Anda di halaman 1dari 15

JURNAL

Februari 2019

Clinical Characteristics, Treatment Patterns, and Outcomes of


Primary Canaliculitis among Patients in Beijing, China

Oleh :
Ayu Novita Sari G1A217062
Nopra Permata sari G1A218019

Pembimbing :
dr. Vonna Riasari, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2019
LEMBAR PENGESAHAN

JURNAL
Clinical Characteristics, Treatment Patterns, and Outcomes of
Primary Canaliculitis among Patients in Beijing, China

Oleh :
Ayu Novita Sari G1A217062
Nopra Permata sari G1A218019

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada, Februari 2019

Pembimbing

dr.Vonna Riasari, Sp.M


KATA PENGANTAR

Bismillah, Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, puji syukur penulis panjatkan


kehadiratAllah SWT, karena dengan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas JURNAL
pada Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian/SMF Mata Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Jambi yang berjudul Clinical Characteristics, Treatment Patterns,
and Outcomes of Primary Canaliculitis among Patients in Beijing, China.
Tugas ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam mengenai teori-teori yang
diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian/SMF Mata RSUD Raden
Mattaher Jambi dan melihat penerapannya secara langsung di lapangan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.Vonna Riasari,Sp.M
selaku preseptor yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis pada karya yang
penulis susun.
Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan, sehingga diharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membacanya. Semoga tugas
ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Jambi, Februari 2019

Penulis
Artikel Penelitian

Karakteristik Klinis, Pola Perawatan, dan Hasil Canaliculitis


Primer Pada Pasien di Beijing, Cina

Qin Zhang, Beibei Xu, Xiao-Xin Li, dan Ming-Wu Li

Department of Ophthalmology, People’s Eye Institute, Peking University People’s Hospital,


Beijing 100044, China. Key Laboratory of Vision Loss and Restoration, Ministry of Education,

Beijing 100044, China.
 Peking University Center for Human Disease Genomics, Peking

University Health Science Center, Beijing 100191, China. Peking University Medical
Informatics Center, Beijing 100191, China

Diterima 6 January 2015; Diterbitkan 28 January 2015

Latar Belakang: Canaliculitis dapat menyebabkan pembengkakan punctal atau kanalikuli,


keluarnya cairan, eritema, dan kadang-kadang berbentuk konkret. Penelitian ini membahas
tentang karakteristik klinis, pola perawatan, dan hasil kanalikuli primer dari pasien di rumah
sakit ternama di Beijing, Cina.
Metode: Catatan medis dari 16 pasien (seri kasus retrospektif) yang dipelajari.
Hasil: Penelitian ini melibatkan empat pria dan dua belas wanita dengan usia rata-rata 72,5
tahun. Rata-rata dan waktu tindak lanjut adalah 10,4 bulan dan 6 bulan. Sebagian besar gejala
klinis yang diamati adalah epifora dengan cairan (94%), sedangkan tanda-tanda yang paling
banyak diamati termasuk terdapatnya punctum (75%) dan regurgitasi punctal dari konkresi
dengan jarum suntik (75%). Hanya satu pasien yang memiliki gejala di antara mereka yang
diterapi secara konservatif yang benar-benar sembuh dalam dua tahun masa pengobatan. Terapi
kuretase dilakukan untuk menghilangkan sebagian gejala dan tanda klinis dalam follow-up
selama empat minggu. Beberapa pasien akhirnya menerima kuretase dengan punctoplasty, dan
gejalanya benar-benar sembuh pada empat belas pasien setelah tindakan operasi.
Kesimpulan: Penyuntikan dengan penekanan daerah kantung lakrimal dapat membantu
diagnosis kanalikuli yang lebih baik. Selain itu, kuretase dengan punctoplasty
direkomendasikan untuk menghilangkan konkresi dan penyembuhan secara tuntas dari
canaliculitis.

Latar Belakang
Canaliculitis, sebagai penyakit mata menular yang tidak umum, dapat menyebabkan
pembengkakan punctal atau kanalikuli, keluarnya cairan, eritema, dan kadang-kadang gejala
yang konkret. Penyakit ini sering salah didiagnosis karena gejala umum pembengkakan punctal
dan tidak ada konkret yang terdeteksi oleh pemeriksaan klinis rutin yang hampir mirip dengan
dengan konjungtivitis berulang, dakriosistitis, atau chalazion. Sejauh ini, tidak ada pedoman
klinis untuk canaliculitis yang tersedia untuk membuat diagnosis yang akurat serta memberikan
rencana perawatan yang efektif. Penelitian sebelumnya sebagian besar dilakukan di satu
lembaga tunggal dengan ukuran sampel kecil, yang membuat temuan sulit digeneralisasikan
ke populasi yang lebih luas. Dibutuhkan lebih banyak studi untuk menetapkan pedoman klinis
untuk diagnosis dan pengobatan canaliculitis yang lebih baik.
Probabilitas kekambuhan berkisar antara 26% hingga 100% di antara pasien canaliculitis yang
datang dengan concretions. Selain itu, terapi konservatif menggunakan antibiotik topikal
dilaporkan memiliki kemungkinan tinggi kambuh di antara pasien canaliculitis pada penelitian
sebelumnya. Kuretase kanularis atau kanalikuliotomi atau punctoplasti direkomendasikan oleh
laporan sebelumnya yang dilakukan di Australia, India, Taipei dan Cina untuk sepenuhnya
menghilangkan semua tanda dan gejala dari kanalikuli. Kuretase menyeluruh dan kuretase
dengan satu guntingan pada punctoplasty direkomendasikan untuk menghindari penyempitan
atau jaringan parut luminal kanalikuli, disfungsi pompa lakrimal, atau pembentukan stula
kanalikuli post kanalikulotomi. Namun, penelitian lain menunjukkan bahwa kanalikulotomi
dapat membantu kuretase pada bagian canalicular dan tidak akan menyebabkan epifora setelah
tindakan kanalikulotomi. Sejauh ini menurut sumber, beberapa penelitian hanya
membandingkan terapi kuretase dan kuretase dengan punctoplasty. Di sini, penelitian ini
menguji karakteristik klinis dan pola pengobatan serta membandingkan rencana perawatan
yang berbeda dari canaliculitis primer di antara pasien China di rumah sakit berperingkat
teratas di Beijing, Cina.
Gambar 1. Tampak gejala klinis dan prosedur penatalaksanaan pada Kanalikulis (a) Classic
Pouting Punctum (b) Regurgitasi punctal dari konkresi dengan jarum suntik (c) dilakukan
kuretase sedalam 0,9 mm (d) dilakukan tindakan pembuangan konkresi.

Metode
Penelitian ini melibatkan enam belas pasien yang didiagnosis dengan canaliculitis
primer antara 1 April 2010, dan 30 September 2012, di Peking University People's Hospital,
rumah sakit berperingkat teratas untuk penyakit lakrimal. Protokol peninjauan untuk studi
retrospektif ini telah disetujui oleh Dewan Peninjauan Institusional Rumah Sakit Rakyat
Universitas Peking.
Kanaliculitis didiagnosis dengan regurgitasi punctal mucopurulent atau konkret yang
dikeluarkan dari punctum yang terkait dengan penebalan kelopak mata atau eritema kelopak
mata, yang didasarkan pada laporan sebelumnya. Kanaliculitis yang timbul dari sumbatan atau
obstruksi saluran nasolacrimal dianggap sebagai Kanaliculitis sekunder dan dengan demikian
tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Data diperoleh dari rekam medis pasien termasuk
karakteristik demografi, gejala dan tanda, komorbiditas, waktu antara timbulnya gejala dan
diagnosis, sisi dan lokasi keterlibatan, adanya konkresi, pengobatan, dan hasil.
Rencana perawatan termasuk perawatan konservatif (dilakukan tindakan pada
kanalikuli dengan penjepit, jarum suntik, povidone-iodine topikal, dan antibiotik topikal) dan
pembedahan (kuretase kanalikuli tunggal atau punctoplasti dan kuretase snip). Hasil termasuk
resolusi lengkap, kambuhnya gejala dan / atau tanda-tanda, dan resolusi parsial. Resolusi
lengkap didefinisikan sebagai hilangnya semua gejala klinis setelah dilakukan pengobatan
yang tampak selama periode follow up. Rekurensi didefinisikan sebagai munculnya kembali
gejala dan tanda klinis selama periode follow-up. Resolusi parsial didefinisikan sebagai sisa
gejala dan tanda klinis. Pengobatan konservatif dilakukan di bawah anestesi topikal tetracaine
hidroklorida 1%. Penjepit wild digunakan untuk mengambil semua cairan purulen dan konkret,
yang dikirim untuk kultur mikrobiologis dan pemeriksaan histopatologis lebih lanjut.
Povidone-iodine dengan jarum suntik digunakan sebelum dan sesudah menyentuh dari saluran
kanalicular. Pasien diberi resep obat tetes mata antibiotik (Levofloxacin atau Tobramycin) 4
kali sehari setelah dilakukan follow up. Untuk menghindari resistensi antibiotik, setiap jenis
tetes mata antibiotik digunakan tidak lebih dari satu bulan. Kuretase kanalicular dilakukan di
bawah pengaruh anestesi lokal dengan injeksi lidokain hidroklorida 1%. Kuretase dilakukan
dengan kedalaman kuret 0,9 mm (Gambar 1 (c)). Setelah dilatasi punctum dengan dilator
punctum, kuret digunakan untuk sepenuhnya menghilangkan jaringan granulasi dan konkresi.
Prosedur ini diulangi sekali seminggu setiap kali tidak adanya jaringan granulasi dan konkresi
yang timbul selama periode follow up dalam satu bulan. Kuretase punctoplasti dan kanalikuli
dilakukan dengan prosedur anestesi yang sama. Punctoplasty snip dilakukan dengan gunting
Vannas lurus, dan kuret chalazion 2 mm digunakan untuk sepenuhnya menghilangkan jaringan
granulasi dan konkresi, kemudian selanjutnya dikirim untuk dilakukan kultur mikrobiologis
dan pemeriksaan histopatologis lebih lanjut.
Hasil
Karakteristik deskriptif pasien disajikan pada Tabel 1. Dua puluh satu pasien rawat
jalan didiagnosis dengan kanalikuli primer. Setelah lima pasien dengan informasi tindak lanjut
yang tidak tersedia, enam belas pasien akhirnya dimasukkan kedalam sampel penelitian (Tabel
1). Ada empat (25%) laki-laki dan dua belas (75%) peserta perempuan dengan usia rata-rata
72,5 tahun (kisaran: 50-85 tahun) dan waktu tindak lanjut rata-rata 6 bulan (kisaran: 3-34
bulan). Waktu rata-rata sejak timbulnya gejala hingga diagnosis adalah 18 bulan (kisaran: 0,25-
48 bulan). Semua pasien disajikan dengan keterlibatan mata unilateral. Mata kiri terlibat pada
sepuluh pasien (62,5%) sedangkan mata kanan terlibat pada enam pasien (37,5%). Kanalikulus
bagian atas terdapat pada delapan pasien (50%), kanalikuli bagian bawah terdapat pada enam
pasien (37,5%), dan kanalikuli bagian atas dan bawah dipengaruhi pada dua pasien (12,5%).
Gejala primer adalah epifora dengan cairan (93,8%), diikuti oleh kemerahan (31,3%),
pembengkakan (12,5%), dan nyeri (6,3%). Tanda klinis primer adalah pouting punctum (75%)
(Gambar 1 (a)); tanda-tanda lain adalah canaliculus yang teraba menebal (50%) dan regurgitasi
punctal dari saluran canalicular bagian bawah (31,3%). Namun, kandungan kanalikuli lebih
mudah untuk dilihat saat digunakan jarum suntik (75%) (Gambar 1 (b)). Lacrimal yang
dilakukan penyuntikan pada 15 pasien (93,8%).
Pemeriksaan mikrobiologis dilakukan pada sampel yang terdapat pada kanalikuli dari
enam pasien. Ditemukan Spesies Staphylococcus dari dua pasien ini. Kedua pasien ini pertama-
tama menerima perawatan konservatif, termasuk antibiotik selama 4 minggu, dan tidak
sepenuhnya sembuh. Satu pasien kemudian dilakukan kuretase dengan punctoplasty dan
diselesaikan sepenuhnya. Pasien kedua dilakukan kuretase tunggal selama empat minggu tetapi
masih gagal untuk penyembuhan dan oleh karena itu pasien kedua menjalani kuretase dengan
punctoplasty, kemudian pasien sembuh sepenuhnya. Empat pasien dengan hasil mikrobiologis
negatif, menjalani terapi konservatif dan hanya satu dari mereka yang benar-benar sembuh.
Untuk tiga pasien yang tersisa yang tidak menyelesaikan pengobatan sepenuhnya, dua dari
mereka akhirnya menyelesaikan pengobatan sepenuhnya menggunakan kuretase dengan
punctoplasty, dan pasien yang terakhir dilakukan kuretase tunggal selama empat minggu.
Enam pasien menerima dakriosistografi. Empat pasien memiliki dilatasi dan / atau
ketidak rataan dinding kanaliculus, dan dari tiga pasien ini menunjukkan cacat ringan pada
sudut kanaliculus terlepas dari apakah kedua kanalikuli yang terlibat maupun salah satu satu
kanalikuli yang terlibat (Gambar 3 (a)). Dua pasien mempertahankan residu kontras selama 20
menit setelah injeksi (Gambar 3 (b)). Fotomikrografi dengan pewarnaan perak Gomori
methenamine menunjukkan adanya keluhan seperti Actinomyces dalam konkresi dari satu
pasien.
Seleksi pengobatan dirangkum dalam Gambar 2. tiga belas pasien menerima terapi
konservatif pada saat kunjungan pertama. Hanya satu dari mereka yang terselesaikan
sepenuhnya. Yang lain menolak dilakukan operasi berikutnya (kuretase atau punctoplasti dan
kuretase) dan tidak menyelesaikannya. Sebelas pasien yang tersisa dirawat dengan terapi
konservatif dan tidak memiliki perbaikan atau hanya remisi parsial dari kondisi tersebut.
Sebagian dari pasien ini menerima kuretase dengan kuret 0,9 mm. Remisi gejala dan tanda
sebagian ditemukan pada setiap kunjungan mingguan selama follow up dalam empat minggu,
dan dengan demikian pasien menerima terapi kuretase pada masing-masing dari empat
kunjungan. Namun, resolusi lengkap Kanaliculitis tidak diamati pada pasien ini. Karena
kuretase tidak dapat menyembuhkan penyakit ini, ketiga pasien menerima kuretase dan
punctoplasti dengan terapi kuretase satu bulan. Delapan dari sebelas pasien gagal dalam terapi
konservatif dan menerima punctoplasty dan kuretase setelahnya (Gambar 1 (d)). Tujuh dari
pasien ini mengalami resolusi lengkap gejala dan tanda-tanda Kanaliculitis dengan satu kali
operasi. Kambuhnya gejala dan tanda diamati pada salah satu dari delapan pasien selama dua
bulan setelah operasi. Punctoplasty dan kuretase tidak dilakukan lagi atas permintaan pasien.
Pasien yang menerima punctoplasty dan kuretase Kanaliculitis secara langsung mengalami
resolusi lengkap dari gejala dan tanda-tanda canaliculitis.

Gambar 2: Diagram alir ukuran sampel untuk perawatan dan hasil. †: pasien ini menolak terapi
selanjutnya dengan terapi konservatif tetapi tetap memiliki janji tindak lanjut jangka panjang.
Kondisi ditemukan persisten pada pasien ini. ‡: pasien ini menerima terapi konservatif terlebih
dahulu dan kemudian menerima kuretase dengan punctoplasty secara langsung.
Gambar 3: Kerusakan canaliculus dengan pelebaran (a) dan residu media kontras (b) disajikan
dalam dacryocystography pasien canaliculus. Panah hijau: cacat ringan kanalikulus. Panah
merah: residu agen kontras.

Diskusi
Studi kami melaporkan bahwa rata-rata waktu untuk diagnosis canaliculitis adalah 18
bulan dan jumlah dalam penelitian lain bervariasi dari 4,5 bulan hingga 34 bulan [2, 3, 6, 8, 9,
14, 15]. Sulit untuk menjelaskan variasi besar untuk studi yang berbeda karena semua studi
dilakukan di lokasi yang berbeda dengan ukuran sampel yang kecil. Usia rata-rata pasien
adalah 70,6 tahun dalam penelitian kami, sementara penelitian lain melaporkan usia rata-rata
berkisar antara 48 hingga 71,7 tahun [1-3, 6-9, 14, 15]. Sama dengan temuan dari penelitian
lain, sebagian besar pasien canaliculitis dalam penelitian kami adalah perempuan (75%) [1, 3,
8, 9]. Hal ini dapat dijelaskan oleh perubahan hormon selama menopause yang akan
mengurangi produksi air mata dan mengurangi perlindungan terhadap infeksi [1]. Pada
kanalikuli atas dipengaruhi setengah pasien, sedangkan pada kanalikuli bawah dipengaruhi
kurang dari separuh pasien, yang mana berbeda dari sebagian besar data yang dipublikasikan
[3, 6-9, 14-16]. Sama dengan penelitian lain, kami juga mengamati epifora dengan keluarnya
cairan sebagai gejala yang paling umum (93,8%) dan punctum sebagai tanda paling umum
(75%) [2, 3, 6-9, 14]. Studi kami menemukan bahwa 31% dan 75% dari penelitian pasien
mengalami konkresi dari prosedur ekspresi dan jarum suntik, masing-masing. Pavilack dan
Frueh melaporkan bahwa semua sebelas pasien penelitian memiliki konkresi dalam bahan
mukopurulen yang diekspresikan [6]. Menggunakan prosedur yang berbeda dari kuretase
selain ekspresi atau jarum suntik, Anand melaporkan bahwa 33% dari 15 pasien penelitian
memiliki konkresi [7]. Dalam studi Lin, konkret diperoleh selama kompresi kanalikuli atau
canaliculotomy pada 9 dari 34 pasien (26%) [8]. Beberapa laporan menyebutkan bahwa adanya
konkret di canaliculus menunjukkan risiko kegagalan terapi konservatif dan risiko
kekambuhan canaliculitis [4, 6–8, 14, 17–19]. Penting untuk memeriksa keberadaan konkret
di canaliculus yang akan membantu membuat keputusan untuk rencana perawatan. Kami
menemukan bahwa jarum suntik dapat membantu mendeteksi keberadaan konkret dengan
lebih baik. Ketika jarum suntik lacrimal dipatenkan di hampir semua pasien (93,8%), jarum
suntik dengan menekan daerah kantung lacrimal bermanfaat untuk regurgitasi dan
pendeteksian kadar kanalikuli. Konkretnya adalah ditemukan pada 12 pasien dengan jarum
suntik dengan penekanan daerah kantung lakrimal dalam penelitian ini. Karena itu, jarum
suntik tidak hanya merupakan metode pengobatan tetapi juga akan membantu membuat
diagnosis yang akurat untuk canaliculitis. Mirip dengan penelitian Lin, kami juga menemukan
paten jalur lakrimal [8]. Actinomyces disarankan sebagai bakteri patogen canaliculitis [6, 11,
12, 19, 20]. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sampel dari enam pasien diperiksa secara
mikrobiologis, dari sampel hanya dua pasien positif adanya spesies Staphylococcus.
Kandungan nanah dan kanalikuli yang dikumpulkan oleh alat suntik digunakan untuk kultur,
dan tingkat kultur bakteri positif yang rendah (33%) mungkin karena pemilihan spesimen.
Dalam beberapa laporan, penyeka mata konjungtiva rutin tidak ideal untuk kultur
mikrobiologis [19] sementara laporan lain menunjukkan bahwa insidensi isolasi Actinomyces
yang rendah mungkin disebabkan oleh sifatnya yang halus [7]. Fotomikrograf dengan
pewarnaan perak Gomori methenamine menunjukkan seperti Actinomyces yang mungkin
menjadi bukti keberadaan Actinomyces dalam konkresi (Gambar 4).
Dacryocystography mungkin tidak diperlukan untuk diagnosis, sementara itu
membantu untuk menemukan lesi. Dari enam pasien yang menerima dacryocystography,
dilatasi dan / atau kekasaran dari dinding canaliculus diamati di antara empat pasien dan cacat
ringan (Gambar 3 (a)) terhadap tiga pasien pada sudut canaliculus. Residu zat kontras dalam
kanalikulus ditemukan pada dua pasien selama 20 menit setelah injeksi. Demant dan Hurwitz
juga menyarankan bahwa dilatasi dan kekasaran kanalikuli berhubungan dengan canaliculitis
[12]. Cacat kanalikuli dianggap sebagai diagnostik kanalikuli oleh Sathananthan et al. [21]
Hasil kami di sini menunjukkan bahwa semua cacat ringan terletak di dekat sudut kanalikulus.
Sudut kanalikuli mungkin cenderung menjadi lokasi lesi asli, yang berbeda dari hasil penelitian
sebelumnya yang melaporkan bahwa “walaupun divertikulum atau obstruksi canaliculus dapat
meningkatkan pertumbuhan bakteri anaerob sekunder akibat stasis, kebanyakan kasus
canaliculitis berasal tanpa predisposisi yang dapat diidentifikasi ”[3]. Mempertimbangkan
patensi lakrimal dan lokasi lesi, faktor hidrodinamik dapat menyebabkan pengendapan
mikroorganisme patogen di dekat sudut kanalikulus.
Terapi konservatif tidak efektif dalam penelitian ini kecuali untuk satu pasien tanpa
konkret yang diamati dari ekspresi dan jarum suntik. Tingkat rendah resolusi lengkap
kanalikuli menggunakan terapi konservatif mungkin terkait dengan adanya konkret. Pavilack
dan Frueh menyarankan bahwa kuretase menyeluruh tanpa punctoplasty bisa mencukupi untuk
kuretase lengkap [6]. Kami mencoba kuretase, pendekatan biaya rendah, untuk tiga pasien
kami yang gagal dalam perawatan konservatif. Ketiga pasien mengalami remisi gejala dan
tanda parsial dalam satu atau dua minggu, tetapi kondisi mereka tidak sepenuhnya pulih. Kami
menggunakan kuret tertutup 0,9 mm daripada kuret tertutup 1 sampai 2 mm yang digunakan
dalam penelitian Pavilack [6]. Kuret dengan ukuran kecil mungkin tidak cukup untuk
sepenuhnya menghilangkan isi kanalikuli sementara ukuran yang lebih besar membutuhkan
dilatasi punctum yang sempurna, yang sulit dilakukan dalam pembedahan. Sulit untuk
menghapus semua isi kanalikuli menggunakan kuretase, terutama untuk ahli bedah yang tidak
berpengalaman [11]. Canaliculitis kambuh hanya pada satu dari 14 pasien dalam dua bulan
menggunakan kuretase dengan punctoplasty. Tingginya tingkat resolusi lengkap mungkin
karena pengangkatan konkresi selama operasi [6, 7, 19].
Berbeda dari penelitian sebelumnya, kami tidak mengamati perbedaan jenis kelamin
untuk terulangnya canaliculitis dan dacryoliths. Studi kami menemukan bahwa faktor untuk
mempengaruhi hasil pengobatan adalah deteksi concretions. Ada korelasi yang kuat antara
keberadaan konkret dan kegagalan terapi konservatif. Pembedahan, sebagai prosedur yang
lebih baik untuk menghilangkan isi kanalikuli sepenuhnya, mungkin lebih disukai untuk
mengobati pasien kanalikuli dengan konsentrasi.
Ada beberapa batasan untuk penelitian ini. Pertama, ukuran sampel kecil yang dapat
membatasi generalisasi hasil. Namun, kami perhatikan bahwa canaliculitis adalah penyakit
langka dan semua penelitian sebelumnya adalah analisis institusi tunggal dengan ukuran
sampel yang sangat kecil. Selain itu, pemeriksaan mikrobiologis dilakukan pada enam pasien,
dan sampel dengan konkret yang ditemukan selama operasi akan lebih mungkin untuk
menampung mikroorganisme yang mungkin dikultur. Keempat, informasi demografis terbatas
tersedia untuk memahami faktor-faktor risiko potensial dari penyakit langka ini. Studi di masa
depan dengan ukuran sampel yang lebih besar, tindak lanjut yang lebih lama, dan lebih banyak
informasi yang dikumpulkan dapat membantu untuk memahami penyakit yang tidak biasa ini.
Gambar 4: e photomicrograph of concretion. (a) e photomicrograph dari penampang konkret

(pewarnaan, hematoxylin-eosin; magnifikasi asli, ∗ 40x). (B) e fotomikrografi menunjukkan

ratapan seperti Actinomyces dalam concretion (pewarnaan, Gomori methenamine silver;

magnifikasi asli, ∗ 400x).

Kesimpulan
Singkatnya, dokter mata harus menghindari kesalahan diagnosis kanaliculis untuk
mencegah keterlambatan dalam perawatan. Studi kami menunjukkan bahwa jarum suntik
dengan penekanan daerah kantung lakrimal dapat membantu diagnosis kanalikuli yang lebih
baik. Karena mayoritas pasien canaliculitis memiliki jalur lakrimal yang dipatenkan, air dapat
mengalir ke kantung lacrimal dan kemudian ke rongga hidung dengan jarum suntik rutin.
Pengepresan area kantung lakrimal menjaga agar air tetap bersih canaliculus dan dengan
demikian mendapatkan regurgitasi yang lebih baik dan deteksi kandungan kanalikuli. Dengan
gejala / tanda-tanda epifora, pelepasan, dan pembengkakan punctal diamati, canaliculitis masih
harus dicurigai bahkan tanpa konkresi yang diamati di antara pasien dengan saluran lakrimal
paten. Selain itu, dibandingkan dengan jarum suntik, ekspresi, dan kuretase, kuretase dengan
punctoplasty lebih dapat diandalkan untuk menghilangkan konkretsi dan resolusi lengkap
kanalikuli.

Konflik kepentingan
e penulis menyatakan bahwa tidak ada konflik kepentingan mengenai publikasi makalah ini.

Kontribusi Penulis
Qin Zhang dan Beibei Xu memberikan kontribusi yang sama untuk penelitian ini.
Pengakuan
Semua penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr. Catherine Wernette karena
membantu mengedit.

Anda mungkin juga menyukai