LAPORAN KASUS
INFEKSI SALURAN KEMIH
Oleh :
Dwika Nenti Lestari, S.Ked
G1A219056
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Infeksi Saluran Kemih” sebagai kelengkapan
persyaratan dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat di Puskesmas Kebun Kopi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Imat Rahmatilah yang telah
bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis selama
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat di
Puskesmas Kebun Kopi.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan guna kesempurnaan laporan kasus ini, sehingga nantinya dapat
bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMANJUDUL......................................................................................................i
HALAMANPENGESAHAN.......................................................................................ii
KATAPENGANTAR.................................................................................................iii
DAFTARISI................................................................................................................iv
BAB ISTATUSPASIEN..............................................................................................1
BAB IITINJAUANPUSTAKA....................................................................................8
BAB IIIANALISISKASUS.......................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................39
iv
BAB I
STATUS PASIEN
1
2
dirasakan menjadi lebih sering dari biasanya, namun kencing hanya sedikit–
sedikit, dan ada perasaan tidak puas dan masih ingin kencing setelahnya.
Warna kencing kuning biasa, tidak keruh dan tidak berdarah. Keluhan juga
disertai mual dan lemas, muntah (-), demam (+) 3 hari yang lalu, demam
hilang timbul tidak terlalu tinggi, batuk (-), pilek (-), nyeri ulu hati (-), sakit
pinggang (-), BAB normal berwarna coklat, BAK berwarna kemerahan
bercampur darah (-)
Pemeriksaan Organ
1. Kepala Bentuk : normocephal, simetris, jejas (-)
2. Mata Exopthalmus/enophtal : (-)
Kelopak : normal
Conjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : bulat, isokor, refleks cahaya +/+
3. Telinga : Nyeri tarik daun telinga (-), sekret (-)
4. Hidung : Rhinorhea (-), deviasi septum (-), perdarahan (-)
5. Mulut Bibir : lembab
Gigi geligi : tidak lengkap, caries (-)
Palatum : deviasi (-)
Gusi : warna merah muda, perdarahan (-)
Lidah : kotor (-), ulkus (-), stomatitis (-)
Tonsil : T1-T1, hiperemis (-), detritus (-)
6. Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiriod (-)
7. Thoraks;
Cor (Jantung)
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula kiri
Perkusi Batas-batas jantung :
4
Pulmo (Paru)
Pemeriksaa
Kanan Kiri
n
Inspeksi Statis & dinamis: simetris Statis & dinamis : simetris
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler, Wheezing (-), Vesikuler, Wheezing (-),
ronkhi (-) ronkhi (-)
8. Abdomen
Inspeksi Datar, sikatriks (-), dilatasi vena (-)
Palpasi Supel, nyeri tekan (+) regio suprapubik, hati
dan lien tidak teraba
Perkusi Timpani, nyeri ketok CVA (-)
Auskultasi Bising usus (+) normal
Sedimen
Sel leukosit : 5-7 / LPB
Sel eritrosit : 0-1/LPB
5
1.14 Manajemen
1. Promotif :
a. Menjelaskan pada pasien mengenai penyakit sistitis yang pasien
derita mulai dari penyebab, faktor risiko, pengobatan,
pencegahan, serta komplikasi.
b. Menjelaskan pentingnya makanan bergizi dan seimbang untuk
membantu proses penyembuhan.
c. Menjelaskan bagaimana cara meningkatkan kesehatan
lingkungan di antaranya dengan membuka jendela setiap hari
pada pagi hari dan membersihkan ventilasi yang tertutup debu
sehingga pertukaran udara juga menjadi lebih baik, mencuci
sprei dan sarung bantal dua minggu sekali, tidak menggantung
pakaian terlalu banyak, menguras bak mandi 2-3 minggu sekali,
serta meningkatkan kebersihan diri dengan mencuci tangan
sebelum dan sesudah makan, setelah BAK dan BAB menyiram
dari arah depan ke belakang, mengeringkan dengan tisu kering
6
2. Preventif :
a. Banyak minum air putih minimal 2 liter (8 gelas) sehari.
b. Menjaga kebe rsihan organ genitalia, menyiram dari arah depan
ke belakang seusai BAK, kemudian mengeringkannya setiap
selesai BAK ataupun BAB menggunakan tisu atau kain kering
sebelum memakai celana.
c. Menggunakan pakaian dalam yang bersih, menggantinya 3 kali
sehari.
d. Hindari menahan kencing
e. Hindari menggunakan pakaian dalam yang terlalu ketat
f. Jangan menggunakan sabun atau produk kebersihan organ intim
lain nya untuk membersihkan organ reproduksi, cukup dengan
menggunakan air bersih saja, karena penggunaan produk
tersebut dapat merusak flora normal vagina.
3. Kuratif :
Non Farmakologi
a. Banyak minum air putih minimal 2 liter (8 gelas) sehari.
b. Kompres perut yang nyeri dengan air hangat.
Farmakologi
a. Ciprofloksasin tablet 250 mg 2x1
b. Paracetamol tablet 500 mg 3x1
Pengobatan Tradisional
a. Herbal: Jahe : karena mengandung gingerol yang merupakan
7
Rehabilitatif
a. Kontrol ulang dan kultur urine ulang setelah 2-3 hari
pengobatan, bila steril obat diteruskan, bila masih positif atau
tidak membaik obat diganti.
b. Pemeriksaan urine rutin 2 kali seminggu.
c. Deteksi rekurensi dengan kultur urine setelah 1 minggu
pengobatan selesai.
d. Lanjutkan antibiotic profilaksis kotrimoksazol 2 mg/kgBB/hari
dosis tunggal malam hari minimal 6 bulan.
e. Memberikan dukungan kepada pasien dan keluarga dan
menyarankan keluarga pasien untuk membantu mengawasi
kegiatan pasien agar jangan beraktivitas terlalu berat.
8
Pro :
Alamat: Pro :
Resep tidak boleh ditukar tanpa Alamat:
sepengetahuan dokter Resep tidak boleh ditukar tanpa
sepengetahuan dokter
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal,
ureter, buli-buli, astaupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah
istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO)
dalam urin. Berdasarkan ada tidaknya komplikasi, ISK dibagi menjadi
ISK simpleks dan kompleks. ISK simpleks/ sederhana/ uncomplicated
UTI adalah terdapat infeksi pada saluran kemih tetapi tanpa penyulit
(lesi) anatomis maupun fungsional saluran kemih. ISK kompleks/
dengan komplikasi/ complicated UTI adalah terdapat infeksi pada
saluran kemih disertai penyulit (lesi) anatomis maupun fungsional
saluran kemih misalnya sumbatan muara uretra, refluks vesikoureter,
urolithiasis, parut ginjal, buli-buli neurogenik, dan sebagainya.
Berdasarkan letaknya, ISK dibagi menjadi ISK atas dan bawah. ISK atas
adalah infeksi pada parenkim ginjal atau ureter, lazimnya disebut
sebagai pielonefritis. ISK bawah adalah infeksi pada vesika urinaria
(sistitis) atau uretra. Batas antara atas dan bawah adalah vesicoureteric
junction. 1,2,3
2.2 Klasifikasi
1. Infeksi saluran kemih atas
a. Pielonefritis akut (PNA), adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang
disebabkan oleh infeksi bakteri.3
b. Pielonefritis kronis (PNK), mungkin terjadi akibat lanjut dari infeksi
bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran
kemih serta refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik
sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai
pielonefritis kronik yang spesifik.3
2. Infeksi saluran kemih bawah
9
a. Sistitis, adalah presentasi klinis infeksi saluran kemih disertai
bakteriuria bermakna.
b. Sindroma uretra akut (SUA), adalah presentasi klinis sistitis tanpa
ditemukan mikroorganisme (steril, sering dinamakan sistitis
bakterialis. Penelitian terkini SUA disebabkan MO anaerobik1
2.3 Etiologi
Pada keadaan normal urin adalah steril. Umumnya ISK disebabkan
oleh kuman gram negatif. Escherichia coli merupakan penyebab terbanyak
baik pada yang simtomatik maupun yang asimtomatik yaitu 70 - 90%.
Enterobakteria seperti Proteus mirabilis (30 % dari infeksi saluran kemih
pada anak laki-laki tetapi kurang dari 5 % pada anak perempuan ),
Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa dapat juga sebagai
penyebab. Organisme gram positif seperti Streptococcus faecalis
(enterokokus), Staphylococcus epidermidis dan Streptococcus viridans
jarang ditemukan. Pada uropati obstruktif dan kelainan struktur saluran
kemih pada anak laki-laki sering ditemukan Proteus species. Pada ISK
nosokomial atau ISK kompleks lebih sering ditemukan kuman Proteus dan
Pseudomonas .Sekitar 50% ISK disebabkan Escherichia coli, penyebab
lain adalah Klebsiella,Staphylococcus aureus, coagulase-negative
staphylococci, Proteus dan Pseudomonas sp.dan bakteri gram negatif
lainnya.1,3,5,6
Terdapat beberapa faktor predisposisi terjadinya ISKkompleks,
diantaranya adalah:
a. Outflow obstruction
Striktur uretra
Pelviureteric junction
Posterior urethral valves
Bladder neck obstruction
Batu/tumor
Neuropathic bladder
Kista ginjal
b. Kelainan ginjal
Parut ginjal
Refluks vesikoureter
Displasia ginjal
Ginjal dupleks
c. Benda asing
Indwelling catheter
Batu
Selang nefrostomi
d. Metabolik
Imunosupresi
Gagal ginjal
Diabetes
Pada umumnya faktor resiko pencetus infeksi saluran kemih adalah3:
1. Wanita cenderung mudah terserang dibandingkan dengan laki-laki
2. Litiasis
3. Obstruksi saluran kemih
4. Penyakit ginjal polikistik
5. Nekrosis papilar
6. Diabetes mellitus pasca transpaltasi ginjal
7. Penyakit sikle-cell
8. Senggama
9. Kehamilan dan peserta KB dengan tablet progesteron
10. Kateterisasi
11. Abnormalitas Struktural dan Fungsional
2.4 Patogenesis
Hampir seluruh ISK terjadi secara asenden. Bakteri berasal dari
flora feses, berkolonisasi didaerah perineum dan memasuki kandung
kemih melalui uretra. Pada bayi, septikemia karena bakteri gram negatif
relatif lebih sering, hal ini mungkin disebabkan imaturitas dinding saluran
pencernaan pada saat kolonisasi oleh Escherichia coli atau karena
imaturitas sistem pertahanan. Penyebaran secara hematogen lebih sering
terjadi pada neonatus. Infeksi nosokomial juga dapat terjadi, biasanya
disebabkan operasi atau intrumentasi pada saluran kemih.
Awal terjadinya ISK adalah bakteri berkolonisasi di perineum pada
anak perempuan atau di preputium pada anak laki-laki. Kemudian bakteri
masuk kedalam saluran kemih mulai dari uretra secara asending. Setelah
sampai di kandung kemih, bakteri bermultiplikasi dalam urin dan melewati
mekanisme pertahanan antibakteri dari kandung kemih dan urin. Pada
keadaan normal papila ginjal memiliki sebuah mekanisme anti refluks
yang dapat mencegah urin mengalir secara retrograd menuju
collectingtubulus. Akhirnya bakteri bereaksi dengan urotelium atau ginjal
sehingga menimbulkan respons inflamasi dan timbul gejala ISK.
Mekanisme tubuh terhadap invasi bakteri terdiri dari mekanisme
fungsional, anatomis dan imunologis. Pada keadaan anatomi normal,
pengosongan kendung kemih terjadi reguler, drainase urin baik dan pada
saat setiap miksi, urin dan bakteri dieliminasi secara efektif. Pada tingkat
seluler, bakteri dihancurkan oleh lekosit polimorfonuklear dan
komplemen. Maka setiap keadaan yang mengganggu mekanisme
pertahanan normal tersebut dapat menyebabkan risiko terjadinya infeksi.
Pada anak perempuan, ISK kompleks sering terjadi pada usiatoilet
training karena gangguan pengosongan kandung kemih terjadi pada usia
ini. Anak mencoba untuk menahan kencing agar tidak ngompol, dimana
kontraksi otot kandung kemih ditahan sehingga urin tidak keluar. Hal ini
menyebabkan tekanan tinggi, turbulensi aliran urin dan atau pengosongan
kandung kemih yang tidak tuntas, kemudian semuanya akan menyebabkan
bakteriuria.
Gangguan pengosongan kandung kemih dapat terjadi pula pada
anak yang tidak BAK secara teratur. Uropati obstruktif menyebabkan
hidronefrosis yang akan meningkatkan risiko ISK karena adanya stasis
urin. Instrumentasi pada uretra selama VCUG atau kateterisasi yang tidak
steril dapat menginfeksi kandung kemih olehbakteri patogen. Konstipasi
dapat meningkatkan risiko terjadinya ISK karena dapat menyebabkan
gangguan pengosongan kandung kemih. Patogenesis ISK adalah
berdasarkan adanya pili atau fimbrae pada permukaan bakteri. Terdapat 2
tipe fimbrae yaitu tipe I dan tipe II. Fimbrae tipe I terdapat pada seluruh
strain E.Coli. Karena perlekatan pada sel target dapat dihambat oleh D-
Mannose, maka fimbrae ini disebut juga mannose sensitive dan tidak
berperan dalam pielonefritis. Perlekatan fimbrae tipe II tidak dihambat
oleh mannose, sehingga disebut juga Mannoseresistant, fimbrae ini hanya
terdapat pada beberapa strain E. coli. Reseptor fimbriae tipe II adalah
suatu glikospingolipid yang terdapat pada sel uroepitel dan sel darah
merah. Fraksi Gal 1-4 oligosakaridase adalah resptor. Karena fimbrae
tersebut dapat diaglutinasi oleh P blood eritrosit maka disebut sebagai P
fimbrae. Bakteri dengan P fimbrae lebih sering menyebabkan pielonefritis.
Sekitar 76-94% strain pielonefritogenik E. Coli mempunyai P fimbrae,
sedangkan strain sistitis sekitar 19-23%.6,7,8 Infeksi persisten atau
rekuren dari ISK pertama dapat terjadi disebabkan oleh terapi yang tidak
adekuat (misalnya antibiotik yang tidak tepat, lama terapi terlalu pendek
atau dosis kurang tepat). Tetapi selain hal tersebut, merupakan suatu tanda
adanya kelainan yang mendasari di saluran kemih (misalnya batu ginjal,
kista, abses, benda asing) yang menjadi tempat bakteri berkembang biak.
Infeksi rekuren dapat merupakan infeksi baru yang disebabkan bakteri
yang baru dan harus dicurigai adanya kelainan anatomi atau fungsi. 2,4,5
2.6 Diagnosis
Diagnosis1,2,4
a) Anamnesis
Adanya riwayat sering ngompol, muntah, diare, gagal tumbuh,
demam dengan penyebab yang tidak jelas dapat terjadi pada anak dengan
ISK. Informasi mengenai bladder control, pola BAK dan pancaran air
kencing juga penting dalam diagnosis. Gejala poliuri, polidipsi dan
penurunan nafsu makan menunjukkan kemungkinan adanya gagal ginjal
kronik, begitu pula dengan adanya gejala pancaran air kencing lemah,
teraba massa/benjolan atau nyeri pada abdomen, menunjukkan
kemungkinan suatu striktur atau katup uretra. Pada anak sekolah gejala
ISK umumnya terlokalisir pada saluran kemih yaitu disuri, polakisuri dan
urgensi.AAP merekomendasikan untuk mempertimbangkan ISK pada
anak usia 2 bulan hingga 2 tahun yang mengalami demam tanpa sebab
yang jelas.
b) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan teliti dengan tujuan
untuk memeriksa adanya kondisi-kondisi yang dapat menjadi predisposisi
terjadinya ISK. Meliputi pemeriksaan fisik secara umum yang
berhubungan dengan gejala ISK misalnya demam, nyeri ketok sudut
kosto-vertebral atau nyeri tekan supra simfisis, teraba massa pada
abdomen atau ginjal teraba membesar. dan pemeriksaan neurologis
terutama ekstremitas bawah. Pemeriksaan genitalia eksterna yaitu inspeksi
pada orifisium uretra (fimosis, sinekia vulva, hipospsdia, epispadia),
anomali pada penis yang mungkin berhubungan dengan kelainan pada
saluran kemih dan adanya testis yang tidak turun pada prune-
bellysyndrome harus dilakukan. Stigmata kelainan kongenital saluran
kemih lain seperti: arteri umbilikalis tunggal, telinga letak rendah, dan
supernumerary nipples harusdiperhatikan.
c) Pemeriksaan penunjang1,4,6
Laboratorium
Urinalisis sampel urin segar dan tidak disentrifugasi (lekosituria >
5/LPB atau dipstick positif untuk lekosit) dan biakan urin adalah
pemeriksaan yang penting dalampenegakkan diagnosis ISK. Diagnosis
ISK ditegakkan dengan biakan urin yangsampelnya diambil dengan urin
porsi tengah dan ditemukan pertumbuhan bakteri >100.000 koloni/ml urin
dari satu jenis bakteri, atau bila ditemukan > 10.000 koloni tetapidisertai
gejala yang jelas dianggap ISK.4,6 Cara pengambilan sampel lain yaitu
melaluikateterisasi kandung kemih, pungsi suprapubik dan menampung
urin melalui steril collection bag yang biasa dilakukan pada bayi. Akurasi
cara pengambilan urin tersebutmemberikan nilai intepretasi yang
berbeda.12Pemeriksaan darah yang dapat dilakukan selain pemeriksaan
rutin adalah: kadarCRP, LED, LDH dan Antibody Coated Bacteria.
Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sering digunakan untuk
menggantikan urografiintravena sebagai skrining inisial, karena lebih
cepat, non-invasif, aman, tidak mahal, sedikit menimbulkan stres pada
anak, dapat diulang untuk kepentingan monitoring dan mengurangi
paparan radiasi. Dengan pemeriksaan USG dapat terlihat formasi parut
ginjal, tetapi beberapa parut juga dapat luput dari pemeriksaan karena
pemeriksaan USG sangat tergantung dengan keterampilan orang yang
melakukan USG tersebut. Dan pemeriksaan dengan USG saja tidak cukup,
kombinasi dengan pemeriksaan foto polos abdomen dapat membantu
memberikan informasi mengenai ukuran ginjal, konstipasi, spina bifida
occulta, kalsifikasi ginjal dan adanya batu radioopak. Secara teori,
obstruksi dan RVU dapat mudah dideteksi, tetapi kadang-kadang lesi yang
ditemukan dikatakan sebagai kista jinak atau penyakit polikistik apabila
pemeriksaan USG tersebut tidak diikuti dengan pemeriksaan radiologi.
Urogafi Intravena
Urografi intravena adalah pemeriksaan saluran kemih yang paling
sering dilakukan apabila dicurigai adanya refluks atau parut. Dengan
urografi intravena dapat diketahui adanya duplikasi ginjal dan ureter,
dimana sangat sulit dideteksi dengan USG. Kelainan lain yang dapat pula
dideteksi dengan urografi adalah horseshoe kidney dan ginjal/ureter
ektopik. Kekurangan urografi intravena adalah kurang sensitif
dibandingkan Renal Scintigraphy dalam mendeteksi Pyelonephritis dan
parut ginjal. Tingkat radiasi yang tinggi dan risiko dari reaksi kontras juga
menjadi hal yang harus dipertimbangkan.
2.7 Komplikasi
Komplikasi ISK tergantung dari tipe, yaitu ISK tipe sederhana
(uncomplicated) dan tipe berkomplikasi (complicated)3
1. ISK sederhana yaitu non- obstruksi dan bukan perempuan hamil
merupakan penyakit ringan dan tidak menyebabkan akibat lanjut
jangka lama
2. ISK tipe berkomplikasi yaitu ISK selama kehamilan dan ISK
pada diabetes melitus.
2.8 Penatalaksanaan
d. Infeksi saluran kemih (ISK) bawah
Prinsip penatalaksanaan ISK bawah meliputi intake cairan yang
banyak,antibiotik yang adekuat, dan bila perlu terapi simtomatik untuk
alkalinisasi urin:
Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan
antibiotika tunggal, seperti ampisilin 3 gram, trimetroprim 200 mg.
Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis (leukosuria)
diperlukan terapi konvensional selama 5-10 hari
Pemeriksaan mikroskopis urin dan biakan urin tidak diperlukan bila
semua gejala hilang dan tanpa leukosuria.
Reinfeksi berulang (frequent re-infection): (1) Disertai faktor
predisposisi, terapi antimikroba yang intensif diikuti dengan koreksi
faktor resiko.(2)Tanpa faktor predisposisi, terapi yang dapat dilakukan
adalah asupan cairan yang banyak, cuci setelah melakukan senggama
diikuti terapi antimikroba dosis tunggal (misal trimentoprim 200 mg)
Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan
Pasien sindroma uretra akut (SUA) dengan hitung kuman 103-105
memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia memberikan
hasil yang baik dengan tetrasiklin. Infeksi yang disebabkan
mikroorganisme anaerobic diperlukan antimikroba yang serasi (misal
golongan kuinolon).
Antibiotika merupakan terapi utama pada ISK. Hasil uji kultur dan
tes sensitivitas sangat membantu dalam pemilihan antibiotika yang
tepat. Efektivitas terapi antibiotika pada ISK dapat dilihat dari
penurunan angka lekosit urin disamping hasil pembiakan bakteri dari
urin setelah terapi dan perbaikan status klinis pasien. Idealnya
antibiotika yang dipilih untuk pengobatan ISK harus memiliki sifat-
sifat sebagai berikut : dapat diabsorpsi dengan baik, ditoleransi oleh
pasien, dapat mencapai kadar yang tinggi dalam urin, serta memiliki
spektrum terbatas untuk mikroba yang diketahui atau dicurigai.
Pemilihan antibiotika harus disesuaikan dengan pola resistensi lokal,
disamping juga memperhatikan riwayat antibiotika yang digunakan
pasien.
22
23
1. Sudoyo, Aru W, Dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi
IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran UI.
553-557
2. Rani A.A, Soegondo S, Nazir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi. Paduan
Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Jakarta :
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam hal 174
3. Sjahrurachman Agus, Mirawati T.,et al.,2004, Etiologi Dan Resistensi
Bakteri penyebab Infeksi Saluran Kemih Di R.S. Cipto Mangunkusomo
Dan R.S. Metropolitan MedicalCenter Jakarta 2001-2003 dalam Naskah
lengkap the 4th Jakarta Nephrology And Hypertension Course, hal 51-63,
Pernefri 2004, Jakarta.
4. Alatas Husein, 2002, Diagnosa Dan Tatalaksana Infeksi Saluran Kemih
Pada Anak dalam Hot Topics In pediatrics II, Balai Penerbit FKUI
Jakarta. Hal 162-164
5. Price Sylvia, Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC.
6. Purnomo B. dasar dasar urologi. Edisi ke 2. Malang : Fk Brawijaya. 2009
hal 48-49
7. Alatas Husein, 2002, Diagnosa Dan Tatalaksana Infeksi Saluran Kemih
Pada Anak dalam Hot Topics In pediatrics II, pp 162-179, PKB IKA
XLV, Balai Penerbit FKUI Jakarta.
24