Anda di halaman 1dari 26

CLINICAL REPORT SESSION

Oleh :
Nabilah Haptriani
G1A219116

Pembimbing :
dr. Lailan Gusti, Sp.KFR

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JAMBI
BAGIAN REHABILITAS MEDIK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER
PROVINSI JAMBI
2021
LEMBAR PENGESAHAN
CASE REPORT SESSION (CRS)

FRAKTUR FEMUR DEXTRA

Oleh:
Nabilah Haptriani
G1A219116

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN REHABILITAS MEDIK
RUMAH SAKIT UMUM PENDIDIKAN RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
JAMBI

Jambi, Juni 2021


Pembimbing

dr. Lailan Gusti, Sp,KFR


KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
HidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report Session yang
berjudul “Elbow Joint Stiffness Sinistra”. Penulisan Case Report Session ini
dibuat dan disusun untuk mermenuhi dan melengkapi syarat menjalani
kepanitraan klinik senior di bagian Rehabilitasi Medik RSUD Raden Mattaher
Jambi.
Dalam pembuatan dan penulisan Case Report Session ini, penulis banyak
menerima bantuan oleh berbagai pihak, baik berupa saran, masukan serta
bimbingan. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima
kasih kepada dr.Lailan Gusti, Sp. KFR atas bimbingan yang diberikan sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas Case Report Session ini serta kepada semua
pihak yang telah membantu.
Penulis menyadari, tugas Case Report Session ini masih jauh dari sempurna
dan masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, segala saran maupun
kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki dan
menyempurnakan penulisan Case Report Session. Terlepas dari segala
kekurangan yang ada, semoga tugas Case Report Session ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Jambi, Juni 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gerakan siku sangat penting untuk fungsi ekstremitas atas untuk memposisikan
tangan di ruang bebas. Sendi siku berfungsi sebagai penghubung antara lengan atas
dan lengan bawah. Sendi ini memposisikan tangan di ruang bebas, memungkinkan
lengan bawah bertindak sebagai tuas dalam mengangkat dan membawa, dan
memberikan presisi dalam pekerjaan rantai kinetik terbuka dan tertutup. Oleh karena
itu, bahkan pembatasan ringan dari jangkauan siku dapat secara signifikan mengurangi
kemampuan tangan untuk mencapai tujuannya, dengan masalah yang diperparah oleh
fakta bahwa sendi-sendi lain di ekstremitas atas tidak dapat mengkompensasi kerugian
ini.
Sayangnya, sendi siku rentan terhadap kekakuan mengikuti banyak etiologi
traumatis dan atraumatik. Kekakuan siku dapat didiagnosis dengan riwayat lengkap
dan pemeriksaan fisik, dilengkapi dengan studi pencitraan yang sesuai. Elbow stiffness
sulit diobati , dan dengan demikian, pencegahannya sangat penting. Ketika pendekatan
ini gagal, non-operatif diikuti dengan modalitas pengobatan operatif harus dilakukan.
Pada presentasi awal pada mereka yang memiliki kontraktur minimal dengan durasi 6
bulan atau kurang, splinting statis dan dinamis, casting serial, gerakan pasif terus
menerus, terapi okupasi / fisik, dan manipulasi adalah modalitas pengobatan non-
operatif yang dapat dicoba.
Di masa depan, upaya untuk mencegah dan mengobati kekakuan siku dapat
menargetkan mekanisme sains dasar yang terlibat. Siku adalah sendi engsel sinovial
yang sangat terbatas, tidak toleran terhadap trauma, dengan kecenderungan kekakuan
dan degenerasi yang tinggi. Artikulasi antara trochlea dan capitellum humerus dengan
takik troklear dari ulna dan kepala radial, masing-masing, adalah dasar tulang dari
sendi siku. Batas jaringan lunak sendi siku adalah kapsul artikular, yang paling lemah
di anterior dan posterior tetapi memiliki kompleks ligamen lateral dan medial yang
jelas.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 48 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : Bayung Lencir
2.2 ANAMNESIS
Autoanamesis diperoleh dari pasien sendiri pada saat kontrol ke poli tanggal 18
Juni 2021.
Keluhan Utama :
Pergerakan lengan kiri terbatas dan terasa nyeri setelah jatuh terpeleset ± 6
bulan SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :


Enam bulan SMRS os jatuh terpeleset di lantai rumah dengan posisi tangan kiri
menahan badan lalu tangan terasa nyeri dan biru, os setelah jatuh tidak mencoba untuk
menggerakkan tangannya dan langsung dibawa ke tukang urut, di urut kira kira sudah
3 kali dan dilakukan pembebatan selama 1 bulan lebih. Setelah pembebatan tersebut
dibuka os mengeluhkan lengan tidak bisa ditekuk dan menggerakkan lengan ke atas
terbatas dan juga terasa nyeri, nyeri dirasakan hanya terbatas pada lengan kiri tidak
menjalar ke bagian lain. Os bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga sehingga karena hal
tersebut kegiatan os sehari- hari menjadi terganggu seperti tidak bisa mencuci baju,
tidak bisa mencuci piring, memakai pakaian sendiri, tidak bisa mandi sendiri dan
kegitan lainnya
Riwayat Hipertensi

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat penyakit Hipertensi, Diabetes, Asam Urat disangkal
- Riwayat alergi obat disangkal

Riwayat Penyakit keluarga dan lingkungan :


- Riwayat serupa di keluarga disangkal

Riwayat Kebiasaan
- Riwayat Merokok (+)

Riwayat Sosial dan Ekonomi


Penderita adalah pensiunan guru. Penderita tinggal dengan keluarganya.

Riwayat Penyakit yang Pernah diderita :


- Faringitis : disangkal - Malaria : disangkal
- Bronkitis : disangkal - Polio :disangkal
- Penumonia : disangkal - Demam typoid : disangkal
- Morbili : disangkal - Disentri : disangkal
- Pertusis : disangkal - Reaksi Obat :disangkal
- Meningitis : disangkal

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : CM, kesan gizi baik
Berat badan : 81 kg
Tinggi Badan : 161cm
Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit, reguler, teraba kuat, simetris
Laju pernapasan : 24x/menit, reguler
Suhu : 36,70 C

Kulit : sawo matang , lembab, tidak ada kelainan kulit


Kepala : Bentuk normocephal, rambut hitam sukar dicabut
Mata :conjungtiva anemis (-/-), skelra ikterik (-/-), air mata (+/+), reflek
cahaya (+/+), pupil isokor (+/+), mata cekung (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Mulut :sianosis(-), mukosa basah (+), bibir kering (-)
Telinga : sekret (-), serumen (-), mastoid pain (-), tragus pain (-)
Tenggorok : Uvula ditengah, mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher : KGB dalam batas normal
Thorax
Bentuk : Normochest
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictur cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
Kiri atas : SIC II linea para sternalis sinistra
Kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dextra
Kiri bawah : SIC V linea mediclavicularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, galop(-), murmur (-)
Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan=kiri, retraksi (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus raba dada kanan=kiri
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
Batas paru hepar : SIC VI dextra
Batas paru lambung : spasium intercostal VII Sinistra
Redup relatif : batas paru hepar
Redup absolut : hepar
Auskultasi :suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : BU (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor kulit
baik

Ekstremitas
Superior : akral hangat, oedema (-), sianosis ujung jari (-), CRT<2 detik
Inferior : akral hangat, oedema (-), sianosis ujung jari (-), CRT<2 detik, terdapat
bekas operasi di regio femur dextra.

Status Lokalis
Ekstremitas Inferior :
Regio Femur dextra
Look : tampak luka bekas operasi sepanjang 20cm (+)
Feel : Nyeri tekan (+), pulsasi a.dorsalis pedis (+), udem (-)
Movement : ROM terbatas karena nyeri

PERHITUNGAN STATUS GIZI


Secara Klinis
Nafsu makan : baik
Kepala : rambut jagung (-), susah dicabut (+)
Mata : CA (-/-), SI (-/-), strabismus (-/-)
Mulut : bibir kering dan pecah-pecah (-)
Ekstremitas : piting oedem (-)
Status gizi secara klinis : kesan gizi baik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan CT Scan Elbow Sinistra pada 14 Juni 2021

Kesan : Tidak tampak fraktur dan dislokasi Elbow


DIAGNOSA
Elbow Joint Stiffness Sinistra
PROBLEM REHABILITASI MEDIK
- Impairment : Gangguan pada elbow joint, M. Biceps brachii, M.
Brachialis, M. Brachioradialis
- Disability : tidak mampu melakukan pekerjaan rumah tangga, tidak
mampu mandi sendiri, tidak mampu menggunakan pakaian sendiri
- Handicap :-

GOAL
- Mampu memenuhi ROM functional
- Mencegah deformitas lebih lanjut
- Mencegah Komplikasi

PLANNING REHABILITASI
- Infrared pada elbow joint
- Melakukan Excercise pada ekstremitas superior
- Latihan isometrik otot biceps, otot brachioradialis
- Latihan penguatan otot ekstermitas superior
- Latihan ROM aktif pada ekstremitas superior sinistra
- Memberikan edukasi pada penderita untuk berobat dan latihan secara teratur
- Memberikan edukasi kepada keluarga dan pihak kesatuan tentang kondisi
penderita
ICF
Elbow joint stiffness

Body Functions & Structure


- Mobillity of Joint Function (B710) Participation
- Function of the joints and bones, and other - Tidak bisa melakukan pekerjaan
specified (b729) rumah (D640)
- Muscle of Power functions
- Structure of upper exrrimmity
- Additional of musculoskeletal structures
related to movement (s770)

Activity Limitation
- Lifting and carrying object (D430)
Washing oneself (d250
Doing Housework (d640)

Environmental factors
Personal factors
-
- Perempuan usia 48 tahun
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Elbow


Struktur ini terdiri dari dua artikulasi terpisah:
- Takik troklear ulna dan troklea humerus
- Kepala radius dan kapitulum humerus
Sendi radioulnar proksimal ditemukan dalam kapsul sendi siku yang sama, tetapi sebagian
besar sumber menganggapnya sebagai artikulasi terpisah.

Gambar 3.1 Anterior and posterior views of the articulations of the elbow joint

Seperti semua sendi sinovial, sendi siku memiliki kapsul yang menutupi sendi. Ini sendiri
kuat dan berserat, memperkuat sendi. Kapsul sendi menebal secara medial dan lateral untuk
membentuk ligamen kolateral, yang menstabilkan gerakan fleksi dan ekstensi lengan.
Bursa adalah kantung membran berisi cairan sinovial. Ini bertindak sebagai bantalan
untuk mengurangi gesekan antara bagian-bagian sendi yang bergerak, membatasi kerusakan
degeneratif. Ada banyak bursa di siku, tetapi hanya sedikit yang memiliki kepentingan klinis
clinical :
 Intratendinous – terletak di dalam tendon triceps brachii.
 Subtendinous – antara olecranon dan tendon triceps brachii, mengurangi gesekan
antara dua struktur selama ekstensi dan fleksi lengan.
 Bursa subkutan (olecranon) – antara olecranon dan jaringan ikat di atasnya (terlibat
dalam olecranon bursitis).
Ligamen
Kapsul sendi siku diperkuat oleh ligamen medial dan lateral, Ligamentum kolateral radial
ditemukan di sisi lateral sendi, memanjang dari epikondilus lateral, dan menyatu dengan
ligamen annular radius (ligamen dari sendi radioulnar proksimal). Ligamentum kolateral ulnaris
berasal dari epikondilus medialis, dan melekat pada prosesus koronoideus dan olekranon ulna.
Neurovaskularisasi
Suplai arteri ke sendi siku berasal dari anastomosis cubiti, yang meliputi cabang rekuren dan
kolateral dari arteri brakialis dan arteri brakialis profunda.
Suplai sarafnya disediakan oleh saraf median, muskulokutaneus dan radial di anterior, dan
saraf ulnaris di posterior.
Orientasi tulang yang membentuk sendi siku menghasilkan sendi sinovial tipe engsel, yang
memungkinkan ekstensi dan fleksi lengan bawah:
Ekstensi – trisep brachii dan anconeus
Fleksi – brachialis, biseps brachii, brachioradialis
Catatan - pronasi dan supinasi tidak terjadi di siku - mereka diproduksi di sendi radioulnar
terdekat.
Orientasi tulang yang membentuk sendi siku menghasilkan sendi sinovial tipe engsel, yang
memungkinkan ekstensi dan fleksi lengan bawah:
Pergerakan Sendi
Ekstensi – trisep brachii dan anconeus
Fleksi – brachialis, biseps brachii, brachioradialis
pronasi dan supinasi tidak terjadi di siku - mereka diproduksi di sendi radioulnar terdekat.
3.2 Elbow Joint Stiffness
3.2.1 Definisi
Elbow Joint Stiffness adalah masalah umum setelah trauma sendi, menyebabkan
gangguan fungsional ekstremitas atas. Tingkat keparahan disfungsi tergantung pada sifat
trauma awal dan pengobatan yang digunakan. Evaluasi klinis yang tepat dan pemeriksaan
pelengkap sangat penting untuk perencanaan terapeutik.
3.2.2 Etiologi
Myositis ossificans (MO) sering menjadi penyebab kekakuan siku setelah cedera atau
operasi. Sekitar 3% dislokasi siku sederhana dan hingga 20% dislokasi fraktur siku
diperumit oleh MO. Sekitar 5% -10% cedera kepala terisolasi berkembang menjadi MO di
sekitar siku. Pasien yang mengalami cedera kepala dan cedera siku berkembang menjadi
MO di 76%-89% kasus.
Luka bakar menyebabkan MO dalam proporsi tingkat keparahannya. Faktor risiko
tambahan termasuk artroskopi siku, perbaikan bisep distal dua sayatan, beberapa operasi
dalam 7-14 hari trauma, predisposisi genetik, tingkat keparahan trauma yang lebih tinggi,
pendekatan bedah, dan pembentukan hematoma. Bauer et al. mengaudit kasus mereka dan
menemukan bahwa osifikasi heterotopik (HO) yang relevan secara klinis terjadi pada 7%
kasus trauma siku ketika tidak ada profilaksis terhadap HO yang digunakan pada saat
operasi. Secara klinis relevan berarti bahwa itu adalah Kelas II atau III (mempengaruhi
siku rentang gerak) H2O. Insiden tertinggi terlihat pada siku mengambang dan cedera triad
yang mengerikan. Insiden terendah terlihat pada olecranon terisolasi dan kombinasi
olecranon dan fraktur kepala radial. Faktor risiko lainnya adalah keterlambatan dalam
operasi pertama dan keterlambatan dalam mobilisasi.
3.2.3 Klasifikasi
Regan dan Reilly mendalilkan tiga faktor potensial siku menjadi sangat rentan
terhadap kekauaan – keselarasan artikular kompleks, otot brakialis menutupi siku dan
predisposisi untuk MO, dan imobilisasi berkepanjangan di hadapan fiksasi yang tidak
stabil. Kekakuan siku adalah multifaktorial. Kontraktur intrinsik disebabkan oleh patologi
intraartikular. Kontraktur ekstrinsik adalah patologi ekstraartikular.
Batas intrinsik dari gerakan dalam ke superfisial hingga sendi adalah ketidaksesuaian
permukaan sendi, osteofit, sinovitis dan kapsul sendi, dan kontraktur ligamen. Penyebab
ekstrinsik keterbatasan sendi adalah kontraktur unit otot-tendon, jaringan pendukung fasia /
fibrosa yang bukan tendon atau ligamen dan kulit.
Tulang heterotopik juga membatasi gerak tetapi merupakan metaplasia dari struktur
yang disebutkan di atas. Ada dua sistem klasifikasi dari kaku siku. Klasifikasi Kay
didasarkan pada struktur yang menyinggung:
Tipe 1 - kontraktur jaringan lunak
Tipe 2 - kontraktur jaringan lunak dengan osifikasi
Tipe 3 - fraktur artikular nondisplaced dengan kontraktur jaringan lunak
Tipe 4 - fraktur artikular tergeser dengan kontraktur jaringan lunak
Tipe 5 - batang tulang pasca trauma.
Klasifikasi Morrey didasarkan pada etiologi dan lokasinya dan diklasifikasikan
sebagai intrinsik, ekstrinsik, dan campuran.
Dalam kasus tertentu, mungkin ada satu atau beberapa struktur yang berkontribusi terhadap
kekakuan sendi. Memahami jalur seluler dan molekuler dari aktivasi dan fungsi miofibroblas
akan membantu untuk memahami patologi kontraktur kapsul pasca trauma dan untuk
melakukan intervensi terapeutik. Kapsul siku yang berkontraksi jauh lebih tebal dari
biasanya dan memiliki disorganisasi kolagen dan infiltrasi fibroblas. Patologi kontraktur
kapsul telah dipelajari oleh Hildebrand8 dan dia menggambarkan kaskade dan mediator
fibrosis kapsul setelah trauma. Penulis menunjukkan bahwa:
Jumlah myofibroblast meningkat 4-5 kali dalam kapsul sendi pasien kontraktur
dibandingkan dengan kapsul kontrol. Miofibroblas adalah fibroblas termodifikasi yang
memiliki fungsi kontraksi
Tingkat messenger RNA (mRNA) untuk kolagen Tipe 1 dan Tipe 3 dan matriks
metaloproteinase (MMP) 1 dan 13 meningkat secara signifikan dalam kapsul sendi
kontraktur
Tingkat mRNA inhibitor jaringan MMP 1 dan 2 secara signifikan menurun dalam kapsul
sendi kontraktur
Tingkat mRNA untuk transforming growth factor (TGF-β1), domain ekstra A
fibronektin, dan faktor pertumbuhan jaringan ikat meningkat secara signifikan dalam kapsul
sendi kontraktur. Semua faktor ini adalah upregulator miofibroblas.
Jumlah sel mast meningkat dalam kapsul kontraktur. Sel mast menginduksi respon
fibrotik melalui keterlibatan fibroblas jaringan ikat dan miofibroblas melalui pelepasan
mediator penginduksi intraseluler. Mediator ini adalah faktor pertumbuhan yang diturunkan
dari trombosit-A, faktor pertumbuhan fibroblas dasar, endotelin-1, dan TGF-β1.
Jumlah serabut saraf yang mengandung substansi P (SP) dan sel mast juga meningkat
pada kondisi seperti kontraktur Dupuytren yang menunjukkan fibrosis luas. SP
menyebabkan degranulasi (aktivasi dan pelepasan mediator) sel mast.
Oleh karena itu, penulis mengusulkan sumbu fibrosis myofibroblasts-sel mast-
neuropeptida. Neuropeptida (SP) diproduksi sebagai akibat dari cedera. SP mengaktifkan sel
mast. Aktivasi sel mast pada gilirannya mengaktifkan fibroblas dan miofibroblas.
Myofibroblas dengan sifat kontraktil dan sintetiknya salah untuk menghasilkan kontraktur
kapsul. Mekanisme yang diusulkan ini konsisten dengan nyeri (neuropeptida) dan
peradangan (neuropeptida dan sel mast) yang terkait dengan cedera dan fase penyembuhan
awal yang kemudian memberi jalan pada pembentukan kontraktur (miofibroblas). Untuk
memvalidasi hipotesis ini, penulis mengevaluasi efek ketotifen, yang merupakan penstabil
sel mast, pada fibrosis kapsul pasca trauma pada kelinci. Semua ukuran biokimia fibrosis
kapsul menurun secara signifikan setelah pemberian ketotifen.
3.2.3 Proses Penyembuhan Fraktur
Fraktur akan menyatu baik dibebat atau tidak, tanpa suatu
mekanisme alami untuk menyatu. Namun tidak benar bila dianggap bahwa
penyatuan akan terjadi jika suatu fraktur dibiarkan tetap bergerak bebas.
Sebagian besar fraktur dibebat, tidak untuk memastikan penyatuan, tetapi
untuk meringankan nyeri, memastikan bahwa penyatuan terjadi pada posisi
yang baik dan untuk melakukan gerakan lebih awal dan mengembalikan
fungsi.15
Proses penyembuhan fraktur beragam sesuai dengan jenis tulang
yang terkena dan jumlah gerakan di tempat fraktur. Penyembuhan dimulai
dengan lima tahap, yaitu sebagai berikut:15,16,17

a. Tahap kerusakan jaringan dan pembentukan hematom


Pada tahap ini dimulai dengan robeknya pembuluh darah dan
terbentuk hematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada
permukaan fraktur, yang tidak mendapat persediaan darah, akan mati
sepanjang satu atau dua milimeter. Hematom ini kemudian akan
menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dan vaskuler
sehingga hematom berubah menjadi jaringan fibrosis dengan kapiler di
dalamnya.
b. Tahap radang dan proliferasi seluler
Setelah pembentukan hematoma terdapat reaksi radang akut disertai
proliferasi sel di bawah periosteum dan di dalam saluran medula yang
tertembus. Ujung fragmen dikelilingi oleh jaringan sel yang
menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang membeku perlahan-
lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang halus berkembang ke dalam
daerah tersebut.
c. Tahap pembentukan kalus
Sel yang berkembangbiak memiliki potensi kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan dalam beberapa keadaan, juga kartilago.
Populasi sel juga mencakup osteoklas yang mulai membersihkan tulang
yang mati. Massa sel yang tebal, dengan pulau-pulau tulang yang
imatur dan kartilago, membentuk kalus atau bebat pada permukaan
periosteal dan endosteal. Sementara tulang fibrosa yang imatur menjadi
lebih padat, gerakan pada tempat fraktur semakin berkurang pada
empat minggu setelah fraktur menyatu.
d. Osifikasi
Kalus (woven bone) akan membentuk kalus primer dan secara
perlahan–lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas
osteoblas yang menjadi struktur lamellar dan kelebihan kalus akan di
resorpsi secara bertahap. Pembentukan kalus dimulai dalam 2-3 minggu
setelah patah tulang melalui proses penulangan endokondrial. Mineral
terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu.
e. Konsolidasi
Bila aktivitas osteoklastik dan osteoblastik berlanjut, fibrosa yang
imatur berubah menjadi tulang lamellar. Sistem itu sekarang cukup
kaku untuk memungkinkan osteoklas menerobos melalui reruntuhan
pada garis fraktur, dan dekat di belakangnya osteoblas mengisi celah-
celah yang tersisa antara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah
proses yang lambat dan mungkin perlu sebelum tulang cukup kuat
untuk membawa beban yang normal.
f. Tahap menjadi tulang dewasa
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat.
Selama beberapa bulan, atau bahkan beberapa tahun, pengelasan kasar
ini dibentuk ulang oleh proses resorpsi dan pembentukan tulang akan
memperoleh bentuk yang mirip bentuk normalnya.

3.2.4 Komplikasi Fraktur


Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam
beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48
jam atau lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan
fungsi ekstremitas permanent jika tidak ditangani segera. Adapun beberapa
komplikasi dari fraktur femur yaitu:17,19,20
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik
kehilangan darah eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan
ekstrasel ke jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas,
toraks, pelvis, dan vertebra karena tulang merupakan organ yang sangat
vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar
sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur femur pelvis.
b. Emboli lemak
Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau
cedera remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa
muda 20-30 tahun. Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat
termasuk ke dalam darah karna tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karna katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi
stres pasien akan memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya
globula lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung
dengan trombosit membentuk emboli, yang kemudian menyumbat
pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ lain.
Awitan dan gejalanya yang sangat cepat, dapat terjadi dari beberapa
jam sampai satu minggu setelah cidera gambaran khasnya berupa
hipoksia, takipnea, takikardia, dan pireksia.
c. Sindrom kompartemen (Volkmann's Ischemia)
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi
peningkatan tekanan interstisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu
di dalam kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan
intra kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan
dan tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan
fungsi jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut terisi oleh
otot, saraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia
serta otot-otot individual yang dibungkus oleh epimisium. Sindrom
kompartemen ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis,
pucat, disertai denyut nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar
kompartemen terletak di anggota gerak dan paling sering disebabkan
oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai
atas.
d. Nekrosis avaskular tulang
Cedera, baik fraktur maupun dislokasi, seringkali mengakibatkan
iskemia tulang yang berujung pada nekrosis avaskular. Nekrosis
avaskuler ini sering dijumpai pada kaput femoris, bagian proksimal dari
os. Scapphoid, os. Lunatum, dan os. Talus.

e. Atrofi otot
Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai
ukuran normal. Mengecilnya otot tersebut terjadi karena sel-sel spesifik
yaitu sel-sel parenkim yang menjalankan fungsi otot tersebut mengecil.
Pada pasien fraktur, atrofi terjadi akibat otot yang tidak digerakkan
(disuse) sehingga metabolisme sel otot, aliran darah tidak adekuat ke
jaringan otot.

3.2.5 Penatalaksanaan
Modalitas ini cocok untuk kontraktur minimal, kontraktur dengan durasi 6
bulan atau kurang, dan alasan kekakuan nonosseous.
Berbagai modalitas yang dapat digunakan adalah serial casting, static
splinting, dynamic splinting, CPM, manipulasi, dan botulinum toxin A. Belat
memperluas manfaat terapi di luar durasi pengaturan medis ke dalam sisa
kehidupan sehari-hari pasien. Splint progresif statis (turnbuckle splints)
menempatkan jaringan pada beban maksimal yang dapat ditoleransi dan
kemudian saat jaringan meregang, beban berkurang. Ini menggunakan sifat
viskoelastik jaringan; ketegangan jaringan berkurang dari waktu ke waktu ketika
ditempatkan pada panjang yang konstan. Bidai dinamis menggunakan pegas atau
karet gelang. Mereka menggunakan prinsip-prinsip creep; mengubah panjang di
bawah beban konstan. Tujuan dari kedua metode tersebut adalah untuk
menghasilkan deformasi plastis jaringan yang mengarah pada pemanjangan
permanen. Kedua jenis split efektif untuk menangani kontraktur siku elbow,
Dalam tinjauan sistematis dan meta-analisis, Müller et al. membandingkan
efektivitas bidai progresif dinamis, statis, dan statis dalam kekakuan siku yang
berasal dari pascatrauma dan pascaoperasi

Cryotherapy / paket es - ini dapat membantu mengurangi pembengkakan bagian


dan karenanya rasa sakit lokal. Mereka juga dapat membantu mengurangi
kebutuhan analgesik

Gerakan pasif berkelanjutan – peran CPM masih bisa diperdebatkan. Ada


laporan yang mengklaim manfaat CPM pada periode pasca operasi. Para
pendukung modalitas ini menganggap hampir wajib untuk menggunakannya
pada periode pasca operasi.35,36,37,38,39 Namun, ada laporan yang
menganggapnya tidak penting. Lindenhovius dkk. menunjukkan dalam studi
kasus terkontrol retrospektif-cocok bahwa penggunaan CPM tidak menghasilkan
manfaat apapun.40 Penulis merasa bahwa penggunaan CPM didasarkan pada
laporan anekdot dan bukan pada studi ilmiah.40 Penggunaan CPM
membutuhkan biaya tambahan peralatan dan rawat inap. Oleh karena itu,
penggunaannya harus dilihat dalam keputusan yang ringan dan bijaksana ini

Bidai statis progresif berguna setelah 6 minggu. Ini dapat diterapkan dalam fleksi
atau ekstensi pada malam hari tergantung pada defisit

Penggunaan steroid intraartikular, MUA, atau botulinum toxin A dapat


dilakukan. Evans dkk. telah menggunakan toksin botulinum A intraoperatif
selama pelepasan kontraktur dan juga hingga 2 bulan pascaoperasi pada mereka
yang menunjukkan penurunan gerakan yang tiba-tiba
3.3 Rehabilitasi Medik (RM) pada kontraktur
Tujuan utama program dalam bidang rehabilitasi medik adalah perbaikan dan
peningkatan fungsi, dengan cara mencegah atau mengurangi dampak impairment,
disability dan handicap. Sedangkan hal-hal tersebut merupakan ruang lingkup kerja
RM yaitu : impairment adalah penyakit atau kelainan pada tingkat organ, disabilitas
adalah kelainan pada tingkat individu yang mengakibatkan seseorang tidak dapat
melakukan kegiatan atau aktifitas sehari-hari serta handicap yang merupakan
gangguan atau hambatan melakukan kegiatan atau aktifitas dalam lingkungan
sosialnya.21
Terapi yang digunakan pada kasus fraktur dapat berupa terapi latihan maupun
terapi dengan modalitas. Terapi dengan modalitas yang sering digunakan yaitu traksi,
yang dapat mereposisi kembali tulang yang fraktur, sekaligus juga dapat mengurangi
nyeri yang timbul pada daerah fraktur.21-25
Penanganan rehabilitasi dapat berupa:
1) Fisioterapi
Teknologi Fisioterapi yang digunakan adalah terapi latihan. Terapi latihan
adalah usaha pengobatan dalam fisioterapi yang pelaksanaannya menggunakan
latihan-latihan gerakan tubuh, baik secara aktif maupun pasif. 23 Pada umumnya,
sebelum dan setelah pelaksanaan terapi latihan, bagian yang mengalami operasi
yaitu 1/3 distal femur dextra pasien dalam keadaan dielevasikan sekitar 30º.21
1. Static Contraction
Terjadi kontraksi otot tanpa disertai perubahan panjang otot dan tanpa gerakan
pada sendi.24 Latihan ini dapat meningkatkan tahanan perifer pembuluh darah,
vena yang tertekan oleh otot yang berkontraksi menyebabkan darah di dalam
vena akan terdorong ke proksimal yang dapat mengurangi oedem, dengan
oedem berkurang, maka rasa nyeri juga dapat berkurang. Ditambahkan elevasi
sehingga dengan pengaruh gravitasi akan semakin memperlancar aliran darah
pada pembuluh darah vena.24
2. Passive Movement
Passive movement adalah gerakan yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan dari
luar sementara itu otot pasien lemas.23 Relaxed Passive Movement merupakan
gerakan pasif yang hanya dilakukan sebatas timbul rasa nyeri. Bila pasien
sudah merasa nyeri pada batas lingkup gerak sendi tertentu, maka gerakan
dihentikan.23

3. Active Movement
Latihan gerak aktif merupakan gerakan yang timbul dari kekuatan kontraksi
otot pasien sendiri secara volunter / sadar. 24 Pada kondisi oedem, gerakan aktif
ini dapat menimbulkan “pumping action” yang akan mendorong cairan
bengkak mengikuti aliran darah ke proksimal. Latihan ini juga dapat digunakan
untuk tujuan mempertahankan kekuatan otot, latihan koordinasi dan
mempertahankan mobilitas sendi. Active Movement terdiri dari :
a. Assisted Active Movement
Assisted active movement yaitu suatu gerakan aktif yang dilakukan oleh
adanya kekuatan otot dengan bantuan kekuatan dari luar. Bantuan dari luar
dapat berupa tangan terapis, papan maupun suspension. Terapi latihan jenis ini
dapat membantu mempertahankan fungsi sendi dan kekuatan otot setelah
terjadi fraktur.24
b. Free Active Movement
Free active movement merupakan suatu gerakan aktif yang dilakukan oleh
adanya kekuatan otot tanpa bantuan dan tahanan kekuatan dari luar, gerakan
yang dihasilkan oleh kontraksi dengan melawan pengaruh gravitasi.23 Gerakan
dilakukan sendiri oleh pasien, hal ini dapat meningkatkan sirkulasi darah
sehingga oedem akan berkurang, jika oedem berkurang maka nyeri juga dapat
berkurang. Gerakan ini dapat menjaga lingkup gerak sendi dan memelihara
kekuatan otot.23

2) Ortotik prostetik
Digunakan untuk mengembalikan fungsi, mencegah dan mengoreksi
kecacatan, menyangga berat badan dan menunjang anggota gerak tubuh yang
aktif.21
3) Terapi okupasi
Terapi okupasi meliputi koordinasi aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS)
untuk meberikan latihan dan pengembalian fungsi sehingga penderita bisa
melakukan pekerjaan / kegiatan normalnya.24
4) Psikologi
Untuk memberikan motivasi dan penanaman sugesti positif terhadap pasien
agar mendapatkan kembali kepercayan dirinya untuk melakukan kegiatan
sehari-hari.23
5) Sosial medik
Tujuannya adalah untuk menyelesaikan, memecahkan masalah social yang
berkaitan dengan penyakit penderita, seperti masalah penderita dalam keluarga
maupun lingkungan masyarakat.24
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO, (2011). Decade of Action on Road Safety : Indonesia. 30 Januari 2017.
www.who.searo/int
2. Depkes R.I. (2007). Riset Kesehatan Dasar. Diunduh 30 Januari 2017 .
http://www.depkes.co.id
3. Ropyanto CB. Tesis Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan status
fungsional pasien paska ORIF fraktur ekstremitas bawah di RS ortopedi
Prof. Soeharto Surakarta. 2011
4. Apley, A.Graham. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem APLEY. Ed.7.
Jakarta :Widya Medika.1995
5. Oglen. JA.2000. Skeletal Injury in The Child Second Edition. New York:
W.B Saunders Company. Pg 857-72
6. AAPC. Fracture classification in ICD-10-CM. 2013.Medline Plus.
Dislocation. US National Library of Medicine. 2013.
7. Hoppenfeld, Stanley and Nasantha Murthy. 2000. Treatment and
Rehabilitation of Fractures. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkin.
8. Joint Pain Expert. Joint-pain-expert.org. [Online].; 2016 [cited 2017 Januari
30. Available from: http://www.joint-pain-expert.net/elbowdislocation.html
9. Lateef F. Riding motorcycles: is it a lower limb hazard? Singapore Med J
2002;43(11):566-9
10. Apley's System of Orthopaedics and fractures, 9th edition. 2010.
11. Rasjad C. Trauma. Dalam: Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar:
Bintang Lamumpatue; 2000. h.343-536.
12. Sela Y, et al. pediatric femoral shaft fractures : treatment strategies
according to age -13 year of experience in one medical center. Journal of
orthopaedic surgery. 2013 p1-6
13. Delahay JN, Sauer S. Skeletal Trauma. In: Wiesel S, Delahay JN, editor.
Essentials of orthopedic surgery. 3rd ed..Washington: Springer; 2007. p.40-
83.
14. McRae E. The diagnosis of fractures and principles of treatment. In: McRae
E, Esser R, editor. Practical fracture treatment. 4th ed. Churchil Livingstone.
p.25-54.
15. Okoro OI, Ohadugha OC. The anatomic pattern of fractures and dislocations
among accident victims in Owerri,Nigeria. Nigerian J of Surg Res
2006;8:54-6.
16. Skinner H, Smith W, Shank J, Diao E, Lowenberg D. Musculoskeletal
Trauma Surgery. In: Skinner H, editor. Current diagnosis and treatment in
orthopedics. 3rd ed. New York: McGraw-Hill; 2003. p.76-150.
17. Buckley R, Panaro CDA. General Principles of Fracture Care [online]. [cited
2017 Januari 30]; Available from: URL:
http://www.emedicine.com/orthoped/topic636.html
18. Department of Orthopaedic Surgery University of Stellenbosch. External
fixator [online]. 2016 [cited 2017 Januari 30]; Available from: URL:
http://www0.sun.ac.za/ortho/webct-ortho/general/exfix/exfix.html
19. Koval K, Zuckerman JD. Lower extremity fractures and dislocations. In:
Koval K, Zuckerman JD, editor. Handbook of fractures. 3rd ed. Lippincot
Williams & Wlkins; 2006. p.347-54.
20. Armis, Prinsip-pinsip Umur Fraktur dalam Trauma Sistem Muskuloskeletal,
FKUGM, Yogyakarta
21. Salter, Robert B. 1971. Textbook of Disorders and Injuries of The
Musculoskeletal System. Baltimore: Waverly Inc.
22. Heri Priatna, 1985; Exercise Theraphy; Akademi Fisioterapi Surakarta.
23. Kisner, C and Colby, L. A, 1996; Therapeutik Exercise Foundation and
Thecniques; Third Edition, F. A. Davis Company, Philadelphia, hal 163

Anda mungkin juga menyukai