VULNUS LACERATUM
*Ayu Novita Sari, S.Ked, **dr. Ratna Sugiati,
1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
VULNUS LACERATUM
Oleh:
Ayu Novita Sari, S.Ked
G1A217062
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
yang berjudul “VULNUS LACERATUM” sebagai kelengkapan persyaratan dalam
mengikuti Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Ratna Sugiati yang telah meluangkan
waktu dan pikirannya sebagai pembimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan.Selanjutnya, penulis
berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu bagi para pembaca.
3
BAB I
STATUS PASIEN
Rumah pasien merupakan rumah panggung, lantai kayu, dinding kayu, atap
seng.Rumah terdiri dari satu ruang tamu,dua kamar tidur, satu dapur dan satu kamar
mandi. Sumber air bersih berasal dari PDAM dan sumber penerangan berasal dari
PLN.
e. Kondisi lingkungan di sekitar rumah:
Rumah pasien berjarak cukup jauh dengan rumah lainnya.
4
1.5 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan Jari tangan kiri luka robek sejak ± 1 jam sebelum datang
ke IGD puskesmas Olak Kemang. ± 1 jam sebelumnya pasien sedang bekerja di sebuah
proyek perumahan dikota jambi, awal mulanya pasien sedang memegang mesin
pemotong baja, saat akan memotong baja pasien tiba-tiba terpeleset dari tangga yang ia
naiki untuk memasang atap, lalu pasien terjatuh, mesin pemotong baja terjatuh tetapi
tanpa sadar pasien menahan potongan baja yang sedang ia potong, menurut pasien
potongan baja itu akan mengenai tubuhnya, dan pasien berniat mengelak dari baja
tersebut, sehingga potongan baja tajam mengenai jari 2,3,4, dan 5 tangan kiri pasien.
Luka robek pada jari-jari pasien tampak membuka dan banyak darah yang mengalir,
sehingga pasien membungkusnya dengan kain, lalu pasien datang ke IGD Puskesmas.
Pada saat tiba di IGD puskesmas pasien masih bisa menggerakkan jari-jarinya.
5
Kesadaran : Compos mentis
Suhu : 36,4°C
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Pernafasan
- Frekuensi : 24 x/menit
- Irama : Reguler
- Tipe : Abdominothorakal
Kulit
- Turgor : Baik
- Lembab/kering : Lembab
- Lapisan lemak : Ada
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 163 cm
IMT : 22,6 (normal)
Pemeriksaan Generalisata
1. Kepala Bentuk : Normocephal
Simetri : Simetris
2. Mata Exopthalmus/enopthal: (-)
Kelopak : Normal
Conjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Kornea : Normal
Pupil : Bulat, isokor, RC(+/+)
3. Hidung : Perdarahan (-), deviasi septum (-)
4. Telinga : Sekret (-/-), serumen (-/-)
5. Mulut Bibir : Lembab
Gusi : Warna coklat, perdarahan (-)
Lidah : Lidah kotor (-), ulkus (-)
Tonsil : T1-T1, hiperemis (-)
6. Leher KGB : Tak ada pembesaran
Kel.tiroid : Tak ada pembesaran
JVP : 5-2 cmH2O
6
7. Thorax Bentuk : Simetris
Pergerakan dinding dada: Tidak ada yang tertinggal
Pulmo (Paru)
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Gerakan dinding dada Gerakan dinding dada
simetris, retraksi (-) simetris, retraksi (-)
Palpasi Massa (-), krepitasi (-) Massa (-), krepitasi (-)
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler(+), wheezing (-), Vesikuler(+), wheezing (-),
ronkhi (-) ronkhi (-)
Cor (Jantung)
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi Batas jantung atas: ICS II linea parasternalis sinistra
Batas jantung kanan: ICS IV line parasternalis dextra
Batas jantung kiri: ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
8. Abdomen
Inspeksi Kontur cembung, sikatriks (-)
Palpasi Soepel, nyeri tekan(-), hati, lien dan ginjal tidak teraba,
massa (-), turgor cepat kembali
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal
9. Ekstremitas atas : vulnus laceratum regio Digiti 2,3,4,5 manus sinistra, Edema
digiti manus (-/+)
Ekstremitas bawah: Edema (-/-), akral hangat, CRT<2 detik
7
10. Neurologi
Ekstremitas atas :
Sensibilitas dbn
Kekuatan 5/5
Refleks fisiologis dbn
Refleks patologis (-)
Ekstremitas bawah:
Sensibilitas dbn
Kekuatan 5/5
Refleks fisiologis dbn
Refleks patologis (-)
1.11 Diagnosis
Vulnus Laceratum Regio Digiti 2,3,4,5 manus sinistra
8
1.12 Manajemen
1. Promotif
- Menerangkan pada pasien bahwa luka pada tangannya akan sembuh sempurna
- Menerangkan kepada pasien tata cara membersihkan lukanya dan tata cara
mengganti perban setiap 1-2 hari sekali.
- Menerangkan kepada pasien bahwa penyembuhan luka nya akan semakin cepat
jika pasien mengkonsumsi makanan tinggi Protein, protein dibutuhkan sebesar
10-20% dari kebutuhan kalori. Kandungan protein yang baik terdapat pada
seafood, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, susu rendah lemah, kacang-
kacangan, tahu dan tempe, putih telur dan ikan gabus..
- Menerangkan kepada pasien perlunya cuci tangan pakai sabun untuk menjaga
kebersihan diri dan menghindari lukanya terjadi infeksi.
2. Preventif
- Pasien harus selalu mengganti perban lukanya setiap 1-2 hari
- Pasien harus memasang perban atau plester jika pasien akan keluar rumah dan
membuka plester atau perban jika didalam rumah.
- Cuci tangan pakai sabun untuk menjaga kebersihan diri dan menghindari
terjadinya infeksi pada luka
.
3. Kuratif
Non-medikamentosa
Diet tinggi protein untuk membantu mempercepat penyembuhan luka
Rajin mengganti perban
Dilakukan penjahitan pada vulnus laceratum untuk menghentikan perdahan
dan mencegah masuknya bakteri kedalam luka.
Medikamentosa
Injeksi ATS 1 ampul
Injeksi Lidocaine Hcl 2%
Cefadroxil tablet 2x1
Asam Mefenamat Tablet 3x1
Ranitidin Tablet 2x1
Vitamin B complex Tablet 1x1
9
Tradisional
Daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus)
4. Rehabilitatif
- Memantau luka robek dan bekas jahitan secara berkala, dan jika dalam waktu 2
minggu luka sudah kering maka dianjurkan untuk datang kembali untuk
melepaskan benang pada jahitan luka
- Menyarankan pasien mengkonsumsi obat secara teratur.
- Jika terdapat keluhan segera berobat ke pelayanan medis terdekat.
10
RESEP PUSKESMAS RESEP ILMIAH 1
Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi
Puskesmas Olak Kemang Puskesmas Olak Kemang
Jl. H. Tomok, Olak Kemang, Kota Jambi, Jambi 36265 Jl. H. Tomok, Olak Kemang, Kota Jambi, Jambi
dr. Ayu Novita Sari dr. Ayu Novita Sari
SIP. G1A217062 SIP. G1A217062
STR. 20102020 STR. 20102020
Tanggal: Tanggal:
Pro : Pro :
Umur : Umur :
Alamat : Alamat :
Tanggal: Tanggal:
Pro : Pro :
Umur : Umur :
Alamat : Alamat :
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Vulnus laceratum adalah terjadinya gangguan kontinuitas suatu jaringan
sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal, luka robek terjadi akibat
kekerasan yang hebat sehingga memutuskan jaringan. Vulnus Laseratum merupakan
luka terbuka yang terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui
elastisitas kulit. Vulnus laseratum (luka robek) luka dengan tepi yang tidak beraturan
atau compang camping biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini
dapat kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak
beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa hingga lapisan
otot.
2.2 Epidemiologi
Cedera mendudukl peringkat 8 dar 15 penyebab kematian. Seain itukematian
akibat cedera dan 5,1 juta meningkat hingga 8,4 juta. Proporsipada cedera-cedera
tersebut ialah 59.6% cedera akibat jatuh, 27% akibatkecelakaan, dan 18.3% akibat
terluka benda tajam/turnpuI. Di Amerika angka kejadian vulnus laceratum masih
sangat tinggi yaitu 7,3 juta kasusper tahun. Di Indonesia prevalensi kejadian luka
robek sebesar 23,2%. Di Maluku angka kejadian vulnus laceratum pada tahun 2012
sebesar 327kasus.
12
Truma kimia, disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa serta zat
iritif dan berbagai korosif lainnyatembakan,
Trauma secara mekanik akibat:
- Benda tajam: Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang
memiliki sisi tajam atau runcing. Misalnya luka iris, luka bacok, dan luka
tusuk
- Benda tumpul
- Ledakan atau tembakan: Misalnya luka karena tembakan senjata api
2.4 Klasifikasi
Luka dapat disebabkan oleh benda tajam (50%) misalnya karena luka-luka tusuk,
trauma kecelakaan kerja atau kecelakaan lalu lintas, luka dibedakan berdasarkan
beratnya cidera :
Derajat I adalah robekan adviticia dan media, tanpa menembus dinding
Derajat II adalah robekan varsial sehingga dinding arteri juga terluka dan
biasanya menimbulkan pendarahan yang hebat
Derajat III adalah pembuluh darah putus total, gambaran klinis menunjukan
pendarahan yang tidak besar, arteri akan mengalami vasokontriksi dan retraksi
sehingga masuk ke jaringan karen elastisitasnya
13
2.5 Patofisiologi
Etiologi vulnus
Kerusakan integritas
jaringan
14
2.6 Manifestasi klinis
Tanda dari vulnus laceratum adalah:
Vulnus laceratum adalah terjadinya gangguan kontinuitas suatu jaringan sehingga
terjadi pemisahan jaringan yang semula normal, luka robek terjadi akibat
kekerasan yang hebat sehingga memutuskan jaringan.
Bentuk luka tidak beraturan
Tepi tidak rata
Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di daerah yang
berambut
Sering tampak luka lecet
Memar disekitar luka
bengkak
Jaringan rusak
Perdarahan
Syok sering terjadi akibat kegagalan sirkulasi perifer ditandai dengan tekanan
darah menurun hingga tidak teraba, keringat dingin dan lemah, kesadaran
menurun hingga tidak sadar. Syok dapat terjadi akibat adanya daerah yang hancur
misalnya otot-otot pada daerah yang luka, sehingga hemoglobin turut hancur dan
menumpuk di ginjal yang mengakibatkan kelainan yang disebut “lower Nepron /
Neprosis”, tandanya urine berwarna merah, disuria hingga anuria dan ureum darah
meningkat
15
g) Sedimen urine menunjukan adanya trauma pada saluran kencing, jika kadar amilase
100 unit dalam 100 mll, cairan intra abdomen, memungkinkan trauma pada pankreas
besar sekali.
2.8 Penatalaksanaan
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu
evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan
luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
1) Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
2) Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mencuci kulit. Untuk melakukan
pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik
seperti:
Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif)
Halogen dan senyawanya
Oksidansia
Logam berat dan garamnya
Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%)
Derivat fenol
Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan
turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%.
Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka
terinfeksi.
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah
pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang
tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu
rawat dan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang
efektif dan aman terhadap luka.
Pembersihan Luka :
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meninangkatkan, memperbaiki
dan mempercepat proses penyembuhan luka, menghindari terjadinya infeksi,
membuang jaringan nekrosis dan debris. Beberapa langkah yang harus diperhatikan
dalam pembersihan luka yaitu :
16
Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati
dan benda asing.
Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati
Berikan antiseptik
Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal
Bila perlu lakukan penutupan luka
3) Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam
boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak
berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh persekundam atau pertertiam
4) Penutupan Luka
Penutupan luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka
sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
5) Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada
kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi,
mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai
fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang
menyebabkan hematom.
6) Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka
terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
7) Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan
jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi pengangkatan luka, usia,
kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi (Mansjoer,2000:398 ; Walton,
1990:44).
2.9 Komplikasi
a. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau
setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah
pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan
17
drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan
peningkatan jumlah sel darah putih.
b. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis
jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain).
Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah
balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan
dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan
balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan
mungkin diperlukan.
c. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence
adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya
pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi,
,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi,
mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi
4 –5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence
dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar,
kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan
pada daerah luka.
18
BAB III
ANALISIS KASUS
Rumah pasien merupakan rumah panggung, lantai kayu, dinding kayu, atap seng.
Rumah terdiri dari satu ruang tamu, satu ruang keluarga, dua kamar tidur, satu dapur dan satu
kamar mandi.Sumber air bersih berasal dari PDAM dan sumber penerangan berasal dari
PLN. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara penyakit yang diderita pasien
dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar.
3.2 Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan dalam keluarga:
Di dalam keluarga, tidak ada masalah dalam keluarga dan keharmonisan dalam
keluarga baik.. Secara teori dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
diagnosis dengan hubungan dalam keluarga.
3.3 Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan
sekitar:
Secara teori perilaku hidup sehat dapat membantu mengurangi penyebaran penyakit
dan juga infeksi, dimana pada luka robek yang terbuka rentan terjadinya infeksi. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara diagnosis dengan perilaku kesehatan
dalam keluarga dan lingkungan sekitar.
3.4 Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada pasien ini:
Faktor risiko dari pekerjaan pasien yang merupakan seorang buruh bangunan
Kurangnya pengetahuan mengenai peralatan yang wajib dikenakan saat bekerja
Kurangnya berhati-hati dalam bekerja
19
3.5 Analisis untuk mengurangi paparan atau memutus rantai penularan:
Menerangkan pada pasien bahwa luka pada tangannya akan sembuh sempurna
Menerangkan kepada pasien tata cara membersihkan lukanya dan tata cara
mengganti perban setiap 1-2 hari sekali.
Menerangkan kepada pasien bahwa penyembuhan luka nya akan semakin cepat jika
pasien mengkonsumsi makanan tinggi Protein, protein dibutuhkan sebesar 10-20%
dari kebutuhan kalori. Kandungan protein yang baik terdapat pada seafood, daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, susu rendah lemah, kacang-kacangan, tahu dan
tempe, putih telur dan ikan gabus..
Menerangkan kepada pasien perlunya cuci tangan pakai sabun untuk menjaga
kebersihan diri dan menghindari lukanya terjadi infeksi.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Arthur C dan John E. Hall. Bukuajarfisiologikedokteran, edisi 11. Jakarta: EGC;
2008.
2. Sherwood, Luralee. Fisiologimanusiadariselke system. Jakarta: EGC; 2001.
3. Snell, Richard S. Neuroanatomi klinik edisi 5. EGC, Jakarta; 2006.
4. Fischer C, Faselis CJ. USMLE step 2 CK lecture notes internal medicine. New York:
Kaplan Medicine; 2006.
5. Soegondo S. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
indonesia. Jakarta: Perkeni; 2011.
6. Gustaviani, R. Diagnosis danklasifikasi diabetes melitus.Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, editors. Buku ajar ilmupenyakitdalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta :
DepartemenIlmuPenyakitDalam FK UI; 2007.
7. Soegondo, S. Diagnosis danklasifikasi diabetes mellitus terkinidalampenatalaksanaan
diabetes mellitus terpadu, cetakan ke-7. Jakarta: BalaiPenerbit FKUI; 2009.
8. PerkumpulanEndokrinologi Indonesia. Terapi insulin padapasien diabetes melitus.
Jakarta: Perkeni; 2007.
9. Soegondo, S. Farmakoterapipadapengendalianglikemia diabetes mellitus tipe 2. Dalam:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, editors. Buku ajar ilmupenyakitdalam. Jilid II. Edisi
IV. Jakarta : DepartemenIlmuPenyakitDalam FK UI;2007.
10. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensuspengelolaandanpencegahan diabetes
mellitus tipe-2 di Indonesia. Jakarta: Perkeni; 2011.
11. Fowler MJ. 2011. The diabetes treatment trap: hypoglycemia, Vol 29 No. 1. ADA; 2011.
12. Setyohadi, B. Arsana PM, Suroto, AY. dkk. EIMED PAPDI
Kegawatdaruratanpenyakitdalam. Jakarta: PerhimpunanDokterSpesialisPenyakitDalam
Indonesia; 2012.
13. Rosenfeld S, Blecher MH. Pathology; Cataracts, Metabolic Cataracts. In: Rosenfeld S,
editors. Lens & Cataract. 2006-2007. San Fransisco; American Assosciation of
Ophtalmology; 2006; 45-61
14. Jansirani, Anathanaryanan PH. A Comparative Study of Lens Protein Glycation in
Various Forms of Cataract. Indian Journal of Clinical Biochemistry;2004; 19 (1): 110-2.
21