorax : Simteris. Retraksi (-)
Jantung : BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-).
Paru : SD vesikuler (+/+), ronkhi (+/+), wheezing (-)
Abdomen : Datar, supel, timpani, BU (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema -/-/-/-, sianosis -/-/-/-
6. Status Urologis
a. Regio Costovertebralis
Inspeksi : warna kulit sama dengan sekitarnya, tanda radang (-),
hematom (-), alignment tulang belakang normal, gibbus (-), massa
tumor (-).
Palpasi : tidak teraba massa tumor, ballotemen ginjal tidak teraba,
nyeri tekan (-)

5
Perkusi : nyeri ketok (-/-)
b. Regio Suprapubik
Inspeksi : kesan flat, warna kulit sama dengan sekitar, tidak tampak
massa, hematom (-), edema (-), bekas luka operasi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-) , massa (-)
c. Regio Genitalia Eksterna
Inspeksi :
1) Pubes : distribusi rambut (pubes) normal
2) Penis : benjolan (-), lesi (-), hiperemis (-),
sirkumsisi (+),
3) Skrotum : benjolan (-), lesi (-), hiperemis (-),
testis (+/+)
4) Ostium urethra eksterna : lesi (-), abses (-), discharge (-),
meatal
stenosis (-)
d. Rectal Touche
Tonus sphincter ani baik, mucosa rectum licin, tidak teraba massa
Palpasi prostat
Permukaan rata tidak berdungkul-dungkul, konsistensi kenyal,
lobus lateral dextra sinistra simetris, tidak teraba massa/nodul,
polus superior tidak teraba, sulcus mediana tidak teraba.
Sarung tangan
Tidak didapatkan feses maupun darah.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
RST Wijayakusuma 26/12/2020
KIMIA KLINIK HASIL NILAI NORMAL

Darah Lengkap
Hemoglobin 12.6 (L) 14 – 18 g/dl
Leukosit 5680 4800 - 18800U/L
Hematokrit 38.6 40 - 54 %
Trombosit 219.000 150.000 – 400.000/µl

6
Hitung Jenis
Basofil 0 0–1%
Eosinofil 11 (H) 1–3%
Batang 2 2–6%
Segmen 43 (L) 50 – 70 %
Limfosit 38 20 – 40 %
Monosit 6 2–8%
Perdarahan 2’ 1-3 menit
Pembekuan 4’ 2-6 menit
Kimia Klinik
Ureum darah 27 15 – 39 mg/dL
Kreatinin darah 0.92 0.9 – 1.3 md/dL
GDS 122 <= 200
Natrium 128 (L) 134 – 146 mEq/L
Kalium 3.66 3.5 – 5.5 mEq/L
Klorida 87 (L) 95 – 108 mEq/L
Calsium 1.03 (L) 1.1 – 1.35 mEq/L

2. Foto Polos Abdomen


Radiologi RSWK 13/01/2021

Kontur ginjal dbn, garis psoas simetris, tak tampak bayangan batu radio opak
Kesan : Foto abdomen tak tampak kelainan

7
3. USG
Radiologi RWSK 13/01/2021

8
Ginjal kanan dan kiri tak tampak batu atau bendungan, korteks cukup tebal,
Sistema kaliks tak membesar, Tak tampak batu pada buli-buli
Prostat tampak membesar, tak tampak massa tumor
E. DIAGNOSIS BANDING
BPH
LUTS
Vesicolithyasis
Electrolite imbalance (hyponatremia)
PPOK
F. DIAGNOSIS AKHIR
BPH+LUTS
Electrolite imbalance (hyponatremia)
PPOK
G. TATALAKSANA
1. Medikamentosa
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. IV Fosfomycin 2x1 gr
- Inj IV Na Metamizol 3 x 500 mg
- Inj. IV Asam tranexamat 3 x 500 mg
2. Non Medikamentosa
- Trans Uretra Resection of the Prostate (TURP)
H. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
I. Follow Up Pasien
Waktu S+O+A+P
26/1/2021
15.28 S: Keluhan utama BAK tidak lancar. Keluhan tersebut sudah
dirasakan sekitar 2 bulan SMRS. Dalam sehari pasien BAK sekitar
10 kali dan sering terbangun saat tidur untuk BAK sebanyak 1-3
kali setiap malam. Pasien menunggu dan harus mengejan untuk
mengeluarkan urin dan hanya keluar sedikit sehingga terasa tidak

9
tuntas. Keluhan BAK tidak lancar disertai nyeri, urin menetes di
akhir kencing, dan tidak dapat menahan kencing. Keluhan kecing
berwarna merah, keluar batu dari saluran kencing, pancaran
kencing bercabang disangkal. Pasien juga mengeluhkan batuk dan
sudah berobat.
O: KU/kes: baik/compos mentis
TD : 110/70 mmHg
N : 78 kali/menit
RR : 20 kali/menit
S : 36,5o C
Status Urologis
a. Regio Costovertebralis
nyeri tekan (-), nyeri ketok (-/-)
b. Regio Suprapubic
Nyeri tekan (-)
c. Regio Genitalia Eksterna :
edema penis/skrotum/perineum (-), nyeri tekan pada penis (-)
A: BPH + LUTS
Electrolyte imbalance (hyponatremia)
PPOK
P : pro TURP tanggal 27/01/2021
Konsul Sp.An terkait tindakan anestesi dan hyponatremia
Lanjutkan terapi PPOK
20.00 Jawaban konsul anestesi tgl 26/1/21 pukul 20.00
Koreksi natrium dengan Inf. NaCl 3% habis dalam 12 jam
Cek ulang natrium tgl 27/1/21 jam 10.00
Puasakan sejak jam 12 malam
27/1/2021 S: BAK tidak lancar
07.37 O: KU/kes: baik/compos mentis
TD : 104/60 mmHg
N : 80 kali/menit
RR : 20 kali/menit
S : 36,5o C

10
A: BPH + LUTS
Electrolyte imbalance (hyponatremia)
PPOK
P : pro TURP pukul 12.00
10.00 S: BAK tidak lancar
O: KU/kes: baik/compos mentis
TD : 104/60 mmHg
N : 80 kali/menit
RR : 20 kali/menit
S : 36,5o C
Lab kimia darah
Natrium 141 134 – 146 mEq/L
Kalium 3.91 3.5 – 5.5 mEq/L
Klorida 97 95 – 108 mEq/L
Calsium 1.1 1.1 – 1.35 mEq/L

A: BPH + LUTS
PPOK
P : pro TURP pukul 12.00
S: tidak ada keluhan

14.00 O: KU/kes: baik/compos mentis


TD : 104/60 mmHg
N : 80 kali/menit
RR : 20 kali/menit
S : 36,5o C
Temuan durante op
Vesika urinaria
Mukosa buli-buli hiperemi, trabekulasi (-), divertikulasi (-)
Uretra
Uretra prostatika kissing lobe 1 cm
TURP
Berat specimen 45 gram
A: BPH + LUTS post TURP

11
PPOK
P : Instruksi pasca TURP :
Pasang 3ways catheter uk 24 dengan irigasi NaCl 0.9% (100tpm)
Traksi kateter dalam 24 jam
Inj. Fosfomycin 2x1gr
Inj. Antrain 3x500mg
Inj. Asam tranexamat 3x500mg
28/1/2021 S: Nyeri bekas operasi
07.35 O: KU/kes: baik/compos mentis
TD : 105/72 mmHg
N : 80 kali/menit
RR : 20 kali/menit
S : 36,5o C
Status lokalis :
Genitalia eksterna
Tidak nampak discharge dari oustium uretra eksterna
terpasang 3 way catheter dan traksi dengan irigasi NaCl
Warna urin kuning jernih tanpa endapan darah jumlah 300 cc
pada urin bag dalam 2 jam
A: BPH + LUTS post TURP H+1
PPOK
P :Irigasi NaCl 0.9% (60tpm)
Aff traksi kateter pukul 13.30, balon kateter dikurangi 10ml
Inj. Fosfomycin 2x1gr
Inj. Na Metamizol 3x500mg
Inj. Asam tranexamat 3x500mg
29/1/2021 S: Nyeri bekas operasi
07:40 O: KU/kes: baik/compos mentis
TD : 110/72 mmHg
N : 85 kali/menit
RR : 20 kali/menit
S : 36,5o C
Status lokalis :

12
Genitalia eksterna
Tidak nampak discharge dari oustium uretra eksterna
terpasang 3 way catheter dan traksi dengan irigasi NaCl
Warna urin kuning jernih tanpa endapan darah jumlah 200 cc
pada urin bag dalam 2 jam
A: BPH+LUTS post TURP H+2
PPOK
P :Klem irigasi
Stop terapi injeksi ganti oral
PO Cefixime 2x200mg
PO Asam Mefenamat 3x500mg
PO Asam tranexamat 3x500mg
PO Tamsulosin HCl 0,4mg 0-0-1
PO Ekstrak Channa striata 1x500mg
PO Ekstrak Stichopus vriegatus 2x500mg
29/1/2021 S: Nyeri bekas operasi
07:40 O: KU/kes: baik/compos mentis
TD : 110/72 mmHg
N : 85 kali/menit
RR : 20 kali/menit
S : 36,5o C
Status lokalis :
Genitalia eksterna
Tidak nampak discharge dari oustium uretra eksterna
terpasang 3 way catheter dan traksi dengan irigasi NaCl
Warna urin kuning jernih tanpa endapan darah jumlah 100 cc
pada urin bag dalam 2 jam
A: BPH+LUTS post TURP H+3
PPOK
P :boleh pulang dengan kateter
Kontrol tanggal 3/02/2021
PO Cefixime 2x200mg
PO Asam Mefenamat 3x500mg

13
PO Asam tranexamat 3x500mg
PO Tamsulosin HCl 0,4mg 0-0-1
PO Ekstrak Channa striata 1x500mg
PO Ekstrak Stichopus vriegatus 2x500mg

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang merupakan
glandula fibromuskular yang terletak diantara cervix vesica urinaria dan
diafragma urogenital serta membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk
seperti pyramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang
mengelilingi uretra pars prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini
menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin
keluar dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria;
tebalnya ± 2 cm dan panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4 cm, dan berat
20 gram (Snell, 2015).
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :
a. Lobus medius
b. Lobus lateralis (2 lobus)
c. Lobus anterior
d. Lobus posterior
Pada kelenjar prostat juga dibagi dalam 5 zona (Snell, 2015):
a. Zona Anterior atau Ventral .
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
b. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar
prostat. Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal
karsinoma terbanyak.
c. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus
tengah meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap
inflamasi.

15
d. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai
kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu
kurang lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma
fibromuskular anterior menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH).
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dari duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar
abortif tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.

Gambar 1. Zona Kelenjar Prostat

B. Definisi
Hiperplasia Prostat Benigna sebenarnya adalah suatu keadaan dimana
kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak
jaringan prostat yang asli ke perifer. Selain itu, BPH merupakan pembesaran
kelenjar prostat yang bersifat jinak yang hanya timbul pada laki-laki yang
biasanya pada usia pertengahan atau lanjut.

16
Gambar 2. Benign Prostat Hyperplasia
C. Epidemiologi
BPH merupakan tumor jinak yang paling sering pada laki-laki
insidennya berhubungan dengan usia. Prevalensi histologis BPH meningkat
dari 20% pada laki berusia 41-50 tahun, 50% pada laki usia 51-60 tahun
hingga lebih dari 90% pada laki berusia diatas 80 tahun. Meskipun bukti
klinis belum muncul, namun keluhan obstruksi juga berhubungan dengan
usia. Pada usia 50 tahun + 25% laki-laki mengeluh gejala obstruksi pada
saluran kemih bagian bawah, meningkat hingga usia 75 tahun dimana 50%
laki-laki mengeluh berkurangnya pancaran atau aliran pada saat berkemih
(Cooperberg, 2013).
D. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab
terjadinya hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis
yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah: (1)
Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-
testosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4)
Berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5) Teori Stem sel (Wein et al,
2012).
1. Teori Dihidrotestosteron (DHT)

17
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang
sangat penting pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari
testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan
koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor
androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan sel
selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat (Wein et al, 2012).
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH
tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada
BPH, aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih
banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif
terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan
dengan prostat normal.
2. Ketidakseimbangan estrogen dan testosterone
Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun,
sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara
estrogen: testosterone relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen
di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar
prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat terhadap
rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen,
dan menurunkan jumlah kematian sel- sel prostat (apoptosis). Hasil akhir
dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-
sel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel – sel prostat
yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa
prostat jadi lebih besar (Wein et al, 2012).
3. Interaksi stroma epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak
langsung dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu mediator (growth
factor) tertentu. Setelah sel- sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT
dan estradiol, sel- sel stroma mensintesis suatu growth factor yang
selanjutnya mempengaruhi sel- sel stroma itu sendiri secara intrakin dan
autokrin, serta mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu

18
menyebabkan terjadinya proliferasi sel- sel epitel maupun stroma (Wein
et al, 2012).
4. Berkurangnya kematian sel prostat (Apoptosis)
Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
homeostatis kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat
keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang apoptosis menyebabkan
jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan makin meningkat sehingga
mengakibatkan pertambahan massa prostat. Diduga hormon androgen
berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah
dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar
prostat (Wein et al, 2012).
5. Teori stem cell
Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa
pada kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel,
juga ada hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam
jaringan prostat. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying, yang
keduanya tidak tergantung pada androgen. Sel aplifying akan
berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada
androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi
dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal (Wein et al, 2012).

E. Patofisiologi
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional,
sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.
Pertumbuhan kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di
dalam sel- sel kelenjar prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif
dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5α reduktase.
Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam
sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang
memacu pertumbuhan kelenjar prostat.

19
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika
dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan
tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus
menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli- buli berupa hipertrofi
otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-
buli. Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan
sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract
symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatimus.
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter
ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi
refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal
ginjal.
F. Diagnosis
1. Anamnesis (Sjamsuhidajat, 2010)
Tanyakan apakah terdapat gejala obstruksi dan iritasi saluran urin bawah.
Gejala lower urinary track syndrome (LUTS) dapat menjadi tanda
adanya BPH walaupun tidak semua BPH memberikan klinis LUTS.
LUTS meliputi gejala obstruksi dan iritasi.
Obstruksi Iritasi
 Hesistansi  Frekuensi
 Pancaran miksi lemah  Nokturi
 Intermitensi  Urgensi
 Miksi tidak puas  Disuria
 Distensi abdomen Urgensi dan disuria jarang
 Terminal dribbling terjadi, jika ada
(menetes) disebabkan oleh
 Volume urine menurun ketidakstabilan detrusor
 Mengejan saat sehingga terjadi kontraks
berkemih involunter.

20
2. Pemeriksaan Fisik (Sjamsuhidajat, 2010)
a. Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination (DRE)
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat
memberikangambaran tonus sfingter ani, mukosa rektum, adanya
kelainan lain sepertibenjolan di dalam rektum dan tentu saja meraba
prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan:
 Konsistensi pada pembesaran prostat kenyal
 Adakah asimetri
 Adakah nodul pada prostat
 Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih
dapat diraba biasanya besar prostat diperkirakan <60 gr.

21
Gambar 3. Pemeriksaan Colok Dubur
Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal,
permukaan licin dan konsistensi kenyal. Pemeriksaan fisik apabila
sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-
kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis
akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica
urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, buli-buli
penuh (ditemukan massa supra pubis) yang nyeri dan pekak pada
perkusi. Daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui
adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat
adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan
gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior,
fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.

22
b. Derajat berat obstruksi
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan
jumlah sisa urin setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan
mengukur urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa
urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung
kemih setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100cc biasanya dianggap
sebagai batas untuk indikasi melakukan intervensi pada hipertrofi
prostat. Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur
pancaran urin pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka
normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran
maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan,
pancaran menurun antara 6 – 8 ml/detik, sedangkan maksimal
pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang.
3. Pemeriksaan Penunjang (Foster et al, 2018)
a. Pemeriksaan laboratorium
 Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau
inflamasi pada saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit,
leukosit, bakteri, protein atau glukosa.
 Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan
sekaligus menentukan sensifitas kuman terhadap beberapa
antimikroba yang diujikan
 Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai
saluran kemih bagian atas. Elektrolit, kreatinin berguna untuk
insufisiensi ginjal kronis pada pasien yang memiliki postvoid
residu (PVR) yang tinggi.
 Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus
yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli
(buli-buli neurogenik)

23
 Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Jika curiga adanya keganasan prostat
b. Pemeriksaan Imaging
 Foto polos abdomen
Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran
kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala
menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang
merupakan tanda suatu retensi urine.
 Intravenous Pyelogram Intravenous pyelogram (IVP)
Adalah pemeriksaan x-ray ginjal, ureter dan kantung
kemih yang menggunakan material kontras iodine yang
diinjeksi ke dalam vena. Pembesaran signifikan dari kelenjar
prostat dapat menyebabkan dasar vesika urinaria elevasi
dengan gambaran “J-ing” atau “Fish hooking” pada ureter
distal.

Gambar 4. Gambaran vesika Gambar 5. Tampak gambaran


urinaria yang mengalami “J-ing” atau “fish hooking”
peradangan (cystitis) akibat pada ureter distal dan elevasi
retensi urin padapenderita pada vesika urinaria.
BPH.
 Ultrasonografi trans abdominal
Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan
pembesaran bagian dalam glandula, yang relatif hipoechoic
dibanding zona perifer. Zona transisi hipoekoik cenderung

24
menekan zona central dan perifer. Batas yang memisahkan
hyperplasia dengan zona perifer adalah “surgical capsule”.
 USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya
hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH
yang lama.

Gambar 6. Gambaran Sonografi Prostat Normal

Gambar 7. Gambaran Sonografi Benigna Prostat


Hiperplasia

 Pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS)


Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini,
probe dimasukkan ke dalam rektum mengarahkan gelombang
suara di prostat. Gema pola gelombang suara merupakan
gambar dari kelenjar prostat pada layar tampilan. Untuk
menentukan apakah suatu daerah yang abnormal tampak
memang tumor, digunakan probe dan gambar USG untuk
memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum
mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk
pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsy terutama dilakukan
untuk pasien yang dicurigai memiliki keganasan prostat.

25
 Sistoskopi
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil
melalui pembukaan urethra di dalam penis. Prosedur ini
dilakukan setelah solusi numbs bagian dalam penis sehingga
sensasi semua hilang. Tabung, disebut sebuah “cystoscope” ,
berisi lensa dan sistem cahaya yang membantu dokter melihat
bagian dalam uretra dan kandung kemih. Tes ini
memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran kelenjar
dan mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.

Gambar 8. Gambaran Sistoskopi Benigna Prostat


Hiperplasia
2. Pemeriksaan lain:
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan
dengan cara mengukur:
 Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan
kateterisasi/USG setelah miksi
 Pancaran urin/flow rate :
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya
miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri
yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Aliran yang
berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang lemah,
aliran urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan
residu urin. Post-void residual mengukur jumlah air seni yang
tertinggal di dalam kandung kemih setelah buang air kecil.
PRV kurang dari 50 mL umum menunjukkan pengosongan

26
kandung kemih yang memadai dan pengukuran 100 sampai
200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien
diminta untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa
urin ditentukan oleh USG atau kateterisasi.

Gambar 9. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada


BPH

G. Tatalaksana
Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi
resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab
obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa
(adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi volume prostat sebagai
komponen static dengan cara menurunkan kadar hormone
testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5α-reduktase.
a. Penghambat reseptor adrenergik α.
Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang
membantu untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh
pembesaran prostat di BPH. Efek samping dapat termasuk sakit
kepala, kelelahan, atau ringan.
Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin
(Flomax), alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua
seperti terazosin (Hytrin) atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan
akan meningkatkan pancaran urin dan mengakibatkan perbaikan

27
gejala dalam beberapa minggu dan tidak berpengaruh pada ukuran
prostat (Lue & McAninch, 2020).
b. Penghambat 5 α reduktase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan
dihidrotestosteron (DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh
enzim 5 α reduktase di dalam sel prostat. Kadar DHT menyebabkan
sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Pembesaran
prostat di BPH secara langsung tergantung pada DHT, sehingga obat
ini menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih
dari 6 sampai 12 bulan (Lue & McAninch, 2020).
Non-medikamentosa (Parsons et al, 2020)
1) Operasi transurethral.
Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah
memberikan anestesi, ahli bedah mencapai prostat dengan
memasukkan instrumen melalui uretra. Prosedur yang disebut
reseksi transurethral dari prostat (TURP) digunakan untuk 90 persen
dari semua operasi prostat dilakukan untuk BPH. Dengan TURP,
alat yang disebut resectoscope dimasukkan melalui penis. The
resectoscope, yaitu panjang sekitar 12 inci dan diameter 1 / 2 inci,
berisi lampu, katup untuk mengendalikan cairan irigasi, dan loop
listrik yang memotong jaringan dan segel pembuluh darah.
Cairan irigan yang dipakai adalah aquades. kerugian dari
aquades adalah sifatnya yang hipotonis sehingga dapat masuk
melalui sirkulasi sistemik dan menyebabkan hipotermia relative atau
gejala intoksikasi air yang dikenal dengan sindrom TURP. Ditandai
dengan pasien yang mulai gelisah, somnolen dan tekanan darah
meningkat dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien
akan mengalami edema otak dan jatuh ke dalam koma. Untuk
mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP operator harus
membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam dan
baru memasang sistostomi terlebih dahulu sebelum reseksi
diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke sistemik.

28
Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat
resectoscope untuk menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian
pada suatu waktu. Potongan-potongan jaringan dibawa oleh cairan
ke kandung kemih dan kemudian dibuang keluar pada akhir operasi.
Prosedur transurethral kurang traumatis daripada bentuk operasi
terbuka dan memerlukan waktu pemulihan lebih pendek. Salah satu
efek samping yang mungkin TURP adalah ejakulasi retrograde, atau
ke belakang. Dalam kondisi ini, semen mengalir mundur ke dalam
kandung kemih selama klimaks bukannya keluar uretra.

Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP),


prosedur ini melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher
kandung kemih, di mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada
hiperplasi prostat yang tidak tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius
dan pada pasen yang umurnya masih muda.

29
2) Open surgery
Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral
tidak dapat digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi
eksternal, dapat digunakan. Open surgery sering dilakukan ketika
kelenjar sangat membesar (>100 gram), ketika ada komplikasi, atau
ketika kandung kemih telah rusak dan perlu diperbaiki.
Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan suprarubik
transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin). Penyulit
yang dapat terjadi adalah inkontinensia urin (3%), impotensia (5-
10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-buli
(305%). Perbaikan gejala klinis 85-100%.
3) Operasi laser
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami
koagulasi dan pada suhu yang lebih dari 100 oC mengalami
vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih sedikit komplikasi
sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun.
Kekurangannya adalah: tidak dapat diperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi, sering banyak menimbulkan disuri pasca
bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung
dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih
rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke dalam
prostat menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan
beberapa semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik.
Energi laser menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan
penyusutan.

Gambar 10. Operasi Laser pada Prostat

30
a) Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain,
koagulasi laser interstisial tempat ujung probe serat optik
langsung ke jaringan prostat untuk menghancurkannya.
b)

Gambar 11. Interstitial laser coagulation


c) Potoselectif vaporisasi prostat (PVP).
PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan
prostat. Cara sama dengan TURP, hanya saja teknik ini
memakai roller ball yang spesifik dengan mesin diatermi yang
cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar
prostat. Teknik ini cukup aman tidak menimbulkan perdarahan
pada saat operasi. Namun teknik ini hanya diperuntukan pada
prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan
waktu operasi yang lebih lama.

Gambar 21. Potoselectif vaporisasi prostat


Kontrol berkala
 Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk
mengetahui apakah terdapat perbaikan klinis
 Pengobatan penghambat 5α-reduktase
Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6
 Pengobatan penghambat 5α-adrenegik

31
Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan
melakukan pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca
miksi

 Terapi invasive minimal


Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan
penilaian skor miksi, juga diperiksa kultur urin
 Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui
kemungkinan penyulit

32
BAB III
KESIMPULAN

1. BPH adalah merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak


yang hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau
lanjut.
2. Etiologi BPH adalah ketidakseimbangan hormone androgen dan
multifaktorial
3. Diagnosis BPH meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan lokalis yang
sesuai, serta pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratoris dan
imaging
4. Tatalaksana BPH meliputi pengobatan medikamentosa dan non
medikamentosa berupa tindakan pembedahan

33
DAFTAR PUSTAKA

Cooperberg MR, Presti JC, Shinohara K, & Carrol PR. (2013). Neoplasms of the
prostate glad in: McAninch JW, Lue TF, editors. Smith & Tanagho's general
urology. 18th edition New York: Mc Graw Hill. p.350-6
Foster HE, Barry MJ, Dahm P et al: Surgical management of lower urinary tract
symptoms attributed to benign prostatic hyperplasia: AUA Guideline. J Urol
2018; 200: 612.
Lue TF. McAninch J.W., & Lue T.F. 2020. Smith and Tanagho's General Urology
19 ed. New York: Elsivier
Parsons JK, Dahm P, Köhler TS et al: Surgical management of lower urinary tract
symptoms attributed to benign prostatic hyperplasia: AUA Guideline
amendment 2020. J Urol 2020; 204: 799.
Sjamsuhidajat R. dan Wim de Jong. 2010. Tumor prostat . Buku Ajar Ilmu Bedah.
Jakarta: EGC. Hlm 795-796.
Snell, Richard S. 2015. Anatomi Klinis :Berdasarkan Sistem . Jakarta: EGC.
Wein, A. J., Kavoussi, L. R., & Campbell, M. F. 1. (2012). Campbell-Walsh
urology (10th ed.). Philadelphia, PA: Elsevier Saunders.

34

Anda mungkin juga menyukai