Anda di halaman 1dari 7

Berat Badan Lahir Rendah, Prematuritas, dan Pre-Eklampsia sebagai

Faktor Risiko Asfiksia Neonatal


ABSTRAK

Latar Belakang : Asfiksia neonatorum adalah kondisi bayi yang tidak bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Kondisi ini disertai dengan hipoksia,
hiperkapnia, dan berakhir dengan asidosis. Asfiksia dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan kerusakan otak dan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor risiko asfiksia di Rumah Sakit Nganjuk, Jawa Timur.

Subjek dan Metode : Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan
desain case control. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Nganjuk, Jawa Timur, pada
bulan Juli 2018. Total Sampel adalah 150 neonatus dipilih dengan teknik fixed disease,
yang terdiri dari 50 neonatus dengan asfiksia dan 100 neonatus tanpa asfiksia. Variabel
dependen adalah asfiksia. Variabel independen adalah berat badan lahir rendah,
kelahiran prematur, dan pre eklampsia. Data diperoleh dari rekam medis dan dianalisis
dengan regresi logistik berganda.

Hasil : Risiko asfiksia meningkat dengan berat badan lahir rendah (OR = 2,58; 95% CI
= 3,80 hingga 46,15; p <0,001), kelahiran prematur (OR = 1,27; 95% CI = 1,23 hingga
10,25; p = 0,019), dan pre-eklampsia (OR = 3,74; 95% CI = 12,54 hingga 141,05; p
<0,001).

Kesimpulan : Risiko asfiksia meningkat dengan berat badan lahir rendah, kelahiran
prematur, dan pre-eklampsia.

Kata kunci : asfiksia, neonatus, berat badan lahir rendah, prematur, preeklamsia

LATAR BELAKANG

Asfiksia adalah kegagalan bernapas spontan dan teratur saat lahir atau segera
setelah lahir (Prambudi, 2013). Transisi dari kehidupan janin intrauterin ke kehidupan
bayi di luar rahim menunjukkan adanya perubahan. Kegagalan untuk menurunkan
resistensi vaskular pulmonal menyebabkan hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru
lahir, aliran darah pulmoner yang tidak adekuat dan hipoksemia relatif. Ekspansi paru
yang tidak adekuat menyebabkan kegagalan pernapasan (Kosim, 2014).
Kematian bayi dapat disebabkan oleh asfiksia. Angka kematian bayi (AKB) di
ASEAN menempati urutan kedua tertinggi dengan 142 per 1.000 setelah Afrika.
Indonesia adalah negara dengan angka kematian bayi yang tinggi dan berada di
peringkat ke-5 di ASEAN (WHO, 2015).

AKB yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik di Provinsi Jawa Timur pada
2012 adalah 28,31 per 1.000 kelahiran hidup. 27,38% kematian neonatal disebabkan
oleh asfiksia (Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2012). Sepanjang 2014 di Kabupaten
Nganjuk, angka kematian neonatal adalah 131 kasus atau 8 per 1.000 kelahiran hidup
dengan 25.146 kelahiran. Penyebab kematian neonatal (0-28 hari) di Kabupaten
Nganjuk sebagian besar disebabkan oleh BBLR, asfiksia, kelainan kongenital dan
infeksi. (Dinas Kesehatan Nganjuk, 2014). Insidensi asfiksia di Rumah Sakit Daerah
Nganjuk pada 2017 adalah 162 kasus (4,24%) dari 1.011 bayi yang lahir (Dinas
Kesehatan Nganjuk, 2017).

Bayi prematur berisiko mengalami komplikasi asfiksia karena pembentukan


organ vital yang tidak lengkap dan kurangnya kemampuan organ pernapasan bayi untuk
menjalankan fungsinya. Pre-eklampsia adalah salah satu faktor predisposisi untuk
insufisiensi plasenta yang dapat menyebabkan hipoksia ante dan intrapartum,
pertumbuhan janin terhambat dan persalinan preterm (Muslihatun, 2010).

Komplikasi dapat terjadi karena asfiksia termasuk hipoksia, hiperkapnia dan


asidosis metabolik (Muslihatun, 2010). Asfiksia neonatal menyebabkan morbiditas dan
mortalitas. Insidensi mortalitas adalah 20% dan kecacatan neurologis diperkirakan
sekitar 25% (Antonucci et al, 2014). Selain itu, asfiksia juga dapat menyebabkan
kelainan fisik dan perkembangan mental, seperti cerebral palsy, retardasi mental,
epilepsi, dan ketidakmampuan belajar (Mohan et al, 2013).

Bantuan persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki


pengetahuan dan keterampilan mengenai manajemen Asfiksia pada bayi baru lahir
merupakan upaya untuk mengurangi kejadian asfiksia. Sebagai upaya pencegahan,
petugas kesehatan memberikan motivasi dan edukasi tentang pentingnya asupan nutrisi,
mendeteksi dan menghindari risiko asfiksia neonatal bagi wanita hamil untuk
mengurangi kejadian asfiksia neonatal. Khusus untuk wanita hamil yang mengalami
komplikasi kehamilan, perlu untuk mempersiapkan proses persalinan yang
meminimalkan risiko asfiksia neonatal (Rukiyah, 2012). Gerdaristi (Gerakan
Pendampingan Ibu Hamil dan Bayi Risiko Tinggi) pada wanita hamil adalah salah satu
upaya Kabupaten Nganjuk dalam mengurangi kejadian asfiksia neonatal (Dinas
Kesehatan, 2017).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh berat badan lahir
rendah, prematur, pre-eklampsia, dengan asfiksia neonatal di Rumah Sakit Nganjuk,
Jawa Timur.

SUBJEK DAN METODE

1. Desain Studi
Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan desain case control.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Nganjuk, Jawa Timur, pada bulan Juli 2018.

2. Studi Populasi dan Sampel


Populasi penelitian adalah semua bayi di ruang neonatal, Rumah Sakit Nganjuk, dari
Januari hingga Desember 2017. Total Sampel adalah 150 bayi dipilih dengan teknik
fixed disease sampling, mengikutkan 50 bayi dengan asfiksia dan 100 neonatus tanpa
asfiksia.

3. Variabel Studi
Variabel dependen adalah asfiksia neonatal. Variabel independen adalah berat badan
lahir rendah, prematur, dan pre-eklampsia

4. Definisi Operasional Variabel


Asfiksia neonatorum didefinisikan sebagai kondisi dimana bayi yang lahir
mengalami kesulitan bernapas dengan skor APGAR kurang dari 7 dalam 5 menit
pertama. Hasil pengukuran dibagi menjadi dua: a) asfiksia adalah jika nilai APGAR
adalah ≤ 6 dalam 5 menit pertama dengan kode "1" dan b) bukan asfiksia jika nilai
APGAR > 6 dalam 5 menit pertama dengan kode "0". Data diambil dari rekam medis.
Skala pengukuran kontinu.

Berat badan lahir rendah (BBLR) didefinisikan sebagai bayi yang lahir dengan
berat badan lahir kurang dari 2500 gram. Data diambil dari rekam medis. Skala
pengukuran kontinu, tetapi untuk tujuan analisis data, skala diubah menjadi dikotomi,
berkode 0 untuk berat badan lahir normal dan 1 untuk BBLR.

Prematur didefinisikan sebagai bayi yang lahir pada kehamilan < 37 minggu.
Data diambil dari rekam medis. Skala pengukuran kontinu, tetapi untuk tujuan analisis
data, skala diubah menjadi dikotomis, kode 0 untuk prematur dan 1 untuk normal.

Pre eklampsia didefinisikan sebagai suatu kondisi ketika bayi lahir dari ibu
dengan preeklampsia atau eklampsia. Data diambil dari rekam medis. Skala pengukuran
adalah kategoris, kode 0 untuk tidak mengalami pre eklampsia dan 1 untuk pre
eklampsia.

5. Analisis Data
Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Analisis multivariate
dilakukan dengan analisis regresi logistik berganda.

6. Etika Penelitian
Etika penelitian termasuk informed consent, anonimitas, kerahasiaan, dan izin etis.

HASIL PENELITIAN

1. Analisis Univariat
Hasil analisis univariat ditunjukkan pada tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa bayi
dengan berat badan lahir rendah adalah 70 (46,7%). Jumlah bayi dengan kelahiran
prematur adalah 53 (35,3%). Jumlah bayi dengan pre-eklampsia adalah 56 (37,3%).

Tabel 1. Hasil analisis univariat

Variabel n %
Asfiksia
Ya 50 33,3
Tidak 100 66,7
Berat Badan Lahir Rendah
BBLR 70 46,7
BBL Normal 80 53,3
Prematuritas
Prematur 53 35,3
Tidak Prematur 97 64,7
Pre-eklampsia
Pre-eklampsia 56 37,3
Non Pre-eklampsia 94 62,7
2. Analisis Bivariat
Data dianalisis dengan Chi-square untuk mengamati hubungan antara BBLR, preterm,
dan pre-eklampsia dengan asfiksia neonatal. Hasil analisis bivariat dapat dilihat pada
tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis bivariate pada faktor risiko asfiksia neonatal

3. Analisis Multivariat
Hasil analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik berganda dapat dilihat
pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara BBLR,
kelahiran prematur, dan pre eklampsia pada kejadian asfiksia neonatal. Tabel 3
menunjukkan bahwa risiko asfiksia neonatal meningkat dengan BBLR (OR = 2,58; 95%
CI = 3,80 hingga 46,15; p <0,001), kelahiran prematur (OR = 1,27; 95% CI = 1,23
hingga 10,25; p = 0,019), pre eklampsia (OR = 3,74; 95% CI = 12,54 hingga 141,05; p
<0,001).

Tabel 3. Hasil analisis regresi logistic berganda pada faktor risiko asfiksia
neonatal

DISKUSI

1. Pengaruh BBLR pada Asfiksia Neonatal


Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh BBLR terhadap kejadian
asfiksia neonatal yang signifikan secara statistik. Bayi yang lahir dengan BBLR akan
meningkatkan risiko asfiksia neonatal dibandingkan bayi yang tidak mengalami BBLR
(OR = 2,58; 95% CI = 3,80 hingga 46,15; p <0,001). Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian oleh Purwaningsih et al. (2018) yang menyatakan bahwa BBLR
meningkatkan risiko asfiksia neonatal sebesar 4,45 kali.
Proverawati dan Atika (2010) menyatakan bahwa bayi dengan berat badan lahir
rendah (BBLR) lebih cenderung memiliki masalah dengan sistem tubuh, karena kondisi
tubuh yang tidak stabil. Salah satu dampak BBLR adalah asfiksia pada bayi yang dapat
menyebabkan dampak jangka pendek dan jangka panjang pada kesehatan bayi. Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Momeni et al. (2017) menyatakan bahwa persalinan
prematur memiliki risiko BBLR sebesar 22,6 kali. BBLR meningkatkan risiko asfiksia
neonatal.
Penelitian ini sejalan dengan Aslam et al. (2014) dan Jebessa et al. (2018) yang
menyatakan bahwa BBLR memiliki risiko asfiksia neonatal. Bayi yang lahir dengan
BBLR memiliki sedikit surfaktan di dalam alveolus. Fungsi surfaktan mengurangi
tekanan permukaan paru-paru dan membantu menstabilkan dinding alveolar sehingga
tidak ada kolaps pada akhir pernafasan (Maryunani, 2009).

2. Pengaruh Prematuritas pada Asfiksia Neonatal


Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh prematuritas terhadap
kejadian asfiksia neonatal yang bermakna secara statistik. Bayi yang lahir prematur
lebih cenderung mengalami asfiksia dibandingkan bayi yang tidak prematur (OR =
1,27; 95% CI = 1,23 hingga 10,25; p = 0,019). Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Aminah dan Wahyu (2016) yang menyatakan bahwa
prematur meningkatkan risiko asfiksia neonatal sebesar 11,97 kali.
Manuaba (2008) menyatakan bahwa bayi prematur adalah salah satu penyebab
asfiksia. Menurut Indrayani (2013), asfiksia terjadi pada bayi prematur karena
kurangnya kemampuan organ respiratori bayi dalam melakukan fungsinya.
Penelitian ini sejalan dengan Purwa-ningsih et al. (2018) yang menyatakan
bahwa prematur meningkatkan risiko asfiksia sebesar 4,83 kali. Hasil penelitian oleh
Utomo (2014) menyatakan bahwa prematur memiliki pengaruh pada kejadian asfiksia.
Bayi prematur memiliki paru-paru yang belum matang sehingga pernafasannya tidak
berjalan dengan baik. Sebuah studi yang dilakukan oleh Momeni et al. (2017)
menyatakan bahwa persalinan prematur meningkatkan risiko asfiksia neonatal.

3. Pengaruh Pre-eklampsia pada Asfiksia Neonatal


Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pre-eklampsia terhadap
kejadian asfiksia neonatal yang bermakna secara statistik. Pre-eklampsia akan
meningkatkan risiko asfiksia daripada non pre-eklampsia (OR = 3,74; 95% CI = 12,54
hingga 141,05; p <0,001). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Rachmawati dan Ningsih (2015) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan
antara riwayat kebidanan yang buruk dan kejadian asfiksia.
Ibu yang mengalami pre eklampsia cenderung melahirkan bayi asfiksia.
Disfungsi endotel akan menyebabkan gangguan keseimbangan pada kadar hormon
vasokonstriktor dan vasodilator (Cunningham, 2016).
Vasokonstriksi vaskular mengakibatkan kurangnya suplai darah ke plasenta
yang menyebabkan hipoksia pada fetus. Konsekuensi lebih lanjut dari hipoksia fetus
adalah gangguan pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida sehingga terjadi
asfiksia neonatal (Winkjosastro, 2007).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Indah dan Apriliana (2016)
yang menyatakan bahwa pre-eklampsia yang ditandai dengan tekanan darah tinggi
menyebabkan penurunan penghantaran darah ke plasenta. Mengurangi pasokan oksigen
dan makanan untuk bayi dapat menyebabkan asfiksia neonatal. Sebuah penelitian oleh
Jebessa et al. (2018) menyatakan bahwa riwayat kebidanan yang buruk memiliki risiko
meningkatkan kejadian asfiksia neonatal sebesar 3,76 kali dibandingkan riwayat
kebidanan yang baik.

Anda mungkin juga menyukai