Oleh:
Diana Octavina*
G1A219105
Pembimbing:
Pembimbing,
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya
sehingga saya daoat menyelesaikan karya tulis ini. Karya tulis berjudul “Batu Buli
Multipel” ini dibuat dengan tujuan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah di RSUD Raden Mattaher Jambi.
Penulis menyadari bahwa refrat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan refrat ini. Akhir kata dengan segala kekurangan yang ada, penulis
berharap semoga refrat ini dapat bermanfaat terutama kepada pembaca dan
penulis sendiri.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit batu saluran kemih yang selanjutnya disingkat BSK adalah
terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat
dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang
mempengaruhi daya larut substansi. Beberapa faktor risiko terjadinya batu
kandung kemih :obstruksi infravesika, neurogenic bladder, infeksi saluran kemih
(urea-splitting bacteria), adanya benda asing, divertikei kandung kemih. Di
Indonesia diperkirakan insidensinya lebih tinggi dikarenakan adanya beberapa
daerah yang termasuk daerah stone belt dan masih banyaknya kasus batu endemik
yang disebabkan diet rendah protein, tinggi karbohidratdan dehidrasi kronik.1
Batu buli-buli disebut juga batu vesica, vesical calculi, vesical stone,
bladder stone. Batu buli-buli atau vesikolitiasis adalah massa yang berbentuk
kristal yang terbentuk atas material mineral dan protein yang terdapat pada urin.
Batu saluran kemih pada dasarnya dapat terbentuk pada setiap bagian tetapi lebih
banyak pada saluran penampung terakhir. Di negara berkembang batu buli-buli
terbanyak ditemukan pada anak laki-laki pre pubertas. Komponen yang terbanyak
penyusun batu buli-buli adalah garam kalsium. Pada awalnya merupakan bentuk
yang sebesar biji padi tetapi kemudian dapat berkembang menjadi ukuran yang
lebih besar. Kadangkala juga merupakan batu yang mulitipel.2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Buang air kecil (BAK) berwarna kemerahan seperti darah sejak 1 bulan
SMRS
9. Status Neurologis
Motorik :
Superior sinistra : 5 Superior dekstra : 5
Inferior sinistra : 1 Inferior dekstra : 1
Regio suprapubic :
Inspeksi : Kesan datar, warna kulit sama dengan sekitar, tidak
tampak massa tumor, hematom tidak ada, edema tidak ada
Palpasi : nyeri tekan (+), buli teraba, massa tumor (-)
Regio genitalia eksterna
Penis
Inspeksi : warna lebih gelap dari sekitarnya, penis sudah disunat,
OUE diujung penis, hematom (-), udem (-), tumor (-).
Tampak fistel (+) uretrokutan di daerah peno-schrotal
penis posterior
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Scrotum
Inspeksi : warna lebih gelap dari sekitarnya, hematom (-), udem (-),
massa tumor (-).
Palpasi : teraba testis, kesan normal, massa tumor tidak ada, nyeri
tekan tidak ada.
Perineum
Inspeksi : warna sama dengan sekitar, tidak tampak massa tumor,
hematom (-), edema (-)
Palpaso : tidak teraba massa tumor, tidak ada nyeri tekan
Rectal Toucher
Inspeksi : tidak tampak massa
Palpasi : spincter ani tidak kuat mencekik, mukosa licin, ampula
kosong. Prostat teraba menonjol ke arah rectum, ukuran ±
1 cm, konsistensi kenyal, simetris, sulkus medianus masih
dapat teraba, pool superior masih dapat dicapai, nyeri
tekan tidak ada. Massa tumor tidak teraba
Handscoen : feses tidak ada, lender tidak ada, darah tidak ada.
2.5 Pemeriksaan penunjang
2.5.1 Laboratorium ( 12 Juni 2020)
A. Pemeriksaan Darah Rutin :
Tabel 2.1 Hasil pemeriksaan darah rutin
Nilai normal Hasil
GFR 14
Non medikamentosa
➢ Pasang Kateter
➢ Pro operasi Open Vesikolitotomi
➢ Diet makanan lunak Tinggi kalori tinggi protein (TKTP) 2100 kkal
2.11 Prognosis
- Quo et Vitam : Dubia ad bonam
- Quo et Sanastionam : Dubia ad malam
- Quo et Fungtionam : Dubia ad malam
Laboratorium
DR : WBC 25.200, Hgb 7.86% (<<), PLT 485 (>>)
Elektrolit : Natrium 120.6 mmol/L (<<), Kalium 7.57 mmol/L
(>>), Clorida 89.0 mmol/L (<<)
Faal Hepar : SGOT 15, SGPT 5 U/L, protein total 6.5 gr/dl,
Albumin 3.3 gr/dl
GDS : 112 mg/dl
Kesan : Leukositosis, Anemia berat,
16/06/2020 S: BAK warna merah, BAK menetes dibawah kemaluan. Mual
(bangsal) (+), lemas.
O: TD: 120/80 N : 80x/menit RR: 24x/menit T : 36,5
A: Batu buli multiple + fistel uretrokutan + hematuria berulang
+ batu ginjal sinistra + hidronefrosis bilateral + paraphlegia
inferior + retensio urine ec. Neurogenik bladder + Anemia +
hiponatremia + hiperkalemia
P:
➢ IVFD NaCl 0.9% 10 gtt/menit makro
➢ Inj. Cefoperazone 2 x 1 gr IV
➢ inj. Meropenem 2 x 1 gr IV (hari ke 1)
➢ inj. Ranitidin 2 x 50 mg IV
➢ Paracetamol 3 x 500 mg PO
➢ Bic nat tab 3 x 1 PO
➢ Koreksi natrium : IVFD NaCL 0.9% 10 tpm makro
digandeng NaCL 3% 10 tpm makro
➢ pro Trasfusi PRC 2 kolf (1 kolf lagi)
➢ EKG hari ini
➢ Cek Darah rutin, elektrolit, ureum-creatinin ulang
besok pagi
➢ Rencanakan ulang operasi jika KU pasien baik dan
natrium terkoreksi
Laboratorium :
DR : Wbc 25.100 (>>>), Hgb 7.32 % (<<<), Plt 446 (>>)
As. Urat : 22.4 mg/dl (>>>)
Kesan : leukositosis, anemia berat, trombositosis,
hiperurisemia
17/06/2020 S: : BAK warna merah, BAK menetes dibawah kemaluan.
(bangsal) lemas.
O: TD: 120/80 N : 80x/menit RR: 24x/menit T : 36,5
A: Batu buli multiple + fistel uretrokutan + hematuria berulang
+ batu ginjal sinistra + hidronefrosis bilateral + paraphlegia
inferior + retensio urine ec. Neurogenik bladder + Anemia +
hiponatremia + hiperkalemia
P:
Laboratorium :
Faal Ginjal : Ureum 333 (>>>), Creatinin 5.3 (>>>)
Kesan : Uremia
18/06/2020 S: : BAK warna merah, BAK menetes dibawah kemaluan.
(bangsal) lemas.
O: TD: 110/70 N : 80x/menit RR: 24x/menit T : 36,5
Frekuensi urin : 1200 cc/24 jam
A: Batu buli multiple + fistel uretrokutan + hematuria berulang
+ batu ginjal sinistra + hidronefrosis bilateral + paraphlegia
inferior + retensio urine ec. Neurogenik bladder + Anemia
P:
Laboratorium :
DR : Wbc 12.400 (>>), Hgb 8.69 (<<), Hct 25.5 % (<< ), Plt
334
Faal ginjal : Ureum 246 (>>>), Creatinin 4.0 (>>)
Elektrolit : Natrium 132.4, Kalium 3.23 (<), Clorida 100.5
Kesan : leukositosis, anemia sedang, uremia, hipokalemia
ringan
20/06/2020 S: : BAK warna merah, BAK menetes dibawah kemaluan.
(bangsal) Sesak (-), demam (-).
O: TD: 110/70 N : 80x/menit RR: 24x/menit T : 36,5
A: Batu buli multiple + fistel uretrokutan + hematuria berulang
+ batu ginjal sinistra + hidronefrosis bilateral + paraphlegia
inferior + retensio urine ec. Neurogenik bladder + Anemia
P:
Laboratorium :
Faal Ginjal : ureum 173 (>>>), creatinin 3.53 (>>)
Kesan : Uremia
22/06/2020 S: : BAK warna merah, BAK menetes dibawah kemaluan.
(bangsal) Sesak (-), demam (-).
O: TD: 110/70 N : 80x/menit RR: 24x/menit T : 36,5
A: Batu buli multiple + fistel uretrokutan + hematuria berulang
+ batu ginjal sinistra + hidronefrosis bilateral + paraphlegia
inferior + retensio urine ec. Neurogenik bladder + Anemia
P:
Buli-buli merupakan organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor
yang saling beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah
merupakan otot sirkuler, dan yang paling luar adalah longitudinal mukosa vesika
terdiri dari sel-sel transisional yang sama seperti pada mukosa pelvis renalis,
ureter dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus
uretra internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli. Secara
anatomis buli-buli terdiri dari tiga permukaan, yaitu (1) permukaan superior yang
berbatasan dengan rongga peritoneum (2) permukaan inferoinferior dan (3)
permukaan posterior.3,4
Pada saat kosong, buli-buli terdapat di belakang simpisis pubis dan pada
saat penuh berada pada atas simpisis pubis sehingga dapat dipalpasi atau di
perkusi. Buli-buli yang terasa penuh memberikan rangsangan pada saraf afferen
dan menyebabkan aktivasi miksi di medulla spinalis segmen sacral S2-4. Hal ini
akan menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli-buli dan
relaksasi spingter uretra sehingga terjadilah proses miksi.
Batu kandung kemih adalah manifestasi paling umum dari lithiasis saluran
kemih bawah, saat ini terhitung 5% dari semua penyakit batu kemih dan sekitar
1,5% dari penerimaan rumah sakit urologi di negara-negara industri Barat. Kalkuli
kandung kemih di daerah nonendemic biasanya ditemukan pada orang dewasa dan
hampir selalu dikaitkan dengan proses penyakit lain yang mengakibatkan stasis
urin atau pengenalan benda asing. Di daerah endemik, bagaimanapun, kalkuli
kandung kemih sering muncul pada anak-anak di mana tidak terdapat kelainan
anatomi yang berdampingan; di daerah-daerah ini, asupan makanan dan faktor-
faktor sosioekonomi terutama mempengaruhi pembentukan batu kandung kemih.5
a. Faktor Intrinsik
• Herediter (keturunan) → Studi menunjukkan bahwa penyakit batu
diwariskan. Untuk jenis batu umum penyakit, individu dengan riwayat
keluarga penyakit batu memiliki risiko dua kali lipat lebih tinggi menjadi
batu bekas. Ini risiko yang lebih tinggi mungkin karena kombinasi dari
predisposisi genetik dan eksposur lingkungan yang sama (misalnya, diet).
Meskipun beberapa faktor genetik telah jelas berhubungan dengan bentuk
yang jarang dari nefrolisiasis, (misalnya, cystinuria), informasi masih
terbatas pada gen yang berkontribusi terhadap risiko bentuk umum dari
penyakit batu.
• Umur → Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
Untuk pria, insiden mulai meningkat setelah usia 20, puncak antara 40 dan
60 tahun. Untuk wanita, tingkat insiden tampaknya lebih tinggi pada akhir
20-an pada usia 50, sisa yang relatif konstan selama beberapa dekade
berikutnya.
• Jenis Kelamin → Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak
dibandingkan dengan pasien perempuan
b. Faktor Ekstrinsik
• Geografi → Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu
saluran kemih yang lebih tinggi dari pada daerah lain, sehingga dikenal
sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika
Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
• Iklim dan temperatur
• Asupan air → Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran
kemih.
• Diet → Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
• Pekerjaan → Sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk dan kurang aktifitas atau sedentary life
Kalkuli kandung kemih jenis yang biasa ditemui di seluruh dunia Barat
biasanya ditemukan pada pria yang lebih tua dari usia 60 dan biasanya bersamaan
dengan obstruksi saluran kemih bawah, yang mencegah pengosongan kandung
kemih total. Sejak pertengahan tahun 1970-an, insidensi bate kandung kemih
secara keseluruhan tampaknya telah stabil atau menurun di antara laki-laki dan
meningkat sedikit untuk perempuan; kecenderungan ini kemungkinan besar
disebabkan oleh peningkatan ukuran populasi lansia karena usia harapan hidup
memanjang, serta oleh peningkatan keseluruhan dalam jumlah prosedur
genitourinari wanita yang dilakukan setiap tahun.5
Batu kandung kemih dapat timbul de novo di dalam kandung kemih atau
mungkin hasil dari pematangan batu nidi yang bermigrasi dari saluran atas dan
kemudian gagal untuk void secara spontan. Yang terakhir tampaknya jauh lebih
umum daripada yang semula didalilkan, karena hanya 3% hingga 17% pasien
akan melaporkan riwayat kolik ginjal yang mengisyaratkan batu kalkulus dari
saluran atas. Kehilangan kalsium oksalat dalam nukleus sebagian besar batu
kandung kemih lebih lanjut menunjukkan terhadap asal saluran atas. Patogenesis
dan komposisi batu kandung kemih sangat bergantung pada proses patologis yang
memicu dan ada atau tidak adanya infeksi.5
a. Batu Kalsium.3
Batu jenis ini dijumpai lebih dari 80% batu saluran kemih, baik yang
berikatan dengan oksalat maupun fosfat.
b. Batu Struvit
Batu ini disebut juga batu infeksi karena pembentukannya disebabkan oleh
adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab adalah kuman golongan pemecah
urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah pH
urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperi pada reaksi :
Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan
karbonat untuk membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP).
Batu asam urat bentuknya halus dan bulat, sehingga seringkali keluar
spontan. Bersifat radiolusen, sehingga pada pemeriksaan PIV tampak sebagai
bayangan filling defect pada saluran kemih sehingga harus dibedakan dengan
bekuan darah.
B. Pemeriksaan Imaging
• Urografi
Pemeriksaan radiologis yang digunakan harus dapat
memvisualisasikan saluran kemih yaitu ginjal, ureter dan vesika urinaria
(KUB). Tetapi pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hanya dapat
menunjukkan batu yang radioopaque. Batu asam urat dan ammonium urat
merupakan batu yang radiolucent. Tetapi batu tersebut terkadang dilapisi oleh
selaput yang berupa calsium sehingga gambaran akhirnya radioopaque.
Pelapisan adalah hal yang sering, biasanya lapisan tersebut berupa sisa
metabolik, infeksi dan disebabkan hematuri sebelumnya.2
Gambar 3.6. Foto Polos Abdomen
• CT scan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk banyak kasus pada pasien yang nyeri
perut, massa di pelvis, suspect abses, dan menunjukkan adanya batu buli- buli
yang tidak dapat ditunjukkan pada IVP. Batu akan terlihat sebagian batu yang
keruh.7
• MRI
Pemeriksaan ini akan menunjukkan adanya lubang hitam yang
semestinya tidak ada pada buli yang seharusnya terisi penuh, ini
diassosiasikan sebagai batu.7
• Sistoskopi
Pada pemeriksaan ini dokter akan memasukkan semacam alat
endoskopi melalui uretra yang ada pada penis, kemudian masuk kedalam
blader.7
3.12 Penatalaksanaan
a. Konservatif
Terapi ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena
diharapkan batu dapat keluar spontan. Memberikan minum yang berlebihan
disertai diuretik. Dengan produksi air kemih yang lebih banyak diharapkan dapat
mendorong batu keluar dari saluran kemih. Pengobatan simptomatik
mengusahakan agar nyeri, khususnya kolik, yang terjadi menghilang dengan
pemberian simpatolitik. Dan berolahraga secara teratur.
Pengobatan yang efektif untuk pasien yang mempunyai batu asam urat
pada saluran kemih adalah dengan alkalinisasi supaya batu asam yang terbentuk
akan dilarutkan. Pelarutan batu akan terjadi apabila pH urin menjadi lebih tinggi
atau berjumlah 6,2. Sehingga dengan pemberian bikarbonas natrikus disertai
dengan makanan alkalis, batu asam urat diharapkan larut. Potasium Sitrat
(polycitra K, Urocit K) pada dosis 60 mEQ dalam 3-4 dosis perhari pemberian
digunakan untuk terapi pilihan. Tetapi terapi yang berlebihan menggunakan
sediaan ini akan memicu terbentuknya deposit calsium pospat pada permukaan
batu sehingga membuat terapi tidak efektif lagi. Atau dengan usaha menurunkan
produksi kadar asam urat air kemih dan darah dengan bantuan alopurinol, usaha
ini cukup memberi hasil yang baik. Dengan dosis awal 300 mg perhari, baik
diberikan setelah makan.6,7,9
b. Litotripsi
Pemecahan batu telah mulai dilakukan sejak lama dengan cara buta, tetapi
dengan kemajuan tehnik endoskopi dapat dilakukan dengan cara lihat langsung.
Untuk batu kandung kemih, batu dipecahkan dengan litotriptor secara mekanis
melalui sistoskop atau dengan memakai gelombang ultrasonic atau
elektrohidrolik. Makin sering dipakainya gelombang kejut luar tubuh (ESWL =
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) yang dapat memecahkan batu tanpa
perlukaan ditubuh sama sekali. Gelombang kejut dialirkan melalui air ke tubuh
dan dipusatkan di batu yang akan dipecahkan. Batu akan hancur berkeping-keping
dan keluar bersama kemih.7
• Elektrohidrolik (EHL);
Merupakan salah satu sumber energi yang cukup kuat
untukmenghancurkan batu kandung kemih. Dapat digunakan
bersamaandengan TUR-P.
Masalah timbul bila batu keras maka akan memerlukan waktu yang
lebihlama dan fragmentasinya inkomplit.EHL tidak dianjurkan pada kasus
batu besar dan keras.Angka bebas batu: 63-92%.Penyulit: sekitar 8%,
kasus ruptur kandung kemih 1,8%.Waktu yang dibutuhkan: ± 26 menit.
• Ultrasound;
Litotripsi ultrasound cukup aman digunakan pada kasus batu
kandungkemih, dapat digunakan pada batu besar, dapat menghindarkan
daritindakan ulangan dan biaya tidak tinggi.Angka bebas batu : 88%
(ukuran batu 12-50 mm).Penyulit: minimal (2 kasus di konversi).Waktu
yang dibutuhkan : ± 56 menit.
• Laser;
Yang digunakan adalah Holmium YAG. Hasilnya sangat baik pada kasus
batu besar, tidak tergantung jenis batu.Kelebihan yang lain adalah masa
rawat singkat dan tidak ada penyulit.Angka bebas batu : 100%.Penyulit:
tidak ada. Waktu yang dibutuhkan : ± 57 menit.
• Pneumatik;
Litotripsi pneumatik hasilnya cukup baik digunakan sebagai terapi batu
kandung kemih. Lebih efisien dibandingkan litotripsi ultrasound dan EHL
pada kasus batu besar dan keras. Angka bebas batu: 85%.Penyulit: tidak
ada.Waktu yang dibutuhkan: ±57 menit.
c. Terapi pembedahan
Terapi bedah digunakan jika tidak tersedia alat litotriptor, alat gelombang
kejut atau bila cara non bedah tidak berhasil. Walaupun demikian kita harus
memerlukan suatu indikasi. Misalnya apabila batu kandung kemih selalu
menyebabkan gangguan miksi yang hebat sehingga perlu diadakan tindakan
pengeluarannya. Litotriptor hanya mampu memecahkan batu dalam batas ukuran
3 cm kebawah. Batu diatas ukuran ini dapat ditangani dengan batu kejut atau
sistolitotomi.
3.13 Pencegahan
• Diuresis yang adekuat
Untuk mencegah timbulnya kembali batu maka pasien harus minum
banyak sehingga urin yang terbentuk tidak kurang dari 1500 ml.
ANALISIS KASUS
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kulit pucat dan konjungtiva mata kiri
dan kanan anemis, pada pemeriksaan abdomen diketahui terdapat nyeri tekan
epigastrium dan suprapubis. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan paraphlegia
ekstremitas inferior dengan kekuatan motorik inferior 0000/0000. Pada status
urologi ditemukan nyeri ketok sudut CVA (+/+), nyeri tekan pada region
suprapubik, tampak fistel (+) uretrokutan di daerah peno-schrotal penis posterior,
pada pemeriksaan rectal toucher diketahui spincter ani tidak kuat mencekik.
Pada hasil USG pasien, selain ditemukan kesan batu buli multiple,
didapatkan kesan batu ginjal sinistra dan hidronefrosis bilateral. Berdasarkan
teori, pasien dengan batu buli lebih mungkin memiliki riwayat batu ginjal dan
gout dibandingkan pasien tanpa batu buli. Pada pasien batu buli terdapat kadar
asam urat urine yang tinggi, pH urine dan kadar magnesium urine yang rendah.12
Akhirnya, pasien didiagnosis akhir dengan Batu buli multipel dengan fistel
uretrokutan dan hematuria berulang. Sementara, diagnosis sekunder pasien adalah
Batu ginjal (sinistra) + Hidronefrosis bilateral + Chronic Kidney Disease / CKD
stage V + Anemia + Hiperkalemia + Hiponatremia + Paraphlegia inferior.
Batu buli-buli atau vesikolitiasis adalah masa yang berbentuk kristal yang
terbentuk atas material mineral dan protein yang terdapat pada urin. Batu saluran
kemih pada dasarnya dapat terbentuk pada setiap bagian tetapi lebih banyak pada
saluran penampung terakhir.
Menurut Smeltzer bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi, statis
urin dan periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan
metabolisme kalsium).Batu buli-buli dapat bersifat single atau multiple dan sering
berlokasi pada divertikel dari ventrikel buli-buli dan biasanya berukuran besar
atau kecil sehingga menggangu kerja dari vesika.
DAFTAR PUSTAKA
1. Schwartz BF, Stoller ML.: The vesical calculus. Ural Clin North Am
2000;27(2):333-346.
2. Wim de Jong. Bab 3 : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC. 2005
3. Shires, Schwartz. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Ed-6. Jakarta : EGC,
2000. 588-589.
4. Norton JA, Barie PS, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, et al.
Surgery Basic Science and Clinical Evidence 2nd edition. Springer: 2008. p.
2185-6.
5. Wein, A., R. Kavoussi, et al. Campbell-Walsh’s Urology. 10th edition.
Philadelphia, WB Saunders. 2007: 1291-1295
6. Sabiston, David C, dr. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC. 1995
7. Pearle, S, Margaret. Urolithiasis Medical and Surgical Management. USA :
Informa healthcare, 2009. 1-6
8. Reilly, R.F. 2000. The Patient with Renal Stones in Schrier, R.W., (eds).
Manual of Nephrology. 5th ed., Lippincolt, William and Willkins,
Philadelphia, pp : 81-90.
9. Purnomo, B, Basuki. Dasar-dasar Urologi. Ed-2. Jakarta : CV.Sagung Seto,
2009. 57-68
10. Razvi HA, SongTY, Denstedt JD: Management of vesical calculi: Comparison
of lithotripsy devices. J Endourol 1996;10:559-563.
11. Bhatia V, Biyani VG: Vesical lithiasis: Open surgery vs. cystolithotripsy vs.
extracorporeal shock wave lithotripsy. J Urol 1994;151:660-662.
12. Rasyid Nur, Duarsa Gede Wirya Kusuma, Atmoko Widi (editor). Panduan
Penatalaksanaan Klinis Batu Saluran Kemih Edisi Pertama. Ikatan Ahli
Urologi Indonesia (IAUI). Jakarta; 2018
13. Sigumonrong Yacobda H, Santoso Adi, Tarmono, JP Widodo. Perbedaan
Angka Kejadian Fistel Ureterokutan pada Penggunaan Kateter Uretra dan
Kateter Suprapubik dengan Stent Setelah Operasi Hipospadia. JURI. 2009;
16(2) : hal 53-57
14. Pertiwi Genoveva Maditias Dwi, Berawi Kharunnisa. Diagnosis dan
Tatalaksana Trauma Medula Spinalis. J Medula Unila. 2017; 7 (2)